Anda di halaman 1dari 14

Net Present Value (NPV) dan Internal Rate

of Return (IRR)
October 14, 2010 by kelincicoklatdiary

PEMILIHAN INVESTASI PROYEK

Metode-Metode Evaluasi Proyek

Keputusan investasi merupakan keputusan manajemen keuangan yang paling penting di antara
ketiga keputusan jangka
panjang yang diambil manajer keuangan. Disebut penting, karena selain penanaman modal pada
bidang usaha yang membutuhkan modal yang besar, juga keputusan tersebut mengandung risiko
tertentu, serta langsung berpengaruh pada nilai perusahaan.

Pada umumnya, langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengambilan keputusan investasi
adalah sebagai berikut:
1. Adanya usulan investasi (proposal investasi).
2. Memperkirakan arus kas (cash flow) dari usulan investasi tersebut.
3. Mengevaluasi profitabilitas investasi dengan menggunakan beberapa metode penilaian
kelayakan investasi.
4. Memutuskan menerima atau menolak usulan investasi tersebut.

Untuk menilai profitabilitas rencana investasi dikenal dua macam metode, yaitu metode
konvensional dan metode non-konvensional (discounted cash flow). Dalam metode konvensional
dipergunakan dua macam tolok ukur untuk menilai profitabilitas rencana investasi, yaitu payback
period dan accounting rate of return, sedangkan dalam metode non-konvensional dikenal tiga
macam tolok ukur profitabilitas, yaitu Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan
Internal Rate of Return (IRR).

NET PRESENT VALUE (NPV)

NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain
merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada
saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi,
dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan. Jadi
perhitungan NPV mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan.
Menurut Kasmir (2003:157) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan
perbandingan antara PV kas bersih dengan PV Investasi selama umur investasi. Sedangkan
menurut Ibrahim (2003:142) Net Present Value (NPV) merupakan net benefit yang telah di
diskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.

Pada tabel berikut ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap keputusan investasi yang akan
dilakukan.

Langkah menghitung NPV:

(1) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang
didiskontokan pada biaya modal proyek,

(2) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV proyek,

(3) Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif,
maka proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah mutually exclusive,
maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih .

NPV sebesar nol menyiratkan bahwa arus kas proyek sudah mencukupi untuk membayar
kembali modal yang diinvestasikan dan memberikan tingkat pengembalian yang diperlukan atas
modal tersebut. Jika proyek memiliki NPV positif, maka proyek tersebut menghasilkan lebih
banyak kas dari yang dibutuhkan untuk menutup utang dan memberikan pengembalian yang
diperlukan kepada pemegang saham perusahaan.

Keunggulan NPV = menggunakan konsep nilai waktu uang (time value of money).
> Maka sebelum penghitungan/penentuan NPV hal yang paling utama adalah mengetahui atau
menaksir aliran kas masuk di masa yang akan datang dan aliran kas keluar.

Di dalam aliran kas ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

(1) Taksiran kas haruslah didasarkan atas dasar setelah pajak,

(2) Informasi terebut haruslah didasarkan atas incremental (kenaikan atau selisih) suatu
proyek. Jadi harus diperbandingkan adanya bagaimana aliran kas seandainya dengan dan tanpa
proyek. Hal ini penting sebab pada proyek pengenalan produk baru, bisa terjadi bahwa produk
lama akan termakan sebagian karena kedua produk itu bersaing dalam pemasaran,

(3) Aliran kas ke luar haruslah tidak memasukkan unsur bunga, apabila proyek itu direncanakan
akan dibelanjai/didanai dengan pinjaman. Biaya bunga tersebut termasuk sebagai tingkat bunga
yang disyaratkan (required rate of return) untuk penilaian proyek tersebut. Kalau kita ikut
memasukkan unsur bunga di dalam perhitungan aliran kas ke luar, maka akan terjadi
penghitungan ganda.
INTERNAL RATE OF RETURN (IRR)

Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat
pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan
nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya proyek
atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan nol.

IRR yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu proyek/investasi dapat
dilakukan apabila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian
apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain). IRR
digunakan dalam menentukan apakah investasi dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya
digunakan acuan bahwa investasi yang dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum acceptable
rate of return atau Minimum atractive rate of return (MARR) . MARR adalah laju
pengembalian minimum dari suatu investasi yang berani dilakukan oleh seorang investor.

Dengan rumus umum sebagai berikut :

Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan
tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada
tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila lebih kecil diterima.
IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Discount rate
yang dipakai untuk mencari present value dari suatu benefit/biaya harus senilai dengan
opportunity cost of capital seperti terlihat dari sudut pandangan si penilai proyek. Konsep dasar
opportunity cost pada hakikatnya merupakan pengorbanan yang diberikan sebagai alternatif
terbaik untuk dapat memperoleh sesuatu hasil dan manfaat atau dapat pula menyatakan harga
yang harus dibayar untuk mendapatkannya.

DISKUSI MENGENAI PERBANDINGAN NPV DAN IRR

(1)

Pada umumnya pengambilan kepu-tusan investasi berdasarkan NPV dan IRR akan memberikan
hasil yang sama, artinya apabila suatu usulan investasi dinilai layak berdasarkan NPV, maka
usulan investasi tersebut juga dinilai layak berdasarkan IRR.

Namun demikian, menurut kalangan akademisi, NPV dianggap lebih unggul dibandingkan IRR,
karena NPV dapat mengatasi fenomena multiple IRR dan conflict ranking projects, sedangkan
IRR tidak dapat mengatasi fenomena tersebut. Meskipun demikian, NPV juga memiliki
kelemahan, yaitu NPV tidak memiliki safety margin (sedangkan IRR memiliki safety margin)
dan NPV kalah populer dibandingkan dengan IRR (para investor pada umumnya lebih tertarik
menggunakan IRR, karena IRR dapat segera dibandingkan dengan cost of capital).

(2)

NPV dan IRR sama-sama termasuk kelompok discounted cash flow, penganut nilai waktu dan
proceeds selama total usia proyek. Berdasarkan kesamaan demikian, NPV IRR akan memberikan
keputusan yang sama dalam menilai usul investasi. Andaikan berbasis NPV usul investasi layak
diterima maka demikian pula IRR.

NPV danIRR akan memberikan keputusan yang sama., tetapi sebenarnya terkandung sebuah
pengecualian di dalamnya. Pengecualian yang dimaksudkan berkaitan saat menilai salah satu
dari dua atau lebih usul investasi bersifat mutually exclusive. Untuk kondisi seperti begitu NPV,
IRR dapat bertolak belakang memberikan jawaban secara khusus sering terjadi pada susunan
peringkat usul investasi.

Hal tersebut, dikarenakan perbedaan asumsi yang melekat terkait tingkat reinvestasi dana bebas.
IRR berasumsi dana bebas diinvestasikan kembali dengan tingkat rate of returnnya selama
periode sisa usia. Sebaliknya NPV berpegang konsisten besarnya tingkat reinvestasi adalah tetap
sebesar tingkat diskonto yang ditetapkan sebelumnya.

Namun NPV pada umumnya dipandang unggul ketimbang IRR. Hal ini disebabkan NPV
konsisten, yaitu mempertimbangkan perbedaan skala investasi dari pernyataan secara absolut
dalam rupiah tidak seperti IRR yang memiliki pernyataan berbentuk persentase sehingga skala
investasi terabaikan.

(3)

Kenapa IRR didapat dari mencari discount rate yg membuat NPV = 0? Karena itu
menggambarkan ekspektasi investor akan tingkat pengembalian investasinya.

Jika IRR tinggi, artinya ruang utk ekspektasi thd tingkat pengembalian investasinya cukup lebar.
Jika IRR rendah, maka rentang tsb sempit.

(4)

Kelompok yang proNPV mengatakan bahwa Cash is King. NPV adalah indicator yang
sebenarnya dalam merefleksikan tujuan dari bisnis yaitu menghasilkan uang sebanyak-banyak..
Selain itu disebutkan IRR punya kelemahan yaitu tidak bisa memberikan nilai IRR yang
sebenarnya apabila cashflow nya multi-signs dan tidak menggambarkan konsep Time Value of
Money.

Kelompok yang pro IRR mengatakan bahwa bahwa NPV tidak menggambarkan optimasi dan
efisiensi penggunaan sumber daya dana investasi dalam kaitannya dengan rate dari
pengembaliannya (rate of return).

Contohnya nilai NPV Proyek A sebesar Rp 100 juta dan Proyek B sebesar Rp 10 juta. Secara
naluri mungkin kita akan memilih Proyek A karena nilainya 10x lebih besar. Tapi kalau Proyek A
membutuhkan investasi sebesar Rp 75 juta sedangkan Proyek B hanya sebesar Rp 1 juta, Proyek
B dapat dikatakan mempunyai nilai resiko yang lebih kecil (exposure dana perusahaan dalam
kegiatan investasi yang lebih kecil) dan tingkat pengembalian yang lebih besar (IRR besar).

(4)

Terminology NPV & IRR, sebenarnya merupakan indicator kelaikan project, yg dapat diproyeksi
pada tahap feasibility studi. Secara umum, dapat disebutkan indikator2 dasar, yaitu:

1. Net Present Worth/Value, adalah perbedaan antara nilai sekarang dari penerimaan total dan
nilai sekarang dari pengeluaran sepanjang umur proyek pada discount rate yang diberikan.
Pendekatannya adalah pada konsep cash flow (cash in/cash out), project dikatakan laik apabila
NPV>0.

2. Rate of Return (ROR) atau Return on Investment (ROI), adalah discount rate yang
memberikan harga NPV = 0. ROR merupakan perolehan per tahun dari investasi suatu proyek.
ROR sendiri ada dua macam, yaitu:

> Eksternal ROR, yaitu return yang diperoleh apabila investasi dilakukan di luar organisasi.
Contoh: suatu perusahaan menyimpan dananya di Bank atau membeli saham perusahaan lain.
> Internal ROR (atau IRR), yaitu return yang diperoleh apabila investasi dilakukan di dalam
perusahaan sendiri. Contoh, suatu perusahaan melakukan pengeboran untuk menambah kapasitas
produksi, atau melakukan fracturing untuk meningkatkan produksi sumur.

(5)

Terdapat dua instrumen evaluasi investasi yang umum digunakan untuk menilai apakah suatu
investasi akan dilakukan atau tidak. Instrumen tersebut adalah Net Present Value (NPV) dan
yang kedua adalah Internal Rate of Return (IRR). Dalam melakukan investasi tentunya harus
dilakukan perbandingan antara investasi yang satu dengan yang lainnya misalnya uangnya
diinvestasikan di bank saja, karena bunganya lebih menarik. Investasi terbaik akan didapat
apabila NPV dan IRR sama-sama bernilai tinggi. Pada kasus tertentu sering dinyatakan bahwa
IRR dengan nilai yang tinggi akan lebih menguntungkan daripada investasi dengan nilai IRR
yang lebih rendah, walaupun tidak demikian, karena pada kondisi tertentu IRR bisa
menyesatkan.

Pada NPV, semua future cash flow dikonversikan menjadi suatu nilai ekuivalen pada waktu
tahun ke nol dengan menggunakan teknik diskounting. NPV merupakan penjumlahan dari
masing-masing present value dari net income yang diproyeksikan tiap tahun. Setiap future
income didiskon, artinya dibagi dengan bilangan yang merepresentasikan oppurtunity cost dari
memiliki modal mulai tahun ke nol hingga tahun dimana income diterima atau dibelanjakan.
Oppurtunity cost dapat berupa berapa banyak uang yang dapat diterima apabila diinvestasikan di
tempat lain atau berapa banyak bunga yang akan dibayar apabila kita meminjam uang.

Rumus:

NPV = I0 + I1/(1+r) + I2/(1+r)^2 + I3/(1+r)^3 + .+ In/(1+r)^n

dimana:

I0 adalah investasi tahun ke-0

In merupakan net income tahun ke-1, 2, 3, .n

r merupakan discount rate

NPV > 0, proyek diterima

NPV < 0, proyek ditolak

Dari rumusan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan:

makin tinggi income, makin tinggi NPV

makin lebih awal datangnya income, makin tinggi NPV


makin tinggi discount rate, makin rendah NPV

Untuk membandingkan dua proyek yang mana akan dipilih dapat dilakukan dengan
membandingkan kedua nilai NPV proyek, dimana NPV proyek yang lebih besar yang akan
diambil.

IRR atau Internal Rate of Return, merupakan instrument evaluasi yang digunakan untuk
memutuskan apakah suatu pemilik modal ingin melakukan investasi atau tidak.

IRR > tingkat keuntungan yang diisyaratkan, proyek diterima

IRR < tingkat keuntungan yang disyaratkan, proyek ditolak

IRR lebih merupakan suatu indikator efisiensi dari suatu investasi, berlawanan dengan NPV,
yang mengindikasikan value atau suatu besaran uang. IRR merupakan effective compounded
return rate annual yang dapat dihasilkan dari suatu investasi atau yield dari suatu investasi. Suatu
proyek/investasi dapat dilakukan apabila rate of returnnya lebih besar daripada return yang
diterima apabila kita melakukan investasi di tempat lain (bank, bonds, dll). Jadi IRR harus
dibandingkan dengan alternatif investasi yang lain.

IRR memiliki kelemahan dimana IRR umumnya digunakan untuk pengambilan keputusan untuk
single project bukan mutually exclussive project (proyek yang saling menghilangkan). Untuk
mutually exclusive project, kriteria NPV lebih dominan digunakan dimana proyek dengan NPV
lebih besar akan dipilih walaupun memiliki IRR yang lebih kecil. Dari grafik, suatu proyek
mungkin akan memiliki beberapa discount rate yang membuat nilai NPV = 0 (ada net income
negatif di sela-sela tahun net income positif), sehingga nilai IRR bisa lebih dari satu atau kita
dihadapkan pada beberapa pilihan nilai IRR. Dari segi reinvestasi, IRR juga memiliki kelemahan
sehingga digunakan MIRR (Modified Rate of Return).

Walaupun secara akademik NPV lebih dominan dipilih, survey mengindikasikan bahwa kalangan
eksekutif lebih menyukai IRR daripada NPV. Hal ini dikarenakan para manager ataupun pemilik
modal lebih gampang membandingkan investasi/proyek yang berbeda besaran dalam bentuk %
rate of return (IRR) dibandingkan dengan besaran uang (NPV).

(5)

Seperti IRR yang memiliki beberapa kelemahan, NPV pun mengandung kekurangan. Pertama,
berbeda dengan IRR, NPV tidak dinyatakan secara relatif. Karenanya, NPV sebesar Rp600 juta
belum dapat dikatakan bagus atau tidak. Bagus jika investasi awal Rp2 miliar, tetapi jelek jika
dana yang diperlukan untuk menghasilkan NPV ini Rp10 miliar. Dalam soal ini, IRR lebih
unggul dan lebih mudah dipahami karena sudah dinyatakan secara relatif. Tidak aneh jika IRR
sangat favorit dan investor lebih suka berbicara rasio daripada nilai rupiah.

Kedua, NPV gagal untuk mengevaluasi dua atau lebih proyek mutually exclusive yang
mempunyai umur berbeda. Misalkan kita mempunyai dua proyek yang memerlukan investasi
awal sama besar, katakan Rp1 miliar. Proyek A mampu menghasilkan arus kas Rp400 juta
selama 5 tahun, sementara proyek B sebesar Rp280 juta selama 10 tahun. Berdasarkan kriteria
NPV, proyek B yang akan dipilih karena mempunyai NPV yang lebih besar yaitu Rp582 juta
berbanding Rp442 juta pada tingkat diskonto 12%. Bahwa kedua proyek akan selesai dalam
waktu yang berbeda yaitu 5 tahun dan 10 tahun tidak diperhitungkan dalam NPV.

Yang bijak akan menyamakan umur kedua proyek itu terlebih dahulu sebelum membandingkan
NPV-nya. Ini tentunya dengan asumsi setiap proyek dapat direplikasi. Dalam contoh di atas,
proyek A diulangi sehingga menjadi berumur 10 tahun seperti proyek B. Pendekatan replikasi ini
tentunya mempunyai keterbatasan. Untuk tiga proyek dengan umur 7 tahun, 9 tahun, dan 13
tahun, kita harus mereplikasinya hingga 819 tahun untuk dapat dibandingkan. Tidak mungkin,
bukan? Sebagai alternatif terhadap pendekatan ini, kita menghitung nilai tahunan ekuivalen atau
equivalent annual value (EAV) yaitu arus kas tahunan yang ekuivalen dengan NPV proyek itu.

Ketiga, NPV, IRR, dan kriteria tradisional lainnya mengasumsikan satu angka tunggal untuk arus
kas pada periode-periode mendatang. Akan lebih tepat jika kita menyiapkan analisis skenario
seperti tiga skenario berbeda untuk kondisi pesimistis, paling mungkin, dan optimis untuk masa
depan yang penuh ketidakpastian.

(6)

Metode net present value (net present value method) adalah metode yang mendasarkan pada nilai
sekarang dari pengembalian masa depan yang didiskontokan pada tarif biaya modal. Metode
NPV ini mengatasi kelemahan dalam metode payback.

Metode internal rate of return (rate of return method) adalah metode yang didasarkan pada
tingkat suku bunga yang menyeimbangkan nilai sekarang dari pengembalian masa depan dengan
total biaya investasi.

Perbedaan metode NPV dan IRR

1. Fokus NPV adalah berapa tambahan nilai proyek pada nilai perusahaan dengan asumsi semua
arus kas dapat direalisir. Fokus IRR memberikan indikasi tingkat hasil pengembalian proyek jika
sesuai dengan yang diharapkan.

2. Jika kedua metode digunakan untuk menilai satu proyek maka kedua metode ini selalu
memberikan kesimpulan yang sama karena NPV positif dari suatu proyek akan memberikan IRR
yang lebih besar dari biaya modal.

3. Jika proyek yang dinilai bersifat eksklusif (mutually exclusive) kedua metode NPV dan IRR
dapat menghasilkan penilaian (kesimpulan) yang berbeda. Konflik antara kedua metode NPV
dan IRR terjadi karena profil NPV dari proyek berbeda, misalnya biaya investasi berbeda dan
umum proyek lebih panjang dari yang lain.
Metode NPV lebih baik secara teoritis jika dibandingkan dengan metode IRR, tetapi Metode
NPV lebih baik secara toeritis jika dibandingkan dengan metode IRR jika dalam kenyataan lebih
banyak perusahaan menggunakan metode IRR dibandingkan dengan metode NPV. Hal ini
disebabkan bahwa metode IRR dikembangkan lebih dahulu dari metode NPV dan metode IRR
sudah lama digunakan.

(7)

Dua kriteria utama investasi dalam aset riil adalah net present value (NPV) dan internal rate of
return (IRR). Logika dasar yang perlu dipahami tentang NPV dan IRR adalah keduanya
memerlukan tiga input utama yaitu arus kas, timing, dan risiko.

Arus kas sendiri terdiri atas kas keluar yang biasanya hanya terjadi sekali saja pada awal dan kas
masuk yang dapat dihasilkan pada periode-periode berikutnya. Adapun timing adalah berapa
lama proyek investasi mampu mendatangkan kas masuk dan besarnya kas ini untuk setiap
periode. Terakhir, risiko mencerminkan ketidakpastian atau kemungkinan timbulnya kerugian
atau hasil yang tidak diharapkan. Semakin besar risiko, semakin besar batas return yang diminta
investor. Sebuah proyek yang memberikan IRR 18% akan diterima jika return patokan adalah
15%. Tetapi jika dinilai berisiko tinggi, proyek yang sama ini akan ditolak karena investor sangat
mungkin menaikkan return minimal menjadi 20%. Dengan NPV, semakin besar risiko sebuah
proyek, semakin besar tingkat diskonto yang akan digunakan yang berimplikasi semakin
rendahnya NPV yang akan diperoleh. Dengan kata lain, proyek yang diterima pada tingkat
diskonto tertentu, karena mempunyai NPV positif, mungkin saja ditolak karena NPV menjadi
negatif jika tingkat diskonto dinaikkan untuk kompensasi tambahan risiko yang ada.

Kesimpulan umum di atas akan berlaku sepanjang pola arus kas bersifat konvensional yaitu kas
keluar terjadi pada awal yang diikuti dengan kas masuk selama beberapa periode. Hasil menjadi
berbeda jika arus kas bersifat nonkonvensional seperti proyek pertambangan yang kadang
memerlukan kas keluar dalam jumlah besar di akhir proyek untuk reklamasi. Dalam kondisi ini,
tingkat diskonto tinggi dapat membuat NPV semakin tinggi atau malah membuat proyek menjadi
diterima. Melihat IRR-nya lebih membingungkan lagi karena proyek dengan arus kas
nonkonvensional bisa memberikan kita multipel IRR, misalkan 12% dan 20%. Jika return
patokan adalah 15%, apakah proyek ini akan diterima? Sulit untuk menjawabnya.

Hampir semua buku keuangan satu suara soal ini bahwa kriteria NPV yang sebaiknya digunakan
dan proyek A yang harus dipilih. NPV atau tambahan kekayaan sebesar Rp6 miliar jauh lebih
menarik daripada IRR 30% tetapi hanya dari Rp5 miliar. Bagaimana jika skala proyek A dan B
relatif sama, misalnya masing-masing memerlukan dana Rp10 miliar, tetapi NPV dan IRR
memberikan peringkat yang berbeda?

Jawabannya tetap kriteria NPV yang dianjurkan untuk digunakan. Kriteria ini diakui lebih
unggul daripada IRR karena adanya tiga kelemahan yang melekat dalam IRR.

Pertama, NPV selalu memberikan satu angka sementara IRR bisa menghasilkan banyak angka.
Kedua, tingkat return reinvestasi yang digunakan dalam NPV adalah tingkat diskontonya,
sedangkan IRR mengasumsikan IRR itu sendiri.

Ketiga, Copeland et al dalam bukunya Financial Theory and Corporate Policy (2005)
menyatakan kalau kriteria IRR melanggar prinsip penambahan nilai (value additivity).

Misalkan kita mempunyai tiga proyek investasi yang menguntungkan yaitu 1, 2, dan 3. Diketahui
proyek 1 dan 2 bersifat mutually exclusive, dan proyek 3 bersifat independen. Jika prinsip
penambahan nilai berlaku, kita mestinya dapat memilih antara proyek 1 dan 2 yang lebih baik
tanpa harus dipengaruhi proyek 3 yang independen. Maksudnya adalah, jika proyek 1 lebih baik
daripada proyek 2, proyek 1+3 mestinya akan lebih baik juga daripada proyek 2+3. Kriteria NPV
mematuhi prinsip ini tetapi tidak demikian dengan IRR yang memilih proyek 1 tetapi berubah
menjadi proyek 2+3 ketika pilihan proyek 3 juga disodorkan.

(8)

Untuk mengatasi masalah ini, maka yang harus dilakukan adalah memberikan ranking terhadap
proyek-proyek yang tersedia, kemudian mengambil keputusan berdasarkan anggaran investasi
yang tersedia.

Capital rationing dilakukan pada umumnya dengan menggunakan IRR atau NPV. Misalnya, jika
limit yang ditetapkan sebanyak 1,000,ooo, berdasarkan kriteria IRR maka proyek yang dipilih
adalah proyek A, B dan D atau B dan C. Namun, jika dilihat dari kriteria NPV, maka yang
terpilih adalah proyek A dan C.

Untuk menentukan kriteria mana yang ingin Anda gunakan, maka ini tergantung preferensi,
karena masing-masing punya keunggulan dan kelemahan tersendiri. NPV menunjukkan
kekayaan yang dihasilkan atau bertambah dari suatu investasi, sementara IRR menunjukkan
tingkat returnnya. Jadi, tergantung mana preferensi dari investor.

Namun, yang jelas NPV lebih superior dan disukai karena menunjukkan present value arus kas
yang akan diterima. Sementara, IRR sendiri hanya menunjukkan tingkat return dalam investasi
itu sendiri, yang artinya menggunakan asumsi jika arus kas yang dihasilkan direinvestasikan lagi
pada rate yang sama dengan IRR tersebut. Padahal, kenyataannya tidak semudah itu.
(9)

Keterangan :

*mutually exclusive : in Laymans terms, two events are mutually exclusive if they cannot occur
at the same time (i.e., they have no common outcomes).

*payback period : Metode payback (payback method) adalah metode yang mendasarkan pada
jumlah tahun yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal. Kelemahan metode ini
adalah (1) mengabaikan penerimaan setelah payback tercapai, (2) mengabaikan konsep time
value of money

Metode Payback Period (PP)


Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang
diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash
investment dengan cash flow- nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Suatu usulan
investasi akan disetujui apabila payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback
period yang disyaratkan oleh perusahaan.
Metode payback period merupakan metode penilaian investasi yang sangat sederhana
perhitungannya, sehingga
banyak digunakan oleh perusahaan. Tetapi di lain pihak metode ini mempunyai kelemahan-
kelemahan, yaitu:
a) Tidak memperhatikan nilai waktu uang.
b) Mengabaikan arus kas masuk yang diperoleh sesudah payback period suatu rencana investasi
tercapai.
c) Mengabaikan nilai sisa (salvage value) investasi.

Meskipun metode payback period memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini masih terus
digunakan secara intensif dalam membuat keputusan investasi, tetapi metode ini tidak digunakan
sebagai alat utama melainkan hanya sebagai indikator dari likuiditas dan risiko investasi.

Keunggulan metode payback period adalah sebagai berikut:


a) Perhitungannya mudah dimengerti dan sederhana.
b)Mempertimbangkan arus kas dan bukan laba menurut akuntansi.
c) Sebagai alat pertimbangan risiko karena makin pendek payback makin rendah risiko kerugian.

Anda mungkin juga menyukai