Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN SKENARIO KASUS PBL IV

Blok Endokrin Metabolisme 2011

Berdebar-debar

Kelompok 9

Tutor: dr. Afifah

1. GILANG RIDHA F G1A010042

2. SHOFA SHABRINA HENANDAR G1A010051

3. NURVITA PRANASARI G1A010054

4. NURVYNDA PRATIWI G1A010066

5. MOCH.RISKI KURNIADI G1A010071

6. KEYKO LAMPITA M. S. G1A010074

7. TSALASA AGUSTINA G1A010078

8. NURUL APRILIANI G1A010084

9. ARIA YUSTI KUSUMA G1A010095

10. INTAN PUSPITA HAPSARI G1A010109

11. EKA WIJAYA W G1A010112

12. R CAESAR R PW KIA005027


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2011

BERDEBAR-DEBAR.

Seorang wanita berusia 40 tahun datang ke klinik tempat anda bertugas dengan keluhan utama
dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, semakin lama semakin berat
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pasien juga mengeluh mudah lelah, tangannya sering gemetar, gelisah, sering merasa kepanasan,
sulit berkonsentrasi dan mudah marah. Pasien menjadi mudah lapar hingga dapat makan 5-
6x/hari, namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung turun. Frekuensi buang air besar
pasien meningkat (3-4x/hari) tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya.
Pasien tidak merasakan adanya perubahan pada fungsi berkemih.

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
berat yang perlu perawatan rumah sakit seperti penyakit jantung, tidak sedang dalam pengobatan
dan tidak ada riwayat alergi. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di daerah perkotaan dengan seorang suami
dan 3 orang anak. Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.
Informasi tambahan 1
KU : cemas, tidak tenang
Tinggi Badan :162 cm
Berat Badan : 51 kg
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi : 120x/menit reguler
Frequensi napas : 20x/menit
Temp. Axiller : 37,4oC, kulit hangat dan lembap
Kepala : tidak anemis
Mata : diplopia saat melirik ke kiri atas, eksoftalmus
Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan diskret dan dapat
digerakkan
Thorax
Cor : konfigurasi dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : tremor halus (++)

Informasi tambahan 2
Dari pemeriksaan penunjang diperoleh hasil:

Hb : 14 g/dl (12-16)

Leukosit : 8000/l (4000-10.000)

Trombosit : 250.000/l (150.000-450.000)

TSH : 0,04 mU/L

T3 : 10,5 g/dl

T4 : 40,6g/dl

Antibody reseptor TSH (+)

Urinalisis

Protein (-)

Glukosa (-)

HCG (-)

EKG : Sinus takikardi

Istilah dan konsep


1. Dada berdebar atau palpitasi : Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung yang cepat
atau tidak teratur yang bersifat subjektif (Kamus Kedokteran Dorland, 2002).

2. Mudah kepanasan dikaitkan dengan efek yang dapat ditimbilkan yaitu berkeringat.
Berkeringat atau perspirasi adalah produksi cairan/fluida yang terdiri dari terutama air serta
berbagai macam padatan yang terlarut (terutama klorida) yang dikeluarkan oleh kelenjar
keringat pada kulit dari mamalia. Berkeringat memungkinkan tubuh untuk mengatur suhu.
Berkeringat diatur oleh pusat preoptik dan daerah anterior hipotalamus dimana terdapat
neuron termosensitif. Fungsi pengaturan panas ini juga diatur oleh input reseptor suhu pada
kulit. Suhu yang tinggi akan memacu hipotalamus untuk mengirimkan sinyal melalui jaras
otonom ke medulla spinalis kemudian melalui jaras simpatis mengalir ke kulit di seluruh
tubuh sehingga tubuh berkeringat (Guyton, 2007).

Bagian sekretorik dari kelenjar keringat mensekresikan secret primer dan secret
precursor. Saat hanya ada sedikit rangsangan berkeringat maka cairan prekusor akan
mengalir dengan sangat lambat mengakibatkan hampir semua natrium dan klorida
direabsorbsi. Hal ini akan mengakibatkan cairan direabsorbsi dalam jumlah besar pula, yang
akan mengentalkan kandungan lainnya. Oleh karena itu, pada kecepatan berkeringat rendah,
kandungan seperti utreum, asam laktat dan ion kalium biasanya konsentrasinya sangat tinggi.
Sebaliknya pada kecepatan berkeringat yang cepat maka natrium klorida hanya akan
direabsorbsi sedikit (Guyton, 2007).

3. Gelisah : sensasi khawatir, was-was, yang merupakan suatu problem psikologi


(Kamus Kedokteran Dorland, 2002).

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena
dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses
fisiologis. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak
oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder.
4. Mudah Lelah dapat disebabkan olehbanyak factor. Antara lain dapat disebabkan oleh
karena asupan makanan yang masuk tidak seimbang dengan energy yang dikeluarkan.
Peningkatan hormone T3 menyebabkan peningkatan metabolism tubuh. Metabolisme
yang meningkat menyebabkan pemecahan lemak dan protein yang tersimpan di dalam otot.
Sehingga otot akan mengalami kelelahan (Guyton & Hall, 2007).

5. Mudah marah
Hormon tiroid merangsang medulla adrenal. Medula adrenal mengeluarkan katekolamin
yang menghasilkan hormone norepinefrin dan eprinefrin yang bekerja pada system saraf
simpatik. Terangsangnya system saraf simpatik memberikan efek perangsangan pada daerah
hipotalamus dan ganglia basalis. Ganglia basalis beperan sebagai pusat emosi dan nafsu
makan. Sehingga pada terjadi peninggkatan emosi dan menyebabkan mudah marah (Price
dan Lorraine, 2005).
6. Eksoftalmus adalah penonjolan abnormal pada salah satu atau kedua bola mata. Salah
satu hipotesis tentang terjadinya eksoftalmus adalah respon imun pada TSH receptor like
protein pada jaringan ikat orbita mengawali pembentukan sitokin dan produksi
glikosaminoglikan oleh fibroblas, keduanya mengakibatkan peningkatan tekanan
osmotik,volume otot ekstraokular serta akumulasi cairan dan terjadinya manifestasi klinik
oftalmopati. Eksoftalmus adalah penonjolan abnormal pada salah satu atau kedua bola mata.
Tanpa alasan yang jelas, di belakang mata tertimbun karbohidrat kompleks yang menahan air.
Retensi cairan di belakang mata mendorong bola mata ke depan, sehingga mata menonjol
keluar dari tulang orbita (Sherwood, 2001). Menurut Guyton, penyebab protrusi bola mata
adalah adanya pembengkakan pada jaringan retro orbita dan timbulnya perubahan
degenerative pada otot-otot ekstraokular (Guyton dan Hall, 2007).

7. Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang mana obyek
terlihat dobel atau ganda. Pada kasus ini disebutkan terjadinya diplopia pada saat melirik ke
kanan atas, diplopia terjadi Karena keterlibatan saraf yang mempesarafi otot-otot
ekstraokuler. Pada jenis ini diplopia terjadi selama memandang ke daerah kerja otot, yaitu
palsi rektus lateralis kanan, menyebabkan diplopia pandangan pada horizontal kanan (james,
2006).

Analisis Masalah

a. Berdebar-debar:

Anemia def. Hipertensi Mola Hipertiroidisme


Besi Hidatidosa
Kelainan Tiroxicosis Graves dissease
struktur sel
darah

Oksigen yang Kelebihan


diikat sel darah hormone T3
sedikit

Organ-organ Metabolisme Hyperkinetic


kekurangan meningkat circulatory rate
(denyut
suplai Oksigen
meningkat,
tekanan nadi
melebar)

Kompensasi Jantung Kebutuhan


memompa Oksigen oleh
lebih kuat jaringan
meningkat

Jantung Berdebar-debar

Sumber: (Sherwood, 2001) & (Martini, 2010)

b. Berat Badan turun padahal makan banyak:


Ada dua kemungkinan dalam hal ini:
1. Asupan makanan banyak akan tetapi zat-zat yang diserap tubuh kurang
Seperti kita ketahui, si nyonya ini mengalami permasalahan berat badan yang
tetap namun cenderung berkurang. Padahal nyonya ini makan kurang lebih 5 kali
dalam satu hari. Sebelumnya mari kita lihat proses defekasi dalam keadaan
normal.

Makanan
masuk ke dalam
Duodenum
saluran Dicerna menggunakan (pencernaan dibantu oleh
pencernaan enzim di lambung enzim-enzim pancreas)

Kolon Kolon asendens Jejunum dan Illeum


(penyerapan air) (penyerapan nutrient,
transversus
elektrolit dan air)

Rectum
Kolon Sensasi ingin defekasi
(Sfingter ani internus
desenden dikirim ke otak
sebagai reflex defekasi)

Pelemasan otot Sfingter


Defekasi
ani eksternus

(Sherwood, 2001)
Bagan diatas menjelaskan proses defekasi secara normal akan tetapi pada
kasus pasien ini. Proses defekasi berjalan dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan
oleh tingginya metabolismee yang terjadi di dalam tubuh pasien ini. Hal ini bisa
saja terjadi karena kadar metabolisme si pasien yang memang tinggi.
Hal ini bisa dianalogikan seperti ini, apabila asupan makanan yang masuk
adalah 70 dan yang dikeluarkan seharusnya adalah kurang dari 70. Dalam
keadaan ini, asupan makanan pasien adalah 70 dan yang dikeluarkan adalah 70
juga. Hal ini disebabkan oleh kurangnya proses penyerapan di dalam usus dan
juga lambung yang disebabkan oleh cepatnya proses defekasi dari si pasien ini.
Cepatnya proses defekasi dari si pasien ini akan mempengaruhi penyerapan
nutrient dan juga hasil metabolisme (Sherwood, 2001). Ketika tubuh kekurangan
nutrient dan juga hasil metabolisme, sel-sel dalam tubuh akan kekurangan bahan
untuk metabolismenya juga (Martini, 2010). Hal ini akan menyebabkan
pemecahan bahan-bahan cadangan makanan yang ada di dalam tubuh. Ketika
cadangan makanan yang sebagian besar adalah lemak, glikogen, dsb dipecah. Hal
ini akan menyebabkan penurunan berat badan dari si pasien tersebut.
2. Penurunan berat badan dikarenakan infeksi pathogen
Kemungkinan ini dapat terjadi pula di pasien, mari kita ambil contoh
bakteri salmonella typhi dan juga peningkatan jumlah flora normal yang ada di
usus kita (Robbins, 2007). Kedua contoh ini dapat meningkatkan motilitas dari
usus kita. Peningkatan motilitas usus akan mempengaruhi seberapa seringnya
orang tersebut akan melakukan proses defekasi. Ketika terjadi peningkatan proses
defekasi, pasien tersebut akan mengalami penurunan berat badan dan juga
penurunan cairan dalam tubuh yang dikarenakan banyaknya cairan dan zat
makanan yang dikeluarkan oleh tubuh. Namun apabila peningkatan proses
defekasi ini disertai dengan menurunnya konsistensi dari feses atau tinja yang
keluar, maka orang tersebut harus di cek mengenai infeksi pathogen.
Dalam kasus ini dikatakan bahwa pasien mengalami peningkatan proses
defekasi, akan tetapi konsistensi feses/tinja tidak turun atau lembek. Hal ini telah
membuktikan bahwa tidak terjadi infeksi pathogen (Robbins, 2007).

c. BAB meningkat tetapi konsistensi tetap


Dalam kasus ini dikatakan bahwa pasien mengalami peningkatan proses defekasi,
akan tetapi konsistensinya tetap/tidak cair. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya
tingkat metabolisme dari pasien tersebut. Ketika tingkat metabolisme seseorang
meningkat. Dapat dipastikan bahwa proses pencernaannya juga akan meningkat (Guyton,
2008).
Pada saat metabolisme meningkat, akan terjadi peningkatan penyerapan zat-zat
makanan, air, dan elektrolit di usus. Penyerapan elektrolit dan air dalam hal ini mungkin
tidak terganggu, karena penyerapannya terjadi di usus besar dan di usus besar juga terjadi
peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas inilah yang menyebabkan tingkat defekasi
atau buang air besar meningkat akan tetapi, dikarenakan proses penyerapan air dan
elektrolit yang tidak terganggu maka tidak terjadi penurunan konsistensi dari tinja.

d. Penyakit yang berkaitan dengan dada berdebar:

a. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole dan diastole.
Gejalanya:
sakit kepala, pendarahan, pusing, lelah, mual, muntah, sesak napas, gelisah, jantung
berdebar, pandangan kabur.
Pemeriksaan penunjang:
Vital sign, pemeriksaan fisik (auskultasi pada thorax, terdapat bunyi jantung ke
empat).
b. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan suatu kelainan pada eritrosit yang disebabkan oleh
kekurangan zat besi pada tubuh, yang akan menyebabkan kelainan pada struktur sel
darah merah.
Gejalanya:
Lemah, letih, lesu, lunglai, koilonychias, atrofi papil lidah, pica, disfagia.
Pemeriksaan penunjang:
Kadar Hb <12 g/dl, kadar besi serum <50 mg/dl, TIBC <50 mg/dl, saturasi trasnferin
<15%, kadar feritin serum <20 mg/L, pemeriksaan sediaan apus darah tepi.
c. Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa/hamil anggur merupakan suatu kehamilan abnormal yang disebabkan
oleh pertumbuhan sel dari plasenta yang berlebihan.
Gejalanya:
Mual, muntah, perut membesar, nadi cepat, jantung berdebar

Pemeriksaan penunjang:
USG (adanya gumpalan-gumpalan pada uterus), cek serum hCG (<60.000 mIU/ml).
d. Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu keadaan dimana kadar hormon tiroid yang beredar
jumlahnya berlebihan.
Gejalanya:
Berat badan turun, jantung berdebar, makan banyak, defekasi meningkat, lelah,
gelisah, sensitive, tidak tahan panas, peningkatan tekanan systole dan diastole,
keringat banyak, takikardi.
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan kadar hormone tiroid ( TSH<4,2 U/ml, T4<11,5 g/dl, T3<20 ng/dl,
FT4<20 ng/dl, FT3<480 pg/dl).
Dari informasi awal ditambah dengan informasi tambahan 1 dan 2 yang telah diberikan
dapat ditentukan bahwa wanita tersebut menderita penyakit akibat hipertiroidisme. Penjelasa
hipertiroidisme dibahas pada bagian berikut ini.

Patogenesis

Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:

Hipotalamus Hipofisis Tiroid

(menerima
TRH/TIH)
Kurang Lebih Pengeluaran TIH Reseptor TSH/TIH
(tiroid inhibiting merangsang kelenjar tiroid
hormon)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tiroid (T3 &
dihentikan T4)

Keterangan:

Panah hitam : umpan balik positif

Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar hormone
tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju hipotalamus. Ketika feedback
negative diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang
akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak
mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan
terjadi adalah sebagai berikut.

Hipotalamus Hipofisis Tiroid

(menerima
TRH/TIH)

Lebih Pengeluaran TIH Reseptor TSH/TIH


(Tiroid inhibiting ditutupi oleh TSI (Tiroid
hormon) Stimulating
Imunoglobulin)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tidak tiroid (T3 &
makin meningkat dihentikan T4)

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal ini
disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan
merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika
produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan
balik negative kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang
akan menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek
kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid akan
melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.

Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid, maka akan
didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya peningkatan hormone TSH
(Guyton, 2008). Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan
menyebabkan peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang
dari penderita tersebut (Robbins, 2007).

Patofisiologi

Adenohipofisis menyekresi TSH tetapi reseptornya ditutup oleh TSI (Thyroid Stimulaing
Immunoglobulin) atau oleh TRAb (Thyroid Receptor Antibody). Stetelah itu glandula tiroid,
dipicu oleh TRAb atau TSI memproduksi T3 & T4 secara terus menerus dan akhirnya terjadi
hipermetabolisme. Dari hipermetabolisme, menguraikan glikogen menjadi glukosa lalu
mendegradasi karbohidrat, protein, dan lemak dan dari situlah kebutuhan meningkat sehingga
nafsu makan naik. Sedangkan pada usus terjadi kontraksi yang meningkat dan diikuti frekuensi
defekasi yang meningkat tetapi berat badan penderita tetap turun karena walaupun terjadi
kenaikan kontraksi usus namun zat yang diserap pada usus semakin sedikit dan tidak berbanding
dengan frekuensi defekasi sehingga bert badan klien tetap kurus. (Sherwood, 2001)

Komplikasi

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik


(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani
terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati,
kematian, penyakit jantung, Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena
agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid (Ruswana, 2005).

Penatalaksanaan

1. Medikomentosa

Obat-obatan antitiroid
Berfungsi menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin. Contoh Propiltiourasil dan
metimazol. Obat yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat untuk Grave Disease
adalah propiltiourasil (PTU) dengan dosis dimulai dari 100 sampai 150 mg tiap 8 jam,
atau apabila menggunakan methimazole mulai dari 10 sampai 40 mg sekali sehari.
Metimazole meskipun dengan penggunaan sekali sehari mampu memberikan dampak
yang efektif. Namun PTU lebih baik digunakan dalam kondisi kehamilan karena lebih
sulit untuk melewati plasenta. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah reaksi
alergi, hepatitis, arthritis, dan agranulositosis (Camacho, 2007).
Obat antitiroid ditambah levothyroxine LT4
Penelitian dari Jepang menunjukkan pengurangan yang nyata dari kekambuhan
penyakiit dengan penambahan pemberian LT4 setelah 6 bulan penggunaan metimazol
dan melanjutkan pemberian LT 4 sampai 3 tahun setelah dihentikannya pemberian
metimazole. Penelitian berikut gagal untuk mengkonfirmasi penemuan ini. Meskipun
masih terjadi kontroversi mengenai keuntungan penggunaan obat antitiroid sebelum
dilakukan terapi dengan I, namun treatment tambahan LT4 setidaknya tidak akan
memperburuk atau menambah resiko keparahan tirotoksikosis, ataupun mempengaruhi
kekambuhan penyakit ini (Camacho, 2007).
-Blocker
-Blocker digunakan untuk mengontrol gejala adregenik dari hipertiroidisme dan
mungkin digunakan untuk terapi penunjang awal dan dihentikan setelah pemberian obat
antitiroid, RAI maupun pembedahan telahberhasil mengendalikan gejala. -Blocker aman
dan efektif digunakan pada pasien preoperative dan menghasilkan penyembuhan yang
lebih cepat apabila dibandingkan dengan obat antitiroid.
Contoh propanolol untuk hambat tiroksin menjadi T3 perifer (Camacho, 2007).
2. Radioiodine (RAI)
Pengobatan ini secara signifikan dapat mengurangi volume tiroid, meskipun pada
pasien goiter yang telah meluas dan hipertiroidisme yang berat memerlukan dosis yang
lebih tinggi. Kerugiannya adalah pasien yang memilih jalur pengobatan ini harus
mengkonsumsi hormone tiroid seumur hidupnya. Beberapa penelitian mempercayai
bahwa terapi RAI dapat memperparah ophtalmopati yang dapat dikurangi dengan
pemberian prednisone. Kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil (Camacho,
2007).
3. Pembedahan tiroidektomi
Dilakukan kepada pasien yang memiliki kontraindikasi dengan pengobatan lain
atau menolak terapi medikamentosa maupun RAI, dan pada wanita hamil. Treatment ini
aman dengan tingkat kesuksesan 92%. Komplikasinya meliputi hipoparatiroidisme,
apralisis pita suara dan hipotiroidisme (Camacho, 2007).

Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan Graves disease (GD) umumnya sangat positif dengan
pengobatan yang tepat, meskipun banyak pasien yang harus tetap seumur hidup mendapat terapi
tiroid. Jika tidak diobati, Graves disease dapat mengakibatkan komplikasi serius dan berpotensi
mengancam nyawa. Graves disease merespon dengan baik untuk berbagai bentuk pengobatan.
Meskipun banyak pasien mengalami periode remisi (gejala penghentian) selama bertahun-tahun
setelah perawatan, penting untuk diingat bahwa Graves disease adalah suatu kondisi kronis yang
dapat dikelola dengan berbagai pengobatan tetapi, belum, tidak dapat disembuhkan. Pasien
biasanya harus dipantau untuk pengembangan hipotiroidisme atau untuk kekambuhan Graves
disease, salah satu yang memerlukan pengobatan tambahan. Pasien yang telah menjalani
tiroidektomi lengkap harus tetap hidup selama terapi penggantian tiroid. Pasien dengan Graves
disease harus tetap waspada terhadap komplikasi (Eckman, 2011)

Daftar Pustaka

Anwar, Ruswana. 2005. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Jurnal Fakultas Kedokteran
Unpad.
Camacho, Pauline M.; Gharib, Hossein; Sizemore, Glen W. 2007. Endocrinology. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.
DepKes RI.1990. MASALAH KESEHATAN JIWA. Dapat diakses di
www.hukor.depkes.go.id.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
Eckman, Ari S. John Hopkins, David Zieve. 2011. Graves Disease. Diakses dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000358.htm, 16 Oktober 2011.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi II. Jakarta: EGC.
James, Bruce., Chrew, Chris. Bron, Anthony. 2006. Lecture Note Oftalmologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Martini. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology eight edision. United States of
America: Pearson Education.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses. - Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Robbins, Stanley L., Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins edisi 7.
Jakarta: EGC. 948 hal.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai