Anda di halaman 1dari 19

Masticator Space Abscess

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan student project ini. Kami menyadari bahwa
tanpa bantuan, bimbingan dan masukan dari berbagai pihak pada penyusunan student
project ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Nyoman Sidi Wisesa selaku dosen
pembimbing yang telah membantu pembuatan student project kami.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari student project ini.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah dilakukan baik disengaja
maupun tidak disengaja. Semoga student project ini dapat memberikaan manfaat bagi
setiap orang yang membacanya

Denpasar, April 2017

SGD II
Daftar Isi

Halaman Sampul
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...............................................................................................1
Bab II Laporan Kasus..........................................................................................2
Bab III Pembahasan Kasus..................................................................................4
Bab IV Kaitan dengan Teori..................................................................................
Bab V Simpulan dan Saran....................................................................................
Daftar Pustaka
Jurnal Laporan Kasus
BAB I
PENDAHULUAN

Masticator space merupakan ruangan dalam wajah yang dibatasi oleh lapisan
superfisial dari servical fascia, 4 otot-otot pengunyahan dan ramus, serta bagian
mandibular posterior. Masticator space terletak di anterolateral ruang parapharyngeal.
Sumber infeksi masticator space abscess dapat berasal dari gigi, sinus paranasal,
telinga tengah, leher, dan lainnya. Penyebab yang paling umum berasal dari gigi
molar ketiga. Hal ini disebabkan oleh karena dekat dengan otot-otot pengunyahan,
pasien dengan infeksi ini biasanya ditandai dengan trismus parah, nyeri, sampai
timbul bengkak di sepanjang mandibula. Rahang bengkak dan trismus setelah
prosedur gigi adalah tipe klinis manifestasi dari abses masticator space pada orang
dewasa.
Masticator space abscess merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa.
Lokasinya terletak di dasar mulut dan dapat menjadi ancaman yang sangat serius.
Etiologi infeksi dapat bermacam-macam. Kuman penyebab abses leher dalam
biasanya terdiri dari campuran kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.
BAB II

LAPORAN KASUS

Wanita berusia 65 tahun dirujuk oleh seorang dokter gigi. Diagnosis dokter
gigi, pasien memiliki periodontitis parah pada molar ketiga bawah kiri dengan
keluhan bengkak di pipi kiri dan trismus sedang. Pasien demam dan terlihat lemas
sehingga tidak memungkinan untuk dilakukan tindakan pencabutan.

Hasil pemeriksaan laboratorium -Hb-8.5gm%, TLC-13000/cmm, DLC-P85,


L15; BSL-93mg%; BUL/CREATININE23/0.9; Sr. BILI-0.8;SGOP/SGPT-32/38; Sr.
PROTEIN/ALBUMIN-6.5/3.6. Hasil USG membuktikan pada leher terdapat
kumpulan pus dalam muscle plane disekitar pipi kiri pasien. Percobaan aspirasi
dengan superfiin sudah dilakukan pada daerah tersebut namun gagal. Pasien diamati
secara konservatif selama 2 hari dengan pemberian monocef , metronidazole amox-
clav namun tidak ada respon. Penambahan piperacillin tazobactum diberikan namun
kondisinya memburuk dengan pembengkakkan yang menyebar ke temporal atas dan
bawah dan regio periorbital hingga menutupi jarak pandang. CT Face (P + C)
dilakukan dan menunjukan adanya masticator space abscess. Pembedahan drainase
pada abses dilakukan dibawah zygoma menggunakan jarum ukuran No. 18 dengan
bantuan dari hasil CT. Aspirasi pus berhasil diikuti oleh pemulihan yang cepat pada
kemampuan membuka mulut dalam jangka waktu 24 jam. Kultur dan sensitifitas dari
pus keras. Setelah 2 hari pembengkakkan pada regio temporal, dilakukan insisi dan
drainase abses di daerah temporal. Pasien dikirim kembali untuk ekstraksi gigi.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Terbentuknya abses pada daerah orofasial relatif jarang terjadi tetapi biasanya
berkembang dari lokasi odontogenik. Infeksi odontogenik umumnya disebabkan oleh
perikoronitis, karies gigi, periodontitis, atau komplikasi saat prosedur perawatan gigi.
Gigi molar kedua dan ketiga merupakan gigi yang paling sering gigi menjadi
penyebab infeksi odontogenik. Gigi yang mengalami karies dengan pulpa terbuka
menyebabkan pulpitis, jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi periodontitis.
Perikoronitis atau periodontitis dapat berkembang menjadi alveolar ostitis atau
maxillare ostitis, yang menyebabkan pembentukan abses di daerah orofasial.
Masticatory space merupakan deep facial space yang dibatasi oleh lapisan
superfisial dari deep cervical fascia. Pada masticatory space terdapat ramus dan
bagian posterior corpus mandibula, serta empat otot pengunyahan, termasuk m.
pterygoideus medialis, m. pterygoideus lateralis, m. temporalis dan m. masseter.
Ruang ini dibedakan dari ruang lain oleh lapisan superfisial dari deep cervical fascia.
Pada masticatory space terdapat beberapa saraf penting cabang dari n. mandibularis
dari nervus trigeminus yaitu, nervus masticatory, yang menginervasi otot-otot
pengunyahan, serta n. buccalis, n. lingualis, dan n. alveolaris inferior. Beberapa
laporan klinis mengacu masticatory space sebagai fossa temporal dan fossa
infratemporal.
Masticatory space secara klinis penting sebagai rute potensial perkembangan
tumor dan peradangan. Hal ini umumnya diketahui dari kontraktur m. pterygoideus
medialis dan lateralis sebagai respon terhadap peradangan yang sering menyebabkan
trismus dan nyeri sendi temporomandibular. Kontraktur otot atau pembentukan abses
di masticatory space cenderung dikenali sebagai lesi tumor pada MRI, namun sangat
mudah untuk membedakan penyakit dari gambaran CT dan banyaknya cairan pus
dapat diamati selama pembedahan. Apabila terbentuk abses di dalam tulang maxillo-
mandibula, abses akan menyebabkan perforasi pada tulang rahang itu sendiri sebelum
abses berkembang ke jaringan lunak sekitarnya. Bagian rahang bawah yang paling
tipis dan lemah adalah sisi lingual dari daerah posterior dan sisi labial dari gigi
anterior. Sedangkan pada rahang atas, bagian tulang yang paling lemah adalah di sisi
labial atau bukal. Abses yang mengalami perforasi ke sisi bukal atau labial baik
mandibula atau maksila akan berkembang ke intraoral terhambat oleh adanya
perlekatan musculus buccinator, dan akan berkembang ke ekstraoral jika perforasi ke
perlekatan otot. Ketika abses mandibula perforasi ke sisi lingual dari daerah molar,
maka abses akan berkembang ke bagian sublingual atau ruang submandibular.
Masticatory abcess biasanya disebabkan oleh berkembangnya abses submandibular.
Flora normal dalam rongga mulut dengan potensi patogen rendah dapat
mudah berproliferasi dan menyebabkan pembentukan abses ketika dalam kondisi
under imunosupresive atau kondisi iskemik ataupun hipoksia. Produk bakteri seperti
endotoksin, kolagenase, fibrinolysin, elastase atau hyaluronidase memfasilitasi
terjadinya peradangan. Terapi antibiotik penting untuk mencegah penyebaran infeksi
lokal dan bacteremia. Perawatan awal untuk penyakit odontogenik adalah ekstraksi
atau perawatan saluran akar dari gigi penyebab. Jika abses sudah parah perlu
dilakukan drainase bedah dan debridement jaringan nekrotik dengan segera. Sebelum
melakukan tindakan bedah, perlu pemberian informasi mengenai ruang struktur
anatomi yang berkaitan dengan pembentukan abses kepada pasien.
Radiografi CT-scan dan MRI dapat memberikan informasi terpercaya
mengenai apakah diindikasikan atau tidak melakukan tindakan bedah, dan jenis
pendekatan bedah yang tepat. Pencitraan yang dihasilkan dari CT dan MRI ini
berguna ketika abses terlokalisir dalam ruang anatomi yang dalam seperti masticatory
space. Insisi pada abses prematur mengganggu barrier fisiologis normal dan dapat
menyebabkan perluasan infeksi, sedangkan ruptur abses spontan menyebabkan
kerusakan kulit jaringan subkutan dan menyebabkan bekas luka hipertrofik. Dalam
kasus abses pada vestibular, bukal, pterygomandibular dan canine space abscess,
insisi intraoral pada waktu yang tepat dapat mencegah pembentukan bekas luka pada
kulit. Abses submental atau submandibula memerlukan insisi ekstraoral dan drainase.
Masticatory space dapat dijangkau baik intraoral atau ekstraoral. Parapharyngeal
space harus dijangkau dengan tindakanbedah ekstraoral untuk menghindari cedera
apapun pada pembuluh darah besar.
Dalam kasus ini, abses tersebut diinsisi secara intraoral dan adanya pus
didrainase dari abses tanpa ada komplikasi. Pada kasus pasien memiliki TMJD karena
penyakit sebelumnya dan berkembangnya masticator space abcess disebabkan oleh
pencabutan gigi, yang dikelirukan oleh temuan klinis dan diagnosis. Kasus-kasus ini
dapat didiagnosa melalui jumlah WBC tinggi dan CRP dalam analisis darah. Pada
kasus abses pada deep masticator space, pembengkakan wajah atau fervescence
cenderung kecil, namun analisis darah tidak selalu dilakukan pada kunjungan pertama
dalam kasus trismus dengan nyeri spontan pada TMJ. Sehingga, ketika kita
menangani TMJD, kita harus ingat adanya peradangan yang tidak terlihat dan tanpa
gejala terutama pembentukan masticatory space abcess.
BAB IV

KAITAN DENGAN TEORI

IV.1 Tinjauan Pustaka

IV.1.1 Definisi Abses

Abses adalah pengumpulan pus yang terlokalisir sebagai akibat dari


infeksi yang melibatkan organisme piogenik. Pus merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrotik bakteri, maupun sel darah putih yang sudah mati lalu
dicairkan oleh enzim autolotik. Meningkatnya tekanan di dalam rongga mulut
menyebabkan pus mengambill jalur pada daya tahan terendah dan keluar
melalui kulit atau masuk dalam rongga atau visera tubuh bagin dalam, abses
subkutan odontogenik sebenarnya adalah komplikasi dari karies gigi, bisa juga
akibat trauma gigi (misalnya apabila gigi fraktur). Email yang terbuka
menyebabkan masuknya bakteri yang menginfeksi bagian pulpa gigi. Infeksi ini
yang menjalar hingga ke akar gigi dan tulang yang mendukung gigi, kemudian
pus terlokalisir pada potential space diantara lapisan superficial (fascia), yaitu
diatara otot ekspresi fascia dengan kulit.

Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung


melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen),
transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan langsung infeksi dalam
jaringan.

IV.1.1.1 Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya


merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini
tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke
kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan
terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena
jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit
kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu
bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-
faktor predisposisitertentu.

IV.1.1.2 Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)

Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah. Banyaknya hubungan
antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran infeksi
sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui
duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.

IV.1.1.3 Perluasan langsung infeksi dalam jaringan

Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material


septik atau organisme ke dalam tulang atau sepanjang bidang fasial dan jaringan
penyambung di daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan
selulitis sejati, di mana pus terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat
longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus
hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik,
tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya terisi oleh jaringan ikat
longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan alveolar hancur, membentuk ruang
sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena
fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.

IV.1.2 Etiologi Masticator Space Abcess

Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara


morfologi dan biochemical yang berada dalam rongga mulut dan gigi.
Kompleksnya flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik
dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi
lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang
aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011
anaerobs/gram. Umumnya infeksi odontogen dihasilkan dari pembentukan plak
gigi. Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis,
infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia,
sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak.

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih


dari setengah kasus infeksi odontogen masticator space abcess diantaranya
yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme
penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus,
Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, dan Fusobacterium.
Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5
%). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme
penyebabnya adalah spesies Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang
disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 %.
Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.

IV.1.3 Gambaran Klinis Masticator Space Abcess

Secara klinis gambaran kondisi abses adalah sebagai berikut :

1. Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit


2. Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
3. Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
4. Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata

Gejala-gejala yang umum muncul yang menandakan terjadinya infeksi


subkutan adalah :

1. Gigi terasa sensitif kepada air dingin atau panas


2. Rasa pahit di dalam mulut
3. Nafas berbau busuk
4. Kelenjar leher bengkak
5. Bahagian rahang bengkak (sangat serius)
6. Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
7. Denyut nadi cepat/takikardi
8. Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
9. Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
10. Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
11. Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis

IV.1.4 Gambaran Radiografi CT Scan Masticator Space Abcess

Masticator space didefinisikan sebagai ruang fasial yang terpisah dan


mengandung pterygoid, masseter, otot temporalis dan mandibular. Abses
masitikator merupakan stadium lanjut infeksi odontogenik yang ditandai dengan
nyeri bukal, bengkak dan trismus yang terdapat pada masticator space.
Pembengkakan pada rahang dan trismus setelah tindakan adalah manifestasi
klinis dari abses masticator pada orang dewasa . Abses masticator dapat terlihat
melalui diagnosa klinis tetapi agar lebih jelas dapat dikonfirmasi dengan
ultrasonografi (AS) atau Computed tomography (CT)

CT WAJAH bagian Aksial yang menunjukkan abses masticator kiri


mendorong keluar otot temporalis lateral pterygoids agak bengkak.
CT WAJAH - bagian Coronal menunjukkan penyebaran abses ke daerah
infratemporal. Hilangnya kepadatan lemak meduler mandibula (kemungkinan
osteomyelitis).

CT WAJAH - bagian Coronal menunjukkan perpanjangan supratemporal


perpanjangan abses masticator.
CT WAJAH bagian Aksial menunjukkan abses kecil rongga di dalam otot
temporalis

IV.1.6 Penatalaksanaan Masticator Space Abscess

Prinsip dasar dalam penatalaksanaan masticator space adalah pemberian


antibiotik, pengangkatan sumber infeksi dan tindakan bedah (insisi dan
drainase). Antibiotik yang digunakan seperti clindamycin, ceftriaxone dan lain
lain. Apabila respon terhadap antibiotik buruk maka dapat dilakukan dengan
kultur bakteri yang diambil dari pus dan diuji sensitivitasnya.

Tindakan bedah dilakukan untuk mengeluarkan pus yang berada dalam


masticator space dapat dilakukan secara intraoral dan ekstraoral. Tindakan
Intraoral biasanya dilakukan karena pembengkakan besar terjadi di dalam
rongga mulut. Insisi intraoral dilakukan di buccal fold disebelah molar ketiga
hingga di daerah ramus ascendens dan dibuat hingga menyentuh tulang.
Kemudian curved hemostat dimasukan dan diarahkan ke medial ramus hingga
ke daerah masticator space dibelakang angulus mandibular.

Gambar 1. Teknik Intraoral


Tindakan Ekstaoral dilakukan jika pembengkakan besar di daerah
ekstraoral. Insisi untuk drainase dilakukan tepat dibawah angulus mandibular
dan insisi harus sejajar, namun garis insisi sulit dilakukan karena dipengaruhi
dari indurasi otot otot mastikator. Pembengkakan akan menyebabkan jarak
dari angulus mandibular dan kulit lebih jauh daripada jarak rata rata. Pada
beberapa kasus insisi dilakukan hingga menyentuh tulang.

Gambar 2. Teknik Ekstraoral

IV.2 Kaitan Dengan Teori

Laporan kasus yang dibahas dalam student project ini jika dikaitkan dengan
teori akan didapatkan beberapa poin dibawah ini :
1. Pada kasus pasien memiliki TMJD karena penyakit sebelumnya dan
berkembangnya masticator space abcess disebabkan oleh pencabutan
gigi, yang dikelirukan oleh temuan klinis dan diagnosis
2. Pembedahan drainase pada abses dilakukan secara intraoral dibawah
zygoma menggunakan jarum ukuran No. 18 dengan bantuan gambaran
hasil CT
BAB V

SIMPULAN

V.1 Simpulan

Masticator space abscess merupakan suatu kasus yang jarang terjadi.


Penggunaa CT sangat membantu sebagai panduan lokasi dan luasnya abses.
Pemberian antibiotik dan pembedahan dapat dilakukan dalam mengatasi masticator
space abscess.
Daftar Pustaka

Gustav O Kruger .Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery Fifth Edition . The C
V Mosby Company, St Louis, Toronto, London, 1979)

Anda mungkin juga menyukai