Anda di halaman 1dari 28

Bab III Metoda Perancangan

BAB III
METODA PERANCANGAN

3.1 Metodologi Perencanaan

Metodologi yang digunakan dalam proses perencanaan perkerasan jalan

ini adalah Metode Bina Marga. Meskipun pada dasarnya metode Bina Marga

dan AASHTO tidak berbeda karena sesungguhnya metode Bina Marga juga

mengadopsi dari AASHTO, namun terdapat penyesuaian pada beberapa

parameter untuk menyesuaikan beberapa kondisi regional dan lingkungan.

Menurut Siegfried (2007), salah satu metode perencanaan tebal

perkerasan adalah metode AASHTO. Metode ini sudah dipakai secara umum di

seluruh dunia serta diadopsi sebagai standar perencanaan di berbagai

negara. Metode AASHTO pada dasarnya didasarkan pada metode empiris.

Parameter yang dibutuhkan antara lain Structural number (SN), Lalu

lintas, Reliability, Faktor drainase dan Serviceability.

Terdapat banyak metode empiris yang telah dikembangkan oleh berbagai

Negara, seperti Metode Bina Marga, Indonesia, yang merupakan modifikasi

dari metode AASHTO 1972 revisi 1981. Modifikasi ini dilakukan untuk

penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan Sifat tanah dasar, dan jenis lapis

perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia. Edisi terakhir dari metode

bina marga dikeluarkan tahun 1987.

III-1
Bab III Metoda Perancangan

Bagan Alir Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan (AASHTO)

Mulai

Survey Lalu Lintas Survey Tanah Dasar

Survey Volume & Jenis Kendaraan


Survey beban Kendaraan (WIM Survey)
Data CBR

Buat Segmen sesuai Variasi Nilai C


Hitung Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata
Hitung
(LHR)
Beban Sumbu Kendaraan

Hitung Faktor Pertumbuhan


Hitung/Tentukan
Lalu LintasNilai
pertahun
VDF Tiap Jenis Kendaraan (AASHTO/ Bina Marga)

Tentukan Faktor Distribusi Kendaraan

Hitung Kapasitas Jalan Tahun? Terjadi Kejenuhan Tentukan Nilai CBR (%) yang mewakili S
Hitung Nilai (LHR0) dan ESAL0 pada tahun pertama

Hitung
Pertumbuhan LL=0% padaNilai
saat(LHR)
VCR >dan ESAL sampai
1 Kondisi Akhir Umur Rencana (5, 10, 20 th)
LL Jenuh

Pada saat VCR = 0.85 Kondisi LL macet Jalan harus diperlebar

Pemilihan Jenis Perkerasan

Perkerasan Lentur (Aspal / Lapis Pondasi)

Umur Rencana (Minimal 10 tahun)

Hitung Kumulatif ESAL Selama Umur Rencana

Hitung Log (W18) atau Log (Total ESAL) Selama Umur Rencana

III-2
A
Bab III Metoda Perancangan

Rumus Desain Perkerasan Lentur sbb:


Log10(W18) = ZR x So +9.36 x log (SN+1) 0.2 + [log (PSI/(4.2
5.19
1.5)/(0.4+1094/(SN+1) )] +(2.32xLogMR-8.07) .......... (I)
SN1 = a1 x D1 ............................................................................................ (1)
SN2 = a1 x D1 + a2 x m2 x D2 = SN1 + a2 x m2 x D2 .................................... (2)
SN3 = a1 x D1 + a2 x m2 x D2 + a3 x m3 x D3 = SN2 + a3 x m3 x D3 .......... (3)

Dimana :
- W18 = Total ESAL (beban sumbu equivalen = 18 kip = 8.160 ton)
- ZR = Deviasi Standar Normal yang bergantung
pada nilai R (reliability)
- So = Standar error dari prediksi & performa Lalu
Lintas (Combined standar error of the traffic
prediction & performance prediction).
- MR = Modulus of resilient = 1500x CBR.
- PSI = Nilai pelayanan awal (po) Nilai
Pelayanan akhir (pt).
- SN = Nilai Struktur (in)
- SN1 = Nilai struktur perkerasan aspal
- SN2 = Nilai struktur (perk. Aspal + Lapis Pondasi Agregat A)
- SN3 = Nilai struktur (perk. Aspal+Agr. A+ Lapis Pondasi Bawah /Agr. B)
- a1 = Koefisien struktur Lapis Perkerasan Aspal
- a2 = Koefisien struktur Lapis Pondasi Agregat A
- a3 = Koefisien Lapis Agregat B dst ke bawah
- m2 = Koefisien Drainase Lapis Pondasi Agr. A
- m3 = Koefisien Drainase Lapis Pondasi Agr. B
- D1 = Tebal Perkerasan Aspal
- D2 = Tebal Lapis Pondasi Agr. A
- D3 = Tebal Lapis Pondasi Agr. B dst
Tentukan Koefisien Lapis Perkerasan Aspal (a1) :
- Gunakan Fig 2.5. AASHTO 1993
0.35
- atau rumus pendekatan a1 = 0.0285(MS) ..........................(4)
- MS = Marshall Stability (lb)
Tentukan Koefisien Lapis Pondasi Agr. A (a2) :
- Gunakan Fig. 2.6. AASHTO 1993.
- Atau Rumus pendekatan a2 = 0.249 (LogEBS) 0.977 .......(5a)
- EBS = Modulus of Relisient (MR) = -13231.786+9493.533ln(CBR)
- Atau rumus a2 = -0.062288+0.044965 ln(CBR) ... (5b)
Tentukan Koefisien Lapis Pondasi Agr. B (a3) :
- Gunakan Fig. 2.7. AASHTO 1993.
- Atau Rumus pendekatan a3 = 0.227 (LogESB) 0.839 .......(6a)
- ESB= MR = -588.164 + 4552.276 ln(CBR)
- Atau rumus a3 = 0.007276+0.029559 ln(CBR) ... (6b)
Tentukan MR Tanah Dasar = 1500 x CBR ............................. (7)

Masukkan nilai berikut ke dalam Rumus


(I) : R, ZR, So, po, pt, PSI

Tentukan tebal perkerasan Aspal D1 (in):


Lapis Aus / ACWC
Lapis Perekat / ACBC
Lapis pondasi Aspal / AC Base

B
C
III-3
Bab III Metoda Perancangan

B
C
Hitung a1 pakai cara Grafik / Rumus (4):
a1 Lapis Aus / ACWC
a1 Lapis Perekat / ACBC
a1 Lapis pondasi Aspal / AC Base

Hitung
Naikkan tebal D1 pada ACBC atauNilai SN1 dengan Rumus (1):
AC Base
SN1 = a1 x D1
Masukkan ke dalam Rumus (1) sebagai SN dengan MR = MR agr. A

Tidak Periksa Nilai


Log (W18) > Log Total ESAL?

Ya

Tentukan Tebal lapis pondasi Agr. A D2 (in)

Tentukan a2 pakai rumus (2) dan m2 = 0.9

Hitung Nilai SN2 dengan Rumus (2): SN2 = SN1 + a2 x m2 x D2


Masukkan SN2 sebagai SN ke Rumus (I) dengan MR = MR agr. B
Naikkantebal Agr. A (D2)

Tidak Periksa Nilai


Log (W18) > Log Total ESAL?

Ya
Hitung aTentukan
3 pakai Grafik
Tebal/ lapis
Rumus (3) dan
pondasi m3B=D0.8
Agr. 3 (in)

Hitung Nilai SN3 dengan Rumus (3): SN3 = SN2 + a3 x m3 x D3


Masukkan SN3 sebagai SN ke Rumus (I) dengan MR = MR Tanah Dasar
Naikkantebal Agr. B (D3)

Tidak Periksa Nilai


Log (W18) > Log Total ESAL?

III-4
Bab III Metoda Perancangan

D
Ya

Periksa Nilai CBR Tanah


Dasar < 10 % ?

Perlu Timbunan
Pilihan

Tentukan tebal timbunan pilihan D4 (in) pakai Rumus (4) Modifikasi dari Rumus (3)

Naikan Hitung a4 pakai


tebal timb. Grafik
Pilihan (D4/) Rumus (6a/6b) CBR minimum Timb. Pilihan : 10 %

Tidak Periksa Nilai


Log (W18) > Log Total ESAL?

Ya
Tebal Desain Perkerasan Lentur:
ACWC
ACBC
Periksa Nilai TidakAC Base
CBR Tanah Dasar < 6 %? Agr. Base A
Agr. Base B
Timbunan pilihan
Di atas CBR Desain Tanah Dasar .......... %
Ya
Perlu Timbunan biasa
Tentukan tebal timbunan biasa D5 (in) pakai Rumus (4) Modifikasi dari RumusVolume
(3) Pekerjaan

Hitung a5 pakai Grafik / Rumus (6a/6b) CBR minimum Timb. biasa : 6 %


Naikan tebal timb. biasa (D5)
Tebal Desain Perkerasan Lentur:
ACWC
ACBC
Tidak Periksa Nilai Ya AC Base
Agr. Base A
Log (W18) > Log Total ESAL? Agr. Base B
Timbunan pilihan
Timbunan biasa
Di atas CBR Desain Tanah Dasar .......... %

Volume
Pekerjaa
Gambar 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan n
Biaya Marga)
Bagan Alir Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan (Bina
Pekerjaa
n

III-5
Bab III Metoda Perancangan

START

Kekuatan Tanah Dasar Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)


INPUT PARAMETER PERENCANAAN

Faktor Regional (FR)


Intensitas Curah Hujan
Kelandaian Jalan
Konstruksi
% Kendaraan berat
Bertahap
Pertimbangan Teknis

Tidak
Ya
Beban Lalu Lintas pada Lajur Rencana :
LHR awal & akhir umur rencana
LEP beban LL pada awal Tentukan ITP1 Selama Tahap-1
Tentukan ITP1 Selama Umur Rencana
LEA beban LL pada akhir
LET beban LL pada tengah umur

Tentukan ITP1+2 Untuk Tahap I & II


Konstruksi Bertahap atau Tidak dan Penerapannya

Indeks Permukaan :
Awal IPo
Akhir IPt

Tentukan Tebal Lapis Perkerasan, didapat ITPa

Koefisien
Jenis material Yg ada Jenis Lapisan Kekuatan Relatif (a1, a2, a3 .)
Perkerasan

Tidak
IF
ITPa > ITP1 ITPa > P1+2

Ya

FINISH

Gambar 3.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Bina Marga

III-6
Bab III Metoda Perancangan

3.2 Data dan Parameter Perencanaan Metode Bina Marga

3.2.1 Metodologi Perencanaan Perkerasan Jalan Dengan Analisa Komponen

Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah (sub base

course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).

Pada uraian metodologi dipaparkan persamaan dan tabel-tabel yang digunakan

dalam merencanakan tebal perkerasan lentur konstruksi jalan secara umum dan

khusus disertai implementasinya untuk berbagai kondisi lingkungan, sehingga

dapat diketahui asumsi-asumsi serta sumber referensinya yang akan digunakan

dalam perencanaan.

Uraian dalam bab ini meliputi :

Metodologi Perencanaan

Definisi

Penggunaan metode perencanaan dan batasannya

Komponen Perkerasan Jalan

Parameter Desain Perkerasan Lentur

Parameter Lalu Lintas

Daya Dukung Tanah (DDT/CBR)

Faktor Regional FR

Indeks Permukaan (IP)

Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Perhitungan Nilai Sisa Perkerasan Eksisting

Konstruksi Jalan Bertahap dan User Requirement

Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur

III-7
Bab III Metoda Perancangan

3.2.1.1 Definisi

Pada uraian definisi ini menjelaskan parameter dan notasi yang akan dipakai

dalam rumus serta tabel-tabel untuk perhitungan perencanaan tebal perkerasan

konstruksi jalan lentur (flexible pavement)

Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistem jalan

raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah

salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur

banyak.

Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak

jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau

dianggapperlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.

Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk

menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang

bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu-lintas

kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari

untuk kedua jurusan.

Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka

yangmenyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh

suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan

yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat

8,16 ton (18.000 lb).

Lintas Ekivalen Permukan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian

rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur

rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.

III-8
Bab III Metoda Perancangan

Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-

rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana

yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.

Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-

rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana

pada pertengahan umur rencana.

Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai

dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah

lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) jalur rencana.

Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau

permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan

dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis

pondasi dan tanah dasar.

Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis

permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila

tidak menggunakan lapis pondasi bawah).

Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas sebagai

lapis penutup.

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai

dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan

tanah dasar.

Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan

lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya

dukung tanah dasar dan perkerasan.

III-9
Bab III Metoda Perancangan

Indek Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan

dengan penentutan tebal perkerasan.

Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada

konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan

aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan

panas pada suhu tertentu.

Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis

perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci

bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara

disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan

digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu

penutup.

Chip Seal / Lapisan Aspal Satu Lapis (BURTU) merupakan lapis

penutup bersifat non struktural yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi

dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum

2cm.

3.2.1.2 Penggunaan Dan Batasannya

Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan disini hanya

berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir,

(granular material, batu pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan

yang menggunakan batu-batu besar (cara Telford atau Pak laag).

Petunjuk perencanaan ini dapat digunakan untuk :

Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction / Full Depth

Pavement)

Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)

III-10
Bab III Metoda Perancangan

Konstruksi bertahap (Stage Construction)

3.2.2 Parameter Desain Perkerasan Jalan Lentur

3.2.2.1 Parameter Lalu Lintas

3.2.2.1.1 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Sebelum menentukan koefisien distribusi kendaraan perlu diketahui terlebih

dahulu Jumlah lajur dan Jalur rencana. Jalur rencana merupakan salah satu

jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas

terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur

ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini:

Tabel 3.1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan untuk Jalan umum

LEBAR PERKERASAN (L) JUMLAH LAJUR (n)


L < 5,50 m 1
5,50 m L < 8,25 m 2
8,25 m L < 11,25 m 3
11,25 m L < 15,00 m 4
15,00 m L < 18,75 m 5
(S
umber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur, DEPARTEMEN
PEKERJAAN UMUM)
Untuk jalan tambang PT DBK, berdasarkan user requirement, terdiri atas 2

Lajur untuk 2 arah (2 x 1 lajur) yaitu masing-masing arah terdapat 1 lajur

(pulang/pergi).

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang

lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:

Tabel 3.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

III-11
Bab III Metoda Perancangan

JUMLH KENDARAAN RINGAN KENDARAAN BERAT


LAJUR 1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,45
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,40
(Sumber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur,
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM)
*) Berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran

**) Berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

Untuk Jalan Tambang PT DBK, koefisien Distribusi Kendaraan C = 0,5

(kendaraan ringan dan berat dengan 2 lajur 2arah).

3.2.2.1.2 Angka Ekivalen (E) Untuk Beban Sumbu Kendaran

Untuk perencanaan tebal perkerasan, angka ekivalen dapat diasumsikan tetap

selama umur rencana dan dipergunakan angka ekivalen pada kondisi akhir

umur rencana (pada keadaan indeks permukaan akhir umur rencana). Untuk

menentukan angka ekivalen beban sumbu, Bina Marga


in

memberikan rumus sebagai berikut LEP LHRi x Ei x Ci :


i1

[
ESumbu tunggal =
beban sumbu tunggal(kg)
8160 ] .................... (1)

ESumbu ganda=0.086 [ beban sumbu ganda( kg)


8160 ] .................... (2)

III-12
Bab III Metoda Perancangan

Dari Rumus diatas, maka Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban

sumbu (setiap kendaraan) dapat ditentukan menurut daftar di bawah ini :

Tabel 3.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Beban Sumbu AngkaEkivaln
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
1000 22046 2,2555 0,1940
0
1100 24251 3,3022 0,2840
0
1200 26455 4,6770 0,4022
0
1300 28660 6,4419 0,5540
0
1400 30864 8,6647 0,7452
0
1500 33069 11,4184 0,9820
0
1600 35276 14,7815 1,2712
0
(Sumber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur,
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM)

3.2.2.1.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-Rumus Lintas Ekivalen

III-13
Bab III Metoda Perancangan

a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan

pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

j=n
LEA= LHR j (1+ i) x E j x C j
UR

j=1

Catatan: i = perkembangan lalu lintas


j = jenis kendaraan
UR = umur rencana, tahun

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

j=n
LEA= LHR j (1+ i) x E j x C j
UR

j=1

Catatan: i = perkembangan lalu lintas


j = jenis kendaraan
UR = umur rencana, tahun

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LET = x (LEP + LEA)

e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LER = LET x FP

Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus:

FP =UR/10

3.2.2.2 Daya Dukung Tanah (DDT) Dan CBR

III-14
Bab III Metoda Perancangan

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi antara

DDT dengan CBR (gambar 2.3). Harga CBR yang digunakan adalah harga

CBR lapangan atau CBR laboratorium.

Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan

dengan tabung (undisturbed), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-

nya atau dapat juga dengan mengukur langsung di lapangan (musim

hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis

tambahan (overlay) jika dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan

(SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan Berat

(SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan. CBR

laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.

Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya

kepada pengukuran nilai CBR laboratorium.

Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai data-data yang dapat

dipertanggungjawabkan dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau

R-value.

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan

sebagai berikut:

a. Tentukan harga CBR terendah

b. Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang sama

dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR

c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100%

d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tersebut

III-15
Bab III Metoda Perancangan

e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90%

Gambar 3.3 Korelasi DDT Dan CBR

Catatan:

Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh nilai DDT.

Berdasarkan data soil investigation, nilai CBR subgrade bervariasi mengacu

pada lokasi, antara lain:

- Segmen A1 hingga A3, nilai CBR bervariasi mulai 50-60% pada

kedalaman 0.6 m hingga 3 m

- Segmen A4, nilai CBR berkisar antara 2.5 % hingga 40 % pada kedalaman

2 hingga 7 m

III-16
Bab III Metoda Perancangan

- Segmen B, nilai CBR berkisar antara 2,9% sampai dengan 5.90% pada

kedalaman 0.57m sampai dengan 1.26 m. Dapat dilihat pada lampiran

III-1

3.2.2.3 Faktor Ragional (FR)

Faktor Regional dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan),

persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan)

sebagai berikut:

Tabel 3.4 Faktor Regional (FR)

Kelandai Kelandaia Kelandaia

an I n II n III
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
30 % > 30 % 30 % > 30 % 30 % > 30
Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 %

Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0 -2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0
2
(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989) 3
Catatan:

Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau

tikungan tajam (jari- jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5, sedangkan pada

daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

Untuk Jalan Tambang PT DBK di kabupaten Murung Raya Kalimantan

Tengah, dengan melihat kondisi iklim > 900 mm/tahun dan kelandaian

memanjang jalan (6 10)% serta persentase kendaraan berat > 30% maka

untuk mengantisipasi perubahan iklim dan pertimbangan terhadap kondisi

drainase maka digunakan FR = 2.5.

III-17
Bab III Metoda Perancangan

3.2.2.4 Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta

kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu

lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti

yang tersebut di bawah ini:

IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak

berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin

(jalan tidak terputus)

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih

mantap

IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:

Tabel 3.5 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

LER = Lintas Klasifikasi Jalan


Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol
>10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 -
10 100 1,5 1,5 2,0 2,0 -
100 - 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 -
>1000 - 2,0 2,5 2,5 2,5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

III-18
Bab III Metoda Perancangan

Catatan :

Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah dan padat atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0. Dalam hal ini untuk jalan tambang identik

dengan jalan JAPAT, maka IP = 1,0 dengan mempertimbangkan umur

pemeliharaan selama 1 tahun dengan perkerasan lapis pondasi tanpa lapis

permukaan.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta

kekokohan) pada awal umur rencana, menurut Tabel 2.6 di bawah ini:

Tabel 3.6 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)


Jenis Permukaan IPo Roughness *) (mm/km)
LASTON 4 1000
3,9 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 3,5 2000
3,4 3,0
HRA 3,9 3,5 > 2000
3,4 3,0 2000
BURDA 3,9 3,5 > 2000

Jenis Permukaan IPo Roughness *) (mm/km)


BURTU 3,4 3,0 2000
LAPEN 3,4 3,0 3000
2,9 2,5 >3000
LATASBUM 2,9 2,5
BURAS 2,9 2,5
LATASIR 2,9 2,5
JALAN TANAH 2,4
JALAN KERIKIL 2,4

(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

III-19
Bab III Metoda Perancangan

Untuk jalan tambang PT DBK di kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah

digunakan konstruksi lentur (flexible pavement) dengan base course dari

aggregat klas-A tanpa lapis penutup aspal, kecuali di beberapa lokasi daerah

tanjakan dengan kelandaian 8% atau lebih. Berkaitan dengan hal tersebut

maka Indeks Permukaan pada awal umur rencana IPo 2,4 (Jalan aggregate

atau kerikil).

3.2.2.5 Koefisien Kekuatan Relatif (A)

Koefisien kekuatan relatif (A) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai

lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai

nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan

yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis

pondasi bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan

(stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test,

Hubbard Field, dan Smith Triaxial.

Untuk jalan tambang batu bara PT DBK di Kalimantan Tengah direncanakan

menggunakan aggregat klas-A untuk base course dengan nilai CBR min 90 %

jadi memiliki koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,14. Serta aggregate klas-B

untuk sub base course dengan nilai CBR min. 60 % jadi memiliki koefisien

kekuatan relatif (a3) = 0,13.

III-20
Bab III Metoda Perancangan

Tabel 3.7 Koefisien Kekuatan Relatif (A)

Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Bahan
A1 A2 A3 MS (Kg) Kt (Kg/cm) CBR (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
Laston
0,35 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspalmakadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (Mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 -
Stab. Tanah dengan semen
- 0,13 - - 28 -
- 0,15 - - 22 -
Stab. Tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - 100 - Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - 80 - Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - 60 - Batu pecah (kelas C)
- 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran

(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

III-21
Bab III Metoda Perancangan

Catatan:

Dalam menentukan nilai kekuatan tanah yang dimodifikasi (soil

improvement) jika hal tersebut akan dilakukan, maka kuat tekan stabilitas

tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7. Kuat tekan stabilitas tanah

dengan kapur diperiksa pada hari ke - 21.

3.2.2.6 Batas Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Jalan

Tabel 3.8 Batasan Minimum Tebal Lapis Permukaan


ITP Tebal Bahan
Minimum
< 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda)
3
3,00 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
6,71 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,
7,50 7,5 Lasbutag,Laston
Lasbutag, Laston

10 Laston
1 (Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

Tabel 3.9 Batasan Minimum Tebal Lapis Pondasi


ITP Tebal Bahan
Minimum
< 3,00 15 Batu pecah, stabilitastanah
dengan semen,stabilitas
3,00 20*) Batutanah dengan
pecah, kapur
stabilitastanah
7,4
9 dengan semen,stabilitas
10 Laston Atas
tanah dengan kapur
7,50 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan
9,9 semen,stabilitas tanah dengan kapur,
pondasimacadam

15 Laston Atas
10 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan
12, semen,stabilitas tanah dengan kapur,
pondasimacadam,Lapen, Laston Atas

12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan


semen,stabilitas tanah dengan kapur,
pondasimacadam,Lapen, Laston Atas

(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

III-22
Bab III Metoda Perancangan

Batasan Minimum Tebal Lapis Pondasi Bawah :

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum lapisan atas

adalah 10 cm.

3.2.2.7 Perhitungan Nilai Sisa Perkerasan Existing

Parameter ini diperlukan jika ingin dilakukan perbaikan pada jalan existing yang

telah digunakan, dan akan bermanfaat untuk pemeliharaan / peningkatan

suatu jalan secara umum maupun untuk jalan tambang yang telah berfungsi.

Kondisi ini dapat digunakan untuk perhitungan pelapisan tambahan pada

permukaan jalan yang telah memiliki lapis penutup (permukaan) maupun

hanya lapis aggregat, maka kondisi perkerasan jalan lama (existing

pavement) dinilai sesuai daftar di bawah ini:

Tabel 3.10 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

Nomo
Lapisan Presentase
r
1 Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
90 100%
jalur roda
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur 70 90%
roda namun masih tetap stabil
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, 50 70%
pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur
30 50%
roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan
2 Lapisan Pondasi :
a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi 90 100%
MacadamUmumnya tidak retak
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 90%

Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan 50 70%


kestabilan

III-23
Bab III Metoda Perancangan

Nomo
Lapisan Presentase
r
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur : Indek 70 100%
Plastisitas (Plasticity Index = PI) 10
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
80 100%
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6
3 Lapisan Pondasi Bawah :
Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 90 100%

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 90%

(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989)

3.2.2.8 Perhitungan Konstruksi Bertahap

Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain:

1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai, rencana

(misalnya : 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap,

misalnya tahap pertama untuk 5 tahun, dan berikutnya untuk 15 tahun.

2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk

(misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan

lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.

3. Konstruksi bertahap juga dapat dilakukan untuk jalan tambang yang

proyeksi volume lalu lintas pada awal operasi akan berbeda sangat

signifikan setelah pada tahun-tahun berikutnya dioperasikan.

Pada desain jalan tambang PT. DBK, perlu dipertimbangkan tebal perkerasan

yang didesain mengingat umur rencana yang digunakan adalah 1 tahun

(pemeliharaan terus-menerus) dengan kondisi target produksi hingga

5,000,000 MTPA.

III-24
Bab III Metoda Perancangan

3.2.3 Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Analisa Komponen Perkerasan

Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing

lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan

dinyatakan oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut

ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3 .................... (3)

Dimana :

a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan (Table 3.7)

D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

Angka 1, 2 dan 3 : masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis

pondasi bawah.

3.3 Evaluasi Awal Konsep Perkerasan

Berdasarkan hasil evaluasi awal konsep perkerasan, bisa ditarik beberapa konsep

desain perkerasan sebagai berikut :

Sesuai perencanaan awal digunakan perkerasan lentur berupa Lapis

Pondasi Bawah Agregat Kelas B dan Lapis Pondasi Atas Kelas A

tanpa adanya lapisan aus di permukaannya. Jenis perkerasan sangat

terkait dengan tersedianya quarry, perlu dipertimbangkan apakah

tersedia quarry yang memadai dari segi kualitas dan kuantitasnya.

Jika tidak, maka akan menyebabkan biaya konstruksi yang tinggi,

karena harus didatangkan dari pulau lain. Sebagai alternatif jenis

pondasi bisa digunakan antara lain soil cement dan sebagainya.

III-25
Bab III Metoda Perancangan

Lapis Pondasi Agregat Kelas A jika dijadikan sebagai lapis permukaan,

akan riskan terhadap infiltrasi dari air hujan (yang merupakan faktor

utama perusak konstruksi jalan), mengingat agregat klas A kurang

kedap terhadap masuknya air permukaan. Untuk itu disarankan agar di

atas agregat klas A dilapisi lagi dengan lapisan aus, yang berfungsi

sebagai lapis kedap air, atau jika tidak, minimal di atas agregat klas A

disemprot dengan lapis resap pengikat (prime coat) yang juga bisa

digunakan sebagai pelindung kedap air walupun lebih bersifat

sementara.

3.4 Jadwal Perancangan

Jadwal perancangan merupakan sebuah pencatatan aktivitas yang dilakukan

baik rencana maupun keadaan sebenarnya dalam melakukan perancangan

struktur Perkerasan Jalan lentur (flexible pavement). Tabel 3.11 Adalah jadwal

perancangan rencana dalam tugas akhir Desain Konstruksi Perkerasan Jalan di

Tambang Batu Bara Kalimantan Tengah PT. Daya Bumindo Karunia.

III-26
Bab III Metoda Perancangan

Tabel 3.11. Jadwal Penelitian Desain Konstruksi Perkerasan Jalan Tambang Batu
Bara di Kalimantan Tengah PT. Daya Bumindo Karunia.

2017

Februari
No Kegiatan

Januari

Maret

April

Juni
Mei
1. Persiapan

2. Pembuatan Proposal

3. Seminar Proposal

4. Pengumpulan Data

Perencanaan, analisa, dan


5.
perhitungan

6. Pembuatan laporan

7. Seminar Hasil

8. Sidang Akhir

III-27
Bab III Metoda Perancangan

DAFTAR PUSTAKA

1 Direktorat Jenderal Bina Marga, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan

Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Departemen Pekerjaan

Umum.

2 Joesroen Loebis : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan

Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992.

3 Dewan Standarisasi Nasional: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan

Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994.

4 Hikmat, I. 2008, Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan.

Pardosi, R. 2010. Studi Pengaruh Beban Berlebih (Overload) terhadap

pengurangan umur rencana perkerasan jalan, Tugas Akhir, Universitas Sumatra

Utara.

5 United States Department of the Interior : Design of Small Dams, Oxford &

IBH Publishing, New Delhi, 1974.

6 Sunarjono, S. 2009, Proposal Riset Tentang Studi Mekanika Aspal Mekanika

Tanah dan Rekayasa Alat untuk Bahan Perkerasan Jalan, www.ums.acid/teknik

sipil/artikel.html, (diakses tanggal 01-10-2011).

III-28

Anda mungkin juga menyukai