Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
BAB I belahan yang bernama lobulus.
KONSEP DASAR PENDAHULUAN Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap- eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang antara 0,2 - 0,3 mm. menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan Letak paru-paru. perubahan cuaca. Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi dada/kavum mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua): tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk 1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor- paru yang langsung membungkus paru-paru. faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. 2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna masuk dan keluar udara paru-paru. untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang bernapas bergerak. ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan Pembuluh darah pada paru saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal masa observasi beberapa waktu. dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih BAB II kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh TINJAUAN TEORI kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta I. DEFINISI melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru- relatif kekurangan oksigen. paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?. menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan kapiler. "ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)" Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai II. ANATOMI DAN FISIOLOGI menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri Anatomi fisiologi Paru-paru (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). mempunyai persediaan darah ganda. Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya dibedakan sebagai berikut : gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru- 1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru kiri dan kanan). paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) : hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk 1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), seseorang, Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan lobus 2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l Dalam 2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supe- keadaan yang normal kedua paru-paru dapat rior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari menampung udara sebanyak 5 liter belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment. 3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter) inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) 4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak kira-kira : lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bertambah cepat dan sebaliknya. bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk e. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar asidosis. dari hidung dan mulut f. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi III. KLASIFIKASI penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru g. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari obstruksi kronik adalah sebagai berikut; hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi Bronkitis kronik eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan pulmonary. dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun h. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV berturut-turut. dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang Etiologi akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu : 1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, Emfisema paru haemophilus influenzae. Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu 2. Alergi perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya 3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, dll yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu : pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi 1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk myocardium. Kongesti menahun pada dinding emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation". bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Patogenesis 2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang emfisema, yaitu: dinding bronchus. 1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) 3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. selaput lender bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk menjadi membesar. pertumbuhan bakteri 2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru- paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama Patofisiologi ekspirasi. Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat 3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray. seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. 4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun nafas berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap Tipe Emfisema agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Terdapat tiga tipe dari emfisema : Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan 1. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, bronchospasme. biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami : tetap bersisa. a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada 2. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada mukus. paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut b. Mukus lebih kental centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan seorang perokok. mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, 3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi meningkat. enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi d. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul. aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa Patofisiologi aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan penumpukan udara (air trapping). overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan kehilangan elastisitas recoil. pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara gangguan (Brannon, et al, 1993). ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan VI. TANDA DAN GEJALA ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan 1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan bronchitis kronis (blue bloater). pertukaran oksigen dan karbon dioksida. 2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers). Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut: ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal 1. Kelemahan badan sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal 2. Batuk kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan 3. Sesak napas bronchitis kronis dan merokok 4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi 5. Mengi atau wheeze Asma 6. Ekspirasi yang memanjang Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh 7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap 8. Penggunaan otot bantu pernapasan pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai 9. Suara napas melemah penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan 10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal reversible akibat bronkospasme 11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
Bronkiektasis VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, 1. Pemeriksaan radiologist muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan yang perlu diperhatikan: pembesaran nodus limfe a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari IV. ETIOLOGI hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan b. Corak paru yang bertambah dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada lain: yaitu: 1. Merokok sigaret yang berlangsung lama a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, 2. Polusi udara pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini 3. Infeksi peru berulang lebih sering terdapat pada emfisema panlobular 4. Umur dan pink puffer. 5. Jenis kelamin b. Corakan paru yang bertambah. 6. Ras c. Pemeriksaan faal paru 7. Defisiensi alfa-1 antitripsin 8. Defisiensi anti oksidan Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR yang paling dominan (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas V. PATOFISIOLOGI lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua perubahan hanya pada saluran napas kecil (small yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan permukaan alveoli untuk difusi berkurang. kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit 2. Analisis gas darah bernapas. Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru merangsang pembentukan eritropoetin sehingga untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. jantung kanan. 3. Pemeriksaan EKG Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat RBBB inkomplet. 4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif infeksi. dari fungsi faal paru. 5. Laboratorium darah lengkap 3. Fisioterapi 4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik VIII. PENATALAKSANAAN 5. Mukolitik dan ekspektoran 6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala MMHg) tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, 2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi aktivitas harian. agar terhindar dari depresi. 3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal. IX. KOMPLIKASI Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: 1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera 1. Hipoxemia menghentikan merokok, menghindari polusi udara. Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen berbagai cara. <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan 3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian lanjut timbul cyanosis. antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab 2. Asidosis Respiratory infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 empirik. (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri 4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses 3. Infeksi Respiratory inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial. Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan 5. Pengobatan simtomatik. produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos 6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara 7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit. 4. Gagal jantung Tindakan rehabilitasi yang meliputi: Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat 1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien pengeluaran secret bronkus. dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali 2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien melakukan pernapasan yang paling efektif. dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah 3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan ini. untuk memulihkan kesegaran jasmani. 5. Cardiac Disritmia 4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula. obat atau asidosis respiratory. Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis) 6. Status Asmatikus 1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan polusi udara asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial 2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan : mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon 1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot infeksi bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza terlihat. dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari BAB III Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan Laktamase Pemberiam antibiotik seperti keperawatan yang komprehensif baik bio, psiko, sosial dan kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti evaluasi. mempercepat penyembuhan dan membantu Pengkajian mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat. pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat 2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan kesehatan dari proses penyakit: pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya 1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan sensitivitas terhadap CO2 pernapasan? 3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan 2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? sputum dengan baik. 3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi 4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, aktivitas? termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti 4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas? kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh? mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan 6. Riwayat merokok? tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 7. Obat yang dipakai setiap hari? 0,56 IV secara perlahan. 8. Obat yang dipakai pada serangan akut? 3. Terapi jangka panjang di lakukan : 9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan 1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka penyakitnya? panjang, ampisilin 40,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan 2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas pemeriksaan sebagai berikut: obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum 1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien? 2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya? 3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi? 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan 4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan selama pernapasan? oksigen. 5. Barrel chest? 5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 6. Apakah tampak sianosis? berhubungan dengan anoreksia. 7. Apakah ada batuk? 6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, 8. Apakah ada edema perifer? pengaturan posisi. 9. Apakah vena leher tampak membesar? 7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan 10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien? sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan 11. Bagaimana status sensorium pasien? insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. 12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan? 8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep 13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti : diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak 1. Chest X-Ray : terpenuhi. Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened 9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), ketidakmampuan untuk bekerja. peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), 10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya normal ditemukan saat periode remisi (asthma) informasi, tidak mengetahui sumber informasi. 2. Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan termasuk: abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi 1. Gagal/insufisiensi pernapasan atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan 2. Hipoksemia untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : 3. Atelektasis bronchodilator. 4. Pneumonia 3. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya 5. Pneumotoraks pada asthma, menurun pada emfisema. 6. Hipertensi paru 4. Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema 7. Gagal jantung kanan 5. FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada Intervensi Keperawatan bronchitis dan asthma. 6. ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau bronkopulmonal. asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap 1. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma). 2. Intervensi keperawatan: 7. Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan terdapat kor pulmonal. ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik (bronchitis) pernapasan diafragmatik dan batuk. 8. Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, berat), peningkatan eosinofil (asthma). inhaler dosis terukur, atau IPPB 9. Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan kemungkinan kurang pada emfisema primer. vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang 10. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, diharuskan. mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan menentukan penyakit keganasan atau allergi. seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, 11. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi dan asap. (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, harus dilaporkan pada dokter dengan segera: emfisema), axis QRS vertikal (emfisema) peningkatan sputum, perubahan warna sputum, 12. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan rasa sesak didada, keletihan. obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program. g. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan. 14. Palpasi: h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan 1. Palpasi pengurangan pengembangan dada? imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus 2. Adakah fremitus taktil menurun? pneumoniae. 15. Perkusi: 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas 1. Adakah hiperesonansi pada perkusi? pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas. 2. Diafragma bergerak hanya sedikit? 1. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien 16. Auskultasi: 2. Intervensi: 1. Adakah suara wheezing yang nyaring? a. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan 2. Adakah suara ronkhi? pernapasan bibir dirapatkan. 3. Vokal fremitus nomal atau menurun? b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat Diagnosa Keperawatan keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien. Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini: c. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pernapasan jika diharuskan. bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi ketidaksamaan ventilasi perfusi bronkopulmonal. 1. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, 2. Intervensi keperawatan: mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas. a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi . 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia. ketidaksamaan ventilasi perfusi c. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan 2. Intervensi: kortikosteroid dengan tepat dan waspada a. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan kemungkinan efek sampingnya. diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga. untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga b. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan ventilasi paru mengalami perbaikan. berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai e. Pantau pemberian oksigen. kebutuhan untuk menghindari keletihan dan 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan energi. oksigen. c. Ajarkan tentang postural drainage bila 1. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang memungkinkan. lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin. 8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep 2. Intervensi keperawatan: diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, terpenuhi. tekanan darah, pernapasan. 1. Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, 2. Intervensi keperawatan: istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan lagi tanda-tanda vital. ketakutannya pada perawat. c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama dengan menggunakan treadmill dan exercycle, mengalami sesak. berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya berjalan perlahan. mendampingi klien saat mengalami sesak. d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan 9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas status fungsi dasar. rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja. e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk 1. Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal. menentukan program latihan spesifik terhadap 2. Intervensi keperawatan: kemampuan pasien. a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum memberikan semangat yang ditujukan pada dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga- pasien. jaga. b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman sedang atau tirah baring lama mulai melakukan untuk relaksasi bagi pasien. rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. d. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan pulmonari bila tersedia. mendorong klien melakukan aktivitas lebih e. Tingkatkan harga diri klien. lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan f. Rencanakan terapi kelompok untuk istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak menghilangkan kekesalan yang sangat bantuan. menumpuk. i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan 10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur informasi, tidak mengetahui sumber informasi. sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari. 1. Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya. 5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2. Intervensi keperawatan: berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah. panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien 1. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. tentang penyakit dan perawatannya. 2. Intervensi keperawatan: b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Berikan informasi tentang sumber-sumber Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat kelompok. badan dan ukuran tubuh. b. Auskultasi bunyi usus DAFTAR PUSTAKA c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret. d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan 1. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, sesudah makan. Jakarta 1998, hal :169-192. e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu 2. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu dikunyah lama. Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat 3. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan menghasilkan gas. Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan g. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi. Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC ketidaknyamanan, pengaturan posisi. 4. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa 1. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, 2. Intervensi keperawatan: Jakarta: EGC a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur. 5. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur Erlangga, 1981, hal :310-312. dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan 6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG tersebut. Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379. c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, 7. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo biasanya posisi high fowler. American Textbook of Imaging, second edition, d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai Churchil Livingstone, page :122. dengan kebiasaan pasien. 8. Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika McGraw-Hill, page : 1491-1493. klien bersedia. 9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan 13, volume ketiga, Jakarta8.20003, hal :1347-1353. sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan 10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482. 1. Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri