Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam tindak
monopoli. Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan di antara keduanya. Dengan
perkataan lain, kartel (cartel) adalah kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu
yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, dan harga serta untuk
melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Praktik kartel atau kartel disebutkan pula dalam Pasal 11, Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang dituliskan, Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Praktik kartel di Indonesia
adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum, karena akan membentuk
suatu perilaku monopoli ataupun bentuk perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.
Memahami kartel perlu pula memahami prinsip dasar atau pengertian dasar dari perilaku monopoli.
Pengertian monopoli dalam bukan lagi menitikberatkan pada jumlah pelaku usaha atau produsen,
melainkan pada perilakunya untuk mengendalikan harga dan distribusi output atau kapasitas output.
Jadi bisa saja perilaku monopoli tadi ditemukan pada struktur persaingan yang terdiri atas beberapa
perusahaan, biasanya sekitar 2-5 perusahaan besar atau ditemukan pada struktur pasar
persasingan oligopoli. Pasar persaingan yang memiliki cukup besar konsumen, tetapi hanya
memiliki beberapa produsen akan cukup kuat mengindikasikan adanya praktik monopoli. Munculnya
praktik kartel ataupun trust tidak lain adalah untuk mewujudkan kekuatan (perilaku) monopoli.
Contoh kasus:
Menurut Syarkawi, salah satu bukti yang sudah dimiliki KPPU adalah adanya jalinan
komunikasi melalui surat elektronik di antara direksi kedua perusahaan. Komunikasi
itu berisi koordinasi untuk menyesuaikan harga jual sepeda motor jenis skuter matik
di Indonesia dalam kurun waktu 2013-2015.
Penguasaan pasar jenis skutik, ujar Syarkawi, memang terkonsentrasi pada dua
perusahaan besar itu. Kami memonitor terus perilakunya. Sampai pada waktu itu,
kami berkeyakinan bahwa ini ada indikasi yang menunjukkan mereka berkoordinasi
dalam penetapan harga jual, ujar Syarkawi.
Rabu, 20 Juli 2016, KPPU menggelar sidang kartel yang dilakukan YMMI dan AHM.
Kedua perusahaan dinilai melakukan pelanggaran terkait dengan koordinasi atau
persekongkolan dalam menetapkan harga jual sepeda motor jenis skutik 110-125 cc
di Indonesia.
Syarkawi menyebutkan saat ini penguasaan pangsa pasar untuk skutik oleh AHM
lebih dari 67 persen dan Yamaha lebih dari 29 persen. Jika dugaan kartel terbukti,
kedua perusahaan menguasai hampir 97 persen pangsa pasar sepeda motor skutik.
Dalam sidang lanjutan, menurut Syarkawi, KPPU tidak akan membawa saksi
produsen lain, seperti PT Suzuki Indomobil Motor (Suzuki) dan PT TVS Motor
Company (TVS). Perusahaan itu hanya menguasai sedikit dari pangsa pasar. Kami
enggak akan melihat produsen lain, karena mereka hanya menguasai kurang dari
2,5 persen pangsa pasar.