Anda di halaman 1dari 3

3.

Manifestasi Klinis reaksi Tipe IV

a. Dermatitis Kontak
Dermatitits kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan
tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti
formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang
menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1 terlihat pada (Gambar 14.14).

b. Hipersensitivitas tuberculin
Hipersensitivitas tuberculin adalah bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk
filtrate biakan M. tuberculosis yang bila disuntikkan kekulit, akan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas lambat Tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel limfosit CD4 +
T. setelah suntikkan intrakutan ekstrak tuberculin atau derivate protein yang dimurnikan
(PPD), daerah kemerahan dan indurasi timbul ditempat suntikkan dalam 12-24 jam. Pada
individu yang pernah kontak dengan M. Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi pada hari ke
7-10 pasca induksi. Reaksi dapat dipindahkan melalui sel T.

c. Reaksi Jones Mote


Reaksi Jones Mote adalah reaksi hipersensitivitas Tipe IV terhadap antigen protein yang
berhubungan dengan infiltrasi basofil mencolok dikulit dibawah dermis. Reaksi juga
disebut hipersensitivitas basofil kutan. Diibanding dengan hipersensitivitas Tipe IV
lainnya, reaksi ini adalah lemah dan Nampak beberapa hari setelah pajanan dengan
protein dalam jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan reaksi dapat diinduksi dengan
suntikkan antigen larut seperti ovalbumin dengan ajuvan Freund.

d. T Cell Mediated Cytolysis (Penyakit Cd8+)


Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang
lansung membunuh sel sasaran.penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas seluler
cenderung terbatas kepada perkembangan reaksi DTH mengubah akibat pajanan ulang
terhadap allergen kontak. 80-90% masyarakat amerika menunjukan reaksi terhadap
urushiol dalam poison ivy yang menembus kulit (1) dan berkaitan dengan self-protein
yang selanjutnya ditelan sel Langerhans 9(SL). SL mempresentasikan hapten-urushiol ke
sel DTH yang melepas berbagai sitokin (2). Sekitar 48-72 jam setelah pajanan, makrofag
terkumpul ditempat kontak dan melepas enzim litik dan menimbulkan ruam dan pustule
spesifik (3).
Setelah kontak dengan antigen, sel Th disensitasi, berpoliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel DTH. Bila sel DTH yang disensitasi terpajan ulang dengan antigen sama,
akan melepas sitokin, menarik dan mengaktifkan makrofag yang berfungsi sebagai sel
efektor dalam reaksi hipersensitivitas.
Sel CD8+ yang spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan
langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme seluler,
biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self-antigen dan kedua
jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan (Gambar 14.15 dan Tabel 14.9).

A. Reaksi DTH, sel CD4+ (kadang juga CD8+ ) memberikan respon terhadap antigen
jaringan dengan melepas sitokin yang merangsang inflamasi dan mengaktifkan
fagosit, sehingga timbul kerusakan jaringan.
B. CD8+/CTL/Tc dapat langsung membunuh sel jaringan dan menimbulkan penyakit

Butir-butir penting
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi inflamasi, dapat humoral atau selular
Reaksi Tipe 1 diperankan oleh igE yang diikat Fc-R pada sel mast atau basofil. Ikatan
silang antar igE pada sel mast atau basofil dan allergen yang melepas sejumlah mediator
farmakologis aktif. Efek utama mediator tersebut adalah kontraksi otot polos dan
vasodilatasi. Manifestasi klinis reaksi tipe I antara lain berupa anafilaksis yang dapat
mengancam nyawa dan respons local seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam, ditimbulkan oleh
ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast yang menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif.
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam,
melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui
komplemen dan atau sel NK/ADCC
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang
terjadi oleh aktivasi sel Th yang mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan
kerusakan jaringn
Histamin merupakan komponen utama granul sel mast yang merupakan mediator primr,
menunjukan efek melalui reseptornya (H1, H2, H3, H4) dengan distribusi dan efek yang
berbeda
PG dan LT (dulu SRS-A): LT berperan pada bronkokonstriksi, peningkatan permeabilitas
vascular dan produksi mucus dan PGE2 menimbulkan bronkokonstriksi
Berbagai sitokin dilepas sel mast dan basofil seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13,
GM-CSF dan TN yang mengubah lingkungan mikro, mengerahkan sel inflamasi,
meningkatkan produksi IgE
Reaksi Tipe II terjadi bila antibody bereaksi dengan determinan antigen pada permukaan
sel yang menimbulkan kerusakan sel atau kematian melalui lisis dengan bantuan
komplemen atau ADCC. Reaksi transfuse dan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
merupakan reaksi Tipe II
Reaksi Tipe III terjadi melalui pembentukan kompleks imun yang mengkatifkan
komplemen. Aktivasi komplemen menghasilkan molekul efektor yang menimbulkan
vasodilatasi local dan menarik neutrofil. Endapan kompleks imun di dekat antigen masuk
dapat menginduksi reksi Arthus; akumulasi neutrofil yang melepas enzim litik, aktivasi
komplen yang menimbulkan kerusakan jaringan setempat
Dewasa ini Reaksi hipersensitivitas Tipe IV merupaka hipersensitivitas Tipe lambat yang
dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang
langsung membunuh sel sasaran dan penyakit yang ditimbulkannya cenderung terbatas
kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik
Pada banyak penyakit autoimun yang terjadu melalui mekanisme selular, biasanya
ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self-antigen dan kedua jenis sel
tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai