Case 3)
Case 3)
Pembimbing :
dr. Hery Susanto Sp.A
Disusun oleh :
Ary Titis Rio Pambudi
030.11.045
1
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun:
Ary Titis Rio Pambudi
030.11.045
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 19 Desember 24 Februari
2017
2
BAB I
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama : Ary Titis Rio Pambudi Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A.
NIM : 030.11.045 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ibu Ibu
Nama By. S Ny S Tn. E
Umur 7 hari 31 tahun 35 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki
Alamat Debong Tengah RT 06 / RW 06
II. ANAMNESIS
Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada orang tua pasien dan perawat
Dahlia (Ny. S, 33th, Ny. R, 29th) pada tanggal 7 Februari 2017 di Ruang Dahlia RSU Kardinah
pukul 12.00 WIB.
Keluhan Utama
Tampak Sesak
Keluhan Tambahan
Tampak Biru
Riwayat Penyakit Sekarang
3
Pasien seorang bayi laki-laki berusia 2 jam datang ke ruang Dahlia RSUD Kardinah pada
tanggal 31 Januari 2017 dengan keluhan utama tampak sesak. Selain itu, didapatkan bibir dan
tangan os tampak biru. Menurut perawat os lahir dengan cara Sectio Caesaria pada pukul 07.00
dengan ketuban jernih dan langsung menangis kencang. Dari hasil observasi di dapatkan apgar
score 7-8-8 kemudian karena bayi cukup bugar, bayi dipindahkan ke ruang mawar untuk di
observasi kembali. Kemudian setelah 2 jam di observasi os tiba-tiba terlihat tampak sesak dan
biru pada bibir. Os segera di bawa ke ruang dahlia untuk dilakukan pertolongan, sesampainya di
dahlian os tampak sesak, pola nafas ireguller, dan terdapat nafas cuping hidung kemudian di
konsul kan ke dokter spesialis anak dan dilakukan pemasangan CPAP serta di lakukan
pemeriksaan rontgen. Dan pada malam hari sesak bertambah parah sehingga dilakukan
pemasangan alat bantu nafas berupa ventilator dan intubasi, pada pemeriksaan rontgen tidak
didapatkan kelainan kemudian direncanakan dilakukan pemeriksaan AGD kemudian keesokan
harinya pasien masih tampak sesak, dan masih terdapat nafas cuping hidung serta biru pada bibir
dan jari tangan. Hari kedua pasien masih tampak sesak dan biru dibibir belum berkurang.
Kemudian didapatkan hasil lab analisis gas darah berupa hipoksemia berat. 5 hari kemudian
sesak os tampak berkurang dan sianosis mulai berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
4
rumah tangga tersalur di selokan di dalam rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan
sebulan sekali. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada
siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap.
Kesan : keadaan rumah dan ventilasi cukup baik, keadaan lingkungan rumah cukup baik.
Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : RSUD Kardinah
Penolong persalinan : Dokter Spesialis Obgyn
Cara persalinan : Sectio Caesaria
Masa gestasi : 39 minggu pada G7P3A4
Air ketuban : Jernih
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 2200 gram
Panjang badan lahir : 45 cm
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Keadaan lahir : Langsung menangis kuat, tidak pucat, dan tidak biru
5
Nilai APGAR : 7-8-8
Plasenta : Terdapat lilitan tali pusat pada saat kelahiran
Kelainan bawaan : Tidak ada
Air ketuban : Jernih
Suntik vit K : Ibu tidak tahu
Kesan: neonatus aterm, dengan lahir secara SC a/i gagal induksi , bayi dalam keadaan
bugar.
Perkembangan:
Riwayat perkembangan belum dapat dievaluasi
Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu memberikan asi dengan cara diperah kedalam botol dan diberikan dengan OGT
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG - - - - - - -
DTP/ DT - - - - - - -
POLIO - - - - - - -
6
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan - - - - - -
Silsilah Keluarga
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di Neonatal Intensive Care Unit RSU Kardinah Tegal pada
tanggal 4 September 2016 pukul 11.30 WIB.
A. Kesan Umum
a. Kesan Umum
Menangis : Kurang kuat
Gerak : Kurang aktif
Retraksi : (-)
Kejang : (-)
Sianosis : (+)
Pucat : (-)
Ikterik : (-)
B. Tanda Vital
Nadi : 145 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Laju nafas : 50 x/menit, reguler.
Suhu : 36,7C
Tekanan darah :-
SpO2 : 95%
C. Data Antropometri
Berat badan : 2200 gr
Panjang badan : 45 cm
D. Status Generalis
Kepala : mesosefali, LK : 34 cm, UUB teraba datar, tegang (-),
molase (+), Kaput suksedaneum (-), sefal hematom (-)
Rambut : berwarna hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Normal, simetris
Mata : Mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Katarak kongenital (-/-),glaukoma kongenital (-/-)
Hidung : bentuk simetris, septum deviasi (-), sekret (-/-), nafas
cuping hidung (+)
Telinga : bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-), recoil
(segera/segera)
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (+), trismus(-)
Labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher : Simetris, tumor (-), tanda trauma (-)
Kulit : warna kulit merah muda, lanugo (+) menghilang,
turgor kulit baik
Thorax :
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri
Refleks primitif
a) Refleks Oral
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
b) Refleks Moro : Tidak dilakukan
c) Refleks Palmar Grasp : (+)
d) Refleks Plantar Grasp : (+)
Ballard Score
New Ballard score = maturitas fisik + maturitas neuromuskular
= 19 + 16 = 35 > 38 minggu
4. Kurva Fenton
Berat badan lahir, panjang badan lahir dan lingkar kepala sesuai kurva Fenton dalam
batas normal.
5. Downe Score (Ruangan Dahlia)
0 1 2
Frekuensi Napas < 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak sianosis walaupun diberi
dengan O2
O2
Penurunan ringan Tidak ada udara
Air Entry Udara masuk
udara masuk masuk
Dapat didengar Dapat didengar
Merintih Tidak merintih
dengan stethoscope tanpa alat bantu
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 13,4 () g/dL 15,2 23,6
Leukosit 7,8 () 103/uL 13,0 38,5
Hematokrit 37,0 () % 44 72
Trombosit 50 () 103/uL 217 497
Eritrosit 3.8 () 106/uL 4,3 6,3
RDW 16,6 () % 11,5 14,5
MCV 96,9 () U 98 122
MCH 35,6 Pcg 33 41
MCHC 36,8 () g/dl 31 35
Pemeriksaan baby gram (31.1.2017)
Keterangan :
Corakan Pulmo Normal
Udara intertistine tak prominen
Pre Peritoneal fat line (+)
Kesan :
Tak tampak kelainan
ANALISA GAS DARAH (02.02.2017)
Seorang bayi laki-laki berusia 0 hari dibawa ke ruangan dahlia RSUD Kardinah
dengan keluhan keluhan utama tampak sesak setelah 2 jam pasca kelahiran dengan cara SC
atas indikasi gagal induksi dan KPD oleh dokter spesialis kandungan. Pada saat dilahirkan
bayi dalam keadaan bugar dengan apgar score 7-8-8, berat lahir 2200 gram dan air ketuban
jernih . Setelah 2 jam di observasi os tiba-tiba tampak sesak dan tampak biru. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien menangis kurang kuat, gerak kurang
aktif, tampak sesak dan biru di bagian bibir, pemeriksaan tanda vital dengan nadi : 145
x/menit, reguler, kuat, isi cukup, laju nafas: 50 x/menit, regular, suhu : 36,7C, berat badan :
2450 gr, panjang badan : 45 cm dengan status neonates cukup bulan,kecil masa kehamilan
menurut Lubchenko.
VII. MASALAH
Tampak sesak
tampak biru
berat lahir rendah
berat lahir kecil menurut usia kehamilan
dypsnea
pansitopenia
hipoksemia
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
O2 CPAP PEEP 6 FiO2 35%
IVFD D10% 10 tpm
Ca Glukonas 0,5 ml/hari
Cefotaxime 2 x 125mg
Gentamisin 2 x 6mg
Aminophilin 2 x 3 mg
Dopamin 5 meq
Midazolam 0,1 mg/kgBB
Asam Amino 2ml/kgBB/jam
Non-medikamentosa
Rawat inap untuk monitor gejala
Awasi keadaan umum, dan tanda vital
Edukasi : menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
XI. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
PERJALANAN PENYAKIT
31 januari 2017 pkl. 09.30 WIB (R. 1 Februari 2017 pkl. 07.00 WIB (R.
Dahia) Dahlia)
Hari Perawatan ke-0 Hari Perawatan ke-1
S Demam(-) Kejang (-)Tampak sesak (+), S Demam (-), kejang (-), sesak (+), BAB
BAB (-), BAK (-), pucat (-), kuning (-), (-), BAK (-), pucat (-), kuning (-), biru
biru (+), ASI (-), R.Hisap (-) (+), ASI (-), R.Hisap (-)
O KU: Tampak sakit sedang, sesak, O KU: Compos mentis,tampak sesak, TSS,
menangis lemah, gerak kurang aktif Gerak kurang aktif, retraksi (+)
TTV: HR 167x/m,RR 72x/m, S 36,8 0C, TTV: HR 169x/m,RR 76x/m, S 36,80C
SpO2 : 100% SpO2 : 86%
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase
(+) (+)
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra
(-/-) (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (+) Hidung : Nafas cuping hidung (+)
Toraks: Retraksi (+/+), SNV (+/+), rh Toraks: Retraksi (+/+), SNV (+/+), rh
(-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)N, Abdomen: Supel, BU (+)N,
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT
2 detik, 2 detik,
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-) Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT 2 detik. CRT 2 detik.
Kebutuhan Cairan : 300 cc/hari Kebutuhan Cairan : 300 cc/hari
Terpasang CPAP PEEP 6, FiO2 30% AGD hipoksemia
Terpasang Ventilator PEEP 6, FiO2 40%
A Distress Respirasi A Distress Respirasi
Obs Neonatal Infeksi Obs Neonatal Infeksi
N. aterm N. aterm
P IVFD D10% 10 tpm P IVFD D10% 10 tpm
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Inj.Neo K 0,50/im
Pasang CPAP
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Dopamin 5 mg Dopamin 5 mg
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Dopamin 5 mg Dopamin 5 mg
6 Februari 2017 pkl. 07.00 WIB (R. 7 Februari 2017 pkl. 07.00 WIB (R.
Dahlia) Dahlia)
Hari Perawatan ke-5 Hari Perawatan ke-6
Demam (-), kejang (-), sesak (+), BAB (-), S Demam (-), kejang (-), sesak (+), BAB (-),
BAK (-), pucat (-), kuning (-), biru (+), ASI BAK (-), pucat (-), kuning (-), biru (+), ASI
(-), R.Hisap (-) (-), R.Hisap (-)
KU: Compos mentis,tampak sesak, TSS, O KU: Compos mentis,tampak sesak, TSS,
Gerak kurang aktif, retraksi (+) Gerak kurang aktif, retraksi (+)
TTV: HR 135x/m,RR 62x/m, S 36,50C TTV: HR 132x/m,RR 57x/m, S 36,30C
SpO2 : 95% SpO2 : 95%
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase
(+) (+)
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra
(-/-) (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (+) Hidung : Nafas cuping hidung (+)
Toraks: Retraksi (+/+), SNV (+/+), rh (-/-), Toraks: Retraksi (+/+), SNV (+/+), rh (-/-),
wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)N, Abdomen: Supel, BU (+)N,
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT 2 Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT 2
detik, detik,
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-) Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT 2 detik. CRT 2 detik.
Kebutuhan Cairan : 220 cc/hari Kebutuhan Cairan : 308 cc/hari
Kebutuhan Na+ : 14,2 cc/24 jam Kebutuhan Na+ : 13,3 cc/24 jam
Kebutuhan K+ : 3,5 cc/24 jam Kebutuhan K+ : 3,3 cc/24 jam
Terpasang Ventilator PEEP 6, FiO2 40% Terpasang Ventilator PEEP 6, FiO2 40%
Gagal Nafas A Gagal Nafas
Distress Respirasi Distress Respirasi
Obs Neonatal Infeksi Obs Neonatal Infeksi
N. aterm N. aterm
IVFD D10% 10 tpm P IVFD D10% 10 tpm
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Dopamin 5 mg Dopamin 5 mg
\ 8 Februari 2017 pkl. 07.00 WIB (R. \ 9 Februari 2017 pkl. 07.00 WIB (R.
Dahlia) Dahlia)
Hari Perawatan ke-5 Hari Perawatan ke-5
Demam (-), kejang (-), sesak (+), BAB S Demam (-), kejang (-), sesak (+), BAB
S (-), BAK (-), pucat (-), kuning (-), biru (-), BAK (-), pucat (-), kuning (-), biru
(-), ASI (+), R.Hisap (+) OGT (+) (-), ASI (+), R.Hisap (+) OGT (+)
O KU: Compos mentis,tampak sesak, TSS, O KU: Compos mentis,tampak sesak, TSS,
Gerak kurang aktif, retraksi (+) Gerak kurang aktif, retraksi (+)
TTV: HR 123x/m,RR 57x/m, S 36,30C TTV: HR 132x/m,RR 37x/m, S 370C
SpO2 : 95% SpO2 : 95%
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase Kepala: Mesosephali, UUB datar, molase
(+) (+)
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra
(-/-) (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (+) Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Toraks: Retraksi (+/+), SNV (+/+), rh Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/-),
(-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)N, Abdomen: Supel, BU (+)N,
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT
2 detik, 2 detik,
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-) Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT 2 detik. CRT 2 detik.
Kebutuhan Cairan : 330 cc/hari Kebutuhan Cairan : 296 cc/hari
Kebutuhan Na+ : 13,3 cc/24 jam Kebutuhan Na+ : 13,3 cc/24 jam
Kebutuhan K+ : 3,3 cc/24 jam Kebutuhan K+ : 3,3 cc/24 jam
Terpasang Ventilator PEEP 6, FiO2 40% 02 nasal low fow
dengan 02 nasal
A Gagal Nafas A Gagal Nafas
Distress Respirasi Distress Respirasi
Obs Neonatal Infeksi Obs Neonatal Infeksi
N. aterm N. aterm
P Rencana Extube CPAP P O2 CPAP
IVFD D10% 10 tpm
IVFD D10% 10 tpm
Inj Cefotaxim 2 x 125 mg
Inj Cefotaxim 2 x 125 mg
Inj Gentamycin 2 x 6 mg
Inj Gentamycin 2 x 6 mg
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Inj.Aminophilin 2 x 3 mg
Ca Gluconas 0,5/hari Po
Ca Gluconas 0,5/hari Po
Dopamin 5 mg
Dopamin 5 mg
Midazolam 0,1 mg/kgbb
Midazolam 0,1 mg/kgbb
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asfiksia
2.1.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis(IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir(WHO, 1999).
Epidemiologi
Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
Faktor KETERANGAN
Maternal Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
Partus lama atau partus macet
Patogenesis
Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir; Sebelum lahir, paru
janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbon
dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi
sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung
kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada
paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke
dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli. Arteri
dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena
pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung
kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan
keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh
darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami
relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus
arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup
udara dan menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen
dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru.
Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan
berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di
paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan
arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap
kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak
mendapat oksigen(Perinasia, 2006). Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan
terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun
demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan
menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.
Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang.
Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan
menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain,
atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;
bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot
jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan
absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
Diagnosis.
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksiajanin.Diagnosis anoksia/hipoksia j anin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga Hal yang perlu mendapat perhatian
yaitu:
1) Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan permenit.
Apabila frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih
jika tidak teratur itu merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin
menunjukan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervusX,
sehingga paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
Manifestasi klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda
klinis pada janin atau bayi berikut ini :
DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ
lain
Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak
Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap
Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah i.
Penurunan terhadap spinkters
Pucat.
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai
pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder. Menganggap bahwa seorang bayi
menderita apnu primer dan memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan
memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan otak.
Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu sekunder,
semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama bayi memulai
pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun
singkat, dapat berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah
bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan
terjadinya kerusakan otak. Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini,
segera sesudah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui
pernapasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara
progresif menjadi asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan
mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak,
jantung dan alat alat vital lainnya.
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang
yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai
resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau
orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara
komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila
dengan mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan alat
resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi
prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah
mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur
dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur 20 memiliki volume
darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area
permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap
infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar
pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat
mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun
memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi
apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan
tindakan Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua bayi perlu
penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan benar dan efektif
sebelum ke langkah berikutnya. Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal. Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan
apakah terhadap bayi yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.
Algoritma Resusitasi Neonatal.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan,
sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan
menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki
atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil. Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori
berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai
kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
3. Kompresi dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara:
a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)
Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan
menopang punggung
Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten o Lebih
unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner
4. Intubasi Endotrakeal
Cara:
a. Langkah 1:
Persiapan memasukkan laringoskopi
Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah
Berikan O2 aliran bebas selama prosedur
b. Langkah 2:
Memasukkan laringoskopi
Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah
Geser lidah ke sebelah kiri mulut
Masukkan daun sampai batas pangkal lidah
c. Langkah 3:
Angkat daun laringoskop
Angkat sedikit daun laringoskop
Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
Lihat daerah farings
Jangan mengungkit daun
d. Langkah 4:
Melihat tanda anatomis
Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis (huruf
V terbalik)
Tekan krikoid agar glotis terlihat
Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi
e. Langkah 5:
Memasukkan pipa
Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa
pada arah horizontal Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka
Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas
pita suara
Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita suara belum terbuka,
hentikan dan berikan VTP)
f. Langkah 6:
mencabut laringoskop
Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langitlangit mulut bayi,
cabut laringoskop dengan hati-hati.
Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet
5. Obat-obatan dan cairan:
a. Epinefrin
Indikasi :
- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan pemijatan dada.
- Asistolik.
Larutan = 1 : 10.000
Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan)
Dosis : 0,1 0,3 mL/kgBB IV 29
Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit lebih besar
diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET. Dosis melalui pipa ET 0,3-1,0
mL/kg)
Kecepatan = secepat mungkin
Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV.
c. Dekstron 10%
d. Nalokson
- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
- Indikasi :
o Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
narkotik 4 jam sebelum persalinan.
o Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-
tiba pada sebagian bayi.
- Dosis :
o 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
- Cara :
o Intravena, endotrakeal atau bila perfusi baik diberikan i.m/s.c
2.1.8 Prognosis
Pada asfiksia ringan-sedang, prognosis tergantung pada kecepatan
penetalaksanaan. Pada asfiksia berat dapat terjadi kematian atau kelainan saraf
sampai koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau
retardasi mental.
I. Neonatal Infeksi
A. Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir dibagi dua yaitu early infection (diperoleh
dari ibu saat masih berada di dalam kandungan) dan late infection (infeksi yg diperoleh
dari lingkungan luar). 8
B. Patofisiologi
Infeksi pada neonates dapat dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:
a. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulai ibu ke plasenta. Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilicus dan masuk ke janin. Yang dapat masuk melalui
cara ini antara lain:
- Virus: rubella, poliomyelitis, coxakie, variola, varicella, CMV.
- Spirochaeta: treponema palidum
- Bakteri: E.Coli dan listeria monocytogenes
b. Infeksi intranatal
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban
dengan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memilik peranan penting terhadap
timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walau ketuban
masih utuh, misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi melalui inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi
pneumonia congenital selain itu infeksi dapat sebabkan septisemia.infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan oral trush.
c. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi
silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini
penting karena mortalitas pascanatal ini sangat tinggi.8,10
C. Diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan
pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan
tingkah laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu,
namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan
tersebut disebabkan infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada
bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka
kematian yang tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian
yaitu 8,10:
- Bayi malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernafasan cepat
- Berat badan turun drastis
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan dengan pola bervariasi
- Aktivitas bayi menurun
- Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura, dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu
Bell Squash Score dan Gupte Score: 10,11
- Bell Squash Score:
1. Partus tindakan
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
- Gupte Score:
Prematuritas 3
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
KPD 1
Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI
D. Klasifikasi
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu infeksi berat dan infeksi ringan.
- Infeksi berat (major infection): sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorum.
- Infeksi ringan (minor infection): infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi
umbilicus, moniliasis.
a. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya dan merupakan infeksi berat pada neonatuss dengan gejala-gejala
sistemik.
Faktor resiko:
- Persalinan lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi / febris pada ibu
- Air ketuban bau, keruh
- KPD > 12 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distress
Tanda & gejala:
- Refleks hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, tampak lemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Penggunaan antibiotika secara IV : Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x
pemberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x pemberian atau
Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium urin
- Biakan darah dan uji resistensi
b. Meningitis pada Neonatus
Tanda dan gejala:
- Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis
- Kejang
- UUB menonjol
- Kaku kuduk
Pengobatan:
- Gunakan antibiotic yang mampu menembus sawar darah otak
diberikan minimal 3 minggu
- Pungsi lumbal
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAM terjadi di intrauterin akibat inhalasi mekonium dan sering sebabkan
kematian terutama pada BBLR karena refleks menelan dan batuk belum sempurna
Gejala:
- Pada waktu lahir ditemukan meconium staining
- Letargia
- Malas minum
- Apneu neonatal
- Dicurigai bila ketuban keruh atau bau
- Rhonki (+)
Pengobatan:
- Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium
staining dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan
nafas.
- Bila setelah suction rhonki tetap ada, pasang ET
- Bila setelah suction rhonki hilang, lakukan resusitasi
- Terapi antibiotika spectrum luas
- Cek darah rutin, BGA, GDS, foto baby gram
d. Osteitis akut
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
Gejala :
- Suhu tubuh tinggi
- Bayi tampak sakit berat
- Terdapat pembengkakan dan bayi menangis saat bagian yang
terkena digerakkan, biasanya pada maksila dan pelvis
- Lokal ditemukan pus pada aspirasi
Pengobatan :
- Pemberian antibiotika : kloksasilin 50 mg/kg BB/hr scr parenteral
e. Tetanus Neonatorum
Etiologi:
- Perawatan tali pusat yang tidak steril
- Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala:
- Bayi yang semula dapat menyusu menjadi kesulitan karena kejang
otot rahang dan faring
- Mulut mencucu seperti ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan
epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang
- Kadang disertai sesak dan wajah bayi membiru
Tindakan:
- Berikan antikonvulsan dan bawa ke RS
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000-6000 unit IM
- Penisilin prokain G 200000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10
hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin
terjadinya rangsangan
f. Oftalmia neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae saat bayi melewati jalan lahir.
Dibagi menjadi 3 stadium:
- Stadium infiltratif
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme,
bisa terdapat pseudomembran.
- Stadium supuratif
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat sekret
bercampur darah, yang khas sekret akan muncrat dengan
mendadak saat palpebra dibuka.
- Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Sekret jauh berkurang, gejala lain tidak
begitu hebat lagi.
Penatalaksanaan:
- Bayi harus diisolasi
- Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis sampai lendir
hilang, keringkan dengan kasa steril
- Beri salep mata antibiotik tiap 15 menit pada jam pertama,
kemudian dilanjutkan diberikan setiap jam selama 3 hari
- Penisilin prokain 50000 unit/KgBB IM pada anterolateral paha. 8
g. Infeksi Umbilikus
Merupakan infeksi pd pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus.
Gejala :
- Tanda radang (+) dan bernanah
- Pada keadaan berat dapat menjalar ke hepar
- Pada keadaan kronik dapat terjadi granuloma
Pengobatan :
- Berikan salep yang mengandung neomisin & basitrasin, serta salep
gentamisin
- Bila terdapat granuloma, berikan Argentinitras 3%
Pencegahan :
- Perawatan tali pusat yang baik
o Tali pusat ditutup dengan kasa steril & diganti setiap hari
E. Pencegahan
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
- Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir
- Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol
- Gunakan teknik aseptic
- Berhati-hati dengan instrument tajam dan bersihkan atau
desinfeksi instrument dan peralatan
- Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin
Pisahkan bayi infeksius untuk mencegah infeksi nosokomial.
Respiratory Distress
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang
belum berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang
adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena jaringan
interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial
terjadi sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran
kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga alveoli
yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada
neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot
respirasi yang masih lemah.
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran
hialin, dan edema interstitial mengurangi compliance paru-paru;
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan
saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik
karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif,
membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi.
Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya
atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance
tinggi memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur,
berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk
kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai
volume residu, cencerung mengalami atelektasis.
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama
dengan unit respirasi yang kecil dan berkurangnya compliance
dinding dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli
memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang
menimbulkan hipoksia. Berkurangnya compliance paru, tidal volume
yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya
usaha bernafas, dan tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan
hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis
menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan meningkatnkan
pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus,
dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas
iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan
vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli.
Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada
compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar.
Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi
pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat
menimbulkan asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan
aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk
memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru yang menyebabkan
pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus
memperburuk hipoksemia.
Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat
karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai
tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah
paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial
dan rongga alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat
menginaktivasi surfaktan.
Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan
penurunan compliance paru merupakan karakteristik RDS. Beberapa
alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi
cairan, menimbulkan penurunan FRC. Seba gai respon, ba yi
pre mature m e n gala mi g r u ntin g y a n g m e m p erpanjan g ekspirasi dan
m e nce gah FRC semakin berkuran g.
Gejala klinis
Diagnosis
Gambaran klinis seperti Peningkatan respirasi, peningkatan usaha nafas,
periodic breathing, apnea, sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen,
turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti
bradikardi, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, foto thorax dan analisa
gas darah serta asam basa membantu menegakkan diagnosis.
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan
skor Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson
lebih sesuai digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane
disease (HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih
komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan
sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai
progresivitasnya.
0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas
Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga penilaian untuk
memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Pada bayi yang baru lahir dan mengalami distress nafas, penilaian keadaan
antepartum dan peripartum penting untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat
membantu memperkirakan penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor
resiko antepartum atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya
riwayat ketuban pecah dini, adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan
gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi
gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air
bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena
superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran
rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari.
b. Laboratorium
c. Echocardiografi
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Diagnosis banding
a. Pneumonia neonatal
Tatalaksana
2. Surfaktan Eksogen
Instilasi surfaktan eksogen multidosis ke endotrakhea pada
bayi BBLR yang membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk
terapi penyelamatan RDS sudah memperbaiki angka bertahan hidup
dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru sebesar 40 %,
tapi tidak menurunkan insidensi bronchopulmonary dysplasia (BPD)
secara konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan
oksigenasi dan perbedaan oksigen alveoli arteri dalam 48 72 jam
pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator,
meningkatkan compliance paru, dan memperbaiki gambaran
rontgen dada. Pemberian surfaktan eksogen menurunkan insidensi
BPD, namun tidak berpengaruh terhadap insidensi PDA, perdarahan
intrakranial, dan necrotizing enterocolitis (NEC). Terdapat
penigkatan insiden perdarahan paru pada pemberian surfaktan
sintetik sebesar 5 %.
6. Ventilasi Mekanik
9. Antibiotik
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi : 4
a) Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan
RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
d) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi
jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 4
a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 35 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.5
Dysplasia bronkopulmonum (DBP) akibat pemberian tekanan positif akibat
ketergantungan oksigen dan gagal perkembangan jantung sisi kanan. Bayi yang
beresiko DBP menderita kegawatan pernafasan yang berat memerlukan ventilasi
mekanis yang lama dan terapi oksigen. Komplikasi DBP meliputi: gagal tumbuh,
retardasi psikomotor nefrolitiasis, osteopenia, dan stenosis subglotis
b) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
prognosis
Observasi intensif dan perhatian pada bayi baru lahir beresiko
tinggi dengan segera akan mengurangi morbiditas dan mortalitas
akibat HMD dan penyakit neonatus akut lainnya. Hasil yang baik
bergantung pada kemampuan dan pengalaman personel yang
menangani, unit rumah sakit yang dibentuk khusus, peralatan yang
memadai, dan kurangnya kmplikasi seperti asfiksia fetus atau bayi
yang berat, perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital.
Terapi surfaktan telah mengurangi mortalitas 40 %. Mortalitas dari
bayi dengan berat lahir rendah yang dirujuk ke ICU menurun dengan
pasti, 75 % dari bayi dengan berat <> 2.500 gr bertahan. Meski 85
90 % bayi yang selamat setelah medapat bantuan respirasi
dengan ventilator adalah normal, penampakan luar lebih baik pada
yang berta badannya > 1.500 gr, sekitar 80 % dari yang beratnya
dibawah 1500g tidak mengalami sekuele neurologis atau mental.
Prognosis jangka panjang untuk mencapai fungsi paru yang
normal pada bayi HMD adalah sangat baik, tetapi bayi yang
mengalami gagal nafas neonatus yang berat dapt mengalami
gangguan pada paru dan perkembangan sarafnya.
F. Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir dibagi dua yaitu early infection (diperoleh
dari ibu saat masih berada di dalam kandungan) dan late infection (infeksi yg diperoleh
dari lingkungan luar). 8
G. Patofisiologi
Infeksi pada neonates dapat dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:
a. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulai ibu ke plasenta. Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilicus dan masuk ke janin. Yang dapat masuk melalui
cara ini antara lain:
- Virus: rubella, poliomyelitis, coxakie, variola, varicella, CMV.
- Spirochaeta: treponema palidum
- Bakteri: E.Coli dan listeria monocytogenes
b. Infeksi intranatal
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban
dengan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memilik peranan penting terhadap
timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walau ketuban
masih utuh, misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi melalui inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi
pneumonia congenital selain itu infeksi dapat sebabkan septisemia.infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan oral trush.
c. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi
silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini
penting karena mortalitas pascanatal ini sangat tinggi.8,10
H. Diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan
pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan
tingkah laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu,
namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan
tersebut disebabkan infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada
bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka
kematian yang tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian
yaitu 8,10:
- Bayi malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernafasan cepat
- Berat badan turun drastis
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan dengan pola bervariasi
- Aktivitas bayi menurun
- Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura, dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu
Bell Squash Score dan Gupte Score: 10,11
- Bell Squash Score:
10. Partus tindakan
11. Ketuban tidak normal
12. Kelainan bawaan
13. Asfiksia
14. Preterm
15. BBLR
16. Infeksi tali pusat
17. Riwayat penyakit ibu
18. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
- Gupte Score:
Prematuritas 3
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
KPD 1
Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI
I. Klasifikasi
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu infeksi berat dan infeksi ringan.
- Infeksi berat (major infection): sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorum.
- Infeksi ringan (minor infection): infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi
umbilicus, moniliasis.
a. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya dan merupakan infeksi berat pada neonatuss dengan gejala-gejala
sistemik.
Faktor resiko:
- Persalinan lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi / febris pada ibu
- Air ketuban bau, keruh
- KPD > 12 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distress
Tanda & gejala:
- Refleks hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, tampak lemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Penggunaan antibiotika secara IV : Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x
pemberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x pemberian atau
Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium urin
- Biakan darah dan uji resistensi
b. Meningitis pada Neonatus
Tanda dan gejala:
- Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis
- Kejang
- UUB menonjol
- Kaku kuduk
Pengobatan:
- Gunakan antibiotic yang mampu menembus sawar darah otak
diberikan minimal 3 minggu
- Pungsi lumbal
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAM terjadi di intrauterin akibat inhalasi mekonium dan sering sebabkan
kematian terutama pada BBLR karena refleks menelan dan batuk belum sempurna
Gejala:
- Pada waktu lahir ditemukan meconium staining
- Letargia
- Malas minum
- Apneu neonatal
- Dicurigai bila ketuban keruh atau bau
- Rhonki (+)
Pengobatan:
- Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium
staining dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan
nafas.
- Bila setelah suction rhonki tetap ada, pasang ET
- Bila setelah suction rhonki hilang, lakukan resusitasi
- Terapi antibiotika spectrum luas
- Cek darah rutin, BGA, GDS, foto baby gram
d. Osteitis akut
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
Gejala :
- Suhu tubuh tinggi
- Bayi tampak sakit berat
- Terdapat pembengkakan dan bayi menangis saat bagian yang
terkena digerakkan, biasanya pada maksila dan pelvis
- Lokal ditemukan pus pada aspirasi
Pengobatan :
- Pemberian antibiotika : kloksasilin 50 mg/kg BB/hr scr parenteral
e. Tetanus Neonatorum
Etiologi:
- Perawatan tali pusat yang tidak steril
- Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala:
- Bayi yang semula dapat menyusu menjadi kesulitan karena kejang
otot rahang dan faring
- Mulut mencucu seperti ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan
epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang
- Kadang disertai sesak dan wajah bayi membiru
Tindakan:
- Berikan antikonvulsan dan bawa ke RS
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000-6000 unit IM
- Penisilin prokain G 200000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10
hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin
terjadinya rangsangan
f. Oftalmia neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae saat bayi melewati jalan lahir.
Dibagi menjadi 3 stadium:
- Stadium infiltratif
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme,
bisa terdapat pseudomembran.
- Stadium supuratif
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat sekret
bercampur darah, yang khas sekret akan muncrat dengan
mendadak saat palpebra dibuka.
- Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Sekret jauh berkurang, gejala lain tidak
begitu hebat lagi.
Penatalaksanaan:
- Bayi harus diisolasi
- Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis sampai lendir
hilang, keringkan dengan kasa steril
- Beri salep mata antibiotik tiap 15 menit pada jam pertama,
kemudian dilanjutkan diberikan setiap jam selama 3 hari
- Penisilin prokain 50000 unit/KgBB IM pada anterolateral paha. 8
g. Infeksi Umbilikus
Merupakan infeksi pd pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus.
Gejala :
- Tanda radang (+) dan bernanah
- Pada keadaan berat dapat menjalar ke hepar
- Pada keadaan kronik dapat terjadi granuloma
Pengobatan :
- Berikan salep yang mengandung neomisin & basitrasin, serta salep
gentamisin
- Bila terdapat granuloma, berikan Argentinitras 3%
Pencegahan :
- Perawatan tali pusat yang baik
o Tali pusat ditutup dengan kasa steril & diganti setiap hari
J. Pencegahan
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
- Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir
- Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol
- Gunakan teknik aseptic
- Berhati-hati dengan instrument tajam dan bersihkan atau
desinfeksi instrument dan peralatan
- Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin
- Pisahkan bayi infeksius untuk mencegah infeksi nosokomial.8,10
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Gary Cunningham., Kenneth J. L., Stephen L. B., Dwight J. Rouse., John C. H., Catherine
Y. Spong. 2010. Fetal Growth Diorder Dalam : EBook Williams Obstetric. 23st edition. New
York : Mc graw Hill
2. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
3. Markum A.H. Prematuritas dan Retardasi Pertumbuhan Intrauterine. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I, cet.3, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1996; 221-36
4. Wood David and Malan Atties : Notes On The Newborn Infant Fifth Edition.1996.
5. Rudolfs Fundamental Of Pediatric, Page 161-164 Mc Graw Hill Companies 2002.
6. Stell BJ. The-High Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. Dalam
Kliegman RM, editor. Philadelphia, USA: Saunders 2011.
7. S a i f u d d i n , A B , A d r i a n z , G . M a s a l a h B a y i B a r u L a h i r . D a l a m : B u k u
A c u a n Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1.
Jakarta :yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
8. IDAI. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010
9. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London:Arnold, 2002; 62-88.
10. Ann L, Ted R. Neonatal Sepsis. 2011. Avalaible
at http://emedicine.medscape.com/article/964312 accessed at Oktober 10th, 2011
11. Aminullah A. Masalah Terkini Sepsis Neonatorum. Dalam : Update in Neonatal
Infection. Pendidikan Berkelanjutan IKA XL VIII.Jakarta 2005:1-13
12. 2. The College of Emergency Medicine and Doctors. 2011. Diakses dari:
<http://collemergencymed.ac.uk >. [08 Januari 2015].
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonius H. Pudjiadi et al. Kejang dan spasme pada neonatus dalam pedoman
pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi II. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indoneisa 2011; p 155-160.
2. Ghomela, Tricia.Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
3. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,
M.D.Averys neonatology : Pathophysiology And Management Of The
Newborn.2005. edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
4. Kosim M. Sholeh,Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.Buku
Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
5. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline.2001-
2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment. 2011
6. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and
management. Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
7. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
8. Lissauer T, Fanaroff AA. At a Glance: Neonatologi. In: Safitri, Amalia (editors).
Jakarta: Balai Penerbit Erlangga; 2009.p.96-9
9. Duke T, Kelly J, Weber M, English M, Campbell H. Hospital Care for Children in
Developing Country. Available at:
http://www.ichrc.org/sites/www.ichrc.org/files/Indonesia.pdf Accessed on: November
2016
10. Eric Gybson. Neonatal cholestasis. Available at
[http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/perinatal-problems/neonatal-
cholestasis]. Accessed on November 2016.
11. Amy G, Ronald J. neonatal cholestasis. Available from
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3827866/]. Accessed on November
2016.
12. Unknown. Air susu ibu dan ikterus. Available from
[http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus]. Taken on November
2016