Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini dapat ditemukan
di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin.
Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap negara berbeda-beda.

Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas


Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat 93.960 kasus kekerasan seksual terhadap
perempuan di seluruh Indonesia. Dengan demikian rata-rata ada 20 perempuan yang menjadi
korban kekerasan seksual tiap harinya. Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa lebih dari 3/4
dari jumlah kasus tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yangmasih memiliki hubungan dengan
korban. Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka tersebut merupakan fenomena gunung es,
yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada jumlah kejadian sebenarnya di
masyarakat. Banyak korban enggan melapor, mungkin karena malu, takut disalahkan, mengalami
trauma psikis, atau karena tidak tahu harus melapor ke mana.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum di Indonesia, jumlah kasus kekerasan


seksual yang dilaporkan pun mengalami peningkatan. Pelaporan tentu hanya merupakan langkah
awal dari rangkaian panjang dalam mengungkap suatu kasus kekerasan seksual. Salah satu
komponen penting dalam pengungkapan kasus kekerasan seksual adalah visum et repertum yang
dapat memperjelas perkara dengan pemaparan dan interpretasi bukti bukti fisik kekerasan
seksual. Dokter, sebagai pihak yang dianggap ahli mengenai tubuh manusia, tentunya memiliki
peran yang besar dalam pembuatan visum et repertum dan membuat terang suatu perkara bagi
aparat penegak hukum. Karena itu, hendaknya setiap dokter baik yang berada di kota besar
maupun di daerah terpencil, baik yang berpraktik di rumah sakit maupun di tempat praktik
pribadi memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni dalam melakukan pemeriksaan
dan penatalaksanaan korban kekerasan seksual.

1
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kejahatan Seksual

Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada yang
lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari penetrasi genital, oral,
atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek benda.

Beberapa varian kejahatan seksual antara lain pemerkosaan dalam pernikahan (marital
rape) dilakukan oleh suami/istri dengan paksa terhadap pasangannya; acquitance rape, dilakukan
oleh orang yang telah dikenal sebelumnya, incest dilakukan terhadap saudara kandung sendiri;
date rape dilakukan pada saat sedang kencan; statutory rape bermakna adanya hubungan seksual
dengan seorang perempuan dibawah umur, yang rentang usianya ditentukan oleh hukum (rentang
usia 14-18 tahun); child sexual abuse diartikan dengan interaksi antara seorang anak dengan
dewasa dimana anak tersebut digunakan sebagai perangsang seksual dari orang dewasa itu atau
orang lain.

2.2 Aspek Medikolegal Kejahatan Seksual

Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan sesorang yang
menimbulkan kepuasan seksual dan di sisi lain perbuatan tersebut mengganggu kehormatan
orang lain. Kejahatan seksual ialah kejahatan yang timbul diperoleh melalui persetubuhan.

Pesetubuhan adalah masuknya penis ke dalam vagina, sebagian atau seluruhnya, dengan
atau tanpa ejakulasi, setidaknya melewati verstibulum. Percabulan adalah setiap penyerangan
seksual tanpa terjadi persetubuhan.

Aspek hukum mengenai kejahatan terhadap kesusilaan dan kejahatan seksual ialah :

KUHP Pasal 284

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun : 1a. Seorang pria telah kawin yang
melakukan gendak (overspel), padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya 1b.

2
Seorang wanita telah kawin yang melakuakan gendak, padahal diketahui, bahwa pasal 27
berlaku baginya.

KUHP 285:

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita


bersetubuh dengannya diluar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan
dengan pidana paling lama dua belas tahun.

KUHP pasal 89 :

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak
dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya.

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita dibawah 15 tahun harus ada
pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal 287 KUHP).

Khusus untuk yang usianyadibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak diperlukan
adanya pengaduan.

Pasal 287 KUHP :

(1) Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan padahal


diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya bawah lima tahun, atau kalau
umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya dikawin, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita itu belum sampai
dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

Tindak pidana ini merupakam persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang
belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah diatas 12 tahun,

3
penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu
persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan.
Tetapi keadaan ini akan berbeda jika :

Umur korban belum cukup 12 tahun atau


Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu
( KUHP pasal 291 )
Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang
berada dibawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya ( KUHP ps 294 )

KUHP pasal 291 :

(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286,287,288, dan 290 itu
berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286,287,288,dan 290 itu
berakibat matinya orang dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

KUHP pasal 294 :

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak
perliharaannya, anak yang dibawah pengawasannya, anak yang dibawah umur yang diserahkan
kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang
dibawah umur, dihukum penjara selama-lamanya 7 tahun.

Untuk perbuatan yang trakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara
(pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya
dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat
diancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.

2.3 Prosedur Pemeriksaan Korban Kejahatan Seksual

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan. Berikut hal-
hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan :

4
1. Memiliki Permintaan Tertulis dari Penyidik

Untuk dapat melakukan pemeriksaan yang berguna untuk peradilan, dokter harus
melakukannya berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban harus
diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Apabila korban datang sendiri
dengan membawa surat permintaan dari polisi, korban jangan diperiksa dahulu tetapi diminta
untuk kembali kepada polisi dan datang bersama polisi.

Visum et Repertum dibuat hanya berdasarkan atas keadaan yang didapatkan pada tubuh
korban pada saat permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Jika dokter telah
memeriksa korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif korban
sendiri tanpa permintaan polisi, lalu beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan
untuk dibuatkan Visum et Repertum, maka hasil pemeriksaan sebelumnya tidak boleh
dicantumkan dalam Visum et Repertum karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang
dirikorban sebelum ada pemintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia
kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).

Dalam hal demikian, korban harus dibawa kembali untuk diperiksa dan Visum et
Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil
pemeriksaan yang lalu tidak dicantumkan dalam bentuk Visum et Repertum, tetapi dalam bentuk
surat keterangan.

2. Informed Consent

Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak
korban, karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban menyetujui
dilakukannya pemeriksaan atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan diperiksa meliputi daerah
yang bersifat pribadi. Jika korban sudah dewasa dan tidak ada gangguan jiwa, maka dia berhak
memberi persetujuan, saudaranya atau pihak keluarga tidak berhak memberikan persetujuan.
Sedangkan jika korban anak kecil dan jiwanya terganggu, maka persetujuan diberikan oleh
orangtuanya atau saudara terdekatnya, atau walinya.

Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat
memberikan rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang yang berada

5
dalam kamar pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga atau teman korban
apabila korban menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus didampingi oleh seorang
perawat atau bidan.

3. Pemeriksaan Sebaiknya Dilakukan Secepat Mungkin

Korban sebaiknya tidak dibiarkan menunggu dengan perasaan was-was dan cemas
dikamar periksa. Pemeriksa harus menjelaskan terlebih dahulu tindakan-tindakan yang
akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Visum
et Repertum diselesaikan secepat mungkin agar perkara dapat cepat diselesaikan.

Pemeriksaan medis

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan pasien atau keluarganya atau orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Anamnesis bertujuan agar dokter memperoleh
informasi atau data yang berhubungan dengan pasien. Selain itu, anamnesis juga bertujuan untuk
membina hubungan baik dan kepercayaan dokter dan pasien secara profesional kompetensi.

Anamnesis terbagi atas auto-anamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter
dengan pasien yang bersangkutan, dan allo-anamnesis yaitu pada dasarnya sama dengan
autoanamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain yang mempunyai hubungan dekat
dengan pasien. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/ bayi atau orang tua
yangsudah mulai pikun atau penderita yang tidak sadar/ sakit jiwa.

Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya
anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau
persaan, misalnya maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut
padaayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar. Anamnesis merupakan
suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan
pemeriksaan yang obyektif, sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam Visum et Repertum.

6
Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul
keterangan yang diperoleh dari korban. Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada
korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dansebaiknya
terarah. Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi-informasi
sebagai berikut :

Umur
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu
menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah
hukuman yang dapat dijatuhkan. Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal
lahirnya/umurnya, apalagi jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP, SIM, dan
sebagainya), maka umur dapat langsung disimpulkan dari hal tersebut.
Status perkawinan.
Haid : siklus, terakhir.
Penyakit kelamin dan kandungan.
Penyakit lain, seperti : epilepsi, katalepsi, syncope.
Pernah bersetubuh? Waktu persetubuhan terakhir ? Menggunakan kondom ?
Waktu kejadian

Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian tanggal dan jam kejadian. Bila
waktu antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari
/minggu dapat diperkirakan mengapa ia tidak dapat menemukan spermatozoa, atau
tanda-tanda lain dari persetubuhan.

Tempat kejadian
Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat
kejadian, misalnya rumput, tanah, dan sebagainya yang mungkin melekat pada pakaian
atau tubuh korban. Sebaiknya petugas pun dapat mengetahui dimana harus mencari
trace evidence yang ditinggalkan oleh korban atau pelaku.
Perlawanan korban
Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada
pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan
tanda-tanda kekerasan dan pada alat kelamin mungkin ditemukan berkas perlawanan.
Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal
dari pelaku.

7
Apakah korban pingsan?
Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban menjadi pingsan oleh laki-
laki pelaku dengan pemberian obat-obatan. Dalam hal ini jangan lupa untuk mengambil
urindan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi
Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi atau menganti pakaian

Pemeriksaan Luar dan Dalam

Pemeriksaan Pakaian

Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaian diteliti helai demi helai,
apakah terdapat: Robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian,
Kancing terputus akibat tarikan, Bercak darah, air mani, lumpur, dan sebagainya yang berasal
dari tempat kejadian.

Catat apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang melekat
danpakaian yang mengandung trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan Tubuh Korban

Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum: Lukiskan penampilannya


(rambut dan wajah), rapi atau kusut, keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah dan
sebagainya. Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius
apakah ada needle marks. Bila ada indikasi jangan lupa untuk mengambil sampel darah danurin.

Adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar atau luka lecet pada daerah mulut, leher,
pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.

Dicatat pula tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, pupil pin
point, tinggi dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru dan abdomen.

Adakah trace evidence yang melekat pada tubuh korban.

8
Pemeriksaan bagian khusus (daerah genitalia) meliputi ada tidaknya rambut kemaluan
yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering, gunting sebagai sampel untuk
diperiksa laboratorium. Cari pula bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi
tumpul skalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan larutangaram fisiologis.

Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemi, edema, memar
dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina apakah hiperemi/edema? Dengan kapas
lididiambil bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum.

Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau
lama dan catat lokasi ruptur tersebut, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar
orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2 jari. Sebagai gantinya boleh juga
ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking atau telunjuk
dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung
jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran pada seorang
perawan kira-kira 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi
menurut Voight adalah minimal 9 cm.

Harus diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi. Pada ruptur
lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan dibawahnya.
Ruptur yang tidak sampai insertio, bila sudah sembuh tidak dapat dikenal lagi.

Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendum dan commisura labiorum posterior
utuh atau tidak. Periksa vagina dan serviks dengan spekulum, bila keadaan alat genital
mengijinkan. Adakah tanda penyakit kelamin.

Pemeriksaan Kandungan dan Kebidanan

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis obstetri-ginekologis. Beberapa


pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan area genitalia seperti rambut pubis yang
bertautan, semen yang mengering/ bercak semen, lakukan swab. Pada vulva, introitus vagina
seperti tanda bekas kekerasan (hiperemi, edema, memar, luka lecet); lakukan swab pada
vestibulum. Periksa jenis hymen, keutuhan hymen.Jika sudah ruptur, sudah lama atau baru,
lokasi ruptur, sampai ke insertio atau tidak; tentukan besar orificium; ada/tidak deflorasi (tidak

9
harus ada). Pada frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum: utuh/tidak. Selain itu
pemeriksaan dengan speculum dan swab jika memungkinkan, memeriksa vagina dan serviks, ada
tidaknya infeksi, Jika pada hymen masih utuh, pengambilan sampel dilakukan sebatas
vestibulum.

Pemeriksaan Kesehatan Kejiwaan

Pasien atau korban dirujuk pada seorang psikolog atau psikiater untuk diperiksa status
kejiwaan atau mentalnya. Pasien mungkin menderita trauma psikis dan perubahan tingkah laku.
Perujukan dan pemeriksaan ini berkaitan dengan pelaporan dalam visum et repertum juga untuk
pengobatan.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan terhadap Korban

Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan carian


mani dan sel mani dalam lendir vagina, lakukan dengan mengambil lendir vagina menggunakan
pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari
forniksposterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput
dara utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

1. Tujuan : menentukan adanya sperma.

Bahan pemeriksaan : cairan vagina

Metode : Tanpa pewarnaan, satu tetes cairan vagina ditaruh pada gelas objek dan
kemudian ditutup,pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.

Hasil yang diharapkan : sperma yang masih bergerak, dengan pewarnaan, dengan
Malachi-te-green, buat sediaan apus dari cairan vagina pada gelas objek, keringkan di
udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachi-te-green 1% dalam air, tunggu 10-15
menit, cuci dengan air, warnai dengan Eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit,
cuci dengan air, keringkandan diperiksa di bawah mikroskop, dan hasil yang diharapkan :
bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung berwarna merah muda.

10
2. Tujuan : menentukan adanya sperma.

Metode : Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian


tengahnya (konsentrasi sperma terutama di bagian tengah), warnai dengan pewarnaan
Baeechi selama 2 menit, cuci dengan HCl 1 %, dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan
alkohol absolute, bersihkan dengan Xylol, keringkan dan letakkan pada kertas saring,
dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1-2 helai,
kemudian diurai sampai menjadi serabut-serabut pada gelas objek, teteskan Canada
balsam, ditutup dengan gelas penutup, lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 500
kali.

Hasil yang diharapkan: kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru muda;
kepalasperma tampak menempel pada serabut-serabut benang.

3. Tujuan : menentukan adanya air mani (asam fosfatase)

Bahan pemeriksaan : cairan vagina.

Metode : Cairan vagina ditaruh pada kertas Whatman, diamkan sampai kering,
semprotdengan reagensia, perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam berapa
detik warna ungu tersebut timbul.

Hasil yang diharapkan : warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti
asamfosfatase berasal dari prostat, berarti indikasi besar; warna ungu timbul kurang dari
65 detik, indikasi sedang.
Dalam pembuatan reagensia, bahan yang dibutuhkan antara lain :
Sodium chloride 23 gram
Glacial acetic acid mL
Sodium acetate trihydrate 2 gram
Brentaminefast Blue B 50 mg
Sodium alpha naphthyl phosphate 50 mg
Aquadest 90 mL
Kertas Whatman no. 1 serta alat penyemprot (spray).

4. Tujuan : menentukan adanya air mani (kristal kholin)

Metode : Florence, cairan vagina ditetesi larutan yodium, kristal yang terbentuk dilihat
dibawah mikroskop.1-3Hasil yang diharapkan : kristal-kristal kholin-peryodida tampak
berbentuk jarum-jarum yangberwarna coklat.
11
5. Tujuan : menentukan adanya air mani (kristal spermin)

Metode : Berberio, cairan vagina ditetesi larutan asam pikrat , kemudian lihat di
bawahmikroskop.

Hasil yang diharapkan : kristal-kristal spermin pikrat akan berbentuk rhombik atau
jarumkompas yang berwarna kuning kehijauan.

6. Tujuan : menentkan adanya air mani

Metode :
a) Inhibisi asam fosfatase dengan L(+) asam tartrat :
- Pakaian yang diduga mengandung bercak air mani dipotong kecil dan diekstraksi
dengan beberapa tetes aquades.
- Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu tetes ekstrak;
kertassaring pertama disemprot dengan reagens 1, yang kedua disemprot dengan
reagensia 2,
- Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu satu
menitsedangkan pada yang kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat
disimpulkan bahwabercak pada pakaian yang diperiksa adalah bercak air mani.
- Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya, maka
bercakpada pakaian bukan bercak air mani, asam fosfatase yang terdapat berasal
dari sumberlain.
b) Reaksi dengan asam fosfatase :
- Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada pakaian
ataubahan yang akan diperiksa selama 5-10 menit, kemudian kertas saring
diangkat dandikeringkan
- Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau
bahantersebut mengandung air mani
- Bila kertas saring tersebut diletakkan pada pakaian atau bahan seperti semula,
maka dapat diketahui letak dari air mani pada bahan yang diperiksa.
c) Sinar ultra violet; visual; taktil dan penciuman :
- Pemeriksaan dengan sinar UV : bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam
ruangyang gelap, kemudian disinari dengan sinar UV bila terdapat air mani,
terjadi fluoresensi.
- Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untk dikerjakan.

7. Tujuan : menentukan adanya kuman N. gonorrheae (GO).

12
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I, III, V dan VII.

Bahan pemeriksaan : sekret urethrae dan sekret cervix uteri

Metode : pewarnaan Gram Hasil yang diharapkan : kuman N. gonorrheae.

8. Tujuan : menentukan adanya kehamilan

Bahan pemeriksaan : urine

Metode :
a. Hemagglutination inhibition test (Pregnosticon),
b. Agglutination inhibition test (Grav-index).Hasil yang diharapkan : terjadi agglutinasi
pada kehamilan.

9. Tujuan : menentukan adanya racun (toksikologi)Bahan pemeriksaan : darah dan urine

Metode :
- TLC
- Mikrodiffusi, dsb.

Hasil yang diharapkan : adanya obat yang dapat menurunkan atau


menghilangkan kesadaran.

10. Tujuan : penentuan golongan darahBahan pemeriksaan : cairan vagina yang berisi air
mani dan darah

Metode :
- Serologi (AB0 grouping test)

Hasil yang diharapkan : golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah
dari korban. Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan
termasuk golongan sekretor.

Pemeriksaan terhadap Pelaku Kejahatan Seksual

1. Tujuan : menentukan adanya sel epithel vagina, pada penis.

Bahan pemeriksaan : cairan yang masih melekat di sekitar korona glandis.

Metode : dengan objek ditempelkan mengelilingi korona glandis, kemudian gelas objek
tersebut diletakkan di atas cairan lugol.

13
Hasil yang diharapkan : Epitel dinding vagina yang berbentuk heksagonal tampak
berwarna coklat atau cokelat kekuningan.

2. Tujuan : menentukan adanya kuman N. gonorrheae (GO)

Bahan pemeriksaan : sekret uretrae

Metode : sediaan langsung dengan pewarnaan gram.

Hasil yang diharapkan : ditemukan kuman N. Gonorrheae.

2.4. Dampak Kejahatan Seksual

Dampak kejahatan seksual lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J. Sossetti
dengan tepat me ngatakan bahwa dampak kejahatan seksual pada anak adalah membunuh
jiwanya. Luka kejahatan akan dibawa oleh seorang anak hingga ia dewasa, menjadi luka abadi
yang sulit dihilangkan.

Korban kejahatan seksual akan mengalami pasca trauma yang pahit. Kejahatan seksual
dapat merubah kepribadian anak seratus delapan puluh derajat. Dari yang tadinya periang
menjadi pemurung, yang tadinya energik menjadi lesu dan kehilangan semangat hidup. Pada
beberapa kasus, ada pula anak yang menjadi apatis dan menarik diri, atau menjadi psikososial
dengan prilaku agresif, liar dan susah diatur.

Dampak lain yang akan muncul dari kekerasan pelecehan pelajar akan melahirkan
pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri
anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif. Kekerasan yang terjadi pada peserta
didik di sekolah dapat mengakibatkan dampak psikis yaitu: Trauma psikologis, rasa takut, rasa
tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya
inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi
dsb.

Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan
perilaku yang menetap, Anak yang mengalami tindakan kekerasan kejahatan seksual tanpa ada
penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa
terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam,

14
sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit
mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan. Sebagai korban, mereka
kehilangan haknya atas pendidikan, dan haknya untuk bebas dari segala bentuk kekerasan fiisik
dan mental yang tidak manusiawi. Martabat anak direndahkan. Pertumbuhan dan perkembangan
anak akan terhambat.

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Skenario

KEJAHATAN SEKSUAL (SEXUAL ASSAULT)

Seorang anak wanita, umur 6 tahun diajak oleh orang tuanya ke IRD Rumah Sakit karena
dicurigai telah terjadi pelecahan seksual oleh tetangganya. Orang tua korban sudah melapor ke
Polisi dan dating ke rumah sakit dengan membawa Surat Permintaan Visum (SPV). Pada
heteroanamnesis, orang tua korban menyatakan melihat anaknya dipangku dalam keadaan
telanjang oleh tetangganya sekitar empat jam sebelum ke Rumah Sakit. Pada pemeriksaan fisik
keadaan umum anak dalam batas normal. Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan bercak pada
hymen arah jam 6 sesuai dengan arah jarum jam.

3.2. Permasalahan dan Jawaban

1. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada korban kejahatan seksual?

Pemeriksaan yang dilakukan :


a. Anamnesis
Umur, TTL, status perkawinan, siklus haid, penyakit kelamin atau penyakit lainnya,
Apakah pernah melakukan persetubuhan sebelumnya, kapan terakhir, menggunakan
kondom atau tidak?
Waktu dan tempat kejadian?
Apakah korban melakukan perlawanan atau tidak?
Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi?
Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, dan mengganti pakaian ?

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pakaian helai demi helai, terdapat robekan lama/baru, kancing terputus
akibat tarikan, adakah bercak darah, air mani, lumpur dll.
Pemeriksaan tubuh: penampilan rapi/kusut, keadaan emosional, adakah tanda kehilangan
kesadaran/ diberi obat bius, adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar, lecet daerah
mulut, pergelangan tangan, lengan, paha, pinggang, payudara, tanda bekas gigitan pada
mulut, payudara, atau alat kelamin.

16
Pemeriksaan tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pemeriksaan pupil, tekanan
darah, pemeriksaan fisik abdomen, paru, jantung.
Pemeriksaan genitalia : ada tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat akibat air
mani mongering, bercak air mani disekitar alat kelamin. Pada vulva terdapat hiperemi,
edema, memar, luka akibat goresan kuku.
Pemeriksaan selaput dara rupture atau tidak.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan mani dan spermatozoa pada cairan vagina
PSA (prostat spesifik antigen)
Pemeriksaan penyakit menular
Pemeriksaa kehamilan

2. Apa aspek medikolegal dari kejahatan seksual?

Aspek medikolegal kejahatan seksual :

Pasal 288 KUHP


Pasal 284 KUHP
Pasal 287 KUHP
Pasal 285 KUHP
Pasal 286 KUHP

3. Bagaimana prosedur pemeriksaan pada korban kekerasan seksual?

Prosedur pemeriksaan pada korban kekerasan seksual :

Adanya permintaan tertulis dari penyidik.


Korban harus diantar oleh polisi, kalau korban datang sendiri dengan membawa surat
permnitaan dari polisi, jangan diperiksa, minta korban kembali dengan membawa polisi.
Setiap ver harus dibuat berdasarkan keadaan yang di dapat pada tubuh.
Meminta ijin tertulis untuk dilakukan pemeriksaan pada korban atau walinya bila masih
anak-anak.
Seorang bidan/perawat harus mendampingi dokter pada saat pemeriksaan. Bila dokter
praktek pribadi, harus meminta ditemani oleh ibu/ayah atau kerabat perempuan.
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, jangan ditunda terlalu lama.
VER diselesaikan secepat mungkin.

4. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada tersangka kasus pemeriksaan kekerasan
seksual?
17
Pemeriksaan pada tersangka :
Pakaian: adanya bercak semen, darah, dsb.
Golongan darah.
Tanda bekas kekerasan akibat perlawanan korban.
Adanya sel epitel vagina pada gland penis atau frenulum.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada yang
lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Aspek medikolegal kejahatan seksual berdasarkan
pasal 288 KUHP, pasal 284 KUHP, pasal 287 KUHP, pasal 285 KUHP dan pasal 286 KUHP.
Ada beberapa prosedur untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban kejahatan seksual,
dimana diantaranya korban harus membawa surat permintaan dari penyidik untuk membuat
Visum Et Repertum. Ada berbagai macam pemeriksaan terhadap korban kejahatan seksual dan
pelaku kejahatan seksual, baik pemeriksaan luar dan dalam maupun pemeriksaan laboratorium.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Arief. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Munim Idries, Abdul. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Tanggerang : Binarupa
Aksara.

Sampurna, Budi. 2003. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta.

Limbong, Inggried F. 2011. Kejahatan Seksual. <http://dokumen.tips/documents/kejahatan-


seksual-html> [Akses 24 September 2015]

Rukmindar, Dion. 2013. Kejahatan Seksual. <https://www.academi.edu/2013//kejahatan-


seksual> [Akses 23 Sepetember 2015].

20

Anda mungkin juga menyukai