Dosen pengampu :
Ns. Alfianur.s,kep. M,kp
Disusun Oleh
: Kelompok 11
Alhamdulillah, Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai, dengan judul “Terapi modalitas dan
komplementer. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN...............................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................iii
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................iv
BAB II...................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN...................................................................................................................................1
2.1 Terapi Modalitas Dalam Keperawatan.........................................................................................1
2.2 Terapi Komplementer Dalam Keperawatan.................................................................................4
BAB III...............................................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan
keluarga.
Terapi modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang
bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan
perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi isu di banyak negara. Masyarakat
menggunakan terapi ini dengan alasan keyakinan, keuangan, reaksi obat kimia dan tingkat
kesembuhan. Perawat mempunyai peluang terlibat dalam terapi ini, tetapi memerlukan
dukungan hasil-hasilpenelitian (evidence-based practice). Pada dasarnya terapi komplementer
telah didukungberbagai teori, seperti teori Nightingale, Roger, Leininger, dan teori lainnya.
Terapi komplementer dapat digunakan di berbagai level pencegahan. Perawat dapat berperan
sesuai kebutuhan klien.
Permasalahan penyakit degenerative di masyarakat semakin hari semakin mengalami
peningkatan.Hal ini menyebabkan peningkatan munculnya tempat-tempat pengobatan
alternatif yang banyak dikunjungi oleh masyarakat baik dari berbagai kalangan. Hasil survey
dan penelitian menjelaskan bahwa peningkatan penggunaan pengobatan ini meningkat di
berbagai negara. Bahkan di Amerika Serikat pengobatan alternative telah menjadi bagian
penting dalam pengobatan. Hasil estimasi dari Synder dan Lindquis (2002); Smith et al,
(2004) Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang
yang mengunjungi praktik konvensional. Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah
pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun
1997 (Widyatuti, 2008). Hasil survey yang dilakukan oleh American Association of Retired
Persons (AARP) dan the National Center for Complementary and Alternative Medicine
(NCCAM) kurang lebih 53% orang dengan usia 50 tahun menggunakan terapi alternative
dalam pengobatan penyakitnya dan lama terapi yang dijalani kurang lebih selama 12 tahun
(Mariano C, 2015). Sedangkan di Indonesia diperkirakan 80% masyarakat mencari
pengobatan alternative (Suardi Drajat R, 2013). Pencarian dan penggunaan pengobatan
alternative oleh masyarakat dipengaruhi oleh factor kenyakinan, keuangan, reaksi obat kimia
dan tingkat kesembuhan.
Terapi modalitas dan komplementer merupakan salah satu terapi yang banyak diminati
oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang menanyakan di pelayanan kesehatan pengobatan
alternative yang ada atau disediakan oleh pelayanan kesehatan sebagai upaya masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihan mereka. Hal ini menjadikan
kesempatan kepada tenaga kesehatan seperti perawat untuk dapat mengembangkan terapi
modalitas dan komplementer dalam upaya praktek keperawatan. Peran yang dilakukan oleh
perawatan dalam upaya praktek keperawatan tentu berdasarkan kemampuan dan keahlian
yang dimiliki. Perawat juga dapat berperan sebagai konsultan dalam pemilihan terapi
modalitas dan komplementer bagi masyarakat maupun membantu terapi secara langsung
iii
dalam upaya pengobatan. Akan tetapi hal ini tentu saja perlu adanya pengembangan lebih
lanjut melalui berbagai upaya penelitian (evidence based practice) sehingga hasilnya dapat
bermanfaat bagi perkembangan praktek aplikasi keperawatan.
1.3 Tujuan
iv
v
BAB II
PEMBAHASAN
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam
upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi
modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak
terapi atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan
keluarga. Terapi modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa
yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa
dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi Individual
1
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
- Terapi Orientasi
- Terapi Kerja
- Terapi Terminasi
membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya
sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia mengekspresikan
segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah
tersebutsepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien mempercayai perawat,
tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi
latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga
penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara
perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan
perawat-klien danbagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai
perawat sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan
eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak
hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga
bagaimana perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu
untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi
dengan dirinya, serta didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari
perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif(Zeva Dwi Virsa, 2018).
Setelah kedua fihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang
mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka
perawat dapat melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan
terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri,
social dan pekerjaan, serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.
Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik.
Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku
dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan,
pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan
lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga
diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien
akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan
klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang
diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah
tinggalnya.
2
Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical
di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep
yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa
semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model
medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma
spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
Terapi Kognitif
Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga
mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah
keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2
(kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan
hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan
bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh
perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga,
meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi
batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi
keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang
selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang
timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang
berkesinambungan.
Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam
kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam
terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur.
Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan
interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap
permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase
orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam
3
interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut
dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara
mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal
pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase
permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.
Di fase kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan
berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing
anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk
mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien
bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku
dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target
tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.
Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul
akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat..
Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
-Role model
-Kondisioning operan
-Desensitisasi sistematis
-Pengendalian diri
-Terapi aversi atau releks kondisi
Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan
dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi
verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status
emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi
masalah anak tersebut.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak,
merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa
anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku
anak tersebut.Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak
yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga
terpai bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca
trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam
praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini
didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah menekankan
pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya terapi
seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer
meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder &
Lindquis, 2002).
6
dimodifikasi oleh terapis sesuai dengan kemampuannya, tetapi hasil akhirnya adalah
tindakan tersebut berefek positif bagi kesehatan pasien. Dalam hal ini kemampuan
terapis secara kognitif, afektif dan psikomotor sangat menentukan keberhasilan terapi.
Ruang lingkup tindakan komplementer yang berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan adalah:
1. Komplementer Medik
Jenis tindakan ini berdasarkan pada ilmu biomedik dan telah diterima oleh
kedokteran konvensional dan dalam penyelenggaraanya dilakukan oleh dokter, dokter
gigi dan tenaga kesehatan lainya yang meiliki sertifikat kompetensi dan keahlian
khusus di bidang pengobatan komplementer. Peraturan ini diatur melalui Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/per/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Altenatif Di Fasilitas Pelayanan
Kesehehatan. Dokter berperan sebagai leader atau yang bertanggung jawab terhadap
tindakan komplementer yang diberikan kepada klien. Kedudukan tenaga kesehatan
lainya yang ikut berperan didalam terapi ini adalah perawat, bidan, fiisioterapi yang
mempunyai sertifikat kompetensi dan diakui oleh organisasi profesi maupun lembaga
yang berwenang dalam uji kompetensi tersebut. Berbeda dengan tindakan
komplementer keperawatan, pada tindakan komplementer medis ini diselenggarakan
di fasilitas pelayanan kesehatan: Rumah Sakit, Praktek berkelompok maupun
perorangan dan harus mempunyai dokter penanggung jawab. Perawat dapat
melakukkan tindakan komplementer medik dengan menjadi pembantu dokter
(assisten) dalam menjalankan tindakan komplementer tersebut(Terapi Modalitas
Dalam Keperawatan Jiwa – Rsud Puri Husada Tembilahan, n.d.).
Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan tindakan komplemener medis di
fasilitaspelayanan kesehatan tersebut meliputi:
1. Mempunyai ijazah pendidikan tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat dll)
2. Mendapatkan rekomendasi dari oraganisasi profesi
3. Mempunyai sertifikasi dan dinyatakan lulus uji kompetensi keahlian tertentu di
bidang pengobatan komplementer
4. Mempunyai SBR-TPKA (Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan
Komplementer-alternatif)
7
5. Mempunyai ST-TPKA (Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-
Alternatif)
6. Mempunyai SIK-TPKA (Surat Ijin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-
Alternatif)
Sedangkan untuk penetapan tindakan komplementer yang dapat dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Di Negara Indonesia
terdapat 3 jenis teknik pengobatan komplementer medis yang telah diintegrasikan ke
dalam pelayanan medis konvensional, yaitu:
8
Dalam penyelenggaraannya harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan
pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer
tradisional alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional alternatif yang dapat
diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan setelah melalui pengkajian.
9
2. Penyusunan formularian vadenicum pengobatan herbal yang dapat digunakan
sebagai pedoman bagi dokter/dokter gigi menuliskan resep (Physicians Desk
Reference) sebagai penyempurnaan daftar obat herbal asli Indonesia – jamu /
tanaman obat yang telah dikeluarkan oleh Badan POM dan Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Farmasi
3. Penyusunan Pedoman / Panduan dan Standar Pelayanan Komplementer
Tradisional Alternatif antara lain: hipnoterapi, naturopi
4. Mengembangkan RS dalam pelayanan pengobatan dan penelitian pelayanan
komplementer tradisional alternatif jamu dan herbal / tanaman asli Indonesia
bekerja sama dengan: – Lintas Program Terkait: Badan Litbangkes, Direktorat
Jenderal Pelayanan Farmasi, Badan PPSDM – Lintas Sektor Terkait: Balai POM,
LIPI, Kemenristek, Universitas
5. Menetapkan Kelompok Kerja Komplementer Tradisional – Alternatif dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan
1
BAB III
PENUTUP
1
DAFTAR PUSTAKA
Terapi Modalitas Dalam Keperawatan Jiwa – Rsud Puri Husada Tembilahan. (n.d.).
http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/terapi-modalitas-dalam-keperawatan-jiwa/
https://www.researchgate.net/publication/319929971_PENGGUNAAN_TERAPI_MODALITA
S_DAN_KOMPLEMENTER_DALAM_PRAKTEK_KEPERAWATAN_BERBASIS_EVIDE
NCE_BASED