Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT

OLEH :

Nurul Hidayah R C11112304

Indah Marfiani P C11112305

Ratu Intania C11112308

Fathul Rizky C11112309

PEMBIMBING :

dr. LISA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................10
BAB III KESIMPULAN............................................................................................17

Daftar Pustaka............................................................................................................43

2
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil

dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga

lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu

diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan

sekelilingnya.

Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang

melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan

serebelum sebagai pengolah informasinya, selain itu fungsi penglihatan dan

proprioceptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak

anggota tubuh.

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang

sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,

unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting

diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena

di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering

digunakan secara bergantian.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI

Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat

pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral

kepala.Masingmasing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah,

dan telinga dalam (Wibowo dan Paryana, 2007).

Telinga Luar(Auris Externa)

Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang

telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana tympani)

bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada

bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus (Wibowo dan Paryana,

2007).

4
Gambar 1. Telinga, Auris; gambaran umum; tampak depan.

Auricula melekat pada sisi kepala dan dimaksudkan untuk menangkap

suara. Dibentuk oleh cartilago dan dibagian caudalnya terdapat lobulus auriculae.

Meatus acusticus externus adalah suatu saluran udara, yang mempunyai

panjang sekitar 2-3 cm dengan arah ke medial sampai pada telinga tengah, berada

pada pars petrosa ossis temporalis. Sepertiga bagian lateral dibentuk oleh cartilago

dan 2/3 bagian medial dibentuk oleh tulang biasa.

Pada ujung medial dari saluran tersebut terdapat membran tympani, yang

terletak miring, memisahkan meatus acusticus externus daripada cavum tympani.

Letak dari membran tympani adalah sedemikian rupa sehingga sisi luarnya

menghadap ke arah ventral, caudal dan lateral. Pada saluran ini terdapat mucosa

yang mengandung rambut, kelenjar sabacea dan kelenjar keringat. Hasil produksi

dari kelenjar inilah yang disebut serumen.

Telinga luar berfungsi sebagai penyalur suara dan sebagai proteksi telinga

tengah. Fungsi telinga luar sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas,

frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam penyalurannya ke gendang

telinga. Sedangkan fungsinya sebagai proteksi telinga tengah yaitu menahan

ataumencegah benda asing yang masuk ke dalam telinga dengan memproduksi

serumen, menstabilkan lingkungan dari input yang masuk ke telinga tengah, dan

5
menjaga telinga tengah dari efek angin dan trauma fisik(Emanuel dan Letowski,

2009).

Telinga Tengah(Auris Media)

Telinga tengah dipisahkan dari meatus acusticus externus oleh membrana

tympani. Atapnya adalah tegmen tympani dari pars petrosa ossis temporalis yang

berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding lateral berbatasan dengan gendang

telinga beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya. Dinding depannya berbatasan

dengan canalis caroticus yang di dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding

medial berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang terlihat menonjol

karena terdapat prominentia canalis facialis di bagian posterior atas. Telinga

tengah ini juga secara langsung berhubungan dengan nasofaring yaitu melalui

tuba eustachius (Wibowo dan Paryana, 2007).

Terdapat 3 buah tulang kecil yang menyilang dalam cavum tympani mulai

dari lateral ke medial. Tulang paling luar ada malleus, di tengah incus dan sebelah

dalam adalah stapes. Ketiga tulang tersebut meneruskan getaran udara yang

diterima oleh membran tympani ke fenestra vestibuli.

Telinga Dalam (Auris Interna)

Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa) (Wibowo dan

Paryana, 2007). Telinga dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang

memiliki dua fungsi sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem

pendengaran karena mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk

menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar. Aparatus vestibularis berfungsi

sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis,

6
dan organ otolit yaitu sacculusdan utriculus(Sherwood, 2011).

Gambar 2.Anatomi mikroskopis aparatus vestibularis

B. FISIOLOGI KESEIMBANGAN TUBUH

Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan posisi baik statis

maupun dinamis tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003).

Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamova &

Hlavacka, 2008). Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk

mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah.

Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki, menggunakan

papan keseimbangan. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

7
mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah, contoh saat berjalan.

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem

somatosensorik (visual, vestibular, proprioseptif) dan motorik (muskuloskeletal,

otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak

terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak

yang mengatur meliputi, basal ganglia, Cerebellum, area assosiasi (Batson,

2009).

Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ

aparatus vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam. Labirin ini terlindung

oleh tulang yang paling keras. Labirin terbagi menjadi 2 bagian, yaitu labirin

tulang dan labirin membran. Di antara labirin tulang dan labirin membran ini

terdapat suatu cairan yang disebut perilimfa sedangkan di dalam labirin membran

terdapat cairan yang disebut endolimfa (Bashiruddin et al., 2010).

Labirin berfungsi untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan

posisi, dan gerakan kepala. Di dalam aparatus vestibularis selain mengandung

endolimfa dan perilimfa juga mengandung sel rambut yang dapat mengalami

depolarisasi dan hiperpolarisasi tergantung arah gerakan cairan (Sherwood, 2011).

Kanalis Semisirkularis

Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada tiap

ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut ampula. Di

dalam ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri dari sel-sel rambut

sebagai reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh suatu

substansi gelatin yang disebut kupula sebagai penutup ampula. Sel-sel rambut

8
terbenam dalam kupula dan dasarnya membentuk sinap dengan ujung terminal

saraf afferen yang aksonnya membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis

bersatu dengan nervus auditorius membentuk nervus vestibulocochlear (Ganong,

2008).

Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau deselarasi

rotasi kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir, balik atau

memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi menyebabkan sel rambut yang

terbenam di dalam cairan endolimfa bergerak. Pada awal pergerakan, endolimfa

tertinggal dan kupula miring ke arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga

sel-sel rambut menekuk. Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel rambut) menekuk

ke arah kinosilium (rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi depolarisasi yang

memicu pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke saraf afferent.

Dansebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi hiperpolarisasi.

Ketika pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan kembali lurus. Dengan

demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan

rotasional kepala(Sherwood, 2011).

9
Organ Otolit

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di

lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel

sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan

di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga).

Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat

saraf dari sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler

dari nervus vestibulokoklearis (Ganong, 2008). Fungsi organ otolit adalah

memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga

mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa

memandang arah) (Sherwood, 2011).

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala

Tabel 1. Fungsi komponen-komponen utama aparatus vestibularis

arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena gaya

gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai

kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini

insersinya menjadi lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di

belakang endolimfa dan sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke

belakang. Jika pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa

akan kembali ke posisi semula (Sherwood, 2011).

Sakulus fungsinya hampir sama dengan utrikulus namun berespon secara

selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal, misalnya: bangun

dari tempat tidur, lompat atau naik tangga (Sherwood, 2011).Sinyal-sinyal yang

10
berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis dibawa melalui nervus

vestibulocochlearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf

dibatang otak, dan ke serebelum. Di sini informasi vestibular diintegrasikan

dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk (1)

mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan; (2) mengontrolotot

mata eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak;

dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi (Sherwood, 2011).

Gambar 3. Proses fisiologi terjadinya keseimbangan.

C. DEFINISI

Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar kita rasakan berputar.1
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan
keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti
melayang atau dunia seperti berjungkir balik.2
Vertigo dibedakan menjadi vertigo vestibuler dan vertigo non vestibuler.

11
Vertigo vestibuler, berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi dua yaitu vertigo
perifer dan vertigo sentral. Vertigo perifer melibatkan bagian akhir vestibula
(kanalis semi kularis) atau neuron perifer termasuk nervus VII pars vestibula.
Vertigo sentral dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada batang otak (nukleus
vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis), serebelum (lobus flokulonodularis
atau traktus vestibuloserebellaris), dan korteks lobus temporalis.3
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada
50% kasus vertigo.4
D. ETIOLOGI

Penyebab vertigo sentral cukup bervariasi, di antaranya iskemia atau


infark batang otak (penyebab terbanyak), proses demielinisasi (misalnya, pada
sklerosis multipel, demielinisasi pascainfeksi), tumor pada daerah serebelopontin,
neuropati kranial, tumor daerah batang otak, atau sebab-sebab lain.4
Pada sebagian besar kasus, vertigo sentral disebabkan disfungsi dari
induksi suatu lesi, tapi sebagian kecil disebabkan proses patologis dari berbagai
struktur mulai dari nukleus sampai korteks vestibularis.5
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral adalah5 :
1. Vaskular
a. Insufisiensi Vertebrobasilar
Insufisiensi vertebrobasiler merupakan penyebab penting dari vertigo
dan disekuilibrium pada orang lanjut, karena memberi konstribusi baik
perifer maupun sentral dari sistem vestibuler.
b. Infark Sistem Vertebribasilar
c. Infark Serebelum
Infark akut serebellar dapat muncul dalam bentuk vertifo, muntah dan
ataksia.
d. Perdarahan Serebelum
Perdarahan serebelum biasanya terjadi pada satu hemisfer yang
berkembang dalam beberapa jam, jarang disertai penurunan kesadaran.

12
Muntah berulang, mual, nyari kepala di bagian oksipital, disertai
vertigo dan kesulitan dalam berjalan atau berdiri merupakan gejala
awal.
e. Migren Vertebrobasilar
2. Epilepsi
Epilepsi vestibuler yang disebabkan baik oleh lesi fokal di lobus temporalis
girus superior (korteks primer keseimbangan) atau korteks asosiasi parietal,
yang menerima proyeksi vestibular bilateral dari talamus ipsilateral, akan
membangkitkan serangan dengan gejala dilukiskan sebagai perasaan
melayang/ berputar seperti mau jatuh. Gejala episodik vertigo ini sebagai
suatu serangan atau aura dari bangkitan epilepsi psikomotor.
3. Tumor
a. Tumor Ventrikel IV
b. Tumor Serebelum
c. Tumor Serebri
4. Trauma
Traumatic vertigo merupakan sekuele yang paling sering setelah mengalami
trauma kepala dan leher serta barotrauma. Gambaran klinis berupa sindroma
vertigo vestibularis sentral yang disebabkan oleh disfungsi batang otak.
5. Multiple Sclerosis
Dari pengamatan terhadap 15 kasus multiple skelrosis, ditemukan 40 %
pasien mengalami gejala vestibuler pada episode awal demielinisasi. Pasien
dengan gejala neuro-otologi sebanyak 87% menunjukkan lesi yang
melibatkan traktus vestibularis sentral dan 13 % dengan lesi vestibularis
perifer dengan BPPV.
E. PATOFISIOLOGI

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan

tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. (Wreksoatmojo, 2009;

Bashiruddin, 2008; Li JC, 2009)

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :

13
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan

hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan

timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari

berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulumdan proprioceptif,

atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan

kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral

sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata),

ataksia atau sulit berjalan (gangguanvestibuler, serebelum) atau rasa melayang,

berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang

berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral

sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini

otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika

pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan

yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan

yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi

sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha

14
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu

dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teorineurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori

serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmitter

tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya

gejalavertigo.

6. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses

adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang

akan memicus ekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatankadar

CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya

mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf

parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul

berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivita ssimpatis,

yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah

beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

Vertigo yang disebabkan oleh disfungsi system saraf pusat, atau vertigo

sentral, masih jarang ditemukan. Pada suatu penelitian, vertigo sentral hanya

ditemukan sekitar 5% dari seluruh kasus yang djumpai di gawatdarurat dan klinik

THT, dan hanya 20% dari seluruh kasus vertigo yang ditemukan di klinik

neurologi. Vertigo sentral terutama ditemukan disebabkan oleh gangguan vascular

15
(Paparella, 2014)

Batang otak, serebelum, dan labirin perifer disuplai oleh sistem arteri

vertebrobasilar. Dengan demikian, sindrom vertigo iskemik pusat dan perifer

menjaditumpang tindih.

Sistem Arteri Vertebrobasilar (Marill, 2016)

Arteri basilar terbentuk dari 2 arteri vertebralis dalam kranium di tingkat

medula. Arteriini memiliki 3 cabang di setiap sisi yang memasok vascular

serebelum. Arteriserebellaris posterior inferior dipercabangkandari arteri

vertebralis, sedangkan Arteriserebellarisanterior inferiordan superior

dipercabangkan dari arteri basilar.

Semua cabangarteri cerebellar memiliki cabang yang memasok jaringan

otak. Sebuah arteri labirin terdapatdi setiap sisicabang arteri basilar dan

menyediakanpasokandarahuntuklabirin dan struktur terkait yang melalui

canalisacusticus interus. pada sekitar dua pertiga dari orang, arteri basilar berakhir

ke dalam arteri serebral posterior, dengan arterikomunis posterior

berhubungandengansistem karotid internal di sirkulus Willis.

Oklusi Arteri Dan Infark Iskemik

oklusi arteri dan infark iskemik dapat disebabkanolehkardioembolism,

emboli plak dari arteri vertebralis, atau trombosis arteri lokal. Salah satu atau

kedua arteri vertebralis, arteri basilar, atau salah satu cabang yang lebih kecil

dapat tersumbat.

Iskemia vertebrobasilar sementaradapat muncul sebagai sindrom migrain

atau transient ischemic attack (TIA). Perdarahancerebellar spontanmerupakan

16
penyebab yanglebihjarangdari vertigo yang berhubungan dengan penyakit

pembuluh darah hipertensi dan antikoagulan.

Multiple Sclerosis

Multiple sclerosis adalah penyakit demielinasi SSP, dengan berbagai gejala

dan tanda neurologis. vertigo terisolasi mungkin gejala awal pada sekitar 5%

kasus.

Neuromas Akustik

neuromas akustik adalah tumor sel Schwann yang biasanya berasal dari

bagian vestibular dari nervus kranial kedelapan di

kanalisakustikusinternusproksimal. Biasanya bersifatunilateral, dan jika tidak

diobati, neuroma akustik dapat meluas ke sudut cerebellopontine dan

menekannervusfacialisdan saraf kraniallainnya. Jika menekan batang otak,

dapatmengakibatkanataksia, gangguan gait, kelenturan, dan kelemahan

Penyebab Lainnya

Vertigo terisolasi akibat infeksi SSP, seperti microabscess, atau kejang lobus

temporal jarang. Vertigo dan pusing adalah komplikasi umum dari trauma kepala

dan leher. vertigo sentral traumatis mungkin disebabkan oleh perdarahan petekie

dalam nucleus nervusvestibular di batang otak.hal iIni mungkin hasil dari shearing

forces di batang otak.

17
F. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar,

tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.

Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo:

perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.

Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,

paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu

mempunyai profil waktu yang karakteristik (Gambar 4)(6, 7).

Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya

menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.

Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,

antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya

penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit

paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.

18
Gambar 4. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit

2. Pemeriksaan fisis

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,

otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan

fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi

serebelum.

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan

penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan

susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan

dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor

psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.

Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,

hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk

vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi

19
kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan

darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama

(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg (Gb. 5) : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,

mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada

posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita

tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya

atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian

kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan

pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata

terbuka maupun pada mata tertutup.

20
Gambar 5. Uji Romberg

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan

diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.

Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada

kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di

tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.

Pada k elainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke

arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan

badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan

lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai

nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

21
Gambar 6. Uji Unterberger

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita

disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai

menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang

dengan mata terbuka dan tertutup.

Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke

arah lesi.

22
Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke

depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada

gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah

berbentuk bintang.

Gambar 8. Uji Babinsky Weil

2. Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis(8,9)

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral

atau perifer.

23
Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)

Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke

posisi terlentang)

24
Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 9. Uji Dix-Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke

belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah

garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.

Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini

dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul

setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,

akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali

(fatigue).

Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung

lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-

fatigue).

b. Tes Kalori

25
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis

semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi

bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing

selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul

dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus

tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional

preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas

ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air

dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas

ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal

paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan

directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk

merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus

tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

2. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif,

dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.

Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang

tuli, dan Schwabach memendek.

26
b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness

Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,

okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan.

Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi,

parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain

sesuai indikasi.

2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG),

Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).

4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).

G. TATA LAKSANA

Pengobatan kausal

Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui sebabnya, pengobatan kausal

merupakan pilihan utama jika penyebabnya diketahui.

Penyakit susunan saraf pusat yang dapat menimbulkan vertigo diantaranya

hipoksik iskemik otak, infeksi, trauma capitis, tumor, migraine, epilepsy.

Pengobatan simptomatik

Pengobatan ini ditujukan pada 2 gejala utama yaitu rasa vertigo (berputar,

melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Gejala yang paling beratpada

27
vertigo vertibuler fase akut, menghilang beberapa hari karena ada kompensasi.

Obat-obat anti vertigo biasanya bekerja sebagai supresan vestibuler, maka

pemberiannya secukupnya untuk megurangi gejala supaya tidak menghambat

adaptasi/kompensasi sentral.

Mekanisme kerja obat anti vertigo

1. Calcium entry blocker

Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamate

dan bekerja langsung sebagai depressor labirin, bisauntuk vertigo

periferdansentral.

Obat: flunarisin (sibelium)

2. Antihistamin

Efek antikolinergik dan merangsang inhibitor monaminergik, akibatnya

inhibisi nervus vestibularis.

Obat: sinarisin (stugeron), dimenhidrinat (Dramamine), prometasin

(Phenergan), meclizine, cyclizine.

3. Antikolinergik

Mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori

kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon nervus

vestibularis terhadap rangsang.

Obat: skopolamin, atropin

4. Momoaminergik

Merangsang jaras inhibitori-monoamminergik pada n.vestibularis sehingga

eksitabilitas neuron berkurang.

28
Obat: amphetamine, efedrin

5. Fenotiasin (antidopaminergik)

Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata.

Obat: klorpromasin (largactil), proklorperazine (stemetil), haloperidol

(Haldol)

6. Benzodiazepine

Menurunkan resting activity neuron

7. Histaminic

Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis lateralis.

Obat: betahistin (merison)

8. Antiepileptic

Karbamazepin, fenitoinpada temporal lobe epilepsy dengangejala vertigo.

Pengobatan rehabilitatif

untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral. Mekanisme kerjanya

melalui:

- Substitusi sentral oleh system visual dan somatosensorik untuk fungsi

vestibular yang terganggu.


- Mengaktifkan kembali pada inti vestibuler oleh serebellum system visual

dan somatosensorik.
- Menimbulkan habituasi berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik.

Latihan visual vestibuler

a. Pasien yang masihberbaring:


- Melirik ke atas, ke atas, ke samping kiri, kanan, selanjutnya gerakan

serupa sambil menatap jari yang digerakkan pada jarak 30cm, mula-mula

lambat lalu semakincepat.

29
- Gerakan kepala fleksi dan ekstensi semakin lama semakin cepat, dengan

mata terbuka dan tertutup.


b. Pasien yang sudah dapat duduk:
- Gerakan kepala dengan cepat ke atas dan ke bawah sebanyak 5 kali,

tunggu 10 detik sampai vertigo hilang, ulangi sebanyak 3 kali.


- Gerakan kepala menatap kekiri, kanan, atas, bawah selama 30 detik,

kembali ke posisi biasa selama 30 detik, ulangi sebanyak 3 kali.


- Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang diletakkan di

lantai.
c. Pasien yang sudahdapatberdiri/berjalan:
- Sambil berdiri gerakan mata, kepal, seperti latihan a dan b
- Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup
- Latihan berjalan (gait exercise)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar,M. Terapi. Diagnosis Vertigo.

BagianIlmuPenyakitSarafFakultasKedokteranUniversitasHasanuddin

Makassar. 2013. P.11-12.


Nurimaba,N. Penatalaksanaan Vertigo. KelompokStudi Vertigo PERDOSSI

BagianSarafFakultasKedokteranUniversitasPadjajaran. Bandung.

Wreksoatmojo BR. Vertigo-AspekNeurologi. [online] 2009 [cited 2009 May30th].

Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin

duniakedokteran .html

30
Bashiruddin J. Vertigo PosisiParoksismalJinak.Dalam :Arsyad E, IskandarN,

Editor. Telinga, HidungTenggorokKepala&Leher.EdisiKeenam. Jakarta

:BalaiPenerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9

Li JC &Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited2009

May 20th]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/884261-

overview

Marill, K. A. (2016). Vertigo Central. Medscape.

Paparella, M. M. (2014). Textbook of Vertigo: Diagnosis and Management. New

Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher.

Huang Kuo C., Phang L., Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General
Practice. Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7.
Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59
Thompson, T. L., & Amedee, R. (2009). Vertigo: A Review of Common
Peripheral and Central Vestibular Disorders. The Ochsner Journal, 9(1), 20
26.
Wahyudi, K. T. Vertigo. CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
Bintoro, A.C. 2000. Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasilar
pada Pasien Vertigo Sentral. Tesis: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

31
32

Anda mungkin juga menyukai