Anda di halaman 1dari 6

KASUS POSISI

Dalam Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014 dengan dugaan pelanggaran Pasal 5


ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam industri otomotif
terkait dengan Kartel Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat yang dilakukan oleh
Terlapor I (PT. Bridgestone Tire Indonesia), Terlapor II ( PT. SUmi Rubber
Indonesia), Terlapor III (PT. Gajah Tunggal, Tbk), Terlapor IV (PT.Goodyear
Indonesia.Tbk), Terlapor V (PT. Elang Perdana Tyre Industri), dan Terlapor IV (PT.
Industri Karet Deli). Dalam laporannya, Tim Investigator menyampaikan bukti
pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang telah dilakukan oleh para terlapor
terkait dengan produksi pemasaran ban kendaraan bermotor roda empat kelas
Passanger Car (penumpang) untuk ukuran ban Ring 13, 14,15, dan 16 Periode 2009
sampai dengan 2012 di Wilayah Indonesia, yang di produksi dan dipasarkan oleh
APBI atau Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia. Keberadaan APBI bertujuan untuk
mendukung pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dalam industri ban
dengan tetap berada dalam pengawasan Pemerintah dan bukan untuk memfasilitasi
atau mendukung terjadinya penetapan harga atau kartel.
Terkait tentang pasar bersangkutan yang mencakup dimensi dan produk dan
geogradis dimana apabila dihubungkan dengan perkara ini maka Pasar produknya
adalah ban untuk kendaraan roda 4 yang digunakan sebagai ban mobil penumpang
untuk ban Ring 13,14,15,15,dan 16. Sedangkan pasar geografis mencakup seluruh
wilayan Indonesia yang di produksi dan dipasarkan oleh perusahan ban yang
tergabung dalam APBI. Berdasarkan laporan tahunan APBI, terdapat 6 perusahaan
ban Anggota APBI dan satu perusahaan diluar anggota APBI yang memproduksi ban
dalam periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Terlapor IV atau produsen ban
roda empat merupakan salah satu anggota APBI yang memiliki pangsa pasar paling
kecil diantara keenam terlapor tersebut. Namun, berdasarkan tabel penjualan yang
tertera dalam Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014, nilai produksi Terlapor IV
pada pasar replacement dalam negeri Ring 13-16 memiliki tren kenaikan dengan
Produksi anggota APBI pada pasar Replacement dalam negeri Ring 13-16. Perbedaan
tersebut terjadi pada tahun 2012 dimana terlapor IV mengalami tren penurunan,
sedangkan produsen APBI mengalami tren kenaikan penjualan. Hal tersebut
menunjukan bahwa terlapor IV mengikuti kesepakatan mengatur produksi atau
penjualan APBI. Sebagaimana fakta yang ditemukan oleh Investigator bahwa terlapor
IV secara aktif mengikuti kartel tersebut. Tanggapan dari Terlapor I menyatakan
bahwa Tim Investigator KPPU telah elakukan kesalahan dalam mempertimbangkan
pasar bersangkutan dari segi produk karena tidak mengikutsertakan seluruh pelaku
usaha yang memproduksi dan memasarkan ban kendaraan bermotor roda 4 jenis
Passanger car dengan Ring 13,14,15,dan 16 dan tidak mempertimbangkan keberadaan
produk ban impor dalam klasifikasis yang sama. Sedangka Pelapor II dalam hal ini
menyatakan bahwa investigator telah salah mendefinisikan pasar geografis yang
hanya mencakup wilauah Indonesia. Karena pasar geografus suatu produk ban tidak
hanya terbatas pada wilayah Indonesia namun wilayah Negara lain di luar Indonesia
yang menjadi tujuan ekspor produk ban. Hal ini berarti, total produksi dan total
penjualan produk ban Terlapor II dan Para Terlapor lainnya didominasi untuk pasar
ekspor sehingga negara tujuan ekspor seharusnya diikutsertakan dalam menentukan
pasar geografis dalam perkara ini. Dengan demikian, pasar geografis yang tepat dalam
perkara ini adalah wilayah Indonesia dan negara tujuan ekspor .kesalahan dari Tim
Investigator dalam menentukan pasar bersangkutan juga terbukti dari data produksi
yang dijadikan dasar oleh Tim Investigator sebagaimana tercantum dalam tabel pada
butir 13.17 dari LDP serta membandingkannya dengan data yang tercantum dalam
Laporan Tahunan APBI tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011. Terkait dengan pasar
produk, Investigator memasukkan Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 tires ke
dalam suatu pasar bersangkutan yang sama. Padahal, ukuran ring yang berbeda
tersebut tidaklah dapat saing bersubstitusi dengan yang lain karena ban dengan ukuran
berbeda tidak dapat digunakan untuk mobil yang sama.

Metode deteksi kartel Harrington Metode Harrington adalah penggabungan


dari berbagai metode dan jika dilihat seperti kartel checklist (seperti competition
checklist yang dimiliki KPPU) karena dia melihat kartel dari berbagai sisi. Model
dari Harrington menggunakan metode analisis hubungan error atau residual regresi
antar perusahaan dari hasil estimasi data panel tersebut. Dalam ekonometrika, error
atau residual regresi ini selalu dijadikan dasar untuk melihat perilaku dari suatu kartel.
Bahwa ahli ekonometrika menggunakan analisis perilaku menggunakan pola residual
baik antar waktu maupun antar individu. mereka menyimpulkan bahwa jika tingkat
efisiensi rendah tetapi pricecostmargin tetap tinggi maka kemungkinan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat termasuk kolusi dan kartel semakin tinggi. Lebih jauh,
Setiawan dkk. (2012c) juga melihat kemungkinan adanya kekakuan harga pada
industri yang berstruktur oligopoli Majelis Komisi juga sependapat dengan
keterangan Ahli Maman Setiawan dalam Sidang Majelis Komisi yang menyatakan
bahwa Model Harrington ini teruji karena menggunakan model-model yang sudah
diaplikasikan pada kasus kartel yang sudah diputus bersalah dan terbukti valid.
Sebagai contoh dalam model melihat dependensi harga yang digunakan Harrington itu
sudah diaplikasikan oleh Bajari and Ye (2003) dalam bid (tender) dan sudah diputus
bersalah. Hasil dari model ini mengkonfirmasi bahwa terjadi kartel dan dapat
dikatakan model tersebut sudah baik untuk menguji kartel. Model Harrington dapat
dikatakan sebagai kartel check list karena dalam model ini dapat dipandang dari
berbagai aspek.

Mengenai Perjanjian Investigator menyimpulkan bahwa telah sesuai dengan


definisi perjanjian yang berdasarkan penafsiran sistematis yaitu yang ada dalam kitab
undang-undang hukum perdata dan penafsiran historis dalam memorie van
toelichting. Selain itu, dalam menyusun LDP, Tim Investigator KPPU telah merujuk
kepada Pasal 1234, Pasal 1313, Pasal 1320, Pasal 1329, dan Pasal 1337 KUHPerdata
serta ketentuan dalam Pasal 1 angka (7) UU No. 5/1999. Dengan demikian, Tim
Investigator KPPU sendiri mengakui bahwa ketentuan KUH Perdata adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk penafsiran atas perjanjian, kesepakatan,
dan perikatan. Terlapor IV menyatakan bahwa Bahwa risalah ini bukan merupakan
perjanjian bagi pihak Terlapor IV untuk menetapkan harga atau mengendalikan
produksi, atau melakukan hal lain, dan bukan pula merupakan bukti perjanjian
tersebut oleh pihak Terlapor IV. dengan demikian Majelis Komisi berpendapat
perjanjian dalam konteks ini harus dilihat pada pengujian apakah terdapat rangkaian
perilaku pelaku usaha (concertedaction) untuk saling mengikatkan diri satu pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain.

Perjanjian penetapan harga diantara anggota APBI dalam hal ini


Terlapor I sampai dengan Terlapor VI diduga dilakukan melalui
sarana pertemuan-pertemuan yang difasilitasi oleh APBI. Dalam
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan tersebut, akhirnya
anggota APBI, dalam hal ini Terlapor I sampai dengan Terlapor
VI mencapai suatu kesepakatan dengan menyetujui substansi
yang dituangkan dalam bentuk Risalah Rapat Presidium dengan
memberikan Oligopoli sebagai salah satu perjanjian yang
dilarang sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU No. 5/1999,
Ningrum mencontohkan jika bentuk perjanjian yang dilarang
dalam UU No. 5/1999 banyak dilakukan tanpa kontrak formal
dapat terjadi melalui implicitverbalnegotiation,dapat
dilakukan dengan cara mengadakan konferensi pers.
mengumumkan hal yang berkaitan dengan kebijakan usahanya
misalnya mengenai harga produknya ataupun melalui implicit
verbalagreementdimana setiap pelaku usaha mengadakan
pertemuan dengan media massa secara berurutan dan akhirnya
membawa mereka pada harga yang identik. Dalam Rapat
Presidium tanggal 21 Januari 2009, dibacakan kesimpulan
pertemuan rutin salesdirector, yaitu AnggotaAPBIjangan
melakukanbantingmembantingharga. maksud dari frase
tersebut adalah agar tidak terjadi perang harga baik untuk harga
intra maupun harga antar merek dengan tujuan harga ban di
pasar tidak turun.
isi Risalah Rapat Presidium yang memperkuat adanya indikasi
penetapan harga selain Risalah Rapat Presidium tanggal 21
Januari 2009 juga risalah rapat yang membahas dan
menyepakati pengaturan warrantyclaimban yang disepakati
dirubah dari 3 (tiga) tahun menjadi 5 (lima) tahun
dapat disimpulkan jika warrantyclaimtermasuk dalam
komponen pembentuk harga, sehingga kesepakatan mengenai
warrantyclaimtermasuk bagian dari perjanjian penetapan harga
yang dilakukan oleh para Terlapor. Majelis Komisi menilai perlu
menunjukkan hasil analisis ekonomi untuk mengetahui
efektifitas dan/atau dampak adanya perjanjian penetapan harga
dan pengaturan produksi dan/atau pemasaran terhadap ban roda
4 Ring 13, 14, 15, 16 yang dilakukan oleh para Terlapor dalam
perkara aquo.
hasil pengujian pada seluruh ukuran ban PCR pada pada ring 13,
14, 15 dan 16 menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan di dalam
penentuan harga antar perusahaan dalam industri ban, karena
seluruh pengujian menunjukkan adanya ketergantungan antar
perusahaan, hal ini tercermin dalam hubungan signifikan antar
masing-masing residual/error dari setiap persamaan perusahaan
dari tingkat signifikansi 1% (satu persen). Atau dengan kata lain
hasil tersebut mengindikasikan adanya dugaan koordinasi
penentuan harga antar perusahaan pada industri ban.
Kesimpulan ini ditunjukkan dari nilai statistik Pesaran yang
signifikan atau menolak hipotesis nol yang menyatakan tidak
adanya hubungan residual antar perusahaan.
Majelis Komisi sependapat dengan Investigator yang juga sesuai
dengan hasil analisis Ahli Maman Setiawan, tentang pengaruh
biaya terhadap harga dan koordinasi harga antar perusahaan
dimana hasil pengujian pada seluruh ukuran ban PCR
Replacementpada Ring 13, 14, 15 dan 16 menunjukkan bahwa
terdapat keterkaitan di dalam penentuan harga antar perusahaan
dalam industri ban, karena seluruh pengujian menunjukkan
adanya ketergantungan antar perusahaan, hal ini tercermin
dalam hubungan signifikan antar masing-masing residual/error
dari setiap persamaan perusahaan. Atau dengan kata lain hasil
tersebut mengindikasikan adanya dugaan koordinasi penentuan
harga antar perusahaan pada industri ban.

Anda mungkin juga menyukai