Anda di halaman 1dari 8

BAB II

GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional


Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola
tua berumur Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola
muda berumur Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank
& Makki, 1981).

Gambar II.1. Kerangka tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick


& Aulia, 1993)

11
Menurut Heidrick & Aulia (1993), perkembangan tektonik selama Tersier dapat
dibagi ke dalam 4 fase sebagai berikut (Gambar II.2) :

Episode Tektonik Pra Tersier (F0)


Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari lempeng
benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Data-data sumur yang ada di
mengindikasikan bahwa Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh pinggiran
kontinen yang stabil selama periode Paleogen hingga Eosen (Sapiie & Hadiana,
2007). Pola struktur batuan dasar ini merupakan pola struktur tua Pra Tersier
yang akan mengontrol perkembangan cekungan di Cekungan Sumatra Tengah.

Episode Tektonik Eosen Oligosen (F1)


Episode tektonik ini berlangsung pada kala Eosen-Oligosen (50-26 jtyl). Fase
kestabilan struktur ini berhenti selama waktu Eosen hingga terjadinya tabrakan
antara India dengan Asia Tenggara (Tapponier et.al., 1986 dalam Sapiie &
Hadiana, 2007). Akibat dari tabrakan Lempeng Samudera Hindia terhadap
Lempeng Benua Asia Tenggara sekitar 45 jtyl berkembang sesar-sesar mendatar
dekstral yang berarah utara utara baratlaut yang memanjang dari Cekungan
Sumatra Tengah hingga Peninsula Malaysia (Heidrick & Aulia, 1993). Pada
daerah dimana sesar mendatar dekstral ini menangga ke arah kanan maka
terbentuk cekungan-cekungan pull apart dengan relief hingga 15000 kaki pada
batuan dasar dengan bentuk cekungan graben setengah. Selanjutnya cekungan-
cekungan graben setengah ini diisi sedimen-sedimen hasil erosi batuan dasar
mulai dari konglomerat kontinen, batupasir dan batulempung termasuk batuan
sumber lakustrin yang kaya akan organisma (Heidrick et.al, 1996). Endapan syn-
rift yang terakumulasi pada periode ini membentuk batuan sedimen Kelompok
Pematang.

Pada akhir Oligosen terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan


cekungan, ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan
pembentukan dataran peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosoil yang
diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.

12
Gambar II.2. Perkembangan tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
Heidrick & Aulia (1993).

Episode Tektonik Miosen Bawah Miosen Tengah (F2)


Episode ini berlangsung pada Miosen Bawah-Tengah (26-13 jtyl). Pada awal
episode ini terbentuk sesar geser menganan (dextral) yang berarah utara-selatan.
Pada episode ini juga Cekungan Sumatera Tengah mengalami transgresi dan awal
diendapkannya batupasir fluvial dan transisi Formasi Mengga sebagai awal dari
pengendapan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas hingga terjadinya
penurunan regional dan diendapkannya serpih dan batulempung yang bertindak
sebagai batuan tudung regional (Sapiie & Hadiana, 2007).

13
Episode Tektonik Miosen Atas Sekarang (F3)
Episode ini berlangsung pada kala Miosen Atas hingga sekarang (13 jtyl-
sekarang). Pada awal episode ini terjadi pengaturan kembali lempeng Indo-
Australia yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan, teraktifkannya kembali
pensesaran mendatar dekstral sepanjang sistim sesar besar Sumatra yang berarah
baratlaut dan aktifnya busur vulkanisma sepanjang rantai Pegunungan Barisan
yang saling tumpang tindih dengan kerangka struktur yang telah terbentuk pada
periode sebelumnya (Heidrick et.al., 1996 dalam Sapiie & Hadiana, 2007).

Pada awal episode ini Cekungan Sumatera Tengah mengalami regresi dan
pengendapan sedimen-sedimen dari Formasi Petani. Pada episode ini juga
diendapkan Formasi Minas secara tidak selaras.

II.2 Geologi Daerah Penelitian


Sub-cekungan Aman Selatan terletak di bagian selatan Cekungan Aman yang
merupakan salah satu cekungan utama penghasil hidrokarbon di Cekungan
Sumatra Tengah. Sub-cekungan Aman Selatan ini berarah relatif utara selatan
dengan panjang sekitar 45 kilometer dan lebar 25 kilometer. Secara geologi
cekungan ini dibatasi pada bagian utaranya oleh Sub-cekungan Aman Utara,
bagian selatannya oleh Sub-cekungan Tapung, bagian timurnya oleh Tinggian
Minas dan bagian baratnya oleh Libo Platform (Soeryowibowo et. al., 1999).

II.2.1 Struktur Geologi Daerah Penelitian


Ada 2 pola struktur utama yang terdapat pada Sub-cekungan Aman Selatan, yaitu
pola-pola tua berumur Paleogen yang relatif berarah utara-selatan (N-S) dan pola-
pola muda berumur Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SW).
Pola struktur utara selatan (N-S) merupakan pola struktur utama yang
mengontrol pembentukan graben setengah yang berlangsung pada periode Eosen
- Oligosen di daerah ini. Sedangkan pola struktur yang berarah baratlaut-tenggara
(NWSE) merupakan struktur-struktur yang berkembang pada saat terbentuknya

14
sesar mendatar utama yang memotong hampir semua cekungan di Cekungan
Sumatra Tengah yang berlangsung pada periode Miosen Awal hingga Miosen
Akhir. Sesar-sesar dan lipatan-lipatan yang terbentuk pada fase awal tektonik di
daerah ini akhirnya teraktifkan pada periode Miosen Akhir hingga saat ini (fase
kompresional / F3) dan banyak diantaranya menjadi struktur-struktur utama yang
mengontrol pemerangkapan hidrokarbon pada batuan reservoir yang termasuk
kedalam Kelompok Sihapas, terutama batuan reservoir pada Formasi Menggala
dan Formasi Bekasap.

II.I.2 Stratigrafi Daerah Penelitian


Batuan dasar Pra-Tersier di Sub-cekungan Aman Selatan ini adalah Kelompok
Mutus dan Mergui. Kelompok Mutus terdiri atas batuan kerak samudera
(ophiolite) yang ditutupi oleh sedimen laut dalam, sedangkan Kelompok Mergui
(Bohorok) tersusun atas greywacke, pebbly-mudstone, dan kuarsit (Heidrick
et.al., 1996).

Sedimen-sedimen Paleogen diendapkan selama pembentukan cekungan pada fase


Eosen - Oligosen (F1) yang menghasilkan suatu sistem graben setengah terutama
berarah utara selatan dan baratlaut tenggara di sub-cekungan Rangau. Tidak
ada penentuan umur yang akurat mengenai awal dari pembentukan formasi-
formasi yang mengisi graben ini tetapi berdasarkan korelasi regional dapat
diperkirakan bahwa proses awal pembentukan graben ini dimulai pada masa
Eosen (Heidrick & Aulia, 1993) (Tabel II.1). Sedimen-sedimen fluvial dan
lakustrin mencirikan stratigrafi Paleogen di daerah ini.

Secara litostratigrafi kelompok batuan ini dikenal sebagai Kelompok Pematang,


yang tersusun atas dari tua ke muda yaitu; Formasi Lower Red Bed, Formasi
Brown Shale dan Formasi Upper Red Bed. Formasi Lower Red Bed, terdiri dari
batulempung, batulanau, batupasir arkose, dan konglomerat yang diendapkan
pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas aluvial dan berubah
secara lateral menjadi lingkungan sungai dan danau, formasi ini berkembang
sepanjang sesar batas Aman Selatan yang berarah relatif utara selatan dan men -

15
Tabel II.1 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Eubank & Makki, 1981
dalam Heidrick & Aulia, 1993)

jauh dari sesar batas ke arah hinge margin sedimen konglomerat menjemari
dengan sedimen klastik yang lebih halus. Formasi Brown Shale didefinisikan
sebagai suatu deposit lakustrin, terdiri dari serpih berlaminasi baik, warna coklat
sampai hitam dan kaya akan material organik yang mengindikasikan lingkungan
pengendapan danau dengan kondisi air yang tenang. Formasi Upper Red Bed,
terdiri dari batupasir, konglomerat dan serpih merah kehijauan yang diendapkan
pada lingkungan lakustrin.

Pembentukan sistem rift ekstensional ini berakhir pada kala Oligosen Akhir dan
diikuti oleh transgresi regional pada Miosen Awal, yang mengendapkan sedimen
klastik marin yang tebal yang mengisi seluruh graben hingga menyelimuti
batuan dasar di daerah tinggian. Kontak antara sekuen syn-rift dan post-rift ini
ditandai oleh suatu bidang ketidakselarasan menyudut sepanjang hinge margin
dan batas sekuen ini biasa dikenal sebagai batas sekuen 25.5 jtyl, ke arah pusat

16
dari graben kontak ini berubah secara berangsur menjadi suatu bidang
paraconformity.

Secara stratigrafi setelah diendapkannya sedimen-sedimen syn-rift, di daerah ini


sejak Miosen Awal diendapkan secara tidak selaras sedimen klastik marin yang
terdiri atas perselingan antara batupasir, batulanau dan batulempung (Mertosono
& Nayoan, 1974 dalam Heidrick et.al., 1996). Deposit sedimen post-rift ini
secara tektonostratigrafi dibagi 2 tahap yaitu Kelompok Sihapas dan Kelompok
Petani (Yarmanto et. al., 1995). Dari tua ke muda Kelompok Sihapas terdiri atas
Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Telisa.
Formasi Menggala, terdiri atas batupasir halus-kasar yang bersifat konglomeratan
dengan lingkungan pengendapan braided river non marin. Formasi Bangko,
tersusun atas serpih abu-abu gampingan berseling dengan batupasir halus-sedang
yang diendapkan pada lingkungan estuarine. Formasi Bekasap, dengan litologi
batupasir dengan kandungan glaukonit di bagian atasnya serta sisipan serpih,
batugamping tipis dan lapisan batubara yang diendapkan pada lingkungan
estuarine, intertidal, inner-outer neritic. Formasi Telisa, didominasi oleh serpih
dengan sisipan batulanau gampingan. Lingkungan pengendapannya mulai dari
neritic sampai non marine. Pada Sihapas ini juga dikenali batas-batas sekuen
yang telah umum digunakan di Cekungan Sumatra Tengah yaitu; mulai dari batas
sekuen 22 ma yang biasanya merupakan batas atas dari Formasi Menggala, batas
sekuen 21 ma yang diperkirakan sebagai Formasi Bangko bagian atas, batas
sekuen 17.5 ma yang diperkirakan sebagai Formasi Bekasap bagian atas, batas
sekuen 16.5 ma terletak pada Formasi Duri bagian atas, batas sekuen 15.5 ma dan
batas sekuen 13.8 ma terletak pada Formasi Telisa bagian atas, dan dikenal pula
batas sekuen 12.5 ma dan 10.5 ma yang biasa ditemukan pada Formasi Petani
bagian bawah (Dawson et. al., 1997).

Formasi Petani diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa pada
Miosen Tengah-Pliosen Awal (N9-N21). Formasi ini terdiri dari sekuen monoton
serpih-mudstone dan berisi sisipan batupasir tipis dan batulanau dimana semakin

17
ke atas menunjukkan lingkungan pengendapan yang semakin dangkal yaitu dari
laut menjadi daerah payau.

Formasi Minas merupakan formasi termuda di daerah ini yang diendapkan secara
tidak selaras di atas Formasi Petani. Litologinya terdiri dari lapisan-lapisan tipis
konglomerat, pasir kuarsa, pasir lepas, kerikil, dan lempung yang merupakan
endapan fluvial-aluvial dari zaman Pleistosen hingga saat ini.

18

Anda mungkin juga menyukai