PENDAHULUAN
Sementara itu menurut data yang dikutip dari Science Alert, Kamis, 1
Oktober 2015, jumlah sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang dan
dimusnahkan ada sekitar 30 juta ton per tahun. Data itu hanya di Amerika saja,
belum di negara lain.
Sampah yang dihasilkan Indonesia pada tahun 2014 secara keseluruhan
mencapai 175.000 ton per hari atau 0,7 kilogram per orang dan 14 persennya
adalah sampah plastik, data statistik sampah di Indonesia mencatat bahwa
Indonesia menduduki negara penghasil sampah plastik kedua terbesar di dunia
setelah Cina.
Lebih dari 75.000 bahan kimia sintetis telah dihasilkan manusia dalam
beberapa puluh tahun terakhir. Banyak darinya yang tidak berwarna, berasa dan
berbau, namun berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Sebagian besar
dampak yang diakibatkan memang dalam jangka waktu yang panjang seperti
kanker, kerusakan saraf, gangguan reproduksi dan lain sebagainya. Sifat racun
sintetis yang tidak berbau dan berwarna serta dampaknya bagi kesehatan jangka
panjang, membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dari gangguan
yang langsung bisa dirasakan oleh pancaindra kita. Hal ini terlebih dalam kasus
sampah, dimana gangguan bau yang menusuk dan pemandangan ( keindahan atau
kebersihan ) sangat menarik perhatian panca indra kita. Begitu dominannya
gangguan bau dan pemandangan dari sampah yang lebih mengancam
kelangsungan hidup kita dan generasi berikutnya.
II.
II.1
ISI
Tinjauan Pustaka
PET adalah zat atau kandungan dalam plastik yang memang sulit
diuraikan dan jumlahnya sangat banyak sekali dalam plastik kecil. Saat ini satusatunya cara mengurangi sampah palstik hanya dengan mendaur ulang, namun
dengan jumlah produksi yang terlalu banyak, plastik-plastik itu sekarang hanya
menjadi sampah yang tak akan bisa diuraikan oleh bakteri biasa (Prabankono,
2016).
Para ilmuwan di Keio University Jepang telah menemukan bakteri baru
bernama Ideonella sakaiensis 201-F6 yang dapat menguraikan sampah plastik
jenis polietilen tereftalat atau polyester( PET ). Sampah plastik jenis ini sering
ditemukan pada botol-botol plastik tempat air minum ( Pratama. 2016).
Penelitian tersebut mengumpulkan sekitar 250 contoh PET dan memilahmilah beberapa bakteri pengurai berdasarkan kandungan PET-nya. Tim penelitian
tersebut menemukan bakteri baru yang diberinama ideonella sakaiensis 201-F6.
Bakteri ideonella sakaiensis 201-F6 ini berhasil menguraikan plasitk tipis PET
setelah enam pekan dengan kisaran suhu 30 ( Pratama. 2016).
PET digunaka di seluruh perusahan plastik dunia untuk memproduksi
segala jenis plastik. Jadi, masalah sampah plastik ini menjadi masalah global yang
harus segera ditangani, Ujar Shosuke Yoshida dari Department of Biosciences
and Informatics di Universitas Keio (Prabanko,2016).
Proses penguraian lembaran tipis PET membutuhkan waktu sekitar enam
minggu, ini hanya lempangan kecil dari bagian utuh plastik, jelas professor
(Hanum, 2016). Gambar 2.1 Proses degradasi PET oleh PETase dan MHETase
pada bakteri Ideonella sakaiensis 201-F6.
Gambar 2.2 Bakteri ideonella sakaiensis 201-F6 dan grafik hubungan antara
waktu dan berat plastik Yang dikonsumsi.
Hebatnya lagi, bakteri Ideonella sakaiensis 201-F6 dapat menghabiskan
sampah plastik berkualitas rendah dalam waktu enam minggu. Namun, saat
lembaran plastik yang berada bersama kultur bakteri yang hidup beratnya rata-rata
berkurang 17 persen (Anonim,2009).
Itu belum memuaskan Burd. Untuk mengidentifikasi bakteri di dalam
kulturnya, ia membiarkan mereka tumbuh pada piring agar-agar dan dia
mendapati ada empat jenis mikroba. Ia mengujinya pada lebih banyak lembaranlembaran plastik dan menemukan hanya pada yang kedua penurunan berat plastik
terjadi secara signifikan (Anonim,2009).
Berikutnya, Burd mencoba mencampur mikroba paling efektif tadi dengan
mikroba lainnya. Dia menemukan mikroba pertama dan kedua secara bersamasama menghasilkan 32 persen penurunan berat lembaran-lembaran plastik. Dia
berteori mikroba yang pertama menolong mikroba kedua bereproduksi. Dari testtest untuk mengidentifikasi mikroba didapati mikroba kedua adalah bakteri
Sphingomonas dan bakteri penolong itu adalah Pseudomonas (Anonim,2009).
Kemudian, Burd menguji efektivitas mikrobanya pada temperatur dan
tingkat konsentrasi yang berbeda-beda serta dengan penambahan sodium asetat
sebagai sumber karbon yang sedia untuk membantu pertumbuhan bakteri. Pada
suhu 37 derajat dan konsentrasi bakteri yang optimal, dengan sedikit tambahan
sodium asetat ke dalamnya, Burd mencapai 43 persen penurunan dalam enam
minggu. Plastik dihabiskannya dengan lebih nyata dan jelas dan lebih mudah, dan
Burd menebak setelah enam minggu lagi, plastik itu akan musnah. Namun dia
belum mencobanya (Anonim,2009).
10
kemudian dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbon untuk nutrisi, jelas Joko
kepada Majalah Sains Indonesia (Anonim,2015)
II.2
Pembahasan
Menurut saya bakteri yang dihasilkan para ilmuwan jepang untuk
11
bereproduksi adalah bakteri pseudomonas sehingga bakteri ini dapat dengan cepat
memperbanyak dirinya dan sampah plastikpun dapat terurai dengan cepat karena
sesuai dengan yang kita ketahui bahwa produksi plastik sendiri pertahunnya bisa
mecapai 300 ton dan akan terus meningkat pertahun dan data itu hanya di
Indonesia saja belum dinegara lainnya. Kita juga dapat mengembangkannya
dimana kita mengambil gen enzim yang dihasilkan oleh bakteri ideonell
sakaiensis 201-F6 kedalam DNA bakteri yang lainnya yang diharapkan bakteri
tersebut dapat menghasilkan enzim serupa seperti contoh bakteri E.coli, sama
dengan metode yang dikembangkan oleh tim dari ITB dimana mereka mengambil
gen enzim Lc-Cutinase dan disuntikan kedalam DNA E.coli agar bakteri tersebut
mampu memproduksi enzim itu dan eksperimen tersebut berhasil.
Selanjutnya hal yang sama juga dapat dilakukan untuk bakteri pengurai
plastik lainnya seperti yang kita ketahui bakteri pengurai plastik terdiri dari 3
bakteri yang berbeda diantaranya bakteri yang ditemukan oleh para ilmuwan
jepang yaitu ideonella sakaiensis 201-F6 yang kedua adalah bakteri yang
ditemukan oleh pelajar SMP asal Kanada yaitu bakteri sphygomonas dan
pseudomonas yang membantu dalam reprosuksi sphygomonas dan yang terakhir
bakteri yang ditemukan oleh anak bangsa sendiri dari ITB yaitu bakteri E.coli
yang didalamnya terkandung enzim pengurai plastik yang gennya telah
direkayasa. Namun terdapat perbedaan hasil produksi bakteri pengurai plastik
dimana bakteri ideonela sakaiensis 201-F6 menghasilkan hasil produk yang
ramah lingkungan sementara bakerti sphygomonas menghasilkan hasil produksi
12
terjadi pada hasil penemuan tim ITB dimana hasilnya dalam fase cair dengan pH
yang tinggi dan beracun yang dapat merusak lingkungan sekitar bila dibuang
disembarangan tempat. Agar menghilangkan racun tersebut kita dapat
memberikan bakteri yang serupa cara seperti sangat tidak efisien dan efektif
karena bisa saja terjadi keteledoran untuk menghilangkan racun tersebut sehingga
berdampak buruk terhadap lingkungan hal ini masi belum bisa dipraktekan
langsung ditempat pembuangan sampah karena terlalu beresiko. Namun hasil dari
produksi tersebut bisa dijadikan kembali sebagai bahan penyusun plastik kembali.
Walaupun sudah ditemukannya bakteri pengurai sampah plastik kita juga
harus tetap memanfaatkan plastik seefektif mungkin dan terus mendau ulang
sampah plastik demi mencapai bumi yang sehat dan bebas dari sampah plastik
karena seperti yang kita ketahui sendiri bahsa sampah plastik sangat berbahaya
jadi jangan dibuang di laut, dikubur didalam tanah, bahkan dibakar. Apabila kita
mengkubur sampah plastik maka zat kimi penyusun plastik akan berpindah
kedalam tanah sehingga tanah tersebut akan tercemar sehingga tumbuhan pun ikut
tercemar dan kita yang mengkonsumsinya juga akan merasakan dampaknya. Jika
kita membuangnya dilaut maka organisme laut akan memakannya dan mereka
akan mati terkena racun yang akhirnya kita sendiri yang akan mengkonsumsinya
dan terkena dampaknya. Jika kita membakarnya maka hasil bakarannya berupa
karbon monoksida akan menjadi gas perusak lapisan ozon dan bersifat racun jika
kita menghirupnya.
13
III.
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
1. Profesor Uwe Bornscheuer pernah berkata bahwa molekul-molekul
yang membentuk polietilen tereftalat (PET) itu terikat sangat kuat.
2. Gen enzim pengurai Lc-Cutinase direkayasa pada rangkain DNA
E.coli agar dapat menghasilkan enzim tersebut. Dengan bantuan dari
protein lain yang disebtu ompA,outer membran pro-teinA,enzim
tersebut ditempelkan diluar membran sehingga dapat memotong ikatan
ester
DAFTAR PUSTAKA
14
Anonim.2009.http://himalogin.lk.ipb.ac.id/2013/02/15/bakteri-pengurai-plastik/.
[ diakses pada tanggal 28 Maret 2106 ]
Anonim.2015.http://www.sainsindonesia.co.id/index.php/rubrik/penemuindonesia/1419-bakteri-usus-pengurai-plastik.[ diakses pada tanggal 28
Maret 2106 ]
Hanum.S,2016.http://pustakasains.com/adakah-bakteri-pendegradasi-plastik/.
[ diakses pada tanggal 28 Maret 2106 ]
Prabanko,H.2014.http://www.harianjogja.com/baca/2016/03/13/penemuan-baruwow-bakteri-ini-bisa-makan-plastik-700005.[ diakses pada tanggal 28 Maret
2106 ]
Pratama.F,H.2016.http://www.techno.id/science/ilmuwan-jepang-temukanbakteri-baru-pemakan-sampah-plastik-1603119.html.[ diakses pada tanggal
28 Maret 2106 ]
Rufaidah.A.2014. http://daerah.sindonews.com/read/938485/151/bakteripengurai-plastik-raih-medali-emas-di-amerika-1418794602.[ diakses pada
tanggal 28 Maret 2106 ]
15