Anda di halaman 1dari 53

.

Bahaya Zat Kimia Pembuat Cat


Menurut Wahyuningsih (2003) dalam Budiono (2007) Cat merupakan campuran
bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan di berbagai tempat.
Namun cat yang digunakan secara semprot lebih berbahaya daripada cat kuas karena
partikelnya yang kecil dapat tersebar luas. Cat semprot mampu mengubah substansi menjadi
aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa cair atau padat, yang karena ukurannya yang kecil
akan mudah terhisap, sehingga berpotensimemberi efek negatif terhadap kesehatan paru akibat
kerja, antara lain kanker, asma dan pneumonitis hipersensitivitas.Selain itu cat dapat
mempengaruhi beberapa organ lain seperti susunan saraf pusat, hati, ginjal, kulit, mata, organ
reproduksi, jantung dan paru. Di samping itu cat semprot yang mengandung hidrokarbon dapat
disalahgunakan karena dapat memberikan sensasi euforia (halusinasi) yang dapat
menyebabkan kelainan paru bahkan kematian.

Cat berisi bahan kandungan cat khusus dan bahan pewarna berupa campuran zat kimia
padat dengan medium cair, digunakan sebagai lapisan proteksi atau dekorasi permukaan,
kemudian akan mengering dengan oksidasi, polimerisasi dan evaporasi. Sehingga pekerja cat
dan orang di sekitarnya dapat terpajan/terpapar oleh bahan-bahan kimia yang terdapat dalam cat.

Pada umumnya cat berbahan dasar air atau minyak, dan terdiri atas tiga komponen
penting, yaitu:

Tiner

Semua cat mengandung pelarut/solvent yang biasanya berupa tiner. Tiner akan
menguap segera setelah cat dioleskan, saat itu pekerja cat dapat mengisap bahan
berbahaya yang terkandung dalam solven. Efek dari paparan solvent yaitu menyebabkan
sakit kepala, pusing, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, masalah reproduksi dan kanker.

2. Binder

Binder yang dapat menyebabkan masalah kesehatan adalah resin (epoxy sin dan
urethane resin) menimbulkan iritasi hidung, mata, tenggorokan dan kulit.

Pigmen

Pigmen dalam cat berguna untuk mewarnai dan meningkatkan ketahanan cat.Banyak jenis
pigmen merupakan bahan berbahaya yaitu:

o Lead chromate yang digunakan untuk memberi warna hijau, kuning dan
merah. Dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat.
o Kromium yang digunakan untuk warna hijau, kuning dan oranye. Dapat
menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung dan saluran napas atas.
o Kadmiumyang memberi warna hijau, kuning, oranye dan merah. Dapat
menyebabkan kanker paru.

Bahaya Fungsi
Bahan pembentuk lapisan (film-forming Membentuk lapisan pelindung melalui
materials): Linseed oil, Soybean oil, Tung oil, oksidasi dan polimerisasi minyak tak
Dehydrated Castor oil, Fish oil, Oiticica oil, jenuh
Perilla oil, Casein, Latex emulsion, Varnishes
Tiner (thinners) :Hidrokarbon alifatik, naphtha, Sebagai suspensi pewarna cat (pigmen),
fraksi petroleum lain terlarut dalam bahan pembentuk
lapisanndan konsentrasinya sedikit dalam
cat
Turpentin (turpentine) :Seperti hidrokarbon Mempercepat pengeringan lapisan (film)
aromatik: toluen, silol (xylol), methylated melalui oksidasi dan polimerisasi
naphthalene
Pengering (driers) :Co, Mn, Pb, Zn, naphthalene, Memberikan elastisitas pada lapisan
resin, octoates, linoleat, tallates Antiskinning sehingga mengurangi atau mencegah
agents :Polyhydroxy phenols. Plasticizers: proses penguraian
Beberapa macam minyak
Untuk mendapatkan kualitas cat seperti yang diharapkan oleh pelanggan,

berbagai usaha harus diarahkan untuk mendapatkan kualitas hasil akhir dari setiap

proses seoptimal mungkin. Setiap proses dimulai dari pembelian bahan baku,

penyimpanan bahan baku, pemrosesan bahan baku menjadi bahan setengah jadi

maupun bahan jadi, penyimpanan bahan jadi dan pengiriman bahan jadi ke pelanggan

harus dikontrol dengan jadwal, pengujian dan pelayanan yang memadai.

Beberapa pengujian harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa:

Resin, pigment, extender, solvent dan additive yang dibeli dan kemudian

disimpan di dalam gudang sesuai spesifikasi, tidak terjadi salah barang,

penyimpangan dan perubahan kualitasnya

Proses pembuatan pasta menghasilkan pasta yang stabil, tidak gampang

mengulit, mengeras dan dengan dengan derajad kehalusan sesuai kebutuhan

Proses pembuatan cat menghasilkan cat dan film dengan kualitas seperti yang
diharapkan

Untuk itu harus dilakukan pengujian-pengujian dasar sebagai bertikut:

KATEGORI

BAHAN

JENIS

BAHAN

PENGUJIANKETERANGAN

26

BAHAN

BAKU

RESIN

Penampilan

Membandingkan penampilan, seperti :

permukaan, bahan asing, endapan,

kejernihan, gumpalan dan warna sample

resin dengan standard yang ada.

Untuk warna resin dinyatakan dengan

bilangan Gardner, yaitu menyamakan

warna sample dengan skala warna

Gardner. Warna jernih (1) hingga warna

merah pekat (18)

Kekentalan

(detik atau

mPas)

Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk


menghabiskan seluruh cairan keluar dari

sebuah flow cup standard. Nilai

kekentalan dibuat atas dasar waktu yang

dibutuhkan dari mulai mengalir sampai

putusnya aliran tersebut. Cara ini efektif

jika cairannya dalah jenis newtonian dan

mempunyai range kekentalan dibawah 200

detik.

Untuk cairan yang sangat kental maka

digunakan cara Gardner, yaitu

membandingkan kecepatan naiknya

gelembung udara yang berisi cairan

sample dengan cairan standard dalam

tabung dengan ukuran tertentu dari yang

paling encer (A) hingga yang paling kental

(Z6).

Atau bisa dilakukan dengan alat Brokfield

27

dengan range pengukuran kekentalan

antara 10 hingga 8.10

mPas

Berat Jenis

(gram/cm

3
)

Membandingkan berat sample terhadap

volumenya dengan menggunakan gallon

cup pada temperatur tertentu.

Kadar

Padatan (%)

membandingkan berat sample sesudah

dikeringkan (110

C selama 1 jam) dengan

sebelum dikeringkan. Biasa disebut

dengan NV(non volatile matter) dengan

basis v/v atau w/w> basis v/v

(volume/volume) lebih sering dipakai.

Bilangan

Asam

mengetahui senyawa asam yang

terkandung dalam resin

Membandingkan penampilan, seperti:

28

PIGMENT

DAN

EXTENDER

Penampilan

bahan asing, gumpalan dan warna sample


dengan standard yang ada.

Untuk membandingkan warna pigment,

sample harus didispersikan atau digrinding

dalam resin tertentu kemudian ditarik pada

kertas rungkut dengan ketebalan 60

micron dan dibandingkan dengan warna

standard

Untuk dyestuff perlu dilarutkan pada

pelarut tertentu hingga membentuk larutan

denga konsentrasi 3 (DZ) atau 10% (PP),

kemudian dicampur dengan resin tertentu

dan dilanjutkan seperti tersebut di atas.

Oil

Absorption

Mengetahui seberapa besar penyerapan

pigment atau extender terhadap oil atau

minyak nabati dalam satuan ml per 100 g

sample.

SOLVENT

Penampilan

Membandingkan penampilan, seperti :

bahan asing, endapan, kejernihan,

gumpalan dan warna sample dengan

standard yang ada.

Resistivity
Mengukur resistivity (tahanan = Mega

ohm) suatu solvent dengan dua dip

elektroda pada jarak tertentu (1 cm).

Besaran ini menggambarkan bisa tidaknya

solvent tersebut dipakai dengan spray jenis

elektrostatik

29

Jenis dan

Komposisi

komponent

Mengukur derajad kemurnian solvent atau

menganalisa jenis dan fraksi komponenkomponen dalam campuran solvent

ADDITIVE

Biasanya diuji secara langsung dengan menambahkan

pada resep bahan setengah jadi (pasta) atau cat, diproses

dan dipakai dan kemudian dibandingkan dengan additive

standard pada semua aspek pengujian.

BAHAN

SETENGAH

JADI

PASTA

Kestabilan

Mengamati pengulitan, pengerasan

(gelling) dan kehalusan secara rutin

selama pasta disimpan


Kehalusan

(mm)

Dengan mempergunakan grindo meter

kehalusan pigment atau extender dalam cat

dapat ditentukan. Pasta atau cat ditarik

pada parit dengan kedalaman berbeda dari

paling dalam hingga paling dangkal,

sehingga partikel yang ukuran besar akan

terjebak pada posisi sesuai dengan ukuran

partikelnya.

Kadar

Padatan (%)

Idem di atas

Warna

Setelah dijadikan cat, dengan mencapur

pasta dengan komponen lain, kemudian

ditarik pada kertas rungkut dengan

ketebalan 60 micron dan dibandingkan

dengan warna standard

CAT

TANPA

PIGMENT

Penampilan

Cat

Membandingkan penampilan sampel cat,


seperti :bahan asing, endapan, kejernihan

dan gumpalan dengan standard yang ada.

30

Kekentalan Idem di atas

Berat Jenis Idem di atas

Waktu

Kering

Dengan mempergunakan sentuhan,

tempel atau tekanan jari pada cat yang

masih basah. Waktu kering meliputi :

kering sentuh, tekan dan kering sempurna.

Kadar

Padatan

Idem di atas

Resistivity Idem di atas

Penampilan

Film

Pengujian film dilakukan setelah cat

dikenakan pada substrat tertentu dan

kemudian mengering. Penampilan filim

meliputi ada tidaknya: kulit jeruk,

gelembung udara, bercak-bercak, tidak

meratanya kilap, lekukan-lekukan kawah,

kerut dan lain-lain.

Daya Kilap
Film (gloss)

Mengukur cahaya yang dipantulkan oleh

film. Alat yang dipakai adalah Glossmeter

atau reflektometer

Daya Lekat

Film (adhesi)

Film cat kering digores dengan sudut

cutter (30-45

) dan pada kecepatan 0.5

detik per satuan potongan sehingga

didapat 25 kotak dengan jarak pemotongan

sesuai ketebalan catnya. Kemudian

dilekatkan selotip dan ditarik dengan kuat.

Dari banyaknya kotak lapisan cat yang

terangkat bisa kita nilai daya lekat film

31

tersebut ( GT 0, tidak ada yang terkelupas

hingga GT 4, terkelupas > 65%)

Sifat

Mekanis

Film

Sifat mekanis film meliputi: daya tahan

terhadap impact, kekerasan dan lain-lain.

Untuk daya tahan impact diuji dengan


impact tester, kekerasan dengan hardness

pendulum tester, hardness Dur-O-Test atau

dengan pencil hardness.

DENGAN

PIGMENT

Semua pengujian yang dilakukan pada cat tanpa pigment

juga dilakukan untuk cat dengan pigment dan ditambah

beberapa pengujian berikut

Penampilan

Warna

Selama pencocokan warna (colour

maching), sample cat dibandingkan

dengan warna standarnya, bisa dilakukan

dengan methoda tersebut di atas (pasta)

atau dengan mempergunakan alat pencari

warna (hunter lab colour matching),

hingga diperoleh hasil selisih antara warna

sample dengan standard sekecil mungkin

(sesuai spesifikasi).

Kehalusan Idem di atas (pasta)

Daya Tutup

Merupakan ketebalan minimal film dari

cat dimana pola hitam-putih dari kertas

kotak-kotak tidak dapat kelihatan.

32
Pengujiannya adalah dengan menarik cat

basah dengan applikator dimulai ketebalan

paling besar hingga paling kecil, kemudian

setelah kering dinilai daya tutupnya.

Tabel 2.5 Tabel Pengujian-pengujian Dasar

Pengujian tersebut di atas bisa juga diperluas atau ditambah sesuai dengan

penggunanan cat dan kebutuhan, seperti: daya tahan terhadap sinar matahari perlu

dilakukan untuk jenis cat yang dipakai di luar terkena sinar matahari, daya tahan

terhadap korosi pada cat yang dipakai pada lingkungan korosif, dan masih banyak

pengujian-pengujian yang lain.

Menurut Levy (1994) dalam Budiono (2007), cat semprot berupa partikel

halus yang dapat terhisap ke dalam saluran nafas. Lokasi deposisi partikel di saluran

nafas ditentukan oleh konsentrasi, kelarutan, dan ukurannya. Partikel berukuran 10

m atau lebih akan mengendap di hidung dan faring, yang berukuran kurang dari 5

m dapat penetrasi sampai ke alveoli, dan partikel berukuran sedang (5-10 m) akan

mengendap di beberapa tempat di saluran nafas besar. Lokasi deposisi partikel akan

memberikan respon atau penyakit yang berbeda. Faktor manusia juga berperan

penting dalam berkembangnya penyakit, seperti kebiasaan merokok. Paru sebagai

organ dengan permukaan yang luas, aliran darah yang cepat dan epitel alveolar yang

tipis merupakan tempat kontak yang penting dengan substansi yang berasal dari

lingkungan. Paparan akibat cat semprot dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui

inhalasi, kontak kulit dan oral, yang merupakan pajanan potensial (WHO, 1995 dalam

Budiono, 2007)

Menurut Wahyuningsih (2003) dan Budiono (2007), cat berisi bahan

kandungan cat dan pewarna yang merupakan campuran zat kimia padat dengan
medium cair, digunakan sebagai lapisan proteksi atau dekorasi permukaan; akan

mengering dengan oksidasi, polimerisasi dan evaporasi. Senyawa timbal juga dapat

digunakan sebagai agen pengering dan katalis pada cat berdasar minyak, agar cat

33

lebih cepat kering dan tersebar merata. Agen anti-korosi berdasar timbal kadang

digunakan dalam cat yang berfungsi menghambat perkaratan pada permukaan logam,

dengan umumnya berupa timbal tetroksida yang kadang disebut timbal merah atau

minium. Senyawa penghambat korosi bebas timbal pun bisa didapatkan.

Sawyer dalam Budiono (2007) berpendapat bahwa, senyawa timbal ini juga

dapat menyebabkan gangguan fungsi paru pada paparan dengan dosis yang cukup

tinggi bahkan dapat menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung serta saluran

alat pernapasan. Penyakit Pulmonary Sensitization juga pernah dilaporkan terjadi

akibat paparan partikel tersebut walaupun kejadiannya jarang. Williams & Bursom

dalam Dwilestari (2012) menambahkan, timbal dapat menyebabkan hemolisa eritrosit

dan menghambat pembentukan hemoglobin. Timbal menyebabkan defisiensi enzim

G-6PD dan penghambatan enzim pirimidin-5-nukleotidase. Hal ini dapat

menyebabkan turunnya masa hidup eritrosit dan meningkatkan kerapuhan membran

eritrosit, sehingga terjadi penurunan jumlah eritrosit. Defisiensi enzim ini secara

herediter ditandai dengan basophilic stippling pada eritosit. Penelitian Richard et. al.

(2006) dalam Dwilestari (2012) menunjukkan timbal menghambat biosistesis heme

melalui inhibisi enzim coproporphyrinogen, ALAD dan ferrochelatase. Inhibisi

enzim tersebut menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah (Richard

dalam Dwilestari, 2012)

Keracunan chromium dapat berdampak negatif terhadap kulit, saluran

pernapasan, pembuluh darah, serta ginjal. Dampak keracunan chromium pada kulit
(skin effects) berupa ulkus kronis pada permukaan kulit. Pada sistem saluran

pernapasan (Respiratory system effects) berupa kanker paru paru, ulkus kronis/

perforasi pada septum nasal. Pada pembuluh darah (vascular effects) berupa

penebalan flag pada pembuluh aorta (Atherosclerotic aortic plaque). Sedangkan pada

ginjal (kidney effects) mengakibatkan kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal

(Sudarmaji, 2006)

34

Cadmium

Menurut Carlisle (2000) dalam Budiono (2007), Cadmium berfungsi memberi

warna hijau, kuning, oranye dan merah. Metabolisme cadmium dalam tubuh sangat

lambat, meskipun progresivitasnya dapat meningkat apabila terjadi akumulasi.

Penyerapan cadmium ke dalam tubuh dapat melalui inhalasi dan oral. Melalui

inhalasi cadmium tergantung pada ukuran partikelnya. Sekitar 10 50%

cadmiumyang terinhalasi akan terdeposit dalam alveoli paru-paru. Sebagian

daricadmium yang terdeposit tersebut akan dikeluarkan melalui mekanisme clearance

(Carlisle, 2000 dalam Budiono, 2007)

Efek terhadap saluran pernapasan, inhalasi partikel cadmium akan

menyebabkan gangguan fungsi paru, yang berupa emphysema, kelainan obstruktif,

dan fibrosis paru. Kelainan tersebut akan terjadi terutama pada pekerja yang terpapar

partikel cadmium secara kronis.

Dalam tubuh manusia kadnium terutama dieleminasi melalui urine. Hanya

sedikit kadnium yang diabsorbsi yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor

diet sep erti intake protein, calcium,vitamin D dan trace logam seperti seng (Zn).

Proporsi yang besar adalah absorbsi malalui pernapasan yaitu antara 10 -40%

tergantung keadaan fisik wilayah. Uap kadnium sangat toksis dengan lethal dose
melalui pernapasan diperkirakan 10 menit terpapar samp ai dengan 190 mg/m3 atau

sekitar 8 mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum

keracunan Cd adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk -batuk dan lemah.

Terpapar akut oleh kadnium (Cd) menyebabkan gejala nausea (mual), muntah, diare,

kram, otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati,

gangguan kardiovaskuler, empisema dan degenerasi testicular (Ragan & Mast 1990

dalam Sudarmaji 2006).

Perkiraan dosis mematikan ( lethal dose) akut adalah sekitar 500 mg/kg untuk

dewasa dan efek dosis akan nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari (Ware,

1989 dalam Sudarmaji 2006) .

Gejala akut dan kronis yang ditimbulkan akibat paparan cat adalah :

- Gejala akut :

35

1. Kerongkongan kering dan dada terasa sesak (constriction of chest),

2. Sakit kepala dan menggigil,

3. Nafas terengah-engah, distres dan bisa berkembang ke arah radang

paru-paru,

4. Nafas pendek,

5. Sesak dada, dan

6. Dapat menyebabkan kematian.

- Gejala Kronis

1. Kemampuan mencium menurun,

2. Nafas pendek,

3. Gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan,

4. Berat badan menurun,


5. Selain menyerang pernapasan dan gigi, keracunan yang bersifat

kronis menyerang juga saluran pencernaan, ginjal, hati dan tulang

(Sudarmaji, 2006)

Plumbum

Menurut Ismawati, pigmen merupakan suatu senyawa timbal (Pb). Timbal

atau timah hitam merupakan logam beracun yang bisa terkandung dalam cat jika

produsen sengaja memasukkan satu atau lebih senyawa timbal kedalam cat dengan

berbagai tujuan (Ismawati, 2013)

Penyerapan melalui inhalasi partikel Pb ini dipengaruhi oleh 3 proses, yaitu

dimana partikel tersebut terdeposisi, mucociliary clearance, dan alveolar clearance.

Paparan partikel ini dapat menyebabkan kelainan obtruksi sebagai hasil dari

meningkatnya partikel yang terdeposisi di alveoli. Keadaan inidiperparah bila pekerja

juga merokok oleh karena mekanisme clearance yang kurang baik (Ismawati, 2013)

Paparan bahan pencemar Pb dapat menyebabkan berbagai gangguan pada

organ manusia:

Gangguan neurologi

36

Gangguan neurologi atau gangguan pada susunan syaraf yang diakibatkan

paparan Pb dapat berupa encephalopathy, ataxia, coma dan stupor. Gangguan

terhadap anak-anak bisa mengakibatkan kejang-kejang dan neuropathy perifer

(Sudarmaji, 2006)

Gangguan pada fungsi ginjal

Gangguan pada fungsi ginjal akibat paparan timbal dapat meyebabkan tidak

berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis va skuler, sel

tubulusatropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan


aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi

nefritis kronis (Sudarmaji, 2006)

Gangguan pada sistem reproduksi

Paparan Pb pada cat dapat menyebabkan kerusakan pada organ reproduksi

yang dapat mengakibatkan kesakitan pada organ reproduksi, keguguran serta

kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhda gamet dan dapat

meneyebabkan kecacatan pada kromosom (Sudarmaji, 2006)

Gangguan terhadap sistem hemopoitik

Paparan Pb dapat mengakibatkan penurunan sistesis globin walaupun tak

tampak adanya penurunan zat besi dalam serum sehingga menyebabkan terjadinya

anemia. Anemia ringan terjadi disertai meningkatnya kadar ALA (Amino Levulinic

Acid) urine. Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari

keracunan Pb pada manusia. Anemia tidak terjadi pada karyawan industri dengan

kadar Pb-B (kadar Pb dalam darah) dibawah 110 ug/100 ml. Dibandingkan dengan

orang dewasa, anak-anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia akibat paparan Pb.

Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Hb dan kadar Pb di dalam darah

(Sudarmaji, 2006)

Gangguan terhadap sistem syaraf

Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak

dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan

lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang

tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan

37

menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar 40-80

g/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya
gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain

adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep.

Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil

psikologis dan enampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun.

Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika

terpapar Pb pada anak berusi 21 bulan sampai 18 tahun. Untuk melihat hubungan

antara kadar Pb -B dengan IQ (Intelegance Quation) telah dilakukan penelitian pada

anak berusia 3 sampai 15 tahun dengan kondisi sosial ekonomi dan etnis yang sama.

Pada sampel dengan kadar Pb-B sebesar 40-60 g/ml ternyata mempunyai IQ lebih

rendah apabila dibandingkan dengan sampel yang kadar Pb-B kurang dari 40 g/ml.

Pada dewasa muda yang berumur sekitar 17 tahun tidak tampak adanya hubungan

antara Pb-B dan IQ (Sudarmaji, 2006).

2.10 Penyakit Paru Kerja Akibat Paparan Cat Semprot

Cat semprot mengubah substansi menjadi aerosol, yaitu kumpulan partikel

halus berupa cair atau padat, sehingga karena ukurannya yang kecil akan mudah

terhisap, selanjutnya merupakan pajanan potensial khususnya terhadap kesehatan

paru. Penyakit paru akibat kerja yakni:

a. Kanker

Kanker paru dikenal sebagai jenis kanker yang sering dijumpai pada laki-laki

di daerah industri di negara berkembang. Pajanan bahan karsinogen di tempat kerja

mempunyai efek yang signifikan. TheInternational agency For Research on Cancer

(IARC) menentukan bahwa cat dapat menyebabkan kanker terutama kanker paru, di

samping kanker esophagus, abdomen dan kandung kencing. Pajanan cat melalui

inhalasi dan juga melalui kontak kulit atau oral. Beberapa bahan cat yang dapat

menyebabkan kanker paru antara lain timah, chromium, molybdenum, asbestos,


arsenic, titanium dan mineral oil (poly aromatic hydrocarbon) Pajanan kronik bahan

karsinogen membutuhkan waktu lama untuk dapat menyebabkan kanker, diagnosis

38

dan riwayat pekerjaan memegang peranan yang penting. Lama pajanan akan

meningkatkan resiko kanker paru. Droste etal mendapatkan bahwa molybdenum,

kromium dan mineral oil sangat berhubungan dengan kanker paru dan kejadian

kanker paru akan meningkat setelah pajanan lebih dari 20-30 tahun. Morrel etal

mendapatkan 58% kematian yang berhubungan dengan bahan berbahaya di sebabkan

neoplasma ganas. Kanker paru dan pleura merupakan jenis kanker yang sering

dijumpai (57%) sebagai penyebab kematian pada laki-laki (61%) dua kali lebih tinggi

dari perempuan (36%). Jenis kanker yang sering dijumpai adalah mesotelioma (14%).

Kebiasaan merokok meningkatkan resiko kanker paru 4-14 kali dibanding pekerja

yang tidak merokok (Wahyuningsih, dalam Budiono 2007)

b. Asma kerja

Wahyuningsih (2003) menjelaskan bahwa, asma kerja didefinisikan sebagai

keterbatasan aliran udara dan atau hiperesponsivitas bronkus yang disebabkan bahan

di lingkungan tempat kerja dan tidak di sebabkan oleh rangsangan di luar lingkungan

kerja (Wahyuningsih dalam Budiano, 2007). Sedangkan asma diperberat di tempat

kerja adalah asma yang diperburuk oleh iritan atau rangsang fisik ditempat kerja.

Yeung MC (2007) dalam Alimudiarnis (2008) menambahkan tentang diagnosis asma

akibat kerja. Dalam mendiagnosis asma akibat kerja harus mencakup diagnosis asma

dan harus terdapat hubungan dengan paparan bahan ditempat kerja, maka untuk itu

dibedakan antara definisi surveilen dan definisi medis.

1) Definisi surveilenmeliputi :

a) Diagnosis asma
b) Serangan asma terjadi setelah terpapar bahan / zat ditempat kerja

c) Terdapat hubungan antara gejala dengan lingkungan kerja.

d) Satu atau lebih kriteria berikut :

i. Diketahui bahan ditempat kerja yang menyebabkan asma

ii. Perubahan VEP1 atau APE yang berhubungan dengan kerja.

iii. Perubahan hiperresponsiviti bronkus berhubungan dengan kerja

iv. Mempunyai respon positif terhadap tes provokasi spesifik

v. Serangan asma mempunyai hubungan jelas dengan bahan iritan

39

2) Definisi Medis

a) Asma akibat kerja meliputi a+b+c + ii atau iii atau iv atau v dari definisi

surveilen.

b) Asma yang diperburuk ditempat kerja meliputi a+c dari surveilen

ditambah riwayat penderita telah mempunyai gejala atau telah mendapat

pengobatan sebelumnya dan gejala bertambah setelah dapat pajanan

ditempat kerja yang baru

Klasifikasi asma ditempat kerja menurut The American College ofChest

Physiciansdalam Alimudiarnis (2008)adalah :

1. Asma Akibat Kerja

Asma yang disebabkan paparan zat ditempat kerja, dibedakan atas 2 jenis

tergantung ada tidaknya masa laten :

a. Asma akibat kerja dengan masa laten yaitu asma yang terjadi melalui

mekanisme imunologis. Pada kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa

sejak awal pajanan sampai timbul gejala. Biasanya terdapat pada orang yang

sudah tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan
menimbulkan asma.

b. Asma akibat kerja tanpa masa laten yaitu asma yang timbul setelah pajanan

dengan bahan ditempat kerja dengan kadar tinggi dan tidak terlalu

dihubungkan dengan mekanisme imunologis. Gejala seperti ini dikenal

dengan istilah Irritant induced asthma atau Reactive Airways dysfunction

Syndrome(RADS).RADS didefinisikan asma yang timbul dalam 24 jam setelah

satu kali pajanan dengan bahan iritan konsentrasi tinggi seperti gas, asap yang

menetap sedikitnya dalam 3 bulan.

2. Asma yang diperburuk ditempat kerja

Asma yang sudah ada sebelumnya atau sudah mendapat terapi asma dalam 2

tahun sebelumnya dan memburuk akibat pajanan zat ditempat kerja. Pada karyawan

yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15 % akan memburuk akibat pajanan

bahan / faktor dalam lingkungan kerja.

40

Isosianat sering diidentifikasi sebagai penyebab asma kerja pada pekerja cat

semprot yang dikenal sebagai isocyanate-induced asthma. Isosianat merupakan bahan

utama cat semprot , selain itu dapat juga dijumpai pada varnish, lem dan

polyurethrane. Isosianat merupakan bahan kimia reaktif yang dapat mengiritasi

saluran nafas dan membran mukosa. Dahulu toluene diisocyanate (TDI) sering

digunakan dalam komponen cat semprot kendaraan bermotor, saat ini digantikan oleh

1,6 hexamethylenediisocyanate (OCN(CH2)6NCO(HDI) dan methylene

diphenyldiisocyanate (MDI). Hexamethylene diisocyanate (HDI) merupakan

diisosianat alifatik; HDI monomer sangat mmenguap, sehingga sebagian besar HDI

dalam bentuk prepolimer (Lefflerdalam Budiono, 2007).

Pajanan isosianat yang tinggi dapat menyebabkan iritasi mata, sensitisasi dan
inflamasi kulit serta edema paru. Pada pekerja yang telah tersensitisasi oleh isosianat,

pajanan dosis kecil (kurang dari 1 ppb = parts per billion) dapat menyebabkan asma

yang dapat tetap di derita bertahuntahun setelah pajanan dihentikan. Tanda dan gejala

yang sering yaitu batuk dengan atau tanpa produksi sputum, sesak atau rasa berat di

dada, mengi, mengigil, malaise, nyeri otot, dan gejala seperti flu (flulike symptoms)

pada saat bekerja. Demam disertai lekositosis dapat juga dijumpai pada asma kerja

(5%). Pada beberapa pasien dapat dijumpai gejala yang tidak khas seperti batuk

kronik atau bronchitis (Leffler dalam Budiono, 2007).

a. Pneumonitis hipersensitivitas

pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang

mengenai bagian paru-paru (jaringan alveoli) (Depkes RI, 2004). Pertukran oksigen

dan karbondioksida teradipada kalpiler-kapiler pembuluh darah dalam alveoli.

Penyebab kesukaran bernafas pada penderita pneumonia adala akibat adanya nanah

(pus) dan dan cairan yang mengisialveoli tersebut sehingga terjadi kesulitan

penyerapan oksigen (Depkes RI, 2007). Machmud dalam Rizkianti (2009)

menambahkan bahwa pneumonia terjadi peradangan pada salah satu atau dua organ

paru yang disebabkan infeksi (Machmud dalam Rizkianti 2009). Peradangan tersebut

menyebabkan jaringan jaringan pada paru-paru terisioleh cairan dan tak jarangyang

enjadi mati dan timbul abses (Machmud dalam Rizkianti 2009).

41

Inhalasi patikel organik atau gas dapat menyebabkan perubahan respons

pulmonary, yang ditandai oleh peningkatan resistensi aliran udara di saluran nafas

sehingga menyebabkan asma. Sebagian kecil reaksi dapat menyertakan asinus

termasuk bronkiolus yang dikenal sebagai pneumonitis hipersensitivitas (extrinsic

allergic alveolitis). Pajanan terhadap isosianat aerosol dapat mengakibatkan


pneumonitis hipersensitivitas, walaupun jarang terjadi (1%). Pemeriksaan fungsi paru

menunjukkan restriksi dengan penurunan compliance dan gangguan pertukaran gas.

Pada keadaan akut didapatkan penurunan kapasitas vital paksa; walaupun didapatkan

perubahan ventilasi perfusi regional, resistensi saluran nafas masih normal. Tekanan

karbondioksida biasanya turun akibat hiperventilasi alveolar. Beberapa penelitian

mendapatkan penurunan kapasitas difusi beberapa jam setelah terpapar isosianat.

Penurunan fungsi paru pada keadaan akut akan membaik setelah beberapa

hari, gejala dapat menetap beberapa minggu pada keadaan penurunan fungsi paru dan

kapasitas difusi yang berat. Pada keadaan subakut mungkin hanya dijumpai

penurunan kapasitas difusi dan compliance paru; pada fase kronik dapat berkembang

menjadi fibrosis yang progresif, perubahan saluran nafas obstruktif dan restriktif.

Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik itu

bakteri, virus, ataupun parasit. Pada umumnya terjadi karena akibat adanya infeksi

bakteri pneumokokus (Streptococcus pneumoniae). Beberapa penelitian menemukan

bahwa kuman ini menyebabkan pnneumonia hampir pada semua kelompok umur dan

paling banyak terjadi pada negara-negara berkembang. Bakteri-bakteri lain seperti

Staphylococcus, Pneumococcus dan Haemophylus influenzae, serta virus dan jamur

juga sering menyebabkan penyakita pneumonia (Machmud dalam Rizkianti, 2009).

Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya serangan agen

infeksius yang bertransmisi atau ditularkan melalui udara (droplet infection). Tetapi,

pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan disebabkan oleh agen yang

bertransmisi dengan cara yang sama (Machmud dalam Rizkianti 2009). Pada

dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagai cara salah

satunya inhalasi (melalui udara), hematogen (melalui darah) ataupun dengan aspirasi

langsung kedalam saluran tracheobronchial (Machmud dalam Rizkianti 2009). Selain


42

itu masuknya mikroorganisme kedalam saluran pernapasan juga dapat diakibatkan

dari adanya perluasan langsung dari tempat-tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus

pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi (Priyanti,

1996).

Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya

tahan tubuhseseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang

menyerang saluran pernapasan. Selain karena adanya kuman dan virus, menurunnya

daya tahan tubuh dapat juga disebabkan karena adaya tindakan endotracheal dan

tracheostomy serta konsumsi obat-obatan yang dapat menekan refleks batuk sebagai

akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan terhadap serangan kuman dan virus

(Machmud dalam Rizkianti, 2009)

2.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiko Gangguan Saluran Pernapasan

a. Riwayat penyakit

Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang mempunyai

riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna dengan terjadinya

gangguan fungsi paru . Dari hasil penelitian Sudjono dan Nugraheni diperoleh hasil

bahwa pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai resiko 2 kali lebih

besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Seseorang yang pernah mengidap

penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan

terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar

oksigen dalam darah.

Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia,

asma bronkiale, tuberculosis dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan

fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Budiono,
2007)

b. Umur

Umur merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi

paru. Semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai dengan kondisi

lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka

43

kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar. Seiring

dengan pertambahan umur, kapasitas paru juga akan menurun. Kapasitas paru orang

berumur 30 tahun ke atas rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang

berusia 50 tahunan kapasitas paru kurang dari 3.000 ml. Secara fisiologis dengan

bertambahnya umur maka kemampuan organorgan tubuh akan mengalami penurunan

secara alamiah tidak terkecuali gangguan fungsi paru dalam hal ini kapasitas vital

paru. Kondisi seperti ini akan bertambah buruk dengan k eadaan lingkungan yang

berdebu dan faktorfaktor lain seperti kebiasaan merokok, tidak tersedianya masker

juga penggunaan yang tidak disiplin, lama paparan serta riwayat penyakit yang

berkaitan dengan saluran pernapasan. Rata-rata pada umur 30 40 tahun seseorang

akan mengalami penurunan fungsi paru yang dengan semakin bertambah umur

semakin bertambah pula gangguan yang terjadi (Budiono, 2007)

c. Status gizi

Kaitan antara status gizi dengan penyakit paru dan system pernapasan sampai

saat ini masih sedikit mendapat perhatian. Kebanyakan buku-buku teks membahas

permasalahan ini secara sepintas. Kurang kajian gizi dalam hubungannya dengan

penyakit paru ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

pertama, dari tiga penyakit paru yang umum terjadi (asthma, penyakit paru obstruksi

kronik/PPOK, dan emfisema) dan kanker paru telah mempunyai etiologi yang jelas.
Dalam kasus asma, faktor genetik dan paparan allergentelah diketahui menjadi

etiologi yang utama. Sementara itu PPOK dan kanker paru diketahui sebagai hasil

dari paparan asap rokok. Pengaruh faktor genetik dan atopy pada asma, dan kebiasaan

merokok pada PPOK dan kanker paru telah diketahui sangat kuat. Kedua, peran dari

status gizi adalah secara tidak langsung misalnya pada penyakit cystic fibrosis.

Namun demikian, penelitian epidemiologis saat ini telah menunjukkan akan peran

penting gizi terhadap fungsi paru, terutama yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi

yang merupakan sumber antioksidan. Selain peran penting antioksidan sebagai

pencegah radikal bebas yang banyak terdapat pada debu cat, hasil penelitian

menunjukkan bahwa gizi kurang ternyata berhubungan dengan penyakit paru

(Budiono, 2007)

44

Penelitian Benedict tahun 1919 pada orang dalam keadaan starvation ternyata

mengalami perubahan fisiologis yaitu berupa penurunan resting energy expenditure

sebesar 20% dan penurunan konsumsi O2 sebesar 18%. Efek negatif dari penurunan

status gizi terhadap fungsi ventilasi paru ini juga dikonfirmasi dalam penelitian

Minesota oleh Keys et al pada tahun 1950. Kapasitas vital paru menurun rata-rata 390

ml pada keadaan kelaparan. Penurunan tersebut akan kembali normal dalam 12

minggu setelah seseorang kembali pada keadaan diet normal. Penelitian yang lainnya

menunjukkan peningkatan resiko kematian padapenyakit tuberculosis dan pneumonia

apabila disertai keadaan kurang gizi tingkat berat (Budiono, 2007)

d. Kebiasaan olah raga

Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan kapasitas vital paru.

Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran jasmani

yang baik Penelitian Schenker et al pada pekerja pertanian di Kosta Rika


menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang baik,

dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi paru. Sementara itu

penelitian Debray et al di India pada pekerja yang terpapar debu juga menunjukkan

bahwa hasil yang sama. Menurut Wilmore (1994) secara umum olah raga akan

meningkatkan total kapasitas paru. Pada banyak individu yang melakukan olah raga

secara teratur maka kapasitas vital paru akan meningkat meskipun hanya sedikit,

tetapi padasaat yang bersamaan residual volume atau jumlah udara yang tidak

dapatberpindah atau keluar dari paru akan menurun. Selanjutnya untukmeningkatkan

kapasitas vital paru, olah raga yang dilakukan hendaknyamempehatikan 4 hal, yaitu

mode atau jenis olah raga, frekuensi, durasi, danintensitasnya (Budiono, 2007).

e. Kebiasaan merokok

Salah satu hal yang paling penting untuk di kontrol pada orang dengan

gangguan fungsi paru adalah kebiasaan merokok. Penggunaan tembakau oleh pekerja

dan populasi umum menunjukkan kecenderungan peningkatan di seluruh dunia. Dari

tahun 1920 1966, konsumsi tembakau dalam berbagai bentuk terus meningkat di

45

tempat kerja, dengan kandungan bahan kimia yang efek biologinya belum banyak

diteiliti. Rokok mengandung sejumlah besar bahan berbahaya, yaitu kurang lebih

sebanyak 4000 bahan yang telah diidentifikasi. Penelitian Gold etal di Amerika

menunjukkan hasil adanya hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan

dan rendahnya levelFEV1/FVC dan FEF 25-75%. Jumlah konsumsi rokok sebanyak

10 batang perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan FEF 25- 75% dibanding

orang yang tidak merokok50). Pada saat merokok terjadi suatu proses pembakaran

tembakau dan nikotinatabacum dengan mengeluarkan polutan partikel padat dan gas.

Diantaranya yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok maupun orang


disekitarnya adalah tar (balangkin), nikotin, karbon monoksida (CO) atau asap rokok,

nitrogen sianida, benzopirin, dimetil nitrosamine, N-nitroson nikotin, katekol,fenol

dan akrolein. Asap rokok merangsang sekresi lendir sedangkan nikotinakan

melumpuhkan silia, sehingga fungsi pembersihan jalan nafas terhambat.

Konsekuensinya menumpuknya sekresi lendir yang menyebabkan batukbatuk,

banyaknya dahak dan sesak nafas. Penurunan fungsi paru pada orang dewasa normal

bukan perokok sekitar 20 30 tahun ml/tahun. Pada perokok sekitar 30 40 ml/tahun

serta terdapat hubungan yang sangat jelas antara jumlah rokok yang dihisap setiap

tahun dan lama merokok dengan fungsi paru (Budiono, 2007)

Lingkungan yang terpapar oleh debu cat mobil serta di tambah dengan

kebiasaan merokok dapat memberikan dampak kumulatif terhadap timbulnya

gangguan kesehatan paru karena asap rokok dapat menghilangkan bulu-bulu silia di

saluran pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke hidung

sehingga mekanisme pengeluaran debu oleh paru dapatterganggu. Kebiasaan

merokok perlu mendapat perhatian khusus karena pajanan debu lingkungan kerja dan

merokok dapat memberikan efek kumulatif terhadap gangguan fungsi paru (Budiono,

2007)

Cat tidak hanya dapat menggangu atau merusak kesehatan makhluk hidup,

tetapi cat juga dapat merusak lingkungan dan mengakibatkan terjadinya pencemaran

lingkunga sekitar.

46

Pencemaran lingkungan adalah perubahan keadaan keseimbangan pada daur

materi dan lingkungan baik kedaan struktur maupun fungsinya yang dapat

mengganggu kesejahteraan manusia yang disebabkan oleh penyebaran bahan kimia

dengan kadar tertentu . Berikut beberapakerusakan lingkungan akibat paparan


komponen atau kandungan yang terdapat dalam cat :

1. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) banyak digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air,

alat-alat rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida timbal digunakan

sebagai pigmen/zat warna dalam industri cat dan glace serta indusri keramik

yang sebagian diantaranya digunakan dalam peralatan rumah tangga. Dalam

bentuk aerosol anorganik dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang

dihirup atau makanan seperti sayuran dan buah-buahan (Gusnita, 2012).

Logam memasuki hidrosfer dari beragam sumber baik secara alami

ataupun disebabkan oleh manusia sendiri. Pada skala waktu geologi sumber

alami seperti kerusakan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi

merupakan mekanisme pelepasan yang tersebardan bertanggung jawab

terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut dan air tawar. Didalam sistem

air tawar, pelapukan kimiawi pada batuan-batuandan tanah didalam cekungan

pengairan merupakan sumberpaling penting dari kadar logam yang memasuki

permukaan air (Cornell dan Miller dalam Gusnita, 2012).

Pb dalam Cat

Pb di udara

dan debu

Level Pb

dalam darah

Dampak penyakit

Penyakit cardivaskular

Terbelakang mental

Anemia
Penurunan fungsi ginjal

47

Gambar 2.2 Alur pajanan Pb dalam lingkungan

Sumber: http://mathusen.wordpress.com/2010/01/24 (dalam Gusnita, 2012)

2. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan

sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh

organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan terutama dapat

mengendap didasar perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan

organik dan bahan non organik (Apriadidalam Akbar, 2014)

Menurut Gbraku dan Friday, kadmium adalah komponen yang

terdapat dilapisan bumi dan dapat memasuki perairan melalui rangkaian

proses geokimia dan aktivitas manusia (antropogenik)(Gbraku dan

Fridaydalam Akbar, 2014). Penelitian trsebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zhou, yang menyatakan bahwa aktivitas manusia

(antropogenetik) adalah penyebab utama kerusakan pada sistem biologis

dikarenakan kontaminasi logam berat seperti kadmium pada wilayah perairan

karena dapat terakumulasi dengan mudah dalam sedimen maupun organisme

(Zhou dalam Akbar, 2014)

Paparan logam berat kadmium tidak hanya dapat mencemari wilayah

perairan, namun juga dapat merusak pertumbuhan tanaman. Menurut Das

1997 Pada umumnya kadmium telah menunjukkan pengaruh terhadap

pengambilan, pengangkutan, dan penggunaan beberapa unsur seperti Ca, Mg,

P, dan K dan juga air pada tumbuh-tumbuhan. Hernandez menambahkan

kadmium juga mengurangi penyerapan nitrat dan pengangkutannya dari akar


ke pucuk, juga menghambat aktivitas enzim nitrat reduktase di dalam pucukpucuk tanaman.
Kadmium menurunkan aktivitas ATP-ase pada bagian

membran plasma dari tanaman gandum dan bunga matahari (Fodor 1995).

Rascio menemukan pengurangan panjang akar dan pucuk sekitar 45 dan 35 %

pada tanaman jagung setelah 18 hari ditumbuhkan dalam nutrien yang

48

mengandung ion Cd(II) 28,1 ppm, sedangkan ion Cd(II) 11,2 ppm tidak

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan akar (S. Liong, 2012)

2.12 Macam-Macam Tipe Resiko

Ada 5 macam tipe resiko menurut Kolluru (1996):

a. Resiko Keselamatan

Resiko keselamatan apabila terjadi kontak secara langsung dapat terlihat.

Resiko keselamatan sendiri lebih berfokus pada masalah keselamatan manusia

serta pencegahan kecelakaan di tempat kerja.

b. Resiko Kesehatan

Memiliki probabilitas tinggi,paparan,dan konsikuensi rendah,dan bersifat

kronis. Penyebabnya lebih sulit diketahui dan lebih berfokus pada kesehatan

dari manusia.

c. Resiko Lingkungan dan Ekologi

Resiko ini melibatkan banyak interaksi antara populasi, komunitas. Faktor

resiko lingkungan dan ekologi lebih berfokus pada dampak yang ditimbulkan

terhadap ekosistem dan habitat yang jauh dari sumber resiko

d. Resiko Finansial

Resiko ini memiliki resiko jangka panjang dan jangka pendek dari kerugian

properti. Faktor resiko financial lebih kepada kemudahan pengoperasian dan


segi aspek keuangan.

e. Resiko Terhadap Masyarakat

Resiko terhadap masyarakat terhadap pandangan masyarakat akan kinerja dari

organisasi dan produksi. Resiko terhadap masyarakat lebih berfokus pada

penilaian dan persepsi masyarakat terhadap organisasi atau produksi tersebut.

2.13 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

mental, fisik, dan kesejahteraan sosial semua pekerja. Upaya mencegah gangguan

kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, melindungi setiap pekerja dan

49

faktor resiko dari suatu pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan. Kapasitas

fisiologi dan psikologinya harus disesuaikan dengan penempatan dan pemeliharaan

pekerja dalam lingkungan kerja. Upaya kesehatan kerja memiliki tujuan yaitu

pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya,

perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi keselamatan

dan kesehatan kerja, pengembangan organisasi pekerjaan, dan budaya kerja sehingga

mendukung keselamatan dan kesehatan kerja serta meningkatkan kondisi sosial yang

positif, operasi yang lancar, dapat meningkatkan produktivitas dari perusahaan, dan

kondisi sosial yang positif. (Kurniawidjaja,2010 dalam Putrianti,2013)

Untuk mengendalikan paparan dan resiko diperlukan manajemen resiko yang baik,

maka menurut Australian Standard/New Zealand Standard4360:1999, manajemen

resiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu langsung pada

pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang merugikan.

Berikut beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen resiko:

1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen resiko.


2. Melaksanakan identifikasi resiko

3. Melakukan analisis resiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi

yang akan terjadi serta ditetapkannya tingkat resiko.

4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan

dengan criteria yang ada.

5. Melakukan pengendalian resiko yang tidak dapat diterima.

6. Melakukan tinjauan ulang program manajemen resiko yang telah

dilaksanakan

7. Melakukan komunikasi dan konsultasi yang melibatkan pihak internal dan

eksternal dalam proses manajemen resiko.

50

Tabel 2.6 Proses Manajemen Resiko

Tujuan dari manajemen resiko ini yaitu:

a. Membantu meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi,

b. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan

kerugian,

c. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan

keuntungan bukan kerugian,

d. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level,

e. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat

terjadi kegagalan,

f. Menciptakan manajemen yang bersifat produktif.

(Australian Standard/New Zealand Standard4360:1999)

51

Pengendalian resiko adalah suatu tindakan untuk menyelamatkan perusahaan


dari kerugian. Pengendalian resiko dilakukan berdasarkan hasil identifikasi dan

penilian resiko (OHSAS 18001 dalam Putrianti,2013) memberikan pedoman

melakukan pendekatan dalam pengendalian resiko seperti berikut:

a. Eliminasi, menghindari resiko dari sumbernya.

b. Substitusi, mengganti bahan, alat, dan cara kerja yang mengurangi

kecelakaan.

c. Engineering Kontrol, disebut juga pengendalian teknis dilakukan dengan

memberikan barrier pada sumber bahaya dan mengendalikan jarak antara

sumber bahaya dengan penerima.

d. Administrative Kontrol, mengurangi kontak antara penerima dengan sumber

bahaya melalui pengendalian proses kerja dan pengaturan waktu.

e. Personal Protective Equipment, membatasi jumlah pemajanan bahaya dengan

penerima, dengan menggunakan alat pelindung diri. Namun banyak dari

perusahaan yang langsung memilih APD, hal ini disebabkan pengendalian

eliminasi dan substitusi membutuhkan biaya yang lebih besar serta

pengendalian administrative dan rekayasa tidaklah secara langsung dapat

dilihat.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir resiko dari aktivitas

pengecatan adalah:

1. Menggunakan bahan dengan kandungan bahaya yang lebih rendah (jika

memungkinkan bisa menggunakan cat air)

2. Mengontrol secara berkala spraydengan penggunaan ventilasi,enclosureatau

jarak kerja yang aman bagi pekerja

3. Memperhatikan penggunaan cat dengan cara

a. Menggunakan pakaian pelindung, dan pelindung mata.


b. Mengurangi kontak langsung cat dengan kulit.

c. Memperhatikan secara lebih terhadap penggunaan pelarut/solvent ketika

membersihkan sikat/spray guns.

d. Tidak makan, minum, atau merokok ketika mengecat.

52

e. Meninggalkan pakaian pelindung di tempat kerja untuk menghindari

resiko substansi berbahaya terbawa kerumah.

(Putrianti,2013)

Selain itu karakteristik pekerjaan yang harus diperhatikan pada aktivitas

pengecatan teralis yang berhubungan dengan gangguan kesehatan yaitu:

(Budiono,2007)

a. Masa kerja

Lamanya waktu masa kerja akan meningkatkan resiko kanker paruparu.Menurut Morgan
dan Parkes,waktu yang dibutuhkan seseorang yang

terpapar debu untuk terjadinya fungsi paru kurang lebih 10 tahun

(Faidawati,2003). Bahan tersebut akan terakumulasi dalam tubuh. Beberapa

bahan cat yang dapat menyebabkan penyakit paru seperti kanker paru-paru

antara lain yaitu timah, chromium, molybdenum, asbestos, arsenic, titanium

dan mineral oir.

b. Jumlah jam kerja per minggu

Timbulnya gangguan kesehatan pada pekerja pengecatan sangat

tergantung pada lamanya paparan serta dosis paparan yang diterima. Menurut

WHO hubungan antara paparan dan efek ini sangat bergantu pada tiga hal

yaitu:

1. Kadar debu dalam udara


2. Dosis paparan kumulatif (penjumlahan kadar dalam udara dan lamanya

paparan)

3. Waktu tinggal atau lamanya debu dalam paru

Paparan dengan kadar rendah dalam jangka waktu yang lama

menyebabkan penyakit yang kurang berat dibandingkan dengan paparan

terhadap kadar tinggi dengan waktu yang singkat

c. Posisi terhadap pengecat lain

Salah satu praktik yang tidak tepat pada aktivitas pengecatan adalah

posisi pengecat yang berhadapan satu sama lain.Dianjurkan posisi pekerja

53

agar tidak terpapar oleh paparan secara overspray, yaitu dengan cara

menghindari arah pengecatan terhadap pekerja lainnya.

d. Ruang Pengecatan

Ruang pengecatan cukup dibutuhkan untuk meminimalkan resiko

paparan bahan berbahaya. Aktivitas pengecatan dalam ruangan yang terbatas

bisa menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen sampai batas yang

membahayakan kesehatan serta tingkat kontaminan yang tinggi (Government

of Western Australia dalam Budiono,2007).

Pada aktivitas pengecatan di ruang yang terbatas, pekerja harus

menggunakan supplied air respirator yang kuat, penutup muka penuh dan

penggantian udara harus selalu diperhatikan. Pekerja juga bahkan disarankan

menggunakan sarung tangan dan mengenakan pakaian khusus yang

melindungi seluruh tubuh, terutama untuk melindungi kulit dan mata dari

bahaya.

Aktivitas pengecatan yang mengandalkan ruang terbuka meskipun


mengandalkan oksigen atau suplai udara bersih secara otomatis, namun juga

dapat menimbulkan dampak yang buruk yaitu akibat penggunaan isocyanates

yang terdapat dalam bahan cat dapat menyebar dalam radius sampai dengan

15 meter, sehingga dalam radius tersebut pekerja diharuskan memakai

masker.

e. Ventilasi ruang pengecatan

Udara segar harus diatur agar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang

telah terkontaminasi oleh debu cat. Untuk memastikan pergantian udara

tersebut segar diperlukan air exhaust dalam ruang pengecatan. Akibat dari

ventilasi yang tidak baik akan menyebabkan konsentrasi debu cat meningkat

dan menyebabkan resiko bahaya yang terakumulasi secara cukup.

f. Posisi terhadap arah angin

Pekerja diharuskan memperhatikan arah angin apabila pengecatan dilakukan

di ruang terbuka. Disarankan posisi pekerja dalam melakukan pengecatan agar

memperhatikan aliran udara.

54

g. Ketinggian obyek yang dicat

Obyek pengecatan yang tinggi, besar dan sulit untuk dipindah memiliki

kemungkinan lebih besar untuk menimbulkan bahaya kesehatan bagi pekerja.

h. Penggunaan APD

Menggunakan APD dapat meminimalisir terjadinya gangguan kesehatan

seperti gangguan pernapasan, pusing-pusing, gangguan pada mata dan

sebagainya.

i. Posisi tubuh

Dalam beberapa proses pembuatan ataupun pengecatan teralis ada beberapa


proses yang mengharuskan pekerja untuk membungkuk yang sangat beresiko

menyebabkan keluhan pada punggung. Duduk lama dengan posisi yang salah

bisa menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat merusak

jaringan lunak disekitarnya. Salah satu posisi tubuh statis adalah posisi tubuh

duduk (Harnoto,2009 dalam wulandari,2013). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Reisma pekerja dapat melakukan peregangan saat waktu luang

pada jam kerja untuk menghindari posisi kerja statis dalam waktu yang lama.

Berikut ini syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD) agar dapat dipakai dan

efektif dalam penggunaan dan pemeliharaannya yaitu:

1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada

pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja.

2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin agar nyaman

dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.

3. Bentuk cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya.

4. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis

bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian.

5. Mudah dilepas dan dipakai kembali.

6. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan

kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

7. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan.

55

8. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.

9. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

10. Alat pelindung diri diharuskan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(Tarwaka,2008)
Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang berhubungan perilaku pekerja

dalam penggunaan APD (Noviandry,2013)

Berdasarkan penelitian Syaaf(2008), ada beberapa faktor yang berhubungan

dengan perilaku kerja yang bisa mempengaruhi pekerja dalam melakukan

pekerjaan yaitu antara lain:

1. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan manusia sendiri biasanya diperoleh

melalui indra mata dan telinga. Menurut Notoadmodjo(2003) yang mengungkapkan

pendapat Rogers bahwa sebelum seseorang berperilaku baru, di dalam diri seseorang

tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:

a. Awareness atau kesadaran, dimana seseorang menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap objek.

b. Interest atau merasa tertarik terhadap objek tersebut. Disini sikap subjek sudah

mulai terbentuk.

c. Evaluation atau menimbang-nimbang terhadp baik tidaknya objek tersebut

bagi dirinya. Dalam hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial,dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang diinginkan oleh stimulus atau objek.

e. Adoption, dimana subjek sudah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan

dan kesadarannya.

2. Pelatihan

Memberikan pelatihan bagi pekerja merupakan salah satu cara yang baik

untuk mempromosikan keselamatan di tempat kerja. Pelatihan keselamatan harus

menjadi awal proses orientasi pekerja baru. Pelatihan selanjutnya akan diarahkan
56

pada pembentukan pengetahuan yang spesifik, baru, dan lebih dalam dan dapat

memperbaharui pengetahuan yang sudah ada.

Pelatihan memberikan manfaat ganda dalam mempromosikan keselamatan

kerja.Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap hazard atau

resiko sehingga pekerja dapat menghindari kondisi tertentu dengan mengenali

pajanan dan memodifikasinya dengan mengubah prosedur kerja menjadi lebih aman.

Latihan keselamatan adalah penting mengingat kebanyakan kecelakaan

terajadi pada pekerja baru yang belum terbiasa. Pentingnya keselamatan kerja harus

ditekankan oleh pelatih ,pimpinan kelompok atau instruktur kepada tenaga kerja

(Sumamur dalam Noviandry, 2013)

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

objek atau stimulus. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan yaitu:

a. Menerima (Receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.

b. Merespon (Responding)

Memberikan respon berupa jawaban apabila ditanya serta mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Terlepas jawaban dan pekerjaan

tersebut salah atau benar adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap

suatu masalah.

d. Bertanggung Jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya adalah

sikap yang paling tinggi.

e. Motivasi

57

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat

menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan

suatu kegiatan, baik yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik)

maupun bersumber dari dalam individu itu sendiri (motivasi intrinsic)

Motivasi meupakan kondisi atau energy yang menggerakkan diri

karyawan untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Motivasi terbentuk

dari sikap karyawan dalam menghadapi suatu situasi di tempat kerja.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Arisyani(2011) dalam

Noviandry(2013) diketahui bahwa responden yang memiliki motivasi kurang

baik tanpa menggunakan APD sebanyak 35 responden (55,5%), sedangkan

responden yang memiliki motivasi baik dalam penggunaan APD sebanyak 12

responden (19,1%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,002(P

value<0,05), maka ada hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan

alat pelindung diri.

f. Komunikasi

Menurut Notoadmodjo(2007), komunikasi adalah proses pengoperasian

rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambing, simbol bahasa tau gerak (non

verbal), untuk dapat mempengaruhi orang lain. Perlu keterlibatan beberapa

unsur komunikasi, yaitu komunikator, komunikasi pesan, saluran ataupun

media agar terjadi komunikasi yang efektif.

Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan


berbagai media baik lisan maupun tertulis. Pesan harus mudah diingat oleh

penerima. Rata-rata daya ingat melalui berbagai media adalah sebagai berikut:

10% apa yang dibaca, 20% apa yang di dengar, 30% apa yang dilihat, 50%

apa yang didengar dan dilihat, 70% apa yang dikatakan, 90% apa yang

dikatakan dan dikerjakan.

g. Ketersediaan fasilitas

Penggunaan APD sendiri adalah penyambung dari berbagai upaya

pencegahan kecelakaan lainnya atau ketika tidak ada metode atau praktik lain

yang mungkin untuk dilakukan (Roughton dalam Noviandry,2002). Desain

58

dan pembuatan APD harus memenuhi standar-standar tertentu dan telah diuji

kemampuan perlindungannya terlebih dahulu.

Ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan merupakan faktor

pendukung yang dapat membentuk perilaku. Ketersediaan APD dalam hal ini

juga merupakan salah satu faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku

otomatis yang belum terwujud dalam suatu tindakan jika tidak tersedianya

fasilitas yang mendukung terbentuknya sikap tersebut.

h. Pengawasan

Dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja.

Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa tulisan yang

menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tapi tidak ada tindakan

mengawasi dalam aktivitasnya. Pekerja pun akan cenderung melupakan

kewajibannya dalam beberapa hari atau minggu (Roughton dalam

Noviandry,2002)

Menurut Roughton dalam Noviandry,2013 beberapa tipe individu yang


harus terlibat dalam mengawasi tempaat kerja yaitu:

a) Pengawas

Setiap pengawas yang ditujuk harus diberi pelatihan terlebih dahulu

mengenai bahaya yang akan ditemui dan pengendaliannya.

b) Pekerja

Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara

melindungi diri dan rekan kerja dari bahaya. Mereka yang terlibat dalam

pengawasan membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan

mengendalikan potensi hazard. Upaya ini merupakan salah satu cara

untuk melibatkan pekerja dalam proses keselamatan.

c) Safety Professional

Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang

metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan guna bertanggung

jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program

pencegahan maupun pengendalian bahaya

59

i. Hukuman dan Penghargaan

Menurut Geller hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu

atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan

terjadi. Hukuman tidak hanya digunakan untuk menghukum tenaga kerja yang

melanggar peraturan, tetapi juga sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja

agar tidak tejadi insiden yang tidak diinginkan pada pekerja.

2.14 Hal-hal Yang Diperhatikan Dalam Pemakaian APD

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD sebagai berikut:

1. Pengujian Mutu
Sebelum dipasarkan alat pelindung diri harus diuji dan harus memenuhi

standar yang telah ditentukan agar menjamin alat pelindung diri akan memberikan

perlindungan yang sesuai dengan yang diharapkan.

2. Pemeliharaan APD

Alat pelindung diri yang digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi

tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja agar benar-benar dapat memberikan

perlindungan yang sesuai dengan yang diharapkan semaksimal mungkin.

3. Ukuran

Ukuran APD harus tepat agar memberikan perlindungan yang maksimal.

Ukuran yang tidak tepat akan menimbulkan gangguan pada pemakainya.

4. Cara Pemakaian

Walaupun APD telah disediakan,tetapi alat-alat ini tidak akan maksimal jika

cara memakainya tidak benar.

a. Aspek keamanan dan Aspek Ergonomi dari Penggunaan APD

1. Aspek Keamanan

Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang kuat

terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh

tenaga kerja.

2. Aspek ergonomi

Sebaiknya gunakan APD yang beratnya seringan mungkin, tidak

60

menyebabkan rasa ketidaknyamanan bagi tenaga kerja yang berlebihan

dan bentuknya harus cukup menarik.

b. Pemeliharaan dan Penyimpanan APD

i. Secara prinsip pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan cara :


Dijemur pada panas matahari untuk menghilangkan bau dan

mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri

Dicuci dengan air sabun untuk pelindung diri seperti helm,

kacamata, earplug yang terbuat dari karet, sarung tangan

kain/kulit/karet dan lain-lain.

ii. Penyimpanan APD

Tempat penyimpanan bebas dari debu, kotoran, dan tidak terlalu

lembab serta terhindar dari gigitan binatang

Penyimpanan diatur agar mudah dijangkau dan diambil oleh pekerja

dan diupayakan disimpan dalam almari khusus APD

(Tarwaka,2008).

APD sendiri belum menjamin seseorang untuk tidak celaka karena hanya

berfungsi untuk mengurangi akibat dari kecelakaan. Pemakaian APD haruslah

tepat, karena bila pemakaiannya tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang

memakainya. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengidentifikasi potensi

bahaya, khususnya yang tidak dapat dihilangkan maupun dikendalikan.

c. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri berfungsi untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja

dari potensi bahaya di tempat kerja.Ada berbagai macam jenis APD

berdasarkan fungsinya antara lain: (Tarwaka,2008)

1) Alat Pelindung Kepala

Perlindungan kepala terbuat dari bahan yang kuat,tahan terhadap tusukan,

benturan, api, air, listrik tegangan rendah maupun listrik bertegangan tinggi.

Pelindung kepala dapat pula dikombinasikan dengan penutup telinga.

Topi pengaman harus kokoh dan cukup keras tetapi memiliki berat yang
ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cock dengan

61

keperluan ini. Topi pengaman ini harus dipakai oleh tenaga kerja yang

memiliki kemungkinan tertimpa benda jatuh atau melayang atau benda-benda

bergerak lain pada kepala.

Safety helmetjuga berfungsi untuk melindungi rambut pekerja dari bahaya

terjepit mesin yang berputar, bahaya panas radiasi, dan percikan bahan kimia.

Di Indonesia sendiri belum ada standar klasifikasi untuk safety helmet.

Sedang di Amerika safety helmet terbagi menjadi 4 jenis yaitu:

a. Kelas A : untuk penggunaan umum dan untuk tegangan listrik terbatas.

b. Kelas B : tahan terhadap tegangan listrik tinggi.

c. Kelas C : tanpa perlindungan terhadap tegangan listrik, biasanya terbuat dari

logam.

d. Kelas D : yang digunakan untuk pemadam kebakaran.

Adapun fungsi dari seafety helmet antara lain:

- Tumbukan langsung benda keras dengan kepala

- Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan

terbakarnnya daerah kepala.(Noviandry,2013)

Gambar 2.3. Alat Pelindung Kepala

62

2) Alat Pelindung Pernapasan

Alat pelindung pernapasan berfungsi melindungi pernapasan dari resiko

paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau

yang bersifat rangsangan. Diperlukan informasi tentang potensi bahaya atau

kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja sebelum dilakukan pemilihan


terhadap suatu alat perlindungan pernapasan yang tepat. Hal-hal yang perlu

diketahui antara lain:

e. Bentuk kontaminan di udara, apakah berwujud gas , uap, kabut, fume, debu

atau kombinasi dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.

f. Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.

g. Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing kontaminan.

h. Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata dan

kulit.

i. Kecukupan kadar oksigen ditempat kerja.

Jenis alat pelindung pernapasan antara lain:

1. Masker

Alat yang berfungsi untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel

yang lebih besar masuk ke saluran pernapasan.

Berdasarkan jenisnya masker dibagi menjadi 2 yaitu masker debu dan masker

karbon

a. Masker debu

Melindungi dari debu phylon, buffing,grinding, serutan kayu dan debu

lain yang tidak terlalu beracun .Masker debu tidak dapat melindungi dari

uap kimia, asap cerobong dan asap dari pengelasan.

b. Masker karbon

Melindungi dari terpaparnya bahan kimia yang daya racunnya rendah

serta memiliki absorben dari karbon aktif.(Noviandry,2013)

63

Gambar 2.4 Masker

2. Respirator
Alat ini berfungsi untuk melindungi pernapasan dari paparan debu, kabut, uap

logam, asap dan gas-gas berbahaya.

Respirator dibagi menjadi 3 macam berdasarkan jenisnya,yaitu:

a. Respirator untuk memurnikan udara: Respirator yang bersifat

memurnikan udara dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu respirator yang

mengandung bahan kimia, respirator dengan filter mekanik dan

respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia.

b. Respirator untuk supply udara: Supply udaranya berasal dari saluran

udara bersih atau kompresor, alat pernapasan yang mengandung udara.

(Noviandry,2013.)

Gambar 2.5 Respirator

64

3) Alat Pelindung Telinga

Bagian telinga harus dilindungi karena dalam banyak industry seringkali

terdapat mesin-mesin yang bersuara keras sehingga mengganggu

pendengaran. Ada 2 jenis pelindung telinga yakni: sumbat telinga dan tutup

telinga.

a. Sumbat telinga

Tiap-tiap individu memiliki ukuran dan bentuk saluran telinga yang

berbeda dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama. Untuk itu

sumbat telinga harus dipilih sedemikian rupa agar sesuai dengan ukuran

dan bentuk saluran telinga pemakainya. Umumnya diameter saluran

telinga antara 5-11 mm dan liang telinga berbentuk lonjong dan tidak

lurus. Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas, karet alami ataupun plastik

dan bahan sintetis lainnya. Untuk ear plug yang terbuat dari bahan karet
plastic yang dicetak dapat digunakan berulang kali sedangkan ear plug

yang terbuat dari kapas, spons, malam (wax) hanya dapat digunakan

untuk sekali pakai. Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 db.

b. Tutup telinga

Bagian dari tutup telinga ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah

headband. Tutup telinga ini berisi cairan atau busa yang berfungsi untuk

menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian waktu yang cukup

lama, efektivitas tutup telinga dapat menurun dikarenakan bantalannya

menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan

dengan minyak dan keringat oleh permukaan kulit. Kelebihan dari alat ini

dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 db dan juga dapat

melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan

bahan kimia.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mengurangi efektivitas

alat pelindung telinga yaitu:

1. Kebocoran udara

2. Peralatan gelombang suara melalui bahan alat pelindung

65

3. Vibrasi alat itu sendiri.

4. Konduksi suara melalui tulang dan jaringan.

Gambar 2.6 Alat Pelindung Telinga

4) Alat Pelindung Kaki

Sepatu disini berfungsi untuk melindungi kaki dari kemungkinan

tertimpa benda jatuh, logam cair maupun terkena benda tajam. Sesuai dengan

resiko diatas, maka sepatu dapat dipakai berdasarkan jenisnya dan dapat
berbeda-beda seperti berikut:

a. Sepatu biasa yang baik

Jenis ini biasanya dipakai untuk tempat kerja biasa. Sepatu ini tidak licin dan

bertumit rendah.

b. Sepatu pelindung

Sepatu pelindung terbagi lagi menjadi:

1. Sepatu yang digunakan pada pekerja pengecoran baja, dibuat dari bahan

kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tinggi sepatu kurang lebih 35 cm.

Untuk memudahkan pipa celana masuk kedalam sepatu maka tepi sepatu

ini terbuka pada bagian sampingnya kemudian ditutup dengan gesper.

66

2. Sepatu khusus untuk keselamatan kerja di tempat-tempat kerja yang

mengandung bahaya peledakan. Sepatu ini tidak diperkenankan memakai

paku-paku yang dapat menimbulkan percikkan bunga api.

3. Sepatu karet anti elektrostatik digunakan pekerja yang berfungsi untuk

melindungi tenaga kerja dari bahaya listrik. Sepatu ini harus tahan dengan

arus listrik 10.000 volt selama 3 menit.

4. Sepatu yang digunakkan oleh pekerja bangunan dengan resiko terinjak

benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda berat dan terbentur benda

keras, dibuat dari kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujungnya agar

jari kaki dapat terlindungi.

c. Sepatu atau sandal beralaskan kayu

Sepatu ini dipakai pada tempat bekerja yang lembab dan panas

Gambar 2.7 Alat Pelindung Kaki

5) Alat Pelindung Tangan


Alat pelindung tangan berfungsi sebagai pelindung kulit tangan dalam

menangani zat-zat korosif yang mengakibatkan infeksi terhadap kulit (asam

sulfat,asam klorida), zat-zat beracun yang dapat teradopsi lewat kulit (sianida,

benzene) dan bahan yang memiliki suhu yang tinggi.

Alat pelindung tangan yang berupa sarung tangan ini harus memiliki

syarat yaitu bebasnya bergerak jari dan tangan.Alat pelindung tangan ini harus

67

diberikan kepada pekerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya yang

kemungkinan terjadi.

Jenis Bahaya Macam Sarung Tangan

Bahaya Listrik Sarung tangan karet

Bahaya radiasi mengion

Sarung tangan karet atau kulit yang

dilapisi Pb

Benda-benda kasar/tajam

Sarung tangan kulit atau sarung

tangan yang dilapisi krom atau sarung

tangan dari PVC

Asam basa korosif Sarung tanga karet(alami)

Benda-benda panas

Sarung tangan kulit, asbes, PVC,atau

Gaunlet Gloves

Tabel 2.7 Macam-macam Alat Pelindung Tangan Beserta Fungsinya

Gambar 2.8 Sarung Tangan

6) Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung berfungsi sebagai alat pelindung diri yang dapat

melindungi tubuh tenaga kerja dari pengaruh panas, radiasi ion, dan cairan

bahan kimia. Pakaian pelindung dapat berbentuk apron yang menutupi

sebagian dari tubuh yaitu dari dada sampai lutut dan overall yang menutupi

seluruh tubuh (Indasari,2010).

68

Gambar 2.9 Pakaian Pelindung

2.15 Memilih Cat Yang Aman dan Ramah Lingkungan

Berikut cara sederhana yang dapat kita lakukan dalam memilih cat aman dan

ramah lingkungan serta bahan finishing yang aman bagi kesehatan dan lingkungan

antara lain:

1. Ganti cat minyak atau tiner dengan cat air (water based paint)

Gunakan cat air (water based paint) untuk berbagai keperluan baik untuk cat

kayu, cat besi maupun cat untuk dinding terutama untuk keperluan interior sebab

sumber penelitian mengatakan bahwa rata-rata orang tinggal dalam ruangan selama

20 jam sehari.

Selain cat tembok yang sudah lama dikenal, teknologi water based paint

dewasa ini telah berhasil menciptakan cat water based untuk memenuhi berbagai

keperluan baik untuk cat kayu (wood coating) cat besi (metal coating) bahkan cat

mobil pun sudah banyak digunakan oleh industri mobil dunia seperti honda dan

ferari.

2. Pilih bahan finishing atau cat dengan label low VOC atau Zero VOCs

69

Setiap produk terdaftar bisa dipastikan menyertakan komposisi produk

(MSDS) dan Technical Data Sheet (TDS) sebagai acuan penggunaan produk. Pilihlah
cat berlabel low VOC (kadar VOC rendah) atau zero VOC (tidak mengandung VOC).

3. Tanyakan sertifikasi non toxic atau hasil uji lab dari lembaga yang berkompeten

Cat yang sudah bersertifikasi terutama bersertifikasi seperti sertifikat zero

VOC, REACH, SNI, dan non-toxic. Cat aman menggunakan formulasi mengikuti

standard regulasi European Chemicals Agency(ECHA) Reach SVHC Uni Eropa

tentang standar keamanan bahan kimia tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai