Anda di halaman 1dari 13

41

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan

Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah

satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak antara

6o 12 Lintang Selatan dan 106o 48 Bujur Timur dengan batas wilayah Provinsi

DKI Jakarta bagian selatan adalah Kota Depok, bagian timur adalah Provinsi Jawa

Barat, bagian barat adalah Provinsi Banten dan bagian utara adalah Laut Jawa.

Luas wilayah DKI Jakarta menurut SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007 adalah

sebesar 662,33 km2 untuk daratan dan 6.977,5 km2 untuk lautan termasuk wilayah

daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Sedangkan secara

administratif, wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima

wilayah kota administratif dan satu kabupaten administratif yaitu Kota

administratif Jakarta Selatan, Kota administratif Jakarta Timur, Kota administratif

Jakarta Pusat, Kota administratif Jakarta Barat, Kota administratif Jakarta Utara

dan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu. Daerah dengan wilayah terluas

adalah Kota Jakarta Timur dengan luas wilayah 188,03 km2. Sedangkan daerah

dengan luas tersempit adalah Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 8,7 km2 (BPS,

Jakarta dalam angka 2010).

Jumlah penduduk di DKI Jakarta selalu mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Berdasarkan Sensus Penduduk lima tahunan, jumlah penduduk Provinsi

Jakarta tahun 2000, 2005 dan 2010 secara berurut adalah 8.361.000 jiwa,

8.860.000 jiwa dan 9.588.200 jiwa. Adapun untuk kepadatan penduduk per kilo

meter persegi Provinsi DKI Jakarta tahun 2000 sebesar 12.592 km 2, 13.344 km2
42

tahun 2005 dan 14.440 km2 untuk tahun 2010 (BPS, Statistik Indonesia 2010).

Dari data yang telah ditunjukkan, Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya

mengalami kepadatan penduduk. Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta

pada tahun 2010 pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk di DKI Jakarta

umumnya memadati wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan

dengan kepadatan penduduk secara berurutan adalah 18.745 km2, 17.147 km2 dan

15.287 km2.

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut


Kabupaten/Kota administratif 2009

No Kabupaten/Kota Luas Penduduk Kepadatan


(km2) (orang) Penduduk (km2)
1 Jakarta Selatan 141,27 2.159.638 15.287
2 Jakarta Timur 188,03 2.448.653 13.023
3 Jakarta Pusat 48,13 902.216 18.745
4 Jakarta Barat 129,54 2.221.243 17.147
5 Jakarta Utara 146,66 1471663 10.035
6 Kepulauan Seribu 8,7 19.587 2.251
Jumlah 662,33 9.223.000 13.925
Sumber: BPS, 2010

4.2. Kondisi Perekonomian

Tujuan dari pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan visi

DKI Jakarta adalah terwujudnya Jakarta sebagai ibukota Negara Republik

Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh

masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam

lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan (BPS, 2010).

Adapun pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jakarta sebagai ibukota negara dan kota perdagangan dan jasa hendaknya

memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara


43

efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan

internasional.

2. Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya

dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen

untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya.

3. Jakarta hendaknya memilih penataan kota dan lingkungan yang baik dan

manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan.

Sedangkan untuk mencapai visi tersebut maka dilakukan misi sebagai

berikut (BPS, 2010):

1. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien,

efektif, kompetitif dan terjangkau.

2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis

partisipasi masyarakat.

3. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman

dan ketertiban kota.

4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota.

5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik.

Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi

perekonomian suatu daerah adalah dengan mengetahui nilai Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan PDRB di DKI Jakarta dari tahun 2000

sampai dengan tahun 2010 terus mengalami peningkatan (Tabel 4.2).


44

Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010

Tahun PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku
(Juta Rupiah)
2000 227.924.124
2001 263.720.107
2002 299.991.943
2003 334.364.795
2004 375.562.000
2005 433.860.000
2006 501.772.000
2007 566.449.400
2008 677.044.700
2009 757.696.600
2010 862.158.900
Sumber: BPS, 2010

PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010

adalah sebesar Rp 862,16 triliun, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 757,70

triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp 104,46 triliun. Peranan tiga sektor

utama yakni sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor perdagangan,

hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap total perekonomian

DKI Jakarta pada tahun 2010 sekitar 64,16 persen. Dalam tahun 2010,

berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan

nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor keuangan, real

estat, dan jasa perusahaan sebesar Rp. 239,16 triliun, kemudian diikuti oleh sektor

perdagangan-hotel-restoran sebesar Rp. 178,40 triliun, dan sektor industri

pengolahan sebesar Rp 135,64 triliun. Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service

City) tercermin dari struktur perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB

menurut sektoral (lapangan usaha). Sekitar 71,27 persen PDRB Jakarta berasal

dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan), 28,20 persen

berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air


45

bersih) dan hanya sebesar 0,53 persen dari sektor primer (pertanian dan

pertambangan). (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010

Lapangan Usaha Nilai Struktur


(Miliar Rupiah) (Persen)
2009 2010 2009 2010
Pertanian 762,98 857,21 0,10 0,10
Pertambangan dan Penggalian 3.155,76 3.704,28 0,42 0,43
Industri Pengolahan 118.163,19 135.643,23 15,60 15,73
Listrik, Gas dan Air Bersih 8.294,31 9.012,26 1,09 1,05
Konstruksi 86.646,98 98.424,99 11,44 11,42
Perdagangan, Hotel dan 156.084,32 178.395,88 20,60 20,69
Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi 74.970,89 87.703,27 9,89 10,17
Keuangan, Real Estat dan Jasa 213.437,91 239.164,22 28,17 27,74
Perusahaan
Jasa-jasa 96.180,24 109.253,58 12,69 12,67
PDRB 757.696,59 862.158,91 100,00 100,00
PDRB Tanpa Migas 754.540,83 858.454,63 99,58 99,57
Sumber: BPS, 2010

4.3. Ketenagakerjaan

Pada masa pembangunan ini, tenaga kerja terampil merupakan suatu

potensi utama yang sangat diperlukan. Terutama pada masa otonomi daerah,

dimana setiap daerah membangun dan mengembangkan daerahnya sendiri sesuai

dengan potensi tersebut tanpa adanya campur tangan dari pemerinatah pusat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja merupakan penduduk

yang berumur 10 tahun keatas. Namun seiring dengan perkembangan zaman,

dimana rata-rata tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah cukup

tinggi maka pada tahun 1998 penduduk usia kerja merupakan penduduk yang

berumur 15 tahun keatas.


46

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, pada bulan Februari

2011, jumlah angkatan kerja tercatat 5,01 juta orang, naik sebesar 263,46 ribu

orang dibanding keadaan Februari 2010. Peningkatan jumlah angkatan kerja

terjadi pada angkatan kerja laki-laki sebanyak 235,55 ribu dan perempuan

sebanyak 27,91 ribu. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 4,21 juta

orang pada Februari 2010 menjadi 4,47 juta orang pada Februari 2011, atau terjadi

peningkatan sebesar 258,22 ribu orang. Selama satu tahun ini, peningkatan jumlah

penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Peningkatan penduduk laki-laki

yang bekerja sebesar 230,38 ribu orang, sementara itu penduduk perempuan yang

bekerja mengalami peningkatan sebesar 27,84 ribu orang (Tabel 4.4).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang

menggambarkan presentase angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari

pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha, atau mereka yang tergolong angkatan

kerja namun tidak terserap dalam pasar kerja (BPS, 2010). Selama periode 2010-

2011, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan dari

11,32 persen menjadi 10,83 persen, atau terjadi penurunan sebesar 0,49 persen.

Menurut jenis kelamin, TPT laki-laki mengalami penurunan dari 10,29 persen

menjadi 9,67 persen, dan TPT perempuan turun dari 12,90 persen menjadi 12,71

persen (Tabel 4.4). Namun, Secara absolut, jumlah orang yang menganggur

mengalami peningkatan sebesar 5,24 ribu orang dari 537,47 ribu orang pada

Februari 2010 menjadi 542,71 ribu orang pada Februari 2011. Selama setahun

terakhir, penambahan jumlah yang menganggur laki-laki sebesar 5,17 ribu orang

sementara perempuan sebesar 0,07 ribu orang (Tabel 4.4).


47

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan penganggur

tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan

sebesar 1,10 persen yaitu dari 66,84 persen pada Februari 2010 menjadi 67,94

persen pada Februari 2011. TPAK laki-laki sedikit mengalami penurunan dari

83,20 pada Februari 2010 persen menjadi 83,15 persen pada Februari 2011,

sedangkan TPAK perempuan mengalami peningkatan dari 51,50 persen menjadi

52,44 persen (Tabel 4.4).

Tabel 4.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama


Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Kegiatan Februari 2010 Februari 2011


Utama Laki- Perem- Jumlah Laki-laki Perem- Jumlah
Laki puan Puan
Angkatan Kerja 2.859.910 1.886.460 4.746.370 3.095.460 1.914.370 5.009.830

a.Bekerja 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120


b.Pengangguran 294.180 243.290 537.470 299.350 243.360 542.710
Bukan Angkatan 577.630 1.776.750 2.354.380 627.470 1.736.110 2.363.580
Kerja
Tingkat 83,20 51,50 66,84 83,15 52,44 67,94
Partisipasi
Angkatan Kerja
(TPAK %)
Tingkat 10,29 12,90 11,32 9,67 12,71 10,83
Pengangguran
Terbuka (TPT%)
Sumber: BPS, 2010

Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, dibedakan

menurut tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer

merupakan gabungan sektor pertanian dan pertambangan, sektor sekunder

merupakan agregat sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor

listrik, gas dan air. Sektor tersier merupakan gabungan sektor perdagangan, hotel

dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan jasa

perusahaan; serta sektor jasa kemasyarakatan (BPS, 2010).


48

Tabel 4.5. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Sektor
Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Sektor Utama Februari Februari Selisih Tahun


2010 2011 2011-2010
Primer 41.330 101.720 60.390
Sekunder 783.790 829.170 45.380
Tersier 3.383.780 3.536.240 152.460
jumlah 4.208.900 4.467.120 258.220
Sumber: BPS, 2010

Tabel 4.5. memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut tiga

sektor utama. Pada sektor primer terjadi peningkatan penduduk yang bekerja

sebesar 60.390 orang, sektor sekunder sebesar 45.380 orang. Peningkatan terbesar

terjadi pada sektor tersier, yaitu sebanyak 152.460 orang, dari 3.383.780 orang

(Februari 2010) menjadi 3.536.240 orang (Februari 2011). Peningkatan yang

cukup signifikan pada sektor tersebut sebagian besar merupakan kontribusi dari

sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah

makan dan restoran, serta sektor keuangan, real estate dan usaha persewaan.

Lain halnya apabila melihat dari sisi pendidikan. Berdasarkan Tabel 4.6,

pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi

mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan Februari 2010, kecuali untuk

jenjang pendidikan SD ke bawah turun sebesar 154.020 orang. Pada Februari

2011, pekerja dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas mendominasi,

yaitu sebesar 1.937.420 orang, diikuti dengan pendidikan Tinggi (Diploma dan

Sarjana) sebesar 894.000 orang.


49

Tabel 4.6. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut


Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010-2011

Pendidikan Februari 2010 Februari 2011


Tertinggi Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah
yang
Ditamatkan
SD Ke 532.660 496.180 1.028.840 471.400 403.430 874.830
Bawah
SLTP 447.770 283.200 730.970 414.310 346.560 760.870
SLTA 1.168.700 532.550 1.701.250 1.396.820 540.600 1.937.420
Pendidikan 416.600 331.240 747.840 513.580 380.420 894.000
Tinggi
Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120

Sumber: BPS, 2010

Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk

yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan utama. Dari enam

kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori

berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya

termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, pada bulan Februari 2011

terdapat sebesar 3.056.310 orang penduduk (68,42%) bekerja pada kegiatan

formal, dan 1.410.820 ribu orang (31,58%) bekerja pada kegiatan informal.

Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat bahwa dari 4.467.140 orang yang bekerja,

status pekerjaan yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 2,9 juta orang

(64,08 persen), diikuti berusaha sendiri sebesar 767.990 orang (17,19%),

sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas sebesar 152.220 orang (3,41%).

Penduduk yang bekerja dengan status buruh/karyawan, 62,33 persen adalah laki-

laki dan 37,67 persen perempuan. Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan

status berusaha sendiri, sebagian besar adalah laki-laki yaitu 70,06 persen dan

hanya 29,94 persen perempuan. Dalam periode satu tahun terakhir (Februari 2010

Februari 2011) terdapat penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan


50

sebesar 302,94 ribu orang, dan pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar sebesar

76,10 ribu orang.

Tabel 4.7. Penduduk usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Status Februari 2010 Februari 2011


Pekerjaan Laki- Perem- Jumlah Laki- Perem- Jumlah
Utama laki puan Laki puan
Berusaha 604.350 325.100 929.450 538.020 229.970 767.990
Sendiri
Berusaha 136.030 92.630 228.660 139.360 98.060 237.420
dibantu buruh
tidak tetap
Berusaha 164.790 35.520 200.310 141.750 52.180 193.930
dibantu buruh
tetap
Buruh/ 1.544.880 1.014.560 2.559.440 1.784.190 1.078.190 2.862.380
Keryawan
Pekerja bebas 72.380 41.560 113.940 102.930 49.290 152.220
Pekerja tidak 43.300 133.800 177.100 89.870 163.330 253.200
dibayar
Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.120 1.671.020 4.467.140

Sumber: BPS, 2010

4.4. Kebijakan DKI Jakarta Terkait dengan Ketenagakerjaan

Mulai dari tahun 1990-an DKI Jakarta sudah mengalami perkembangan

ekonomi yang cukup pesat. Investasi yang ditanamkan ke Jakarta relatif paling

besar dibandingkan dengan provinsi selain Jakarta. pembangunan infrastruktur

sedang digencarkan oleh pemerintah daerah Jakarta dengan dukungan dari

pemerintah setempat. Pembangunan fasilitas dan sarana infrastruktur di Jakarta

semakin berkembang. Fasilitas perkantoran, permukiman modern, supermarket

dan sarana transportasi jalan tol lingkar luar dan lingkar dalam Jakarta mampu

menyerap tenaga kerja dan semakin memudahkan orang di luar Jakarta untuk

melakukan migrasi ke Jakarta dengan cepat dan murah, baik migrasi permanen

maupun migrasi sirkuler.


51

Selain itu, tingkat Upah Minimum Regional yang tinggi di Jakarta juga

mendorong migrasi penduduk ke Jakarta. Meningkatnya upah dari tahun ke tahun

hingga saat ini membuat Jakarta menjadi kota tujuan untuk bermigrasi. Hal ini

menyebabkan pemuda usia produktif dari berbagai daerah di Indonesia

berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan mencari

kerja atau ingin mencari pendapatan yang lebih tinggi.

Jumlah penduduk juga memberikan efek besar yang menentukan

pertumbuhan ekonomi. Meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta bukan

merupakan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, namun angkanya mencapai

9.588.200 jiwa dan termasuk provinsi dengan jumlah penduduk besar (Lampiran

3). Hubungan antara jumlah penduduk dengan pertumbuhan ekonomi yang positif

sesuai dengan pandangan ekonom klasik dan neo klasik. Menurut pandangan

ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John

Straurt Mill) maupun ekonom neo klasik (Robert Solow dan Trevor Swan)

mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal,

(3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan

(Sukirno 2006). Perkembangan jumlah penduduk yang berhubungan positif

dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dari pandangan ekonom klasik

Adam Smith. Smith berpendapat bahwa perkembangan produktivitas penduduk

akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan

memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam

perekonomian (Guntur, 2010).


52

Apabila kita melihat jumlah migrasi yang masuk ke Jakarta dari tahun

1990 hingga 1995 cenderung meningkat, namun mulai tahun 2000 hingga tahun

2005 jumlahnya semakin menurun (Lampiran 5). Hal ini disebabkan para migran

lebih memilih tempat tinggal di wilayah sekitar Jakarta, seperti Depok, Bogor,

Tangerang dan Bekasi (bodetabek). Karena harga lahan disana lebih murah

dibandingkan Jakarta, selain itu didukung dengan sarana transportasi yang murah

dan mudah, sehingga banyak masyarakat yang melakukan commuting.

Sebenarnya, keadaan seperti ini akan memberikan dampak yang baik bagi Jakarta

dan wilayah penyangga Jakarta (bodetabek). Jakarta akan berkurang beban jumlah

penduduknya dan wilayah penyangga Jakarta semakin berkembang dan maju.

Namun, meski beberapa tahun belakangan ini jumlah migrasi ke Jakarta

mengalami penurunan, kepadatan penduduk tiap tahunnya justru semakin

meningkat (Lampiran 4). Apabila melihat dari kepadatan penduduk per kilo meter

persegi, Provinsi DKI Jakarta tetap berada peringkat paling atas untuk kategori

provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi yaitu mencapai 14.440 km 2

pada tahun 2010. Pentingnya pembangunan di daerah luar Jakarta juga diharapkan

dapat membuat tingkat kepadatan penduduk Jakarta dapat teratasi. Migran

melakukan migrasi karena tidak adanya lapangan pekerjaan di daerah asal migran,

oleh karena itu perlu adanya investasi untuk daerah sehingga dapat menyediakan

lapangan pekerjaan baru.

Beberapa kebijakan telah diberlakukan dari pemerintah DKI Jakarta untuk

mengatasi kepadatan penduduk di daerah Jakarta, diantaranya adalah kebijakan

pada saat hari raya. Saat hari raya idul fitri, aparat kepolisian ditugaskan untuk

melakukan pengecekkan rutin di tempat-tempat tertentu seperti terminal dan


53

stasiun. Aparat kepolisian ditugaskan untuk mengecek kartu identitas penduduk

(Kartu Tanda Penduduk). Jika ditemukan penduduk yang bukan berdomisili di

Jakarta, maka akan dikembalikkan ke daerah asal (Bagian Kependudukan Provinsi

DKI Jakarta). Namun, ketidakpatuhan penduduk Jakarta akan kebijakan yang

telah diberlakukan membuat peraturan yang telah dibuat tidak mencapai hasil

seperti yang diharapkan. Hal ini masih butuh perbaikan sistem agar peraturan ini

dapat berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai