Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul KESETARAAN TERAPI KOMPLEMENTER DENGAN TERAPI MEDIS. Makalah
ini kami susun sebagai tugas akademik pada semester empat.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mencapai tingkat kelulusan
dengan memenuhi intruksi dari dosen pembimbing.Selain itu juga merupakan suatu standar
pemberian nilai pada mata kuliah yang bersangkutan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
kritik saran yang membangun sangat kami harapkan, supaya makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan agar pembaca mendapat pengetahuan tambahan mengenai materi tersebut. Atas
perhatiannya kepada makalah ini kami ucapkan terima kasih.

Om Canthi Canthi Canthi Om

Denpasar, Maret 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 4
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1 Terapi medis..................................................................................................... 5
2.2 Terapi komplementer........................................................................................... 6
2.2.1 Pengertian Terapi komplementer.....................................................................7
2.2.2 Klasifikasi Terapi komplementer.....................................................................8
2.2.3 Penggunaan terapi komplementer....................................................................8
2.3 praktik keperawatan dalam terapi komplementer dengan terapi medis.............................13
2.3.1 Terapi komplamenter dalam keperawatan...........................................................13
2.3.2 PENERAPAN DALAM PRATIK KEPERAWATAN.............................................19
2.3.3 Peran Keperawatan dalam Terapi Alternatif dan Latihan.........................................22
2.4 Kesetaraan Terapi Komplementer dengan Terapi Medis...............................................22
BAB IV PENUTUP................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 35
3.2 Saran............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi,
tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki
kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan
moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.
Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat
memprihatinkan .Fenomene gray area pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang
ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari. Pada keadaan darurat
seperti ini yang disebut dengan gray area sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang

3
tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien
sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan
tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan
yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang
hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering
menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan.
Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-
daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan
terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak
dipertanggungjawabkan secara professional.
Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntunan hukum
terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan
kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang
mendapat izin melakukan praktik keperawatan, Dengan adanya Terapi komplementer yang
memudahkan perawat dalam merawat pasien dimana terapi komplementer adalah terapi
dalam ruang lingkup luas meliputi system kesehatan, modalitas, dan praktek-praktek yang
berhubungan dengan teori-teori dan kepercayaan pada suatu daerah dan pada waktu/periode
tertentu. Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama-sama dengan
terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis. Terapi komplementer dapat
digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk meningkatkan kesehatan (Sparber,
2005) Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga
untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah
dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun temurun pada suatu negara.
Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan
komplementer.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang dapat kita ambil dari latar belakang diatas

1. Apa itu pengobatan medis atau terapi medis ?


2. Apa itu pengobatan komplementer atau terapi komplementer ?
3. Bagaimana praktik keperawatan dalam terapi komplementer dengan terapi
medis ?
4. Bagaimana kesetaraan terapi komplementer dengan terapi medis dalam
keperawatan ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengobatan medis atau
terapi medis.

4
2. Mahasiswa dapat mengetahu dan memahami pengobatan komplementer atau
terapi komplementer.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Praktik keperawatan dalam terapi
komplementer dengan terapi medis.
4. Mahasiswa dapat memahami kesetaraan terapi komplementer dengan terapi
medis dalam keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Terapi medis


Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak
disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam masyarakat.

Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan kesehatan
lansia.( British G. Society ).

5
Terapi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau perlu mengembangkan mekanisme
kompensasinya agar individu dapat mandiri.

Terapi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami gangguan
kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.

Reintegrasi adalah rentetan usaha untuk kembali pada kemampuan fungsional yang
pernah dimiliki. Reintegrasi terhadap kehidupan normal adalah hal yang samgat di
dambakan oleh seorang pasien. Harapan inilah yang mewakili kualitas hidup yang
diinginkan . upaya reintegrasi diartikan sebagai reorganisasi kondisi fisik, psikis, dan
social serta spiritual menuju kesatuan yang harmonis sehingga adaptasi terhadap
kehidupan dapat diperoleh, setelah mengalami sakit atau trauma.

Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa inti upaya mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita sakit adalah yang
melaksanakan upaya berdasarkan konsep rehabilitasi. Konsep rehabilitasi menyatu dan
berkesinambungan dengan proses penyembuhan penyakit, termasuk berbagai reaksi dan
efek samping terapi, khususnya pada penyakit geriatric.

Tujuan Rehabilitasi Medik:

1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.

2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup pasien


( kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi).

3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment ), hambatan (disability) dan


kecacatan (handicap ).

2.2 Terapi komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan
penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.

Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah


pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan,
sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer
tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah

6
pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun
temurun pada suatu negara. Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.

Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai


pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan
lain diluar pengobatan medis yang Konvensional.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan Komplementer


tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv, preventive,
kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi
belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya harus
sinergis dan terintregrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga
pelaksanaanya dokter,dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki
pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional-alternatif. Jenis
pengobatan komplementer tradisional-alternatif yang daoat diselenggarakan secara
sinergis dan terintergrasi harus di tetapkan oleh menteri kesehatan setelah memalui
pengkajian.

Terapi komplementer banyak menggunakan pada efektifitas dari beberapa terapi


(Snyder dan lindquist, 1998). Florence nightingale menggambarkan penggunaan terapi
komplementer, seperti musik, didalam perawatan holistik klien (nigthingale,
1860/1969).

Surver di afrika mengemukakan bahwa 42% reponden menggunakan 1 atau


lebih terapi komplementer (eisenberg dkk, 1998). Penggunaan terapi komplementer
meningkatkan hampir 10% berdasarkan hasil survei tahun 90 (eisenberg dkk, 1993).
Terapi komplementer lebih populer di Eropa daripada di Amerika Serikat (peletier,
2000). Di jerman penggunaan herbal merupakan bagian dari keperawatan kesehatan.
Hasil penelitian tentang obat herbal menunnjukkan bahwa 70 90 % dari terapi
kesehatan diseluruh dunia menggunakan terapi komplementer secara rutin sebagai
bagian perawatan kesehatan ( kraitzer dan jansen, 2000).

2.2.1 Pengertian Terapi komplementer


Istilah terapi modalitas dalam ilmu keperawatan lebih dikenal dengan terapi
komplementer, terapi alternativ, terapi holistis, terapi nonbiomedis, pengobatan
integratif atau perawatan kesehatan, perawatan nanalopati, dan perawatan
nontradisional. Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang
menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk
membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami klien ( lundy
dan jenes , 2009). Terapi komplementer adalah istilah untuk terapi yang bukan bagian
dari tepi medis kofensional.

7
Terapi komplementer atau terapi modalitas di akui sebagai upaya kesehatan
nasional oleh nasional center for complementary/ alternative medicine (NCCAM) di
amerika. Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian bersama
terapi lain, bukan sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer
juga digunakan dalam praktik keperawatan profesional sebagai terapi alternativ di
beberapi klinik keperawatan, misalnya latihan relaksasi oto progesif pada penanganan
klien dengan epilepsi yang menyertai penggunaan obat antiepilepsi. Study
menunjukkan bahwa penggunaan relaksasi otot progesif dapat meningkatkan kontrol
kejang ( whaitma dkk., 1990). Namun demikian, tera[i komplkementer dapat digunakan
mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi biomedis karena di posisikan sebagai
upaya promosi kesehatan, misalnya klien dpijat secara rutin untuk mencegah
munculnya stres.

Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil


penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada
manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di
dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind body terapies)
sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus
pada dampak terapi terhadap pengibatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai
contoh, pada terapi biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya ditentukan
melalui tekanan darah dan tidak memperhatikan bagaimana obat mempengaruhi alam
rohani dan psikologis.

NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan yang


mencakup sistem kesehatan, modalis, praktik dan teori serta keyakinana dari
masyarakat atau budaya dalam periode secara tertentu . CAM mencakup semua praktik
serta ide ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati penyakit atau
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan .

2.2.2 Klasifikasi Terapi komplementer


Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi berdasarkan
sistem perawatan , terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dari terapi,
praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme ang mendasari tindakan terapi
yang tidak diketahui.

Kategori terapi konmpkementer menurut NCCAM adalah sebagai berikut :

1. Terapi pikiran, tubuh ( mind body terapies)

2. Terapi berbasis biologi ( biologokalli based terapies)

3. Terapi manipulatife dan berbasis tubuh(manipulatife and body based terapies)

8
4. Terapi energi yang termasuk dalam kategori energi hayati bioelektro
magnetik( energi and biofild terapies)

Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi


tertentu dan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan ternasuk
profesi perawat.

Basis filosofi yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda dengan modal
biomedis konfensional. Biomedis berusaha menghilangkan dan memperbaiki etiologi
atau masalah yang mendasari serta menekankan pada pengobatan trauma maupun
situasi darurat lainya (weil, 1995). Sementara itu tujuan terapi komplementer dalam
sistem keperawatan adalah untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan dalam diri
seseorang. Zollman dan vickers (1999)menyatakan tujuan dari intervensi terapeutik
adalah untuk mengembalikan keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada
menyembuhkan proses penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat
memberikan perawatan yang mencakup modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah
raga, pengobatan khusus, konseling, latihan, bimbingan, pada pernafasan, relaksasi,
serta resep herbal. Konsep ini menenkan pentingnya sistem perawatan yang
menerapkan pendekatan kepedulian holistik terhadap perawatan klien yang akan
meningkatkan pelayanan kesehatan.

2.2.3 Penggunaan terapi komplementer


Foktor yang mempengaruhi perkembangan atau penggunaan terapi
komplementer (Astin, 1998:kaptchuk dan eisenberg 1998 : jobs,1998 : mitzdorf
dkk,1999) antara lain:

1. Adanya kenyakinan bahwa terapi biomedis tidak menyentuh seluruh dominan yang
dimiliki individu.

2. Adanya efek biomedis yang dianggap lebih buruk daripada efek terapi yang
diharapkan;

3. Konsumen menginginkan penyedia layanan kesehatan yang pesuli (carig).

4. Konsumen menginginkan pengakuan dan perlakuan secarautuh atau holistis.

5. Konsumen menginginkan keterlibatandalam pengambilan keputusan dalam


menangani masalahkesehatan yang di hadapi.

6. Faktor lain yang telah meningkatkan penggunaan terapi komplementer adalah


peningkatan pengeseran budaya yang menggunakan pelayanan kesehatan selain sistem
biomedis.

Terapi komplementer sangat penting dalam klien dengan kondisi kesahatan


fonis yang meliputi spiritual, sosial, psikologi, dan masalah fisik (haines, McKibbon
dan Kanani, 1996).

9
Terapi komplementer keperawatan Nightingale menyerahkan penggunaan terapi
komplementer dalam perawatan klien. Fundamental of nursing menjelaskan beberapa
penggunaan prinsip terapi komplementer seperti pijat (massage), panas dan dingin, dan
gizi. Pada akhir 1950 an, proses keperawatan diperkenalkan dengan menggunakan 5
langkah pendekatan pemecahan masalah untuk keperawatan yaitu pengakajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Keterampilan
pengakajian sangat penting karena berkaitan dengan langkah selanjutnya, yaitu
intervensi. Perpedaan dalam menyusun intervensi dipengaruhi oleh pengelompokan
yangmeliputi tundakan dependen (dependent), kolaborasi (interdependent), mandiri
(independent).

Perawat memiliki otonomi yang luas dalam memberikan intervensi, terutama


tindakan mandiri, sebagai tindakan profesi yang ditunjang pendidikan tinggi. Kondisi
ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik
keperawatan komplementer. Menurut Sydner, Bulechek, dan McCloskey (1985),
beberapa intervensi keperawatan mandiri yang termasuk terapi komplementer antara
lain musik, imagery, relaksasi otot progesif, jurnaling, reminis chance, dan pijat.
Indetifikasi dan klasifikasi intervensi keperawatan oleh internasional council of nurses
poject (ICNP) dan national intervention clssification project (NIC) telah memperluas
ruang lingkup intervensi yang mencangkup seluruh kegiatan keperawatan (ICNP, 1997;
McCloskey, dan bulechek. 1996). Dengan demikian berdasarkan konsep keperawatan,
istilah intervensi tidak membedakan terapi komplementer dengan tindakan keperawatan
lainnya sperti pemantauan status perawatan klien atau koordinasi. Perawat harus
menggunakan terapi komplementer yang lebih banyak untuk membantu klien mencapai
hasil ksehatan yang lebih optimal.

Tabel 1.1 klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative


Medicine

Jenis Contoh
Terapi pikiran - tubuh Yoga, tah chi, internal qi gong, meditasi ,
( mind body) . imagery,hipnosis, biofedback, dukungan kelompok,
Pendekatan prilaku terapi seni , terapi musik, terapi dansa , journaling ,
psikologi, sosial, dan humor, psikoterapi tubuh, dan pengakuan
spiritual untuk nonlocality, soul retrieval, penyembuhan spiritual,
kesehatan . holistik nursing, plasebo sweat lodges.
Terapi sistem Pengobatan tradisional cina (akupuntur, formula
pengobatan alternatif herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi,
( alternatif medical pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat
sistem ). tradisional seperti pengobatan asli penduduk
pengobatan nonmedis amerika, pengobatan ayuverda, unani-tibbi,
yang melibatkan teori pengobatan kampo, pengobatan tradisional afrika,
dan praktik dari sistem pengobatan tradisional aborigin, curanderismo,
yang komplet. sistem pengobatan barat yang tidak konvensional
(hemeopati, radiestasia,, cayce-based systems,

10
radionics). Naturopati.
Terapi berbasis biologi Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi serat,
(biological based makrobiotik), pengobatan orthomolecular (gizi),
therapies). intervensi farmakologi/biologis/ instrumental
Terapi yang bersifat (kartilago ozon, cone therapy, sengatan
alami. lebahelektrodiasnostik, iridologi
Praktik, intervensi, dan
produknya berbasis
biologis
Terapi manipulatif dan Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh
berbasis tubuh atau body work (kranial-sakrum astheopatic
(manipulative and body manipulative treatment. Pijatan swedia, refleksologi
sistems) metode pilates, polaritas, gerak tubuh trager, teknik
Sistem yang alexander, teknik feldenkrais. Pijatan chinese tui Na,
berdasarkan pada akupresur, ralfing), serta terapi fisika
kegiatan manipulasi nonkonvensional seperti hidroterapi, distermi,
dan atau gerakan terapi, cahaya dan warna, colonic, pernafasan
anggota tubuh. ;ubang hidung secara bergantian
(alternatenostrilbreathing).
Terapi energi (energy Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan,
therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong
Sistem pengobatan external dan magnet
yang menggunakan
medan energi halus di
dalam dan sekitar tubuh

Program Rehabilitasi

Untuk memulai program rehabilitasi pada penderita ,sebagai tenaga professional harus
mengetahui kondisi saat itu,baik penyakit yang menyertai maupun kemampuan
fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan oleh Katz, DKK yang
telah menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk menggolongkan kemandian
merawat diri pada lansia dengan berbagai macam penyakit, misal fraktur collum
femoris, infark cerebri, arthritis, paraplegia, keganasan, dll. adapun aktivitas yang
dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting, Transfering, Continence dan Feeding.

1. Program Fisioterapi

Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling
ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut,
misalnya :

11
a. Aktivitas di tepat tidur

- Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi

b. Mobilisasi

- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan

- Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll

2. Program Okupasi terapi

Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan


memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats
yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus
jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.

3. Program Ortotik-prostetik

Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang
ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang
memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu
pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang
ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.

4. Program Terapi Wicara

Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu
diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan
apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering
terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll

5. Program Sosial-Medik

Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama
lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas
yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai
masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang
lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai
atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll

6. Program Psikologi

Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya,


yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe
agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau

12
melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan
pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.

DASAR HUKUM
1. Peraturan Menteri kesehatan RI nomor 1109 tahun 2007 tentang penyelenggaraan
pengobatan komplementer-alternatif pelayanan kesehatan.
2. Permenkes RI no 1186 / Menkes / per / XI / 1996 tentang pemanfaatan akupuntur di
sarana pelayanan kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI no 1076 / Menkes / SK / VII / 2003 tentang
penyelenggaraan pengobatan tradisional.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI no 121 tahun 2008 tentang standar pelayanan
Medik Herbal.

EFEK SAMPING TERAPI KOMPLEMENTER


Pada terapi akupuntur dapat terjadi komplikasi seperti infeksi karena sterilesasi jarum
yang tidak adekuat atau jarum yang ditinggalkan dalam tempat untuk waktu yang lama,
jarum yang patah, perasaan mengantuk pasca pengobatan. Kontraindikasi pengobatan
pada individu yang memiliki kelainan perdarahan trombositopeni, infeksi kulit atau
yang memiliki ketakutan terhadap jarum.
Kontaminasi dengan herbal atau bahan kimia lain termasuk pestisida dan logam berat
juga terjadi, tidak semua perusahaan menjalankan pengawasan kualitas yang ketat dan
garis pedoman pabrik yang menentukan standar untuk kadar pestisida yang dapat
diterima, bahan pelarut sisa tingkat bacterial dan logam berat untuk alasan ini
pembelian obat herbal hanya dari pabrik yang mempunyai reputasi. Label pada produk
herbal harus mengandung nama ilmiah tanaman nama dan alat pabrik yang sebenarnya,
tanggal kemasan dan tanggal kadaluarsa.
Di Indonesia ada 3 jenis tehnik pengobatan komplementer yang telah di terapkan oleh
Derpartemen Kesehatan untuk di Integrasikan ke dalam pelayanan konvensional yaitu:
1. Akupuntur Hiperbarik
Dilakukan oleh dokter umum berdasarkan kompetensinya.
2. Terapi Hiperbarik
Yaitu suatu metode terapi dimana pasien di masukan ke dalam sebuah ruangan yang
memiliki tekanan udara atmosfir normal, lalu di beri pernafasan oksigen murni (100%)
3. Terapi herbal medic
Yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alami baik berupa herbal terstandar
dalam kegiatan pelanyanan penelitian maupun berupa fitofarmaka.

PERSYARATAN DALAM TERAPI KOMPLEMENTER

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :


Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi yang sudah memiliki
kompetensi.
Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam bentuk sediaan farmasi.
Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus telah mendapat izin dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan akan dilakukan pemantauan terus
menerus

13
2.3 praktik keperawatan dalam terapi komplementer dengan terapi medis

2.3.1 Terapi komplamenter dalam keperawatan


Perawat secara holistik harus bisa mengintegrasikan prinsip mind-body-spirit dan
modalitas (cara menyatakan sikap terhadap suatu situasi) dalam dalam kehidupan
sehari-hari dan praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu cara
bagi perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan menggunakan
diri sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam rangka menolong orang lain
dari masalah kesehatan. Terapi komplementer digunakan bersama-sama dengan terapi
medis conventional.

Sebenarnya terapi komplementer telah banyak ada di Indonesia, hanya saja peran
perawat belum begitu terlihat disini. Kita berharap setelah kegiatan seminar ini, akan
ada semacam unit khusus yang mengkaji tentang terapi komplementer untuk terus
berkembang, ujar Dekan Fakultas Keperawatan (Fkep) Unpad, Mamat Lukman,
SKM., S.Kp., M.Si saat membuka acara seminar bertema Complementary Therapy
dalam Praktik Keperawatan di Auditorium Teaching Hospital Unpad, Jl. Prof.
Eyckman No. 38, Sabtu (3/07).Hartiah mengatakan, perawat adalah salah satu pelaku
dari terapi komplementer selain dokter dan praktisi terapi. Perawat dapat melakukan
intervensi mandiri kepada pasien dalam fungsinya secara holistik dengan memberikan
advocate dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara ekonomi kepada pasien.
Dengan menguasai terapi komplementer, akan menjadi nilai tambah bagi seorang
perawat sehingga bisa memajukan profesinya, tambah Hartiah menjelaskan.

Terapi komplementer di klasifikasikan menjadi beberapa macam antara lain, Mind-


BodyTherapy, terapi dengan basis biologis, terapi dengan dasar memanipulasi tubuh
(badan), terapi berbasis energi, terapi spiritual dan terapi berbasis nutrisi.
Hypnotherapy dan akupuntur menjadi jenis yang bisa digunakan kepada pasien oleh
perawat dalam usaha melakukan intervensi mandiri.

Hyonotherapy bisa digunakan untuk mengarahkan pasien dengan memanfaatkan


keadaan hipnotik untuk mengenal dan menyentuh potensi dan sumber dari pikiran
bawah sadar sehingga terjadi perubahan teurapeutik. Dalam kondisi tersebut kita bisa
memberi sugesti kepada pasien. Dan itu memudahkan pekerjaan kita nantinya, jelas
Aat. Berbeda dengan Hyonotherapy, Dr. Tomi menjelaskan bahwa akupuntur
merupakan keterapian fisik melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
dengan cara perangsangan daerah permukaan tubuh tertentu (titik akupuntur). Pada
masa perawatan, akupuntur dapat membantu dalam menanggulangi dan mengatasi
rasa nyeri. Media yang digunakan pada akupuntur biasanya adalah jarum atau sarana
pengganti lainnya, tuturnya. Dari aspek hukumnya, Dr. Tri menyebutkan beberapa
dasar hukum untuk terapi komplementer alternatif. Diantaranya adalah Permenkes RI
no.1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.

erika terapi komplementer kedokteran dibagi empat jenis terapi : Chiropractic , teknik
relaksasi, terapi masase dan akupunktur, lainnya terapi komplementer yang dapat
14
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi modalitas yang digunakan pada terapi
komplementer mirip dengan tindakan keperawatan seperti teknik sentuhan, masase
dan manajemen stress. Berikut macam macam dari terapi komplementer dan
kedokteran alternatif : masase, diet , terapi musik, vitamins, produk herbal, teknik
relaksasi, imagenary, humor, terapi sentuhan. Akupuntur, acupressure, chiropractice,
dukungan kelompok, hipnotis, meditasi, aromatherapy, yoga , biofeedback.

Dari hasil penelitian pendapat mahasiswa perawat tentang terapi komplementer yang
direkomendasikan untuk perawat adalah : masase, terapi musik, diet, teknik relaksasi,
vitamin dan produk herbal. Bagi perawat yang tertarik mendalami terapi
komplementer dapat memulai dengan tindakan tindakan keperawatan atau terapi
modalitas yang berada pada bidang keperawatan yang dikuasai secara mahir
berdasarkan perkembangan teknologi terbaru dan jangan lupa untuk membaca
peraturan peraturan tentang terapi komplementer yang berlaku, seperti permenkes
1109/Menkes/Per/IX/2007, karena lain negara lain peraturan dan masalah terapi
komplementer ini menjadi inspirasi bagi perumus RUU Praktik Keperawatan (keep
the spirit)

Hypnotherapy merupakan salah satu bentuk dari penerapan terapi komplementer


Berbeda dengan Hyonotherapy, Dr. Tomi menjelaskan bahwa akupuntur merupakan
keterapian fisik melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan
cara perangsangan daerah permukaan tubuh tertentu (titik akupuntur). Pada masa
perawatan, akupuntur dapat membantu dalam menanggulangi dan mengatasi rasa
nyeri. Media yang digunakan pada akupuntur biasanya adalah jarum atau sarana
pengganti lainnya, tuturnya. Dari aspek hukumnya, Dr. Tri menyebutkan beberapa
dasar hukum untuk terapi komplementer alternatif. Diantaranya adalah Permenkes RI
no.1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.

Beberapa terapi dan teknis medis alternatif dan komplementer bersifat umum dan
menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran dan konsentrasi, sentuhan ringan,
pergerakan, dan lain-lain) untuk membanti individu merasa lebih baik dan beradaptasi
dengan kondisi akut dan akut. Berikut jenis-jenis terapi yang dapat diakses
keperawatan, yaitu :

a. Terapi Relaksasi

Respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum kognitif, fisiologis, dan
stimulasi perilaku. Relaksasi juga melibatkan penurunan stimulasi. Proses relaksasi
memperpanjuang serat otot, mengurangi pengiriman impuls neural ke otak, dan
selanjutnya mengurangi aktivitas otak juga sistem tubuh lainnya. Relaksasi membantu
individu membangun keterampilan kognitif untuk mengurangi cara yang negatif
dalam merespon situasi dalam lingkungan mereka. Keterampilan kognitif adalah
seperti sebagai berikut :

15
1. Fokus (kemampuan untuk mengidentifikasi, membedakan, mempertahankan
perhatian pada, dan mengembalikan perhatian pada rangsangan ringan untuk periode
yang lama).

2. Pasif (kemampuan untuk menghentikan aktivitas analisis dan tujuan yang tidak
berguna).

3. Kesediaan (kemampuan untuk menoleransi dan menerima pengalaman yang tidak


pasti, tidak dikenal, atau berlawanan).

Tujuan dari relaksasi jangka panjang adalah agar individu memonitor dirinya secara
terus-menerus terhadap indikator ketegangan, serta untuk membiarkan dan
melepaskan dengan sadar ketegangan yang terdapat di berbagai bagian tubuh.

b. Meditasi dan Pernapasan

Meditasi adalah segala kegiatan yang membatasi masukan rangsangan dengan


perhatian langsung pada suatu rangsangan yang berulang atau tetap (Rakel dan Faas,
2006). Ini merupakan terminasi umum untuk jangkauan luas dari praktik yang
melibatkan relaksasi tubuh dan ketegangan pikiran. Menurut Benson, komponen
relaksasi sangat sederhana, yaitu : (1) ruangan yang tenang, (2) posisi yang nyaman,
(3) sikap mau menerima, dan (4) fokus perhatian. Praktik meditasi tidak
membutuhkan seorang pengajar, banyak individu mempelajari prosesnya dari buku
atau kaset, dan mudah untuk diajarkan (Fontaine, 2005). Sebagian besar teknik
meditasi melibatkan pernapasan, biasanya pernapasan perut yang dalam, relaks, dan
perlahan. Meditasi menimbulkan keadaan santai, menurunkan konsumsi oksigen,
mengurangi frekuensi pernapasan dan denyut jantung, serta menghasilkan laporan
penurunan kecemasan.

Ada banyak indikasi untuk meditasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

Kecemasan atau suasana yang menegangkan

Rasa kehilangan yang kronis

Sindroma kelelahan kronis

Rasa nyeri kronis

Penyalahgunaan obat (alkohol atau tembakau)

Hipertensi

Kegelisahan

Harga diri rendah atau menyalahkan diri

Depresi ringan

Gangguan tidur

16
Meskipun meditasi telah menunjukan perbaikan dalam bebragai penyakit psikologis,
meditasi merupakan kontraindikasi bagi beberapa individu. Sebagai contoh, individu
yang memiliki ketakutan akan kehilangan kontrol dapat menerima meditasi sebagai
bentuk pengontrolan pikiran dan mungkin menolak untuk mempelajari teknik
tersebut.

c. Imajinasi

Imajinasi atau teknik visualisasi yang menggunakan kesadaran pikiran untuk


menciptakan gambaran mental agar menstimulasi perubahan fisik dalam tubuh,
memperbaiki kesejahteraan, dan meningkatkan kesadaran diri. Biasanya imajinasi
dikombinasi dengan beberapa bentuk latihan relaksasi yang memfasilitasi efek dari
teknik relaksasi. Imajinasi bersifat ditujukan pada diri, di mana individu menciptakan
gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing, dimana selama seorang
praktisi memimpin individu melalui skenario tertentu.

Imajinasikan sering menimbulkan respons psikofisiologis yang kuat seperti perubahan


dalam fungsi imun (Fontaine, 2005). Banyak teknik imajinasi melibatkan imajinasi
visual, tapi mereka juga melibatkan indera pendengaran, proprioseptif, pengecap, dan
penciuman. Visualisasi kreatif adalah satu bentuk imajinasi yang ditujukan pada diri
yang didasari pada prinsip hubungan tubuh-pikiran. Imajinasi memiliki aplikasi pada
sejumlah populasi klien. Imajinasi telah digunakan untuk visualisasi sel kanker yang
telah dihancurkan oleh sel sistem imun, untuk mengontrol atau mengurangi rasa nyeri,
dan untuk mencapai ketenangan dan ketentraman. Imajinasi juga membantu dalam
pengobatan kondisi kronis seperti asma, hipertensi, gangguan fungsi berkemih,
sindrom prementasi dan menstruasi, gangguan gastrointestinal ulceratifcolotis, dan
rheumatoidarthritis.

D. Terapi Latihan Spesifik

Terapi latihan spesifik merupakan pengobatan medis alternatif atau komplementer di


mana perawat yang boleh melakukannya hanya perawat yang telah menyelesaikan
suatu pelatihan atau kursus pelajaran khusus. Perawat harus memiliki sertifikat, gelar,
atau ijazah di luar izin perawat RN untuk dapat memberikan sebagian besar terapi
tersebut. Beberapa terapi latihan spesifik (misalnya umpan balik biologis dan
sentuhan terapeutik) sangat efektif dan direkomendasikan oleh praktisi pelayanan
kesehatan Eropa. Berikut jenis-jenis terapi latihan spesifik adalah sebagai berikut :

1. Umpan Balik Biologis

Selain digunakan untuk intervensi relaksasi, teknik umpan balik biologis juga dapat
membantu individu dalam mempelajari bagaimana mengontrol respons sistem saraf
otonom tertentu. Umpan balik biologis (biofeedback) merupakan suatu kelompok
prosedur terapeutik yang menggunakan alat elektronik atau elektromekanik untuk
mengukur, memproses, dan memberikan informasi bagi individu tentang aktivitas
sistem saraf otonom dan neuromuskular. Informasi, atau umpan balik, diberikan

17
dalam bentuk tanda fisik, fisiologis, pendengaran, dan umpan balik (Rakel dan Faas,
2006).

Umpan balik biologis merupakan penambahan yang efektif pada program relaksasi
karena dapat menunjuk dengan cepat kepada klien kemampuan mereka untuk
mengontrol beberapa respons fisiologis. Berbagai bentuk umpan balik fisiologis
diaplikasikan dalam berbagai situasi. Umpan balik biologis telah berhasil
mengobati migraineheadache, rasa nyeri lainnya, stroke, dan berbagai kelainan
gastrointestinal dan traktus urinarius. Meskipun umpan balik biologis
atelahmenunjukanefektifitas pada sejumlah populasi klien, ada beberapa tindakan
pencegahan. Selama relaksasi atau latihan umpan balik biologis, emosi atau perasaan
yang ditekan terkadang memperlihatkan bahwa klien tidak dapat beradaptasi dengan
dirinya sendiri. Karena alasan ini, praktisi yang menawarkan umpan balik biologis
harus melatih metode psikologis atau memiliki profesional yang berkualitas yang
berguna untuk rujukan (Potter, Perry. 2009).

2. Sentuhan Terapeutik

Sentuhan terapeutik (therapeutiktouch) adalah terapi latihan spesifik yang


dikembangkan oleh perawat. Meskipun asumsi keagamaan dan filosofi terhadap
sentuhan terapeutik berbeda dari teknik penyembuhan Eropa, tetapi sentuhan
terapeutik juga melibatkan profesional pelayanan kesehatan terlatih yang berusaha
untuk menunjukan keseimbangan diri mereka sendiri dalam cara yang bermotivasi
atau disengaja terhadap semua klien.

Sentuhan terapeutik merupakan suatu potensi alami manusia yang terdiri dari
meletakkan tangan praktisi pada atau dekat dengan tubuh seseorang. Proses sentuhan
terapeutik melibatkan dimana praktisi melihat tubuh secara sekilas dan mendiagnosis
daerah tempat terakumulasinya tegangan. Praktisi kemudian mencoba mengarahkan
energi tersebut untuk membawa individu kembali masuk ke dalam keseimbangan
energi yang sama dengan praktisi. Sentuhan terpeutik terdiri dari lima fase, yaitu :
pemusatan, pengkajian, penenangan, pengobatan, dan evaluasi.

Beberapa penelitian klasik terdahulu mendapatkan bahwa sentuhan terapeutik


meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) pada beberapa klien. Penelitian lain
menemukan bahwa sentuhan terapeutik mampu mengurangi tingkat kecemasan pada
klien yang dirawat yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit kardiovaskuler,
menurunkan rasa nyeri sakit kepala, dan memperbaiki suasana hati pada individu
dewasa yang berduka cita. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukan hasil yang
positif dari sentuhan terapeutik, beberapa yang lainnya tidak. Alasan untuk kurangnya
respons ini adalah hilangnya kontak mata dan wajah selama sesi terapeutik dan sesi
yang terlalu singkat.

3. Terapi Kiropraktik

18
Terapi Kiropraktik merupakan suatu seni penyembuhan manual, dikembangkan pada
tahun 1895 di Lowa. Praktisi kiropraktik lulus dari program persipan yang didirikan
sederajat dengan sekolah kedokteran. Terapi kiropraktik merupakan terapi holistik
yang biasanya tidak menggunakan obat-obatan atau operasi. Terapi kiropraktik
mempromosikan diet alami dan olahraga yang teratur sebagai komponen penting agar
tubuh dapat berfungsi dengan baik (Fontaine, 2005).

Tujuan dasar terapi kiropraktik berfokus pada perbaikan struktur dan keseimbangan
fungsional. Salah satu gangguan struktur mayor yang diobati oleh praktisi kiropraktik
adalah subluksasio vertebra, di mana gerakan sendi menurun disebabkan oleh sedikit
perubahan pada posisi persambungan tulang dan gejala subjektif seperti rasa nyeri.
Beberapa penyakit atau kelainan sendi tidak harus diobati dengan manipulasi.
Kontraindikasi terapi kiropraktik adalah mielopati akut, patah tulang (fraktur),
dislokasi, arthritisrheumatoid, dan osteoporosis.

4. Pengobatan Tradisional China

Pengobatan tradisional china (TraditionalChineseMedicina) terdiri dari beberapa


modalitas, termasuk herbal, akupuntur, moxibustion, diet, olahraga, dan meditasi.
TCM sudah berusia ribuan tahun dan berakar dari Taoisme. Ada beberapa konsep
utama yang merupakan pengobatan China. Konsep yang paling adalah Yin-Yang yang
menggambarkajn fenomena berlawanan yang saling melengkapi dan berada dalam
keseimbangan yang dinamis. Qi (di baca Chi) didefinisikan sebagai energi vital dari
tubuh manusia. Penyakit diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu : penyebab
eksternal, penyebab internal, dan bukan penyebab internal maupun eksternal (Perry,
Potter, 2009 ).

elemen, yaitu terdiri atas : bumi, logam, air, kayu, dan api. Berbagai fenomena
kesehatan disususnmenurutfase tersebut dan saling berhubungan satu sama lain.
Berikut jenis-jenis pengobatan tradisional China, yaitu :

a. Akupuntur : akupuntur merupakan metode stimulasi titik tertentu (akupoin) pada


tubuh dengan memasukan jarum khusus untuk memodifikasi persepsi rasa nyeri.
Menormalkan fungsi fisiologis, serta mengobati atau mencegah penyakit. Akupuntur
mengatur atau meluruskan kembali aliran qi. Menurut pengobatan tradisional China,
jarum akupunturmelepskan obstruksi energi dan membangun kembali aliran qi
melalui meridian, selanjutnya menstimulasi dan mengaktifkan mekanisme
penyembuhan diri oleh tubuh. Penggunaan arus listrik lemah dan kuat meningkatkan
efek dari jarum tersebut (Fontaine, 2005).

Akupuntur merupakan modalitas pengobatan primer yang digunakan oleh praktisi


pengobatan China. Masalah terbanyak yang dapat diobati dengan akupuntur meliputi
nyeri punggung bagian bawah, nyeri pada otot wajah, sakit kepala ringan dan migrain,
linu panggul, nyeri bahu, osteoarthritis, salah urat pada leher, dan keseleo
musculoskeletal (Rakel dan Faass, 2006).

19
Akupuntur merupakan terapi yang aman jika praktisi telah menjalani pelatihan yang
sesuai dan menggunakan jarum yang steril. Meskipun telah ditemukan komplikasi,
tetapi masih jarang terjadi jika praktisi melakukan langkah-langkah yang benar untuk
menjamin keamanan alat dan klien komplikasi meliputi infeksi karena sterilisasi
jarum yang tidak adekuat atau jarum yang ditinggalkan dalam tempat untuk waktu
yang lama, jarum yang patah, kebocoran organ internal, perdarahan, pingsan, kejang,
keguguran, dan perasaan mengantuk pascapengobatan (Fontaine, 2005).

b. Terapi Herbal : peneliti memperkirakan sekitar 25.000 jenis tumbuhan digunakan


secara medis di seluruh dunia. Ini merupakan bentuk pengobatan lama yang diketahui
untuk manusia, dan bukti arkeologi mengatakan bahw a Belanda menggunakan obat
herbal sejak 60.000 tahun yang lalu (Fontaine, 2005).

The Federal Food, Drug, andCosmetic Art mengharuskan semua obat dibuktikan
keamanan dan efektifitasnya sebelum dijual ke masyarakat. Karena pengobatan herbal
tidak menjalani penelitian dengan teliti yang sama secara farmasi, mayoritas tidak
menerima persetujuan untuk menggunakannya sebagai obat dan tidak diatur oleh The
Food andDrugAdmistration (FDA). Substansi herbal pengobatan China berasal dari
tanaman, hewan, atau mineral. Sedangkan pengobatan Barat menggunakan herbal
yang dipersiapkan secara primer dari materi tanaman. Sejumlah herbal aman dan
efektif untuk berbagai kondisi, sebagai contoh : susu dari tanaman liar efektif untuk
mengobati sejumlah gangguan hati dan kendung kemih (Perry, Potter, 2009).

Meskipun pengobatan herbal memberikan efek yang berguna bagi berbagai kondisi,
sejumlah masalah timbul. Ketika pengobatan herbal dikembangkan, konsentrasi
bahan-bahan aktif beragam bentuknya. Kontaminasi dengan herbal atau bahan kimia
lain, termasuk pestisida dan logam berat juga terjadi. Beberapa herbal juga
mengandung produk yang sangat toksik dan dapat menyebabkan kanker (Fontaine,
2005).

2.3.2 PENERAPAN DALAM PRATIK KEPERAWATAN


Keperawatan holistic menghormati serta mengobati jiwa, tubuh dan pikiran klien,
perawatan menggunakan Intervensi Keperawatan holistic seperti terapi relaxasi, terapi
music, sentuhan ringan dan usaha pemulihan (doa). Intervensi seperti ini
mempengaruhi Individu secara keseluruhan (jiwa, tubuh, pikiran) dan
merupakan pelengkap yang bersifat efektif ekonomis, non, invasive serta
non farmakologis untuk pelayanan medis terapi tersebut di susun dalam 2
tipe:

1. Terapi yang dapat diakses keperawatan.


Di mana seorang perawat dapat mulai mempelajari dan mempergunakanya dalam
pelayanan klien.
2. Terapi latihan spesifik
Di mana seorang perawat tidak dapat melakukan tanpa pelatihan tambahan dan atau
sertifikat.

20
1. TERAPI YANG DAPAT DIAKSES KEPERAWATAN
Relaksasi
Tujuan : agar individu mampu memonitor dirinya secara terus menerus terhadap
indicator ketegangan serta untuk membiarkan, melepaskan dengan sadar ketegangan
yang terdapat di bebagai tubuh.
Macam relaxsasi:
a. Relaksasi progresif
Mengajarkan individu bagaimana beristirahat dengan efektif dan mengurangi
ketegangan pada tubuh.
b. Relaksasi pasif
Mengajarkan individu untuk merelaksasikan sekelompok otot secara pasif.
Cara terapi relaksasi :
a. Meditasi dan pernafasan berirama
Menyediakan lingkungan yang tenang.
Membantu klien untuk mendapatkan kenyamanan saat sedang duduk atau
berbaring,minta klien untuk tetap diam sebisa mungkin dan bergerak jika perlu
agar tetap merasa nyaman.
Menginstruksikan klien untuk bernafas kedalam dan keluar secara perlahan dan
dalam menggunakan otot perut.
Pada awal setiap mengeluarkan nafas,minta klien untuk menyebut angka satu
dalam pikirannya,lanjutkan ketahap meditasi.
Menjelaskan ketika pikiran mengembara,bawa kembali untuk memulai
mengeluarkan nafas dalam tanpa pertimbangan.
Minta klien melakukan setiap jenis latihan selama 5,10,15 dan 20 menit
Lakukan setiap hari untuk minimal satu jenis latihan.
b. Relaksasi dan progesif
Menyediakan linkungan yang tenang
Membantu klie untuk mendapatkan kenyamanan saat sedang duduk atau
berbaring, meminta klien untuk tetap diam sebisa mungkin dan bergerak jika
perlu agar tetap merasa nyaman.
Mengintrusikan klien untuk menutup mata dan mempertahankan sikap mau
menerima.
Menginstuksikan untuk bernafas dalam dan keluar secara perlahan dan dalam
menggunakan otot otot patu paru
Saat klien bernafas secara perlahan dan nyaman, instrukasikanb klien untuk
merelaksasikan dan meregangkan otot sesuai urutan yang di perintahkan,
menengankan dan merelasaksikan serta merasakan tiap bagian yang berelaksasi.
Instruksikan klien untuk menegangkan dan kemudian merelaksasikan betis, lutut,
dan seterusnya.
c. Relaksasi dengan gerakan sensoris
Menyediakan tempat yang tenang
Membantu klien untuk mendapatkan kenyamanan saat sedang duduk atau
berbaring, meminta klien untuk tetap diam sebisa mungkin dan bergerak jika
perlu agar tetap merasa nyaman.
Menginstruksikan klien untuk menutup mata dan mempertahankan sikap mau
menerima.
Menginstruksikan klien untuk bernafas ke dalam dan ke luar secara perlahan dan
dalam menggunakan otot otot perut.

21
Instrusikan klien untuk mengulang secara perlahan lahan menyelesaikan setiap
kalimat berikut dengan suara rendah atau untuk dirinya:
Sekarang saya sadar melihat.
Sekarang saya sadar merasakan
Sekarang saya sadar mendengarkan..
Instrusikan klien untuk mengulng dan menyelesaikan setiap kata empat kali,
kemudian tiga kali, kemudian dua kali dan terakhir satu kali.
d. Relaksasi dengan music
Menfasilitasi klien dengan alat perekam dan alat pendengar.
Meminta klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman (duduk atau berbaring
dengan tangan dan kaki di silang) dan untuk menutup mata dan mendengarkan
music melalui alat pendengar.
Instrusikan klien untuk membanyangkan terapung atau ditiup dengan music
ketika sedang mendengarkan.
Evaluasi:
Mangkaji tanda tanda vital klien terutama pola pernafasan.
Minta klien untuk menggambarkan tingkat ketegangan atau perasaan kawatir.
Mengamati klien terhadap adanya perilaku yang menunjukan kecemasan.

2. TERAPI LATIHAN SPESIFIK


a. Umpan balik biologis
Merupakan suatu kelompok prosedur terapeutik yang menggunakan alat
elektronik, atau elektromekanik untuk mengukur, memproses dan memberikan
informasi bagi individu tentang aktivitas system saraf otonom dan neuro
moskuler.
b. Sentuhan terapiutik
Sentuhan terapiutik merupakan satu potensi alami manusia yang terdiri dari
meletakkan tangan praktisi pada atau dekat dengan tubuh seseorang kemudian
praktisi mencoba mengarahkan energi yang ada dalam tubuhnya untuk membawa
individu kembali masuk kedalam keseimbangan energi yang sama dengan
praktisi.
c. Terapi kiropraktik
Manipulasi spinal yang diarahkan pada sendi tertentu ole praktisi dengan
menggunakan tangan atau alat.
d. Akupuntur
Merupakan metode stimulasi titik tertentu pada tubuh dengan memasukan jarum
kusus untuk memodifikasi persepsi rasa nyeri, menormalkan fungsi fisiologis
serta mengobati dan mencegah penyakit.
e. Terapi herbal
Menggunakan tanaman, hewan, atau mineral.

2.3.3 Peran Keperawatan dalam Terapi Alternatif dan Latihan


Ketertarikan pada terapi medis alternatif dan komplementer meningkat secara
signifikan pada 20 tahun terakhir. Pendekatan kedokteran terintegrasi konsisten dengan
pendekatan holistik yang dipelajari perawat untuk dipraktikkan. Perawat memiliki
potensi untuk menjadi partisipan utama dalam jenis filosofi pelayanan kesehatan ini.
Banyak perawat sudah mempraktikkan manfaat sentuhan. Pahami terapi medis

22
alternatif atau komplementer untuk membuat rekomendasi yang tepat kepada
penyelenggaraan pelayanan primer alopatik tentang terapi mana yang bermanfaat bagi
klien. Selain itu, berikan nasihat kepada klien tentang kapan waktu yang tepat untuk
mencari terapi konvensional atau terapi medis alternatif dan komplementer.

Perawat bekerja sangat dekat dengan klien mereka dan berada dalam posisi mengenali
titik pandang budaya spiritual klien. Perawat biasanya dapat menentukan terapi medis
alternatif atau komplementer mana yang lebih sesuai dengan kepercayaan dan
menawarkan rekomendasi yang sesuai (Potter, Perry, 2009).

2.4 Kesetaraan Terapi Komplementer dengan Terapi Medis


1. Gangguan konsep diri : depresi

1. Pengertian

Ada beberapa definisi depresi menurut para ahli, mari kita simak :

- Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional


berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.

- Menurut Kusumanto (1981) depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang


psikopatologis, yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang
sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas. Depresi dapat
merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala (sindroma).

- Menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati (kepedihan,


kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa
inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi
itu psikotis sifatnya, maka ia disebut melankholi.

- Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan


bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang,
muncul perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapanyang disertai perasaan sedih,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas.

2. Etiologi

23
Beberapa ahli juga memberikan penjelasan mengenai penyebab depresi. Menurut
Kaplan dalam Tarigan (2003) Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab dapat
dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga
faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya

1. Faktor Biologi

Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua


neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa
peneliti juga menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem
limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.

2. Faktor Genetik

Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan


gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan
depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10 25
%.

3. Faktor Psikososial

Mungkin faktor inilah yang banyak diteliti oleh ahli psikologi. Faktor psikososial
yang memyebabkan terjadinya depresi antara lain;

a. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan : suatu pengamatan klinik


menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan
sering mendahului episode gangguan mood.

b. Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian atau bentuk


kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan
ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipetipe kepribadian
seperti oral dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar
mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya.

c. Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud menyatakan suatu hubungan


antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien
depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang
hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan
diri terhadap objek yang hilang. depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan
sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi
menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan
mengakibatkan mereka putus asa.

d. Ketidakberdayaan yang dipelajari: Didalam percobaan, dimana binatang secara


berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya,

24
binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk
menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya.

e. Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi


Asikal H.S. dalam Tarigan (2003) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada
depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu : a) Pandangan negatif terhadap
masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya
tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan negatif terhadap
pengalaman hidup. Meyer berpendapat bahwa depresi adalah reaksi seseorang
terhadap pengalaman hidup.

f. Penyebab depresi adalah faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial.
Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.

.3. Manifestasi Klinis

Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik
& sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa
orang lainnya lebih banyak. Tinggi rendahnya gejala bervariasi pada individu dan juga
bervariasi dari waktu ke waktu. Berikut ini beberapa gejala dari depresi :

- Terus menerus merasa sedih, cemas, atau suasana hati yang kosong

- Perasaan putus asa dan pesimis.

- Perasaan bersalah, tidak berdaya dan tidak berharga.

- Kehilangan minat atau kesenangan dalam hobi dan kegiatan yang pernah
dinikmati.

- Penurunan energi dan mudah kelelahan.

- Kesuultan berkonsentrasi, mengingat, atau membuat keputusan.

- Insomnia, pagi hari terbangun, atau tidur berlebihan.

- Nafsu makan berkurang bahkan sangat berlebihan. Penurunan berat badan


bahkan penambahan berat badan secara drastis.

- Selalu berpikir kematian atau bunuh diri, percobaan bunuh diri

- Gelisah dan mudah tersinggung

- Terus menerus mengalami gejala fisik yang tidak respon terhadap pengobatan,
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan sakit kronis

25
Pada umumnya gejala depresi antara lain murung, sedih berkepanjangan, sensitif,
mudah marah dan tersinggung, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan
menurunnya daya tahan.

4. Penatalaksanaan Medis

a. Terapi Medis

- Obat Anti Depresan golongan serotonin Selektif Reuptake Inhibitor (SSRI) dan
Serotonin Norephinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)

- Benzodiazepine (obat penenang)

- Alphrazolam, Lorazepam, (anti cemas)

b. Terapi Komplementer

Terapi rekreasi

Pengertian

Terapi rekreasi adalah kegiatan penyegaran kembali tubuh dan pikiran dan kegiatan
yang menggembirakan hati seperti hiburan atau piknik. Rekreasi dapat meningkatkan
daya kreasi manusia dalam mencapai kesinambungan antara bekerja dan beristirahat.

Terapi rekreasi pada lansia adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang
bertujuan untuk membentuk serta meningkatkan kembali kesegaran fisik, mental,
pikiran dan daya rekreasi (individual maupun kelompok) yang hilang akibat aktivitas
rutin sehari hari dengan cara mencari kesenangan, hiburan, dan kesibukan yang
berbeda. Rekreasi dapat memberikan kepuasan serta kegembiraan yang ditujukan bagi
kepuasan lahir dan batin lansia.

Teori terapi rekreasi

Terapi rekreasi yang diberikan kepada lansia akan memengaruhi kondisi fisik dan
psikis lansia. Secara fisik terapi rekreasi mampu membantu lansia dalam
mengembalikan atau memperbaiki kondisi fisik yang sudah lama jarang digerakkan
akibat hospitalisasi yang lama.

Secara psikis terapi rekreasi akan mempengaruhi psikis lansia seperti membantu
menyegarkan otak dan pikiran, membuat perasaan menjadi tenang, senang, serta
nyaman. Dan demikian, lansia tidak akan merasa cemas, stress maupun depresi.

Tujuan terapi rekreasi

26
1. Menciptakan dan membina hubungan manusia.

2. Mempertahankan nilai nilai budaya.

3. Menimbulkan kesenangan dan kepuasan karena dapat memenuhi rasa ingin tahu.

4. Memulihkan kesehatan jasmani dan rohani.

Indikasi terapi rekreasi

1. Lansia yang baru keluar dari rumah sakit setelah perawatan selama lebih dari 2
minggu.

2. Lansia yang sedang mengalami cemas, stress, maupun depresi.

3. Lansia yang mempunyai penyakit kronis.

Kontraindikasi terapi rekreasi

1. Lansia yang kondisinya harus tirah baring total msalnya sroke atau pasca operasi
tumor otak.

2. Lansia yang mengalami demensia, ganguan jiwa, dan ketergantungan total.

Teknik terapi rekreasi

Persiapan

Persiapan alat:

1. Tidak membutuhkna alat khusus untuk jenis rekreasi yang tujuannya jalan
jalan.

2. Untuk rekreasi yang bersifat olahraga dibutuhkan alat olahraga yang akan
dilakukan, misalnya peralatan golf jika olahraga yang dilakukan adalah golf.

3. Untuk rekreasi yang bersifat permainan, perlu dipersiapkan alat permainan


seperti permainan catur.

4. Bagi lansia yang aktivitas setiap harinya membutuhkan kacamata, tongkat, kursi
roda, maupun alat bantu jalan yang lain, keluarga perlu mempersiapkan.

Persiapan lingkungan:

1. Tidak ada persiapan khusus untuk lingkungan, hanya tergantung dari tingkat
rekreasi mana yang akan dikunjungi.

27
2. Hindari lokasi yang akan menimbulkan resiko cidera bagi lansia seperti
tangga,gunung atau tempat yang tinggi-jangan meninggalkan lansia sendirian di tepi
tangga,kolam renang atau laut.

3. Hindari tempat yang terlalu ramai karena akan membuat pusing lansia.

4. Hindari tempat yang panas,ajak ke tempat yang suasananya sejuk. Terutama


pada lansia yang memiliki ganguuan pernafasan.

Persiapan klien:

1. Pastikan klien dalam kondisi yang sehat

2. Jangan mengajak lansia pergi rekreasi dengan paksaan sebab dapat


mempengaruhi fungsi dari rekreasi dan lansia tidak akan menikmati piknik.

3. Pastikan alat yang biasa di gunakan lansia selalu dibawa.

Prosedur

1. Memilih jenis rekreasi yang di inginkan lansia.

2. Memilih tujuan rekreasi yang akan dikunjungi.

3. Mempersiapakan kebutuhan yang akan diperlukan lansia.

4. Jangan lupa melihat kondisi lansia sebelum, selama perjalanan, saat di tempat
tujuan, dan setelah rekreasi.

Kriteria evaluasi

1. Tanyakan apakah lansia merasa senang dan puas dengan rekreasi yang
dilakukan.

2. Pastikan bahwa lansia tidak merasa cemas, stress, maupun depresi setelah
perjalan rekreasi tersebut.

3. Pantau kondisi lansia seperti kondisi fisik seperti lemah.

4. Pastikan lansia tidak lupa untuk menkonsumsi obat obatan apabila sedang
sakit.

5. Evaluasi apakah tempat rekreasi yang dikinjungi tadi bisa dijadikan tempat
berkunjung rutin atau justru tidak cocok dikunjungi lagi.

2. Gangguan sistem pencernaan : gastritis

1 Pengertian

Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan

28
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya
itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut
merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat
mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor factor lain
seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang
sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Secara sederhana definisi gastritis adalah
proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan
gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering
hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.

Definisi Gastritis menurut para ahli adalah :

- Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus atau lokal. Sylvia A. Price (1995)

- Gastritis adalah suatu iritasi atau infeksi yang menjadikan dinding merah,
bengkak, berdarah dan berparut. Dr. Robert B. Cooper (1996).

- Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Arif Mansjoer (1999).

- Gastritis adalah inflamasi dari lambung terutama pada mukosa gaster. Sujono
Hadi (1999).

- Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan
berkembang dipenuhi bakteri. Charlene J (2001).

Klasifikasi Gastritis

Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu (David Ovedorf 2002) :

1. Gastritis akut

Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa
menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :

Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti
bahan kimiamisal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi
bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah
sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung) ).

Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan ).

2. Gastritis Kronik

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik
dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan gastritis kronik
tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari
kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik

29
mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.
Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi helicobacter
pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

2. Etiologi

A. Infeksi kuman Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel


penghasil lendir di lapisan lambung).
Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam
lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam,
berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan
gastritis menetap atau gastritis sementara.
B. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik untuk infeksi paru dicurigai mempengaruhi penularan
kuman di komunitas karena antibiotika tersebut mampu mengeradikasi infeksi
Helicobacter pylori walaupun presentase keberhasilannya rendah.
C. Gangguan fungsi sistem imun
Sistem imun yang dimiliki oleh seseorang akan dapat menjadi pemacu reaksi
imunologis terhadap infeksi virus atau jamur. Terdapat beberapa jenis virus
yang dapat menginfeksi mukosa lambung misalnya enteric rotavirus dan calici
virus. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu
produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh
mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
D. Penggunaan Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis.
E. Penggunaan alkohol secara berlebihan
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun
pada kondisi normal.
F. Penggunaan kokain
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.
G. Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada
lambung.

30
H. Radiasi and kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah
kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis
besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat
mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung.

3 Manifestasi Klinis

a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan mengarah pada hemoragi

b. Beberapa pasien menunjukan asimptomatik

c. Dapat terjadi kolik dan diare jika makan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan tetapi malah mencapi usus

d. Perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena.

e. Pasien biasa nya pulih kembali sekitar sehari, meskipu nafsu makan
mungkin hilang selama 2-3 hari

f. Nyeri disekitar ulu hati

g. Mual

h. Muntah

i. Kembung

j. Anorexia

4 Penatalaksanaan Medis

Obat yang dipergunakan untuk gastritis adalah Obat yang mengandung bahan-bahan
yang efektif menetralkan asam dilambung dan tidak diserap ke dalam tubuh sehingga
cukup aman digunakan (sesuai anjuran pakai tentunya). Semakin banyak kadar
antasida di dalam obat maag maka semakin banyak asam yang dapat dinetralkan
sehingga lebih efektif mengatasi gejala sakit gastritis dengan baik.

Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis akut akibat konsumsi


alkohol dan kopi berlebihan, obat-obat NSAID dan kebiasaan merokok dapat sembuh

31
dengan menghentikan konsumsi bahan tersebut. Gastritis kronis akibat infeksi bakteri
H. pylori dapat diobati dengan terapi eradikasi H. pylori. Terapi eradikasi ini terdiri
dari pemberian 2 macam antibiotik dan 1 macam penghambat produksi asam
lambung, yaitu PPI (proton pump inhibitor).

Untuk mengurangi gejala iritasi dinding lambung oleh asam lambung, penderita
gastritis lazim diberi obat yang menetralkan atau mengurangi asam lambung,
misalnya (Mayo Clinic,2007) :

A. Antasid : Obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan
obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralkan asam lambung sehingga cepat mengobati gejala antara lain
promag, mylanta, dll.
B. Penghambat asam (acid blocker) : Jika antasid tidak cukup untuk mengobati
gejala, dokter biasanya meresepkan obat penghambat asam antara lain
simetidin, ranitidin, atau famotidin.
C. Proton pump inhibitor (penghambat pompa proton) : Obat ini bekerja
mengurangi asam lambung dengan cara menghambat pompa kecil dalam sel
penghasil asam. Jenis obat yang tergolong dalam kelompok ini adalah
omeprazole, lanzoprazole, esomeparazol, rabeprazole, dll. Untuk mengatasi
infeksi bakteri H. pylori, biasanya digunakan obat dari golongan penghambat
pompa proton, dikombinasikan dengan antibiotika.

Terapi relaksasi nafas dalam

Menurut brunner & suddart (2002), relaksasi nafas adalah pernafasan abdomen
dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama dan nyaman yang dilakukan dengan
memejamkan mata.

Teori terapi relaksasi nafas dalam

Teknik relaksasi meliputi berbagai metode untuk perlambatan bawah tubuh dan
pikiran. Meditasi, relaksasi otot progresif, latihan pernafasan, petunjuk gambar
merupakan teknik relaksasi yang sering digunakan dalam pengaturan klinis klien
untuk membantu reaksi stres dan mengatur kesejahteraan secara keseluruhan.

Distraksi atau pengalihan perhatian akan menstimulasi kontrol desenden, yaitu suatu
sistem serabut yang barasal dari dalam otak bagian bawah dan bagian tengah dan
berakhir pada serabut interneural inhibitor dalam kornudorsalis dari medulla spinalis,
yang mengakibatkan berkurangnya stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak
(smeltzher, 2002)

Manfaat terapi relaksasi nafas dalam

1. Lansia mendapatkan perasaan yang nyaman dan tenang

32
2. Mengurangi nyeri

3. Lansia tidak mengalami stress

4. Melemaskan otot untuk menurunkan ketegangan dan kejenuhan yang biasanya


menyertai nyeri

5. Mengurangi kecemasan yang memburuk persepsi nyeri

6. Relaksasi nafas dalam mempunyai efek distraksi atau pengalihan perhatian.

Indikasi terapi relaksasi nafas dalam

1. Lansia yang mengalami nyeri akut tingkat ringan sampai dengan sedang akibat
penyakit yang kooperatif

2. Lansia dengan nyeri kronis ( nyeri punggung)

3. Nyeri pasca operasi

4. Lansia yang mengalami stress

Kontraindikasi terapi relaksasi nafas dalam

Terapi relaksasi nafas dalam tidak diberikan pada klien yang mengalami sesak nafas

Teknik Terapi relaksasi nafas dalam

Menurut earnest (1989), teknik terapi relaksasi nafas dalam dijabarkan sebagai berikut
:

A. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru dengan udara, dalam tiga
hitungan (hirup, dua, tiga)
B. Udara dihembuskan perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi relaks
dan nyaman. Lakukan pengitungan bersama klien (hembuskan, dua, tiga)
C. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal
D. Ulangi kegiatan menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Biarkan hanya
kaki dan telapak kaki yang relaks. Perawat meminta klien mengonsentrasikan
pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
E. Klien mengulangi lang ringan dan hangat.
F. Klien mengulangi langkah keempat dan mengonsentrasikan pikiran pada
lengan, perut, punggung dan kelompok otot yang lain.
G. Setelah seluruh tubuh klien merasa relaks, anjurkan untuk bernafas secara
perlahan-lahan. Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara

33
dangkah keempat dan mengonsentrasikan pikiran pada lengan, perut,
punggung dan kelompok otot yang lain.
H. Setelah seluruh tubuh klien merasa relaks, anjurkan untuk bernafas secara
perlahan-lahan. Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.

Kriteria evaluasi

1. Catat skala nyeri yang dirasakan klien sesudah tindakan

2. Catat ekspresi klien sesudah tindakan

3. Catat tanda-tanda vital klien.

Pada kasus penyakit di atas dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer dan terapi
medis adalah setara dapat di lakukan dengan berdampingan selama itu dengan cara
dan tindakan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi, pada penyakit pasien di
dalam hukum juga sudah tertera undang-undang yang bernaung tentang terapi medis
dan terapi komplementer. Terutama pada praktik tenaga kesehatan keperawatan telah
terdapat terapi komplementer yang dapat di lakukan untuk penyembuhan klien karena
terapi komplementer ini sangatlah mirip dengan tindakan keperawatan hanya berbeda
dengan langkah-langkahnya tetapi memiliki tujuan yang sama. Contohnya tehnik
relaksasi terdapat massage, massage yang di lakukan oleh perawat dan massage yang
di lakukan oleh petugas spa tentu berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama untuk
merelaksasikan badan kliennya dan membuat klien berkurang rasa sakit yang di
deritanya. Pada terapi komplementer dan terapi medis ini telah setara di mata hukum
dan dalam bidang kesehatan dapat di lakuakan secara berdampingan dengan indikasi
yang ada, tetapi banyak petugas kesehatan yang kurang memahami hal ini sehingga
petugas kesehatan selalu mengesampingkan terapi komplementer dan mementingkan
terapi medis. Pada masyarakat juga masih memiliki perbandingan yang tinggi
terhadap terapi komplementer dengan terapi medis ada beberapa yang masih percaya
dengan terapi komplementer ada juga yang lebih percaya dengan terapi medis tentu
asumsi masyarakat berbeda-beda tentang hal ini. Maka pada masyarakat hal ini belum
keseluruhannya setara tetapi dalam hal ini terapi komplementer dan terapi medis
sudah seharusnya bisa di lakukan secara berdampingan di mana ini baik untuk
ksesembuhan pasien jika di lakukan dengan cara yang tepat dan mengetahui indikasi
yang jelas dapat menyembuhkan pasien dengan cepat. Karena di mata hukum dan
praktik keperawatan terapi komplementer dan terapi medis adalah setara sesuai
dengan undang-undang yang ada.

34
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi medis adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Optimalisasi terapi
medis harus aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak dan pelayanan kesehatan secara

35
akurat serta adanya kesepakatan antara pasien dan pemberi pelayanan berdasarkan informasi
terkini.

Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil penelitian
tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada manusia
dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan seseorang. NCCAM.
Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di dasarkan sebagai kategori
terapi pikiran penghubung tubuh (mind body terapies) sementara terapi biomedis lebih
banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi terhadap pengibatan.
terapi komplementer dan terapi medis adalah setara dapat di lakukan dengan berdampingan
selama itu dengan cara dan tindakan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi pada
penyakit pasien di dalam hukum juga sudah tertera undang-undang yang bernaung tentang
terapi medis dan terapi komplementer

3.2 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi medik dan terapi komlementer
diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh manfaat dari makalah
yang kami buat dan dapat lebih menyetarakan terapi medis dan terapi komplementer terhadap
perawatan pasien dengan keahlian, tehnik dan indikasi yang jelas. Jika ada pengembangan
yang bermanfaat mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari
pembaca atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami
buat.

DAFTAR PUSTAKA

36
Kusumanto, R., Iskandar, Y., 1981. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi
pada praktek umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha

Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta:


Rajawali Pers.

Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.J
akarta : Salemba Medika

Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika

Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003.Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta :
EGC

Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas keperawatan pada klien


psikogeriatik. Jakarta : Salemba medika

Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik. Edisi


II.Jakarta : EGC

Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id.

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

37

Anda mungkin juga menyukai