Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sampah adalah sesuatu benda atau benda yang sudah tidak baik dipakai
lagi oleh manusia, atau benda yang sudah digunakan lagi oleh manusia dan
akhirnya dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesahatan masyarakat, karena
dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab penyakit
dan juga binatang serangga sebagai penyebaran (vector) penyakit.
Seperti yang kita ketahui sekarang bahwa sampah sendiri sangat dekat
dengan kehidupan kita. Kita dapat meilihat sampah berserakan dimana-mana dan
yang lebih berbahayanya lagi sampah plastik menenpati posisi teratas dengan
kategori sampah terbanyak yang dihasilkan manusia sekaligus sampah yang
sangat susah untuk terurai. Memang plastik telah menjadi komponen penting
dalam kehidupan modern saat ini dan peranannya telah menggantikan kayu dan
logam mengingat kelebihan yang dimilikinya antara lain ringan dan kuat, tahan
terhadap korosi, transparan dan mudah diwarnai, serta sifat insulasinya yang
cukup baik.
Sifat-sifat bahan plastik inilah yang membuatnya sulit tergantikan dengan
bahan lainnya untuk berbagai aplikasi khususnya dalam kehidupan sehari-hari
mulai dari kemasan makanan, alat-alat rumah tangga, mainan anak, elektronik
sampai dengan komponen otomotif. Peningkatan penggunaan bahan plastik ini
mengakibatkan peningkatan produksi sampah plastik dari tahun ke tahun.

Sementara itu menurut data yang dikutip dari Science Alert, Kamis, 1
Oktober 2015, jumlah sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang dan
dimusnahkan ada sekitar 30 juta ton per tahun. Data itu hanya di Amerika saja,
belum di negara lain.
Sampah yang dihasilkan Indonesia pada tahun 2014 secara keseluruhan
mencapai 175.000 ton per hari atau 0,7 kilogram per orang dan 14 persennya
adalah sampah plastik, data statistik sampah di Indonesia mencatat bahwa
Indonesia menduduki negara penghasil sampah plastik kedua terbesar di dunia
setelah Cina.
Lebih dari 75.000 bahan kimia sintetis telah dihasilkan manusia dalam
beberapa puluh tahun terakhir. Banyak darinya yang tidak berwarna, berasa dan
berbau, namun berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Sebagian besar
dampak yang diakibatkan memang dalam jangka waktu yang panjang seperti
kanker, kerusakan saraf, gangguan reproduksi dan lain sebagainya. Sifat racun
sintetis yang tidak berbau dan berwarna serta dampaknya bagi kesehatan jangka
panjang, membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dari gangguan
yang langsung bisa dirasakan oleh pancaindra kita. Hal ini terlebih dalam kasus
sampah, dimana gangguan bau yang menusuk dan pemandangan ( keindahan atau
kebersihan ) sangat menarik perhatian panca indra kita. Begitu dominannya
gangguan bau dan pemandangan dari sampah yang lebih mengancam
kelangsungan hidup kita dan generasi berikutnya.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan sampah plastik jenis polietilen tereftalat (PET)
sukar terurai ?
2. Bagaimana bisa bakteri menguraikan sampah plastik jenis polietilen
tereftalat (PET) yang sukar terurai ?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji sampah plastik jenis polietilen tereftalat (PET).
2. Mengkaji jenis-jenis bakteri yang dapat menguraikan sampah plastik
jenis polietilen tereftalat (PET).
I.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Memberika informasi mengenai penyebab sampah plastik jenis
polietilen tereftalat (PET) sukar terurai.
2. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis bakteri yang dapat
menguraikan sampah plastik jenis polietilen tereftalat (PET) tersebut.
I.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang saya lakukan adalah tinjuan pustaka.

II.
II.1

ISI

Tinjauan Pustaka

PET adalah zat atau kandungan dalam plastik yang memang sulit
diuraikan dan jumlahnya sangat banyak sekali dalam plastik kecil. Saat ini satusatunya cara mengurangi sampah palstik hanya dengan mendaur ulang, namun
dengan jumlah produksi yang terlalu banyak, plastik-plastik itu sekarang hanya
menjadi sampah yang tak akan bisa diuraikan oleh bakteri biasa (Prabankono,
2016).
Para ilmuwan di Keio University Jepang telah menemukan bakteri baru
bernama Ideonella sakaiensis 201-F6 yang dapat menguraikan sampah plastik
jenis polietilen tereftalat atau polyester( PET ). Sampah plastik jenis ini sering
ditemukan pada botol-botol plastik tempat air minum ( Pratama. 2016).
Penelitian tersebut mengumpulkan sekitar 250 contoh PET dan memilahmilah beberapa bakteri pengurai berdasarkan kandungan PET-nya. Tim penelitian
tersebut menemukan bakteri baru yang diberinama ideonella sakaiensis 201-F6.
Bakteri ideonella sakaiensis 201-F6 ini berhasil menguraikan plasitk tipis PET
setelah enam pekan dengan kisaran suhu 30 ( Pratama. 2016).
PET digunaka di seluruh perusahan plastik dunia untuk memproduksi
segala jenis plastik. Jadi, masalah sampah plastik ini menjadi masalah global yang
harus segera ditangani, Ujar Shosuke Yoshida dari Department of Biosciences
and Informatics di Universitas Keio (Prabanko,2016).
Proses penguraian lembaran tipis PET membutuhkan waktu sekitar enam
minggu, ini hanya lempangan kecil dari bagian utuh plastik, jelas professor

Universitas Greifswald Jerman, Uwe Bornscheuer, yang membahas jurnal


mengenai ideonella sakaiensis 201-F6 (Prabanko,2016).
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat dua enzim yang
berperan dalam proses degradasi plastik tersebut, yaitu PETase dan MHETase
(gambar 2). Inkubasi film PET dengan enzim PETase pada suhu 30C selama 18
jam menghasilkan senyawa asam mono (2-hidroksietil) terftalat (mono(2hydroxyethyl) terephtalic acid, MHET) sebagai produk utama dan sebagian kecil
asam tereftalat dan asam bis(2-hidroksietil) tereftalat (bis(2-hydroxyethyl TPA,
BHET). PETase juga mampu menghidrolisis BHET menjadi MHET. Hidrolisis
MHET menjadi asam tereftalat dan etilen glikol dilakukan oleh enzim MHETase

(Hanum, 2016). Gambar 2.1 Proses degradasi PET oleh PETase dan MHETase
pada bakteri Ideonella sakaiensis 201-F6.

Profesor Uwe Bornscheuer pernah berkata bahwa molekul-molekul yang


membentuk PET itu terikat sangat kuat. Sampai saat ini belum ada organisme
yang dapat menguraikan molekul tersebut. Kemudian, Enzo Palombo seorang
profesor mikrobiologi di Swinburne University menjawab bahwa mikroba
memiliki kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan lingkungan
mereka. Menurutnya, bakteri tersebut telah berevolusi begitu cepat karena sumber
makanan di lingkungan mereka hanya tersisa sampah plastik. Jadi, mau tak mau,
bakteri tersebut harus memakan sampah plastik (Pratama, 2016).

Gambar 2.2 Bakteri ideonella sakaiensis 201-F6 dan grafik hubungan antara
waktu dan berat plastik Yang dikonsumsi.
Hebatnya lagi, bakteri Ideonella sakaiensis 201-F6 dapat menghabiskan
sampah plastik berkualitas rendah dalam waktu enam minggu. Namun, saat

diujicobakan untuk memakan sampah plastik berkualitas baik, bakteri tersebut


terlihat begitu lama menghancurkannya (Pratama, 2016).
Dari hasil tersebut, diketahui bahwa bakteri Ideonella sakaiensi 201-F6
belum bisa diterjunkan secara langsung dilapangan untuk memakan semua
sampah plastik. Bakteri tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu agar
berguna bagi industri daur ulang sampah (Pratama, 2016).
Daniel Burd, seorang remaja siswa sebuah SMP di Waterloo, Kanada
melakukan penelitian yang sama juga tentang bakteri pengurai sampah
plastik. Dengan bantuan gurunya, Mark Menhennet, dia mengadakan penelitian
mengenai bakteri pengurai plastik.Pertama-tama, ia memasukkan sejumlah
kantong plastik ke dalam sejenis tepung. Berikutnya, ia menggunakan bahankimia rumah tangga biasa, yaitu ragi dan air bersih untuk menciptakan suatu
solusi yang akan mendorong pertumbuhan mikroba. Untuk itu, ia menambahkan
bubuk plastik dan tanah. Kemudian campuran bahan itu ditempatkan dalam alat
pengocok pada suhu kamar 30 derajat (Anonim,2009).
Setelah tiga bulan terjadinya peningkatan konsentrasi jumlah mikroba
pemakan plastik, Burd menyaring keluar bubuk plastik sisa dan menaruh kultur
bakterinya ke dalam tiga botol berisi lembaran-lembaran potongan plastik dari
kantong kresek belanja. Sebagai alat kontrol, dia juga menambahkan plastik ke
dalam botol-botol berisi air mendidih yang berakibat kultur bakterinya mati.
Enam minggu kemudian, dia menimbang berat lembaran-lembaran plastik.
Lembaran-lembaran dalam botol kontrol beratnya tetap. Tetapi lembaran-

lembaran plastik yang berada bersama kultur bakteri yang hidup beratnya rata-rata
berkurang 17 persen (Anonim,2009).
Itu belum memuaskan Burd. Untuk mengidentifikasi bakteri di dalam
kulturnya, ia membiarkan mereka tumbuh pada piring agar-agar dan dia
mendapati ada empat jenis mikroba. Ia mengujinya pada lebih banyak lembaranlembaran plastik dan menemukan hanya pada yang kedua penurunan berat plastik
terjadi secara signifikan (Anonim,2009).
Berikutnya, Burd mencoba mencampur mikroba paling efektif tadi dengan
mikroba lainnya. Dia menemukan mikroba pertama dan kedua secara bersamasama menghasilkan 32 persen penurunan berat lembaran-lembaran plastik. Dia
berteori mikroba yang pertama menolong mikroba kedua bereproduksi. Dari testtest untuk mengidentifikasi mikroba didapati mikroba kedua adalah bakteri
Sphingomonas dan bakteri penolong itu adalah Pseudomonas (Anonim,2009).
Kemudian, Burd menguji efektivitas mikrobanya pada temperatur dan
tingkat konsentrasi yang berbeda-beda serta dengan penambahan sodium asetat
sebagai sumber karbon yang sedia untuk membantu pertumbuhan bakteri. Pada
suhu 37 derajat dan konsentrasi bakteri yang optimal, dengan sedikit tambahan
sodium asetat ke dalamnya, Burd mencapai 43 persen penurunan dalam enam
minggu. Plastik dihabiskannya dengan lebih nyata dan jelas dan lebih mudah, dan
Burd menebak setelah enam minggu lagi, plastik itu akan musnah. Namun dia
belum mencobanya (Anonim,2009).

Untuk melihat bagaimana prosesnya akan berlangsung pada skala yang


lebih besar, ia mencoba dengan lima atau enam kantong yang utuh dalam sebuah
ember yang berisi kultur bakteri. Dan ternyata berhasil dengan baik. Aplikasi
pada industri seharusnya juga mudah, kata Burd. Semua yang anda butuhkan
adalah sebuah fermenter, yakni medium pertumbuhan, mikroba-mikroba dan
kantong plastik (Anonim,2009).
Bahan-bahan itu murah, untuk menjaga stabilitas temperatur yang
diperlukan hanya sedikit energi karena mikroba menghasilkan panas sendiri ketika
proses berlangsung, dan satu-satunya limbah adalah air dan sedikit karbon
dioksida. Setiap mikroba menghasilkan hanya 0,01 persen karbon dioksida dari
beratnya yang sangat kecil sekali, kata Burd (Anonim,2009).
Tim mahasiswa ITB membuat bakteri yang bisa mendegrasi sampah
plastik dengan cepat. Bakteri ditempatkan ditempat sampah berisi plastik. Melalui
proses biologi, bakteri tersebut mengurai plastik menjadi cairan dengan pH tinggi.
Jika dibuang disembarang tempat, cairan itu akan mencemari lingkungan
(Rufaidah,2014).
bahkan cairan tersebut bisa dijadikan kembali bahan pembuatan plastik
daur ulang, kata Kenia Permata Sukma salah seorang anggota tim mahasiswa
ITB di iGEM 2014 sesuai memberiak presentasi penelitian pada seminar Life
Machine di ruang audio visual perpustakaan pusat ITB, jalan Ganesha
(Rufaidah,2014).

Dia mengungkapkan, tim dibantu oleh 18

mahasiswa dari berbagai

jurusan di ITB, mendesain sistem yang lebih kompleks dengan menggunakan


enzim Lc-Cutinase yang digabungkan dengan protein yang menempel pada
membran luar bakteri E.coli. Sistem ini menghasilkan bakteri yang bisa
mendegradasi sampah plastik menjadi cairan lebih cepat. Tri Ekawati, anggota tim
mahasiswa ITB di iGEM 2014 menuturkan, bakteri tersebut diimplementasikan
untuk beberapa hal (Rufaidah,2014).
Seperti, membuat sejenis bioreactor yang di dalamnya terdapat suatu
bakteri sehingga setiap sampah plastik seperti botol bisa didegradasi dengan cepat.
Menurut Tri, untuk mendegrasi sampah seperti ini biasanya diperlukan waktu
hingga 50 tahun, tapi dengan bakteri itu bisa lebih cepat. Selain itu, hasil
degradasi yang berupa cairan beracun itu akan hilang efektif racunnya jika
diberikan bakteri serupa (Rufaidah,2014).
Sehingga, cairan tadi tak beracun lagi dan tidak mencemari lingkungan.
Ide penelitian ini dilatarbelakangi masalah yang dihadapi kota Bandung yakni,
sampah, terutama plastik yang sulit diurai. Asam pada cairan tersebut juga
bahkan bisa digunakan kembali untuk aplikasi industry seperti bahan pembuat
sampo dan plastik, tutur Tri (Rufaidah,2014).
Sel E. coli akan berfungsi sebagai katalis yang mempercepat penguraian
PET. Metode ini disebut whole cell biocatalyst, biokatalis sel utuh. Lc-cutinase
akan memotong ikatan ester pada PET, memenggalnya menjadi molekul-molekul
penyusun (monomer), yaitu etilen glikol dan asam tereftalat. Etilen glikol

10

kemudian dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbon untuk nutrisi, jelas Joko
kepada Majalah Sains Indonesia (Anonim,2015)

II.2

Pembahasan
Menurut saya bakteri yang dihasilkan para ilmuwan jepang untuk

mengurai sampah plastik yaitu ideonella sakaiensis 201-F6 memakan sampah


plastik jenis PET dengan cepat serta hasil dari proses penguraiannya pun ramah
lingkungan dimana bakteri ini menghasilkan enzim PETase dan MHETase yang
akan mengurai PET menjadi monomer monomer yaitu etilen glikol dan asam
tereftalat. Bakteri jenis ini sebaiknya dikembangkan dalam proses penguraian
plastik mungkin bakteri ini yang awalnya memerlukan waktu enam minggu untuk
memakan habis sebuah plastik bisa lebih dioptimalkan menjadi mungkin tiga
minggu ataupun empat hari saja. Kita juga harus meneliti lebih lanjut dimana
bakteri ini diterjunkan secara langsung kedalam tempat pembuangan sampah
sehingga kita dapat melihat bagaimana ketahanan bakteri ini di tempat
pembuangan sampah jangan sampai ketika terjadi seleksi alam bakteri ini
mengalami kematian seperti contoh karena tidak sanggup beradaptasi dengan
lingkungannya ataupun bakteri ini bisa kalah bersaing dengan bakteri lainnya.
Dengan diterjunkannya secara langsung kita juga dapat melihat apakah
akan terjadi kerjasama antara bakteri dimana bakteri lainnya dapat membantu
ideonella sakaiensis 201-F6 dalam bereproduksi seperti halnya bakteri pengurai
sampah yang ditemukan oleh siswa SMP di Kanada dimana bakteri pengurai

11

plastiknya adalah sphygomonas

dan bakteri lain yang membantunya dalam

bereproduksi adalah bakteri pseudomonas sehingga bakteri ini dapat dengan cepat
memperbanyak dirinya dan sampah plastikpun dapat terurai dengan cepat karena
sesuai dengan yang kita ketahui bahwa produksi plastik sendiri pertahunnya bisa
mecapai 300 ton dan akan terus meningkat pertahun dan data itu hanya di
Indonesia saja belum dinegara lainnya. Kita juga dapat mengembangkannya
dimana kita mengambil gen enzim yang dihasilkan oleh bakteri ideonell
sakaiensis 201-F6 kedalam DNA bakteri yang lainnya yang diharapkan bakteri
tersebut dapat menghasilkan enzim serupa seperti contoh bakteri E.coli, sama
dengan metode yang dikembangkan oleh tim dari ITB dimana mereka mengambil
gen enzim Lc-Cutinase dan disuntikan kedalam DNA E.coli agar bakteri tersebut
mampu memproduksi enzim itu dan eksperimen tersebut berhasil.
Selanjutnya hal yang sama juga dapat dilakukan untuk bakteri pengurai
plastik lainnya seperti yang kita ketahui bakteri pengurai plastik terdiri dari 3
bakteri yang berbeda diantaranya bakteri yang ditemukan oleh para ilmuwan
jepang yaitu ideonella sakaiensis 201-F6 yang kedua adalah bakteri yang
ditemukan oleh pelajar SMP asal Kanada yaitu bakteri sphygomonas dan
pseudomonas yang membantu dalam reprosuksi sphygomonas dan yang terakhir
bakteri yang ditemukan oleh anak bangsa sendiri dari ITB yaitu bakteri E.coli
yang didalamnya terkandung enzim pengurai plastik yang gennya telah
direkayasa. Namun terdapat perbedaan hasil produksi bakteri pengurai plastik
dimana bakteri ideonela sakaiensis 201-F6 menghasilkan hasil produk yang
ramah lingkungan sementara bakerti sphygomonas menghasilkan hasil produksi

12

yang ramah lingkungan juga yaitu

H 2 O dan CO2 . Namun hal yang sama tidak

terjadi pada hasil penemuan tim ITB dimana hasilnya dalam fase cair dengan pH
yang tinggi dan beracun yang dapat merusak lingkungan sekitar bila dibuang
disembarangan tempat. Agar menghilangkan racun tersebut kita dapat
memberikan bakteri yang serupa cara seperti sangat tidak efisien dan efektif
karena bisa saja terjadi keteledoran untuk menghilangkan racun tersebut sehingga
berdampak buruk terhadap lingkungan hal ini masi belum bisa dipraktekan
langsung ditempat pembuangan sampah karena terlalu beresiko. Namun hasil dari
produksi tersebut bisa dijadikan kembali sebagai bahan penyusun plastik kembali.
Walaupun sudah ditemukannya bakteri pengurai sampah plastik kita juga
harus tetap memanfaatkan plastik seefektif mungkin dan terus mendau ulang
sampah plastik demi mencapai bumi yang sehat dan bebas dari sampah plastik
karena seperti yang kita ketahui sendiri bahsa sampah plastik sangat berbahaya
jadi jangan dibuang di laut, dikubur didalam tanah, bahkan dibakar. Apabila kita
mengkubur sampah plastik maka zat kimi penyusun plastik akan berpindah
kedalam tanah sehingga tanah tersebut akan tercemar sehingga tumbuhan pun ikut
tercemar dan kita yang mengkonsumsinya juga akan merasakan dampaknya. Jika
kita membuangnya dilaut maka organisme laut akan memakannya dan mereka
akan mati terkena racun yang akhirnya kita sendiri yang akan mengkonsumsinya
dan terkena dampaknya. Jika kita membakarnya maka hasil bakarannya berupa
karbon monoksida akan menjadi gas perusak lapisan ozon dan bersifat racun jika
kita menghirupnya.

13

III.

PENUTUP

III.1
Kesimpulan
1. Profesor Uwe Bornscheuer pernah berkata bahwa molekul-molekul
yang membentuk polietilen tereftalat (PET) itu terikat sangat kuat.
2. Gen enzim pengurai Lc-Cutinase direkayasa pada rangkain DNA
E.coli agar dapat menghasilkan enzim tersebut. Dengan bantuan dari
protein lain yang disebtu ompA,outer membran pro-teinA,enzim
tersebut ditempelkan diluar membran sehingga dapat memotong ikatan
ester

pada polietilen tereftalat (PET) menajdi molekulmolekul

penyusun (monomer) yaitu etilen glikol dan asam tereftalat. Sementara


bakteri ideonela sakaiensis 201-F6 menghasilkan ennzim PETase dan
MHETase untuk memecahkan polietilen menjadi molekul molekul
penyusun (monomer) yaitu etilen glikol dan asam tereftalat.
III.2
Saran
Perlu diadakan penelitain lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

14

Anonim.2009.http://himalogin.lk.ipb.ac.id/2013/02/15/bakteri-pengurai-plastik/.
[ diakses pada tanggal 28 Maret 2106 ]
Anonim.2015.http://www.sainsindonesia.co.id/index.php/rubrik/penemuindonesia/1419-bakteri-usus-pengurai-plastik.[ diakses pada tanggal 28
Maret 2106 ]
Hanum.S,2016.http://pustakasains.com/adakah-bakteri-pendegradasi-plastik/.
[ diakses pada tanggal 28 Maret 2106 ]
Prabanko,H.2014.http://www.harianjogja.com/baca/2016/03/13/penemuan-baruwow-bakteri-ini-bisa-makan-plastik-700005.[ diakses pada tanggal 28 Maret
2106 ]
Pratama.F,H.2016.http://www.techno.id/science/ilmuwan-jepang-temukanbakteri-baru-pemakan-sampah-plastik-1603119.html.[ diakses pada tanggal
28 Maret 2106 ]
Rufaidah.A.2014. http://daerah.sindonews.com/read/938485/151/bakteripengurai-plastik-raih-medali-emas-di-amerika-1418794602.[ diakses pada
tanggal 28 Maret 2106 ]

15

Anda mungkin juga menyukai