Anda di halaman 1dari 46

RADIOFARMASI

CARA PENYIMPANAN SEDIAAN RADIOFARMASI

OLEH:

1. DEWI ANGGITA
2. OLINTIA MARTHA LENA ROSA (1401112)
3. LOVINA ALDELYN
4. WULAN HARDIANTI

SI-VIC

Dosen :

Haiyul Fadhli ,M.Si,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan

banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan

memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami

yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, April 2017

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 latar belakang

Radiasi adalah pemancaran/pengeluaran dan perambatan energy menembus ruang

atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari

atom atau subatom dimana mempunyai massa dan bergerak, menyebar dengan kecepatan

tinggi menggunakan energi kinetik. Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah electron,

beta, alpha, photon & neutron.

Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun buatan. Sumber radiasi alamiah

contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang terdapat pada

lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atsmosfir akibat terjadinya pergeseran

lintasan perputaran bola bumi. Sedangan sumber radiasi buatan contohnya radiasi sinar x,

radiasi sinar alfa, radiasi sinar beta , radiasi sinar gamma.

Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk membuat obat yang

mengandung atom radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan

(terapi) penyakit yang diidap oleh pasien. Senyawa kimia atau obat, yang salah satu atom

penyusun strukturnya adalah nuklida radioaktif, untuk keperluan diagnosa atau

penyembuhan (terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan ke pasien secara oral,

parenteral, dan inhalasi disebut sebagai radiofarmaka. Sedangkan untuk bidang keahlian

(specialist) kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan bahan radioaktif

(radiofarmaka) untuk tujuan diagnosa dan terapi suatu penyakit disebut kedokteran nuklir.
1.2 Rumusan masalah

1. Apa dasar proteksi radiasi ?


2. Apa prinsip proteksi radiasi?
3. Bagaimana dosis toleransi maksimum?
4. Bagaimana prosedur diagnosis dan terapi?
5. Bagaimana fasilitas, daerah kerja, ruangan laboratorium, daerah pengukuran yang

dibutuhkan?
6. Apa saja peralatan penyimpanan radiofarmaka?
7. Bagaimana perizinan penyimpanan radiofarmaka?
8. Bagaimana data penyimpanan radiofarmaka?
9. Bagaimana pembelian isotop, penyimpanan, pembuangan limbah cair?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proteksi radiasi
2. Mengetahui prinsip proteksi radiasi dan dosis toleransi maksimum
3. Mengetahui bagaimana prosedur diagnosis dan terapi
4. Mengetahui dan memahami bagaimana fasilitas, daerah kerja, ruangan laboratorium,

daerah pengukuran
5. Mengetahui peralatan penyimpanan radiofarmaka
6. Mengetahui bagaimana perizinan penyimpanan radiofarmaka
7. Mengetahui data penyimpanan radiofarmaka
8. Mengetahui bagaimana pembelian isotop, penyimpanan, pembuangan limbah cair

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Prinsip Proteksi Radiasi

Tujuan Proteksi Radiasi :

a. Mencegah terjadinya efek non-stokastik yang berbahaya, dan membatasi

peluang terjadinya efek stokastik hingga pada nilai batas yang dapat diterima

masyarakat;
b. Meyakinkan bahwa pekerjaan atau kegiatan yang menggunakan zat radioaktif

atau sumber radiasi dapat dibenarkan.

Ada 3 asas proteksi radiasi yang telah direkomendasikan oleh International Commission

Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :

1. Asas justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada

azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya

disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi

individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul

terhadap kesehatan. Hewan yang memang benar-benar memerlukan uji lanjut dengan

radiografi dengan pertimbangan asas manfaat lebih banyak dapat dilakukan

radiografi.
2. Asas optimisasi
Semua penyinaran ahrus diusahakan serendah-rendahnya (as low as

reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan

sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi

harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi

dapat ditekan serendah-rendahnya.


3. Asas pembatasan dosis perseorangan
Dosisi ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh

melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja

radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik)

dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.


Tujuan dari asas optimisasi yaitu untuk mendapatkan hasil yang optimum dari

kegiatan yang meliputi kombinasi penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun

anggota masyarakat, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki

maupun biaya yang murah. Dari tujuan tersebut asas optimisasi sangat menekankan

pada pertimbangan faktor ekonomi dan sosial, tidak semata-mata menekankan pada
rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun masyarakat dengan

menempuh jalan apapun. Sedangkan yang dikenal dengan sebutan ALARA (As Low

As Reasonably Achievable) merupakan suatu tanggung jawab moral yang dilakukan

oleh badan atau orang yang bertanggung jawab terhadap suatu instalasi radiasi untuk

menurunkan dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi. Meskipun dosis yang

diterima pekerja sudah berada di bawah ambang batas aman menurut asas pembatasan

dosis, namun apabila besarnya dosis yang diterima sekiranya dapat diturunkan lagi,

maka bisa dilakukan penurunan dosis serendah mungkin yang diterima pekerja

radiasi.
Untuk memenuhi azas optimisasi tersebut, di dalam proteksi radiasi telah

dikenalkan 3 prinsip penting dalam proteksi radiasi yaitu :


1. pengaturan waktu saat berada di ruangan radiasi
Sedapat mungkin diupayakan untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber

radiasi saat proses radiografi. Hal ini untuk mencegah terjadinya paparan radiasi yang

besar. Pengaturan mAs yang tepat, dengan waktu paparan 0,0.. detik lebih baik dari

pada 1 detik. Nilai kVp yang digunakan cukup tinggi sehingga daya tembus dalam

radiografi cukup baik. dengan demikian maka pengulangan radiografi dapat dicegah.
2. Pengaturan jarak yang aman terhadap sumber radiasi dan
Radiasi dipancarkan dari sumber radiasi ke segala arah. Semakin dekat tubuh

kita dengan sumer radiasi maka paparan radiasi yang kita terima akan semakin besar.

Pancaran radiasi sebagian akan menjadi pancaran hamburan saat mengenahi materi.

Radiasi hamburan ini akan menambah jumlah dosis radiasi yang diterima. Untuk

mencegah paparan radiasi tersebut kita dapat menjaga jarak pada tingkat yang aman

dari sumber radiasi.


3. pengaturan penggunaan perisai radiasi.
Penggunaan perisai/pelindung berupa apron berlapis Pb, glove Pb, kaca mata

Pb dsb yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Tidak menghandle hewan

secara langsung, hewan dapat disedasi atau bila perlu dianestesi.

Proteksi terhadap lingkungan terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang
radiografi menggunakan Pb untuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses

radiografi.

2.2 Nilai Batas Dosis (dosis maksimum toleransi)

Pembatasan dosis baru dikenal pada tahun 1928 yaitu sejak dibentuknya organisasi

internasional untuk proteksi radiasi ( International commission on Radiological Protection

IRCP ). Menurut rekomendasi IRCP, pekerja radiasi yang di tempat kerjanya terkena radiasi

tidak boleh menerima dosis radiasi lebih dari 50 mSv pertahun dan rata-rata pertahun selama

lima tahun tidak boleh lebih dari 20 mSv. Nilai maksimum ini disebut Nilai Batas Dosis

( NBD ).

ICRP mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan diterima seseorang sebagai dosis

yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran intensif

seketika yang menurut tingkat pengetahuan sekarang ini memberikan kemungkinan yang

dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik.

NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990

1. Nilai Batas Dosis Untuk Pekerja Radiasi


Penyinaran akibat kerja dari tiap pekerja harus diawasi, sehingga nilai batas seperti

berikut ini tidak dilampaui:


a. Dosis efektif sebesar 20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan selama 5 tahun

berturut-turut
b. Dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu tahun.
c. Dosis ekivalen pada lensa sebesar 150 mSv dalam satu tahun,dan
d. Dosis ekivalen pada ekstremitas (tangan dan kaki) atau kulit sebesar 500 mSv

dalam satu tahun (nilai batas dosis ekivalen pada kulit dirata-ratakan untuk luas 1

cm2 dari daerah kulit yang memperoleh penyinaran tertinggi).

Untuk siswa dan magang yang berusia antara 16 sampai 18 tahun yang

mengikuti latihan untuk pekerjaannya yang menggunakan penyinaran radiasi, dan

untuk siswa yang berusia antara 16 sampai 18 tahun yang menggunakan sumber
radiasi dalam studinya, penyinaran radiasi harus diawasi sehingga nilai batas berikut

tidak dilampaui:

a. dosis efektif sebesar 6 mSv dalam satu tahun,


b. dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 50 mSv dalam satu tahun,
c. dosis ekivalen pada ekstremitas atau kulit sebesar 150 mSv dalam satu tahun.
2. Nilai Batas Dosis Untuk Penyinaran Masyarakat
a. Dosis efektif sebesar 1 mSv dalam satu tahun
b. Dalam keadaan khusus, dosis efektif sampai dengan 5 mSv dalam satu tahun

dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak lebih

dari 1 mSv dalam satu tahun.


c. Dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 15 mSv dalam satu tahun, dan
d. Dosis ekivalen pada kulit sebesar mSv dalam satu tahun.

3. Pembatasan dosis bagi penggembira dan pengunjung pasien


a. Untuk orang dewasa tidak boleh lebih besar daripada 5 mSv selama masa

pemeriksaan diagnosa dan terapi dari seorang pasien.


b. Untuk anak-anak yang mengunjungi pasien yang menelan zat radioaktif

(kedokteran nuklir), tidak boleh lebih besar dari 1 mSv.

Nilai Batas Dosis seperti yang tertera diatas tadi adalah:

1. Merupakan jumlah dari dosis radiasi eksterna dan interna, atau salah satu dari

keduanya, yaitu dosis radiasi eksterna saja atau dosis radiasi interna saja;
2. Tidak termasuk penyinaran medik;
3. Tidak termasuk penyinaran radiasi alam.

Di Indonesia besarnya NBD diatur dalam buku Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi,

dengan Surat Keputusan Dirjen Batan No. PN 03/160/DJ/89 diperkuat dengan Surat

Keputusan Kepala Bapeten No. 08 tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi Dalam

Penggunaan Pesawat Sinar-x dan Intervensional, NBD yang ditetapkan yaitu:

1. Nilai Batas Dosis untuk Pekerja Radiasi


a. Dosis efektif sebesar 20 mSv pertahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-

turut.
b. Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam1 tahun tertentu.
c. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv dalam 1 tahun.
d. Dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv dalam 1 tahun.
2. Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat
a. Dosis efektif sebesar 1 mSv dalam 1 tahun.
b. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv dalam 1 tahun.
c. Dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv dalam 1 tahun.

2.3 Prosedur Diagnosis dan Terapi


Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi

dalam tiga kategori:


1. Prosedur imaging atau pencitraan
Prosedur imaging memberikan informasi diagnose atas dasar pola distribusi

keradioaktifan di dalam tubuh. Dua kajian utama dalam pemberian informasi imaging

dalam tubuh dari radiofarmaka adalah:


a. Kajian dinamik memberikan informasi fungsional melalui pengukuran laju akumulasi

dan laju keluarnya radiofarmaka oleh organ.


b. Kajian statik memberikan informasi morfologi berkenaan dengan ukuran, bentuk,dan

letak organ atau adanya lesi yang menempati ruang,dan dalam beberapa kasus

mengenai fungsi relatif. Pola distribusi radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan

tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak adanya penyakit.

Adapun 2 jenis pengamatan yang dilakukan melalui imaging atau pencitraan

adalah:

1) Citra ( image ) dalam bentuk hot spots atau adanya keradioaktifan yang

merata disebabkan radiofarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ

yang sehat atau normal,sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau

mengeluarkan radiofarmaka tersebut dan lesion muncul dalam bentuk citra

yang cold spots. Misalnya pada penatahan(scanning) liver dengan partikel

koloid bertanda radioaktif; setelah partikel koloid tersebut

diinjeksikan,pertikel berakumulasi pada sel-sel Phagocytosis yang terdapat di


liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver,maka sel-sel yang

melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya.


2) Citra (image) dalam bentuk hot spotsatau adanya keradioaktifan yang

merata disebabkan radifarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ

berpenyakit atau lesion,sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak

atau mengeluarkan radiofarmaka tersbut sehingga citra muncul sebagai cold

spots. Misalnya penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang

ditolak oleh blood-brain-barier. Bila otak tersebut berpenyakit sehingga

blood-brain-barrier menjadi rusak,maka radiofarmaka dapat meninggalkan

ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi di dalam lesi.


Organ normal bisa mengakumulasi radiofarmaka,tetapi jaringan

berpenyakit mampu mengakumulasikan baik pada tingkat yang lebih tinggi

lagi bila fungsi organ berlebihan atau meningkat,maupun pada tingkat yang

lebih rendah daripada organ normal apabila fungsi organ menurun.

Misalnya,dalam pencitraan kelenjar thyroid( thyroid gland) dengan

menggunakan iodium radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah

mengakumulasikan radiofarmaka iodium-131 melalui fungsi normal,tetapi

kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang hyperfunction atau

hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium-131 yang meningkat

atau menurun .
2. Kajian fungsi in vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas

absorpsi,pengenceran(dilution),pemekatan,atau ekskresi keradioaktifan setelah

pemberian radiofarmaka ini disebut dengan telaah/kajian radiofarmasi secara in vivo.

Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi ,dalam cara apapun,fungsi system

organ yang sedang diukur. Cara ini tidak memerlukan pencitraan,tetapi analisis dan

interpretasi didasarkan atas pencacahan keradioaktifan yang muncul baik secara


langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau dari cuplikan darah atau

urin yang dicacah secara in vitro.


3. Prosedur terapi
Pada prosedur terapi,penggunaan radiofarmaka dimaksudkan untuk

melakukan terapi terhadap suatu penyakit setelah tegaknya diagnose. Penggunaan

radiofarmaka dapat secara oral, intravena, intratekal, intraperitoneal, ataupun inhalasi.

Pemanfaatan radionuklida dilakukan untuk tujuan diagnosis atau terapi

beberapa gangguan penyakit pada otak, kelenjar tiroid, jantung, paru-paru, hati, limpa

dan sistem pencernaan, ginjal dan tulang.


a. OTAK
Radiofarmaka untuk pemeriksaan organ pada sistem saraf pusat (SSP) dibagi

menjadi lima kelompok utama yaitu:


1. Nondiffusible tracers
Merupakan senyawa yang pertama kali digunakan untuk pencitraan otak.

Kelompok ini secara umum mempunyai karakteristik sebagai senyawa hidrofilik

terionisasi dengan mekanisme lokalisasi pada lesi otak yang tidak

spesifik. Umumnya, senyawa dalam kelompok ini tidak dapat memasuki otak

melalui sawar darah otak (Blood-brain barrier, BBB) utuh. Namun, pada kondisi

dimana sawar darah otak terganggu oleh kondisi patologi, senyawa ini

meninggalkan ruang vaskuler dan terkonsentrasi pada lesi.


Senyawa yang termasuk pada kelompok ini diantaranya 99mTc-natrium

perteknetat, 99m Tc-pentetat (99mTc-DTPA), 99mTc-gluseptat (99mTc-GH), dan

senyawa untuk digunakan pada metoda positron emission tomography (PET)

yaitu 82Rb-rubidium klorida.


2. Diffusible tracers
Kelompok ini mempunyai kapasitas untuk memasuki otak normal melalui

sawar darah otak (Blood-brain barrier, BBB) utuh. Hal ini mungkin karena

senyawa ini merupakan kompleks lipofilik netral yang berdifusi secara pasif

melalui sel endotelial kapiler otak.


99m
Senyawa yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah Tc

eksametazim (99mTc-HMPAO) dan 99mTc-bisitat (99mTc-ECD).


3. Penanda metabolisme
Merupakan agen yang terlokalisasi pada area otak yang berhubungan dengan

aktivitas metabolik dan hipermetabolik. Penanda metabolik yang utama

digunakan dalam pencitraan PET adalah 18F-fluodeoksiglukosa (18F-FDG).


4. Radiofarmaka untuk pemeriksaan larutan serebrospinal
Radiofarmaka yang digunakan untuk pemeriksaan ruang larutan serebospinal

ini meliputi senyawa yang tetap ada pada ruang larutan serebospinal setelah

injeksi lumbar diberikan. Senyawa ini digunakan untuk mengevaluasi distribusi

dan pergerakan larutan serebospinal pada berbagai tahapan penyakit. Sebagai

contoh hidrosefalus secara rutin diperiksa dengan menggunakan111In-pentetat

(111In-DTPA).
5. Radiofarmaka untuk pencitraan reseptor otak
Radiofarmaka untuk pencitraan reseptor otak terutama digunakan untuk

penelitian. Komponen reseptor avid yang diberi label 99mTc dan radionuklida

lainnya sedang dikembangkan.


b. TIROID
Radionuklida pada kelenjar tiroid digunakan untuk menilai fungsi kelenjar

tiroid dengan pemeriksaan radioactive iodine uptake(RAIU), dalam pengobatan

hipertiroidisme dan kanker tiroid, dan pencitraan untuk mendeteksi penyakit dalam

kelenjar tiroid dan deteksi adanya metastasis tiroid dengan memindai seluruh tubuh.
Pemeriksaan yang lazim digunakan dalam kedokteran nuklir untuk mengevaluasi

pasien yang diduga mengalami gangguan tiroid adalah pemeriksaan RAIU,

pemindaian kelenjar tiroid, dan terapi radioiodin.


Pemeriksaan Radioactive Iodine Uptake (RAIU)
Pemeriksaan ini dapat membantu proses diagnosis hipertiroidisme dan

berguna dalam menentukan dosis terapi 131I yang tepat. Penerapan bersama RAIU dan

pemindaian tiroid berguna untuk membedakan penyebab hipertiroidisme, seperti

penyakit Grave, penyakit Plummer (toxic multinodular goiter) dan tiroiditis subakut.
Untuk mengukur serapan radioiodin, sejumlah kecil radioiodin diberikan per

oral.Radioaktif yang dapat digunakan 123I atau131I-natrium iodida. 131I-natrium iodida

lebih sering digunakan, karena lebih murah dan lebih mudah diperoleh. Pengukuran

serapan biasanya dilakukan pada jam ke-4 dan jam ke-24 setelah pemberian bahan

radioaktif. Dosis lazim 131I-natrium iodida adalah 4-10 Ci (148-370 kBq).


Hasil pemeriksaan dikatakan normal jika nilainya 5 - 15% untuk serapan jam

ke-4 dan 10 - 35% untuk serapan jam ke-24. Pada orang-orang tertentu yang

mengalami hipertiroid, hasil pemeriksaan serapan jam ke-4 akan lebih besar

daripada serapan jam ke-24. Pada kondisi ini, dapat digunakan dosis 131I yang lebih

besar karena terjadi pengembalian iodin yang lebih cepat dari normal pada kelenjar

tiroidnya.
Pemindaian tiroid
Pemindaian tiroid digunakan untuk menilai fungsi kelenjar berdasarkan

kondisi struktur. Berguna untuk membedakan penyakit keganasan berat dengan

keganasan ringan. 123I-natrium iodida dan 99mTc-natrium pertehnetat digunakan untuk

pemindaian tiroid.Keduanya ditangkap oleh kelenjar tiroid (seperti dipindahkan

kedalam sel folikel tiroid).Namun hanya iodin yang diatur dan dibentuk kedalam

hormon tiroid.Baik 123I-natrium iodida dan 99mTc-natrium pertehnetat cukup adekuat

untuk pemindaian anatomi, namun 123I lebih akurat untuk pemindaian fungsional. 131I

juga dapat digunakan untuk pemindaian tiroid, namun jarang digunakan karena dosis

radiasinya tinggi terhadap kelenjar, sehingga waktu paruhnya panjang mencapai 8,04

hari dan emisi partikel beta.


123I-natrium iodida adalah bahan radioaktif yang lebih banyak dipakai karena

karakteristik pemindaian yang baik. Waktu paruhnya pendek sekitar 13 jam, energi

gama (159 keV) yang terdeteksi secara efesien dengan kamera gama, dan tidak

terdapat emisi beta. Namun demikian, 123I-natrium iodida lebih mahal dan sulit

diperoleh dibanding 99mTc-natrium pertehnetat. 99mTc-natrium pertehnetat lebih mudah


diperoleh dari generator 99Mo-99mTc dan lebih murah sehingga 99mTc-natrium

pertehnetat lebih sering dipilih sebagai bahan radioaktif untuk pemindaian tiroid.
Pengobatan Radioiodin
Pengobatan radioiodin merupakan pilihan penting dalam pengobatan

hipertiroidisme akibat penyakit Graves, adenoma toksik tiroid, dan toxic multinodular

goite atau penyakit Plummer. Pengobatan hipertiroidisme dapat dilakukan dengan

obat antitiroid, bedah atau terapi menggunakan 131I natrium iodida.

Keamanan Pengobatan Radioiodin

Pasien yang menjalani pengobatan menggunakan terapi radioiodin 131I perlu

berhati-hati untuk meminimalkan paparan radiasi lain. Pasien yang diterapi dengan

dosis lebih besar dari 30mCi (1110 MBq) 131I perlu dirawat di rumah sakit dalam

ruangan khusus dan dimonitor sampai dosis yang terpakai di bawah 30 mCi (1110

MBq), hal ini dapat disesuaikan dan tergantung pada kondisi spesifik masing-masing

pasien.
c. JANTUNG
Pemeriksaan kedokteran nuklir klinis, sekarang ini pada umumnya

menggunakan metoda Single-Photon Emission Computed(SPECT) dan

metoda Positron Emission Tomography (PET).


Radiofarmaka yang digunakan untuk memeriksa penyakit jantung terdiri dari

empat kelompok utama yaitu (1) bahan perfusi untuk memeriksa aliran darah arteri

koroner dan iskemik, (2) bahan pengumpul darah untuk memeriksa fungsi

jantung, (3)bahan untuk memeriksa infark miokard, dan (4) bahan metabolisme untuk

menilai viabilitas miokard. Bahan utama yang digunakan dalam pencitraan SPECT

adalah sel darah merah berlabel 99mTc untuk pemeriksaan pengumpul darah, 201Tl-

thallous klorida, 99mTc-sestamibi, dan 99mTc-tetrofosmin untuk pemeriksaan perfusi

miokardia. 18F-fludeoksiglukosa (18F-FDG) adalah bahan utama PET yang digunakan

untuk pemeriksaan viabilitas miokard. Waktu paruhnya yang panjang memungkinkan

bahan ini tetap tersedia pada daerah farmasi nuklir PET. Bahan lain yang digunakan
pada pencitraan PET antara lain 82Rb-rubidium klorida, 15O-air, dan 13N-amonia untuk

pemeriksaan perfusi, dan 11C-asetat dan 11C-palmitat untuk pemeriksaan metabolisme.

Bahan Planar dan SPECT Bahan PET


Penanda pengumpulan darah

99mTc-albumin

99mTc-sel darah merah

Bahan infark-avid

99mTc-pirofosfat Agen perfusi

111In-imikromab pentetat 82Rb-Rubidium klorida

Bahan perfusi 15O-air

201Tl-talus klorida 13N-amonia

99mTc-sestamibi Bahan metabolisme

99mTc-tetrofosmin 11C-asetat

99mTc-teboroksim 11C-palmitat

99mTc-nitrido ditiokarbamat 18F-fludeoksiglukosa

[Tc-N-(NOEt)2]

Tabel .1 Bahan Pencitraan Miokard.

d. PARU-PARU
Radiofarmaka untuk pencitraan paru-paru dapat dibagi menjadi dua kelompok

utama, bahan perfusi paru, dan bahan ventilasi paru.Pencitraan untuk melihat fungsi

paru-paru dalam kedokteran nuklir dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ventilasi dan

perfusi paru. Fungsi ini dapat dilihat dengan melakukan inspirasi gas inert seperti
Xenon 133Xe atau aeorosol berlabel radioaktif seperti99mTc-DTPA. Indikasi pencitraan

ventilasi dan perfusi paru terutama untuk pemeriksaan pasien yang diduga mengalami

embolisme paru akut. Indikasi lainnya adalah pemeriksaan pasien transplantasi paru

(misalnya cystic fibrosis), pemeriksaan pasien yang diduga mengalami embolisme

paru kronis sebagai penyebab hipertensi paru, pemeriksaan pra-operasi pasien

obstruksi paru kronis, dan pemeriksaan fungsi paru diferensial sebelum operasi

lobektomi atau pneumonektomi.


e. HATI, LIMPA, DAN SISTEM SALURAN CERNA
Sekarang ini, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computed Tomography (CT)

dan ultrasound lazim dipakai untuk memeriksa anatomi hati, sistem hepatobilier dan

limpa. Namun, pencitraan dengan menggunakan radionuklida memberikan lebih

banyak informasi mengenai fisiologi dan fungsi organ-organ tersebut.


Beberapa pemeriksaan kedokteran nuklir pada organ hati, limpa dan sistem saluran

cerna adalah pencitraan hati-limpa,scintigraphy hepatobilier, pemeriksaan perdarahan

saluran cerna, dugaan adanya Meckels diverticulum, refluks gastroesofagal dan

pengosongan lambung.
Radiofarmaka technetium yang pada awalnya dirancang untuk pemeriksaan hati

dan limpa, sekarang digunakan juga untuk pemeriksaan fungsi saluran cerna,

termasuk pemeriksaan refluks gastroesofagal, pengosongan lambung

dan tempat perdarahan saluran cerna.


Sebagai contoh, radiofarmaka untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna

adalah 99mTc - koloid sulfur dan 99mTc - Sel darah merah. Penggunaan 99mTc - koloid

sulfur untuk perdarahan dengan kondisi bersihan darah cepat, perbandingan target-

penyebab yang tinggi (high target-to-background ratio), terjadi perdarahan aktif.

Sedangkan Tc - Sel darah merah diberikan untuk kondisi perdarahan seperti

bersihan darah lambat, perbandingan target-penyebab yang rendah (low target-to-

background ratio), dan untuk perdarahan intermiten (perdarahan yang kadang muncul

kadang tidak)
f. GINJAL
Metode scintigraphy
telah dikembangkan untuk menilai fungsi glomerolus dan tubulus ginjal, untuk

mendeteksi keberadaan tumor atau kista, dan juga untuk mengukur fungsi relatif

antara kedua ginjal kiri dan kanan. Selain itu, scintigraphy ginjal

berperan penting dalam evaluasi perfusi ginjal, fungsi ginjal, dan pada kasus tertentu

juga berperan untuk melihat abnormalitas anatomi. Pencitraan menggunakan

radionuklida dapat memberikan kombinasi informasi anatomi dan fisiologi ginjal.


Pemeriksaan ginjal dengan radiofarmaka berdasarkan pada dua prinsip yaitu,

prinsip yang berhubungan dengan bahan radioaktif yang digunakan untuk memeriksa

bersihan ginjal, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi bahan radioaktif untuk

memeriksa GFR dan bahan radioaktif untuk memeriksa fungsi tubulus; dan prinsip

yang berhubungan dengan bahan radioaktif untuk melakukan pencitraan ginjal yang

digunakan untuk menilai morfologi ginjal dan fungsi relatif ginjal.


Contoh radiofarmaka untuk menilai GFR adalah 125I-iothalamat; 99mTc-pentetat

(99mTc-DTPA); menilai ERPF adalah 131I-o-iodohippurat (131I-OIH) dan 99mTc-

mertiatid (99mTc-MAG3). Radiofarmaka untuk pencitraan ginjal: 99mTc-

gluseptat (99mTc-GH) dan 99mTc-succimer (99mTc-DMSH).


Berikut ini beberapa radiofarmaka yang digunakan pada organ ginjal beserta

kegunaannya.
a) Injeksi Technetium Tc 99m Pentetat (99mTc-DTPA)
Bahan ini digunakan untuk mengevaluasi aliran darah gross ke ginjal dan

untuk memvisualisasi gangguan/halangan aliran urin pada sistem

pengumpulan dan ureter. Pada prinsipnya, 99mTc-DTPA ini digunakan untuk

menilai perfusi ginjal, fungsi ginjal relatif, dan gangguan uropati.


b) Injeksi Technetium Tc 99m Succimer (99mTc-DMSA)
Digunakan untuk mendeteksi abnormalitas fokal pada korteks ginjal, dan juga

bermanfaat untuk menilai fungsi relatif ginjal kanan dan ginjal kiri.
c) Injeksi Technetium Tc 99m Gluseptat (99mTc-GH)
Digunakan untuk mengevaluasi perfusi renal, gangguan uropati, fungsi relatif

ginjal, dan massa ginjal.


d) Injeksi Technetium Tc 99m Mertiatid (99mTc-MAG3)
Digunakan untuk memvisualisasi sistem pengumpul ginjal, evaluasi obstruksi

urinari, dan menilai fungsi tubulus ginjal.


e) Injeksi natrium iotalamat I 125
Digunakan sebagai bahan diagnostik untuk mengukur GFR.
f) Injeksi natrium iodohipurat I 131
g) Digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal efektif (Effective Renal

Plasma Flow, ERPF).


g. TULANG
Pencitraan tulang dilakukan untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk pemeriksaan

penyakit metastase, infeksi, dan luka trauma. Keunggulan dari pencitraan tulang

adalah sensitivitasnya yang tinggi, sehingga dimanfaatkan untuk menilai lesi patologis

pada tulang pada tahap awal timbulnya penyakit. Kelemahan pencitraan

tulang adalah tidak dapat mendeteksi jenispatologi tulang.


Radiofarmaka yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan tulang

adalah 99m Tc-difosfonat seperti 99m Tc-MDP (methylene diphosphonate) dan 99m Tc-

HDP (99m Tc-oxydronate). Dosis untuk pencitraan tulang dan distribusi dosis lazim

dewasa 99m TC-HDP atau 99m TC-MDP adalah 20 mCi (740 MBq) melalui rute

intravena. Pencitraan pada umumnya dilakukan 2 - 3 jam setelah pemberian melalui

injeksi untuk memberikan waktu plasma dan latar belakang aktivitas jaringan yang

akan ditampilkan. Sekitar 40% sampai 50% dari dosis yang diinjeksikan, terlokalisasi

pada tulang, dan sisanya dikeluarkan melalui urin.


Dosis untuk pemindaian tulang pada dewasa, dosis yang diberikan biasanya 20-30

mCi (740 sampai 1110 MBq) melalui intravena. Pada anak, dosis ditentukan

berdasarkan berat badan, biasanya 250-300 Ci/kg (9,25 11,1 MBq/kg) dengan

minimum 1-2,5 mCi (37-92,5 MBq). Jika terdapat kontraindikasi, pasien harus dalam

kondisi terhidrasi dengan baik setelah pemberian injeksi.


Tingkat panduan aktivitas radionuklida untuk pasien diagnostik ( peraturan kepala

badan pengawas tenaga nuklir nomor 17 tahun 2012 tentang keselamatan radiasi

dalam kedokteran nuklir:


2.4 Fasilitas Penyiapan dan Penyimpanan Radiofarmaka
Fasilitas penyiapan dan penyimpanan Radiofarmaka harus memiliki proteksi

yang baik terhadap pekerja, dan lingkungan hidup. Persyaratan fasilitas tergantung
pada kategori laboratorium. Fasilitas harus disesuaikan dengan sifat Radiofarmaka

dan dikondisikan sehingga Radiofarmaka yang diberikan melalui injeksi tetap steril.

Penyiapan Radiofarmaka juga memerlukan prosedur kendali mutu. Tempat untuk

menerima dan menyimpan sumber radioaktif, dan tempat penyimpanan sementara

limbah radioaktif harus ada.


Pekerja harus terlindung dari bahaya radiasi. Setiap fasilitas harus didisain

untuk meminimalkan timbulnya bahaya radiasi eksternal, dan bahaya radiasi internal

akibat masuknya Radiofarmaka melalui saluran pencernaan maupun pernafasan,

terutama untuk Radiofarmaka yang mudah menguap. Selama penyiapan

Radiofarmaka harus dicegah timbulnya kontaminasi yang tidak diinginkan.

Kontaminasi tersebut dapat berupa kontaminasi bahan kimia, radionuklida, partikulat,

dan mikrobiologi.
Lingkungan juga harus diproteksi dari pelepasan radionuklida yang berasal

dari Radiofarmaka. Sebagian besar sumber radioaktif yang ditangani dalam bentuk

sumber terbuka berpotensi menyebabkan kecelakaan dan tumpahan.


Kriteria Dasar Desain Fasilitas
Tata ruang Instalasi Kedokteran Nuklir harus memungkinkan alur kerja yang

baik dan menghindari pengangkutan zat radioaktif yang tidak semestinya ke dalam

Instalasi Kedokteran Nuklir. Perhatian utama harus diberikan pada lokasi Instalasi

Kedokteran Nuklir terkait dengan fasilitas lain di sekitarnya. Dalam hal penggunaan

ruangan di sekitar Instalasi Kedokteran Nuklir, tingkat radioaktivitas yang tinggi

merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan, contohnya ruang kamera gamma,

daerah ruang tunggu pasien, dan kantor. Penting pula untuk mempertimbangkan

apakah terdapat daerah kerja di atas atau di bawah Instalasi Kedokteran Nuklir,

dengan tujuan untuk menghindari Paparan Radiasi yang tidak perlu terhadap orang

yang bekerja di daerah tersebut. Dalam keadaan apapun, akses ke dalam ruang
Radiofarmaka harus dibatasi. Untuk pertimbangan keamanan, Instalasi Kedokteran

Nuklir harus dapat dikunci.


Keseluruhan permukaan dari ruang Radiofarmaka, yaitu dinding, lantai,

bangku, meja, kursi, harus dibuat licin, dengan bahan yang kedap dan tidak mudah

menyerap cairan, sehingga mudah untuk dibersihkan dan mudah didekontaminasi.

Permukaan lantai dan bangku harus menyatu dan melekat pada dinding untuk

menghindari akumulasi kotoran atau kontaminasi.


Proteksi Radiasi membutuhkan perisai yang terbuat dari timbal atau bahan

padat sejenisnya. Perisai dapat menyatu dengan dinding ruangan secara keseluruhan

atau dapat dipasang pada sisi tertentu yang memiliki laju dosis tertinggi. Hal ini

berarti bahwa lantai, kursi, dan permukaan tempat kerja lain harus cukup kuat untuk

menahan beban perisai. Hal yang sangat penting adalah laju dosis di luar ruangan,

khususnya di daerah di mana publik dapat mengakses daerah tersebut, harus di bawah

nilai batas yang diizinkan. Tempat generator 99mTc membutuhkan pertimbangan

yang hati-hati. Meskipun generator 99mTc memiliki perisai internal, perisai eksternal

tambahan mungkin juga diperlukan. Penambahan tersebut tergantung kepada besarnya

aktivitas molybdenum.
Jenis-jenis Radiofarmaka yang disiapkan akan mempengaruhi skala dan

kompleksitas dari fasilitas yang diperlukan, dan memerlukan ketepatan dalam

penggunaannya. Fasilitas harus dipantau secara teratur dan harus dipelihara dalam

keadaan bersih dan teratur.


2.4.1 Fasilitas Tingkat Dasar (Basic facilities)
Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir tingkat dasar hanya menyiapkan

Radiofarmaka dengan menggunakan 99mTc generator dan perlengkapannya. Jenis

generator yang paling umum digunakan adalah Molybdate-99 ( 99Mo), yang diserap

ke dalam kolom aluminium. Technitium-99m (99mTc ) dielusi dari generator. Elusi

dilakukan dengan menggunakan tabung kecil kosong steril terhadap 99mTc yang

dihasilkan dari generator sehingga pekerja tidak harus sedekat mungkin dengan
generator selama proses elusi berlangsung. Selain itu, dapat juga digunakan teknik

ekstraksi larutan. Penyiapan Radiofarmaka di fasilitas dasar terdiri atas penambahan

larutan sodium pertechnetatet yang dielusi dari generator ke dalam perlengkapan

tabung kecil yang steril untuk menghasilkan Radiofarmaka yang dibutuhkan. Proses

sterilisasi biasanya dilakukan pada bagian akhir penyiapan Radiofarmaka.


2.4.2 Fasilitas Tingkat Menengah (Advance Facilities)
Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir tingkat menengah membutuhkan filter

untuk menyaring aliran udara yang akan menuju ke dalam daerah kerja.

Penggabungan lemari/kabinet dengan filter High Efficiency Particle Arrestance

(HEPA) yang berefisiensi tinggi akan mengurangi kontaminasi udara sampai pada

tingkat yang dapat diterima di dalam daerah kerja. Perlengkapan tambahan tertentu

diperlukan untuk memberikan suatu lingkungan bersih yang sesuai untuk

pemrosesan bahan Radiofarmaka. Standar jumlah partikel maksimum yang diizinkan

(telah dipublikasikan di Eropa dan Amerika) adalah 3500 partikel per meter kubik,

dengan ukuran partikel antara 0,5 m sampai dengan 5 m. Permukaan bagian

dalam lemari harus dibuat dari bahan kedap air yang mudah dibersihkan dan tidak

rusak akibat penggunaan desinfektan atau larutan dekontaminasi.


Aliran udara tidak boleh diarahkan langsung ke tempat pekerja. Hal ini dapat

dicapai dengan mengalirkan udara secara vertikal langsung melalui kisi-kisi

berdasarkan daerah kerja. Cara ini akan mencegah keluar masuknya udara melewati

pekerja. Hal ini mengharuskan adanya keseimbangan aliran udara yang disirkulasi

ulang keluar ke atmosfer. Aliran udara akan diarahkan ke dalam kabinet, sehingga

akan memberikan proteksi terhadap pekerja dari zat radioaktif yang mudah menguap

atau berbentuk aerosol. Salah satu alternatif adalah menggunakan filter udara di

tempat kerja secara menyeluruh, dan melengkapi pekerja dengan sarung tangan.

Sistem ini memberikan perlindungan pekerja dari kontaminasi radioaktif berbentuk

airbon pada saat tekanan di dalam ruangan lebih rendah daripada di luar. Udara yang
dialirkan menuju lingkungan luar harus melalui filter yang mencegah terlepasnya

partikulat radioaktif (seperti aerosol) ke lingkungan.


Perhatian harus diberikan untuk menempatkan tempat kerja yang sesuai

dengan kondisi pekerjaan. Jika lingkungan di luar tiba-tiba mengandung konsentrasi

kontaminasi partikulat yang tinggi dari partikel (termasuk mikrobiologi), maka

kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam tempat kerja akan meningkat. GMP

(Good Manufacturing Practice) mempersyaratkan petugas untuk membersihkan

ruangan tempat kerja dengan menyaring udara dalam ruangan dan akses ke dalam

ruang tersebut harus dikendalikan. Pekerja harus memakai pakaian pelindung, untuk

melindungi diri dari kontaminasi radioaktif dan juga untuk mengurangi jumlah

partikel yang menyebar ke lingkungan, terutama dari kulit, rambut, dan pakaian.

Adanya ruang ganti terpisah yang memiliki pembatas atau alat pembatas lain

merupakan cara yang sangat berguna untuk mengendalikan akses ke dalam ruangan.
Barang-barang yang berukuran kecil sebisa mungkin harus disimpan dalam

laboratorium untuk mengurangi akumulasi kotoran dan kontaminasi radioaktif.

Bahan dan perlengkapan untuk penyiapan Radiofarmaka dapat dimasukkan ke

dalam laboratorium melalui suatu lubang antar ruang (hatch) bila diperlukan.
Meskipun Instalasi Kedokteran Nuklir dilengkapi berbagai fasilitas untuk

mencuci tangan dan pembuangan limbah radioaktif cair, perhatian harus diberikan

pada saluran pembuangan karena di tempat tersebut terjadi akumulasi kontaminan

mikrobiologi. Alat penyemprot untuk dekontaminasi terhadap pekerja tidak boleh

digunakan dalam waktu yang lama, karena dapat menyebarkan kontaminasi

radioaktif ke bagian-bagian tubuh yang lain khususnya mata. Dalam situasi dimana

aktivitas tingkat tinggi ditangani, dapat dipertimbangkan untuk menyediakan

fasilitas pencucian mata.


Radiofarmaka membutuhkan peralatan setidaknya 1 (satu) isotop kalibrator

(curie meter) sehingga aktivitas seluruh radionuklida dapat diukur secara akurat.
Selain itu, isotop kalibrator (contohnya 137Cs) diperlukan untuk memastikan

kehandalan kalibrator.
Daerah penyimpanan diperlukan untuk zat radioaktif, sebagaimana untuk

komponen-komponen non radioaktif yang digunakan dalam penyiapan

Radiofarmaka. Daerah ini membutuhkan perisai yang sesuai untuk jenis

Radiofarmaka yang sedang dipersiapkan, serta lemari pendingin bila diperlukan.

Kemudian dibutuhkan juga tempat penyimpanan untuk Radiofarmaka yang mudah

terbakar, seperti pelarut yang digunakan dalam prosedur kendali mutu.


2.4.3 Fasilitas Tingkat Tinggi ( More Advance Facilities)
Penangangan Radiofarmaka mudah menguap, seperti 131I, yang harus

dilakukan dalam lemari asam (fume hood), dengan aliran udara mengalir menjauhi

posisi pekerja. Kecepatan alirannya tidak kurang dari 0,5 m/detik, untuk

memberikan perlindungan kepada pekerja. Udara dialirkan ke atmosfer, dan

pemasangan saluran exhoust harus dilakukan dengan hati-hati untuk menjamin

bahwa exhoust tersebut dapat mengeluarkan kotoran udara.


Saat pelabelan darah dilakukan, sangat penting untuk melindungi pekerja dan

sampel darah lain dalam Radiofarmaka dari kontaminasi darah yang dilabel. Hal itu

dapat dicapai dengan pemisahan tempat pelabelan yang dapat dibersihkan sewaktu-

waktu, dan dapat dilakukan desinfektan setelah proses labeling darah sehingga

meminimalisasi kemungkingan kontaminasi satu sampel darah dengan yang lainnya.


Dalam rancangan umum suatu Instalasi Kedokteran Nuklir sebaiknya

diperhatikan jalur masuk, alur keluar masuk pasien dan staf harus dipisahkan dari

jalur masuk, serta alur keluar masuk zat radioaktif.


2.4.4 Fasilitas Untuk Penyimpana KIT
Di fasilitas penyiapan kit, dibutuhkan ruang tambahan yang berbeda dengan

ruang yang digunakan untuk menangani zat radioaktif. Untuk menangani bahan non

radioaktif dan tidak berbahaya, diperlukan kabinet yang di dalamnya mengalir udara

secara horizontal dari belakang kabinet, di atas bahan yang sedang diproses, dan

mengarah pada tempat pekerja. Disain tersebut memberikan tingkat perlindungan


yang tinggi terhadap kontaminasi bahan non radioaktif dan tidak berbahaya tersebut.

Namun, disain seperti itu tidak sesuai untuk penanganan zat radioaktif.

Peralatan Prosedur fasilitas radioaktif (hot lab)

1. Semua radiofarmaka hendaklah ditangani dalam lemari asam, glove boxes atau hot

cells, biohazard safety cabinet.

2. Glove boxes hendaklah dilengkapi dengan perisai yang memadai dan fasilitas remote

handling.

3. Pemasukan bahan ke dalam glove boxes atau hot cells dan pengeluaran produk

hendaklah dilakukan tanpa penyebaran radioaktivitas.

4. Pemindahan, penyimpanan dan penanganan zat radioaktif di luar glove boxes atau hot

cells hendaklah dilakukan dengan perisai yang memadai dan alat remote handling

untuk meminimalkan paparan radiasi kepada personil.

5. Semua kegiatan operasional hendaklah didesain dan distandarkan secara seksama

untuk meminimalkan penyebaran radioaktif.

6. Glove boxes atau hot cells hendaklah dilengkapi dengan ventilasi yang tepat untuk

penanganan zat radioaktif.

7. Mutu udara pada peralatan tersebut hendaklah memenuhi persyaratan CPOB untuk

sediaan injeksi dan sediaan lain.

8. Fasilitas di bawah ini hendaklah memenuhi persyaratan:

a. Hot cells, hendaklah dijaga kebersihannya sesuai jenis produk yang diproses.

Gunakan peralatan Kelas A untuk produk steril. Gunakan peralatan kelas C

untuk produk nonsteril.

b. Laboratorium radioaktif, ruang preparasi dan ruang pengawasan mutu

hendaklah memenuhi persyaratan kelas D untuk menghindarkan kontaminasi


oleh mikroorganisme dan debu. Bila hot cell tidak benar-benar kedap udara,

maka lingkungan sekitarnya hendaklah memenuhi persyaratan kelas C.

c. Glove box/hot-cells untuk penanganan zat radioaktif hendaklah distandarkan

dengan baik, namun demikian, penggabungan persyaratan proteksi radiasi dan

persyaratan ruang bersih masih belum sepenuhnya distandarkan. Untuk tujuan

ini, biohazard safety cabinet dengan beberapa modifikasi dapat digunakan.

9. Semua peralatan lain hendaklah dipilih untuk menjaga mutu udara selama

pengoperasian.

10. Fasilitas lain yang disyaratkan pada laboratorium radioaktif:

a. Diperlukan fasilitas yang dilengkapi perisai untuk menyimpan sampel

radioaktif;

b. Pengumpulan limbah radioaktif hendaklah dipisahkan dari limbah

nonradioaktif dan diberi perisai timbal;

c. Pemantauan personil

Personil radiasi yang menangani bahan radioaktif dalam bentuk serbuk

atau gas, besar kemungkinan terkena radioaktivitas pada tubuh melalui

pernafasan dan mulut. Paparan radiasi akibat radionuklida yang

tersimpan di dalam tubuh personil hendaklah ditentukan secara

periodik dengan cara pencacahan seluruh tubuh (whole body counting)

atau pemantauan ekskreta seperti pada air seni (dengan penetapan

kadar secara biologis bioassay-) atau dengan cara pemindaian

terhadap organ khusus;

Bila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan lingkungan laboratorium

terkontaminasi secara luas, hendaklah diambil dari personil sampel air

seni untuk segera dianalisis. Selain itu seluruh personil yang


menangani bahan radioaktif dalam bentuk serbuk atau gas hendaklah

diminta mengikuti pencacahan seluruh tubuh terhadap sinar gamma

dan aktinida dalam paru-paru paling sedikit satu kali dalam setahun

atau bila diperlukan dilihat dari sudut keamanan;

d. Pemantauan radiasi hendaklah dilakukan selama pemrosesan berlangsung; dan

e. Dalam hal terjadi kontaminasi, langkah seperti yang diuraikan dalam prosedur

proteksi terhadap radiasi harus dilaksanakan. Lihat paragraf Proteksi Radiasi

dan Keselamatan, Butir 148. Produksi produk radioaktif yang berbeda dalam

ruang yang sama dan pada waktu yang sama hendaklah dihindarkan untuk

meminimalkan risiko kontaminasi silang atau kecampurbauran.

11. Validasi proses, pengawasan selama-proses serta pemantauan parameter proses dan

lingkungan menjadi sangat penting dalam kasus yang memerlukan pengambilan

keputusan untuk meluluskan atau menolak bets produk sebelum semua pengujian

mutu selesai.

12. Prosedur tetap (Protap) harus tersedia untuk semua kegiatan. Protap untuk pembuatan

produk hendaklah dikaji secara berkala dan dibuat terkini. Semua data tahapan kritis

yang dimasukkan operator ke catatan bets hendaklah diperiksa secara terpisah oleh

operator lain atau supervisor.

13. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencantumkan rincian keterangan tentang

pemasok, orisinal bahan dan apabila berlaku, metode pembuatan dan pengendalian

mutu yang digunakan untuk memastikan ketepatan penggunaan dari bahan tersebut.

Produk jadi diluluskan hanya apabila hasil uji bahan awal memenuhi syarat.

14. Berbagai jenis peralatan digunakan untuk pembuatan radiofarmaka. Secara umum,

peralatan kromatografi hendaklah digunakan khusus untuk preparasi dan pemurnian

satu atau beberapa produk yang bertanda radionuklida sama sehingga kontaminasi
silang radioaktif dapat dihindarkan. Masa pakai (life span) kolom hendaklah

ditetapkan. Perhatian besar perlu diberikan untuk pembersihan, sterilisasi dan

pengoperasian alat pengering beku (freeze-drying) yang digunakan untuk menyiapkan

kit.

15. Hendaklah disusun suatu daftar peralatan kritis seperti timbangan, oven

depirogenisasi, kalibrator dosis, filter sterilisasi dan lain lain, di mana kesalahan

pembacaan atau fungsi pada alat dapat membahayakan pasien yang mendapatkan

produk jadi radiofarmaka. Peralatan tersebut hendaklah dikalibrasi dan diuji pada

interval waktu yang teratur serta hendaklah diperiksa kondisinya tiap hari atau

sebelum proses produksi mulai. Hasil pemeriksaan dicatat dalam buku log.

16. Peralatan khusus untuk pengukuran bahan radioaktif dibutuhkan, demikian juga baku

pembanding radioaktif. Alat untuk mengukur radioaktifitas hendaklah dikalibrasi oleh

lembaga yang telah diakreditasi Pemerintah.

2.5 pembagian daerah kerja

a. Daerah Supervisi, terdiri atas:

1) Daerah Radiasi Sangat Rendah

Daerah kerja yang memungkinkan seseorang pekerja menerima dosis

kurang dari atau sama dengan 1 mSv (100 mRem) dalam satu tahun.

2) Daerah Radiasi Rendah

Daerah kerja yang memungkinkan seseorang pekerja menerima dosis

lebih dari 1 mSv (100 mrem) tapi kurang dari 6 mSv (600 mrem)

dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai batas dosis organ yang

sesuai.

b. Daerah Pengendalian, dibedakan atas:


1. Daerah Radiasi, terdiri atas:

Daerah Radiasi Sedang

Daerah kerja yang memungkinkan seseorang yang bekerja

secara tetap pada daerah itu menerima dosis 6 mSv (600

mrem) atau lebih tetapi kurang dari 20 mSv (2 rem) dalam

satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai batas dosis organ

yang sesuai.

Daerah Radiasi Tinggi

Daerah kerja yang memungkinkan seseorang yang bekerja

secara tetap dalam daerah itu menerima dosis 20 mSv (2 rem)

atau lebih dalam satu tahun atau nilai yang sesuai terhadap

organ tertentu dari tubuh.

2. Daerah Kontaminasi, terdiri atas:

Daerah kontaminasi rendah

Daerah kerja dengan tingkat kontaminasi yang besarnya lebih

kecil dari 0,37 Bq/cm2 (10-5 Ci/cm2) untuk pemancar- dan

lebih kecil dari 3,7 Bq/cm2 (10-4 Ci/cm2) untuk pemancar-

Daerah kontaminasi sedang

Daerah kerja dengan tingkat kontaminasi radioaktif 0,37

Bq/cm2 (10-5 Ci/cm2) atau lebih tapi kurang dari 3,7

Bq/cm2 (10-4 Ci/cm2) untuk pemancar- dan 3,7 Bq/cm2

(10-4 Ci/cm2) atau lebih tetapi kurang dari 0,37 Bq/cm2

(10-5 Ci/cm2) untuk pemancar-, sedangkan kontaminasi


udara tidak melebihi sepersepuluh Batas Turunan Kadar Zat

Radioaktif di udara.

Daerah kontaminasi tinggi

Daerah kerja dengan tingkat kontaminasi dari 3,7 Bq/cm2

(10-4 Ci/cm2) atau lebih untuk pemancar- dan 37 Bq/cm2

(10-3 Ci/cm2) atau lebih untuk pemancar-, sedangkan

kontaminasi udara kadang-kadang lebih besar dari Batas

Turunan Kadar Zat Radioaktif di udara.

Rangkuman pembagian daerah kerja ini diberikan pada Gambar

Rangkuman pembagian daerah kerja ini diberikan pada Gambar

2.6 Daerah pengukuran

Pengukuran radioaktivitas di suatu tempat mempunyai tujuan tertentu dan pengolahan

data dari hasil yang diukurpun disesuaikan dengan keperluannya. Tiga maksud dari

pengukuran radioaktivitas adalah :

1. Pengukuran Keselamatan
Pengukuran Keselamatan adalah untuk menunjukkan bahaya nyata langsung

atau tidak langsung di lokasi tertentu atau keberadaan kelompok nyata personel yang

terlibat. Secara umum keberadaan radionuklida dilokasi tersebut diharapkan diketahui

dan bila melebihi batas tertentu harus dapat diambil tindakan yang sesuai dengan

aturan yang berlaku.

2. Pengukuran Kontrol

Pengukuran kontrol adalah untuk menunjukkan bahwa batasan nilai

pengukuran tidak melebihi batasan yang diizinkan. Hasil nilai pengukuran mengacu

pada batasan dan bahaya jangka panjang. Hal ini untuk mengetahui efek jangka

pendek dan lokal, yang menjadi dasar penilaian keselamatan, batas ini biasanya berisi

faktor factor keselamatan. Secara umum, pengukuran kontrol akan menunjukkan

hanya konsentrasi maksimum yang diizinkan untuk nuklida kritis tertentu belum

terlampaui. Jika melebihi konsentrasi maksimum yang diizinkan, penyelidikan yang

lebih akurat diperlukan dalam rangka untuk menilai potensi bahaya yang ada.

3. Pengukuran Statistik
Pengukuran statistik adalah untuk mengukur konsentrasi radioaktif yang

mungkin dapat menyebabkan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi, terlepas dari apakah

ketentuan hukum/peraturan telah dilanggar atau tidak dilanggar


2.7 Ruangan Laboratorium
Dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 01/Ka

BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi telah

ditetapkan syarat- syarat untuk tempat kerja atau laboratorium. Tipe laboratorium

atau tempat kerja untuk melaksanakan pekerjaan dengan berbagai radionuklida

dengan radiotoksisitas sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah harus mempunyai

syarat-syarat tertentu yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini


Laboratorium atau tempat kerja untuk melaksanakan pekerjaan dengan bahan radioaktif,

harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Bangunan didirikan di tempat yang bebas dari bahaya banjir dengan konstruksi tahan

api dan tidak longsor.


b. Di dalam laboratorium tipe A dan tipe B pekerjaan dengan zat radioaktif dilakukan di

tempat khusus. Untuk laboratorium tipe C ketentuan ini dianjurkan.


c. Pembagian daerah harus direncanakan sehingga tingkat aktivitas dan jenis radiasi

yang berbeda dapat dipisahkan.


d. Daerah kerja dengan zat radioaktif harus diberi tanda.
e. Lantai, dinding dan permukaan tempat kerja dibuat sedemikian sehingga mudah

dibersihkan.
f. Untuk laboratorium tipe C, lantai harus licin dan kuat, tahan serap dan mudah diganti

(dilapisi) dengan polivinil khlorida atau linoleum. Tempat kerja harus kuat dibebani

penahan radiasi yang berat, mempunyai permukaan yang tahan serap, tahan asam dan

basa.
g. Setiap tempat kerja dengan zat radioaktif dalam laboratorium tipe A,B,C harus

dilengkapi dengan bak cuci yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1. Permukaan halus, licin, tahan asam dan basa, tahan serap dan tidak berpori, dan tidak

mudah pecah.
2. Untuk daerah pengendalian, dihubungkan langsung dengan pipa pembuangan utama,

terpisah dari saluran pembuangan pada daerah pengawasan.


3. Konstruksi kran dapat dibuka dan ditutup dengan kaki, lutut dan siku
h. Laboratorium dilengkapi dengan perabot yang mudah dicuci. Perabot dan barang

barang yang memungkinkan penimbunan debu seperti laci, rak dan lampu gantung

harus dibatasi jumlahnya.


i. Tempat, ruang dan daerah kerja harus mempunyai penerangan yang cukup. Ventilasi

harus direncanakan sebaik-baiknya bersama-sama dengan konstruksi gedung.


j. Udara harus mengalir dari daerah pengawasan ke daerah pengendalian, dari daerah

radiasi rendah ke daerah radiasi yang lebih tinggi, dan akhirnya dibuang ke luar

setelah melalui sistem penyaringan.


k. Penempatan lubang udara masuk atau keluar harus ada, sedemikian rupa sehingga

kemungkinan perputaran kembali udara yang harus dibuang dapat dicegah.


l. Lemari asap harus memenuhi syarat :
1. Dapat membuang udara tanpa menimbulkan olakan udara.
2. Kecepatan aliran udara dalam almari asap harus dapat diatur, sehingga dalam

segala keadaan udara tidak dapat keluar dari lemari asap ke tempat kerja.
3. Aliran gas, air dan kenop listrik dapat diatur dari bagian luar lemari. Bagian dalam

almari asap dan saluran udara ke luar harus mudah dibersihkan


2.8 Peralatan

No PERALATAN PERSYARATAN KELENGKAPAN Jumlah


1 Kamera gamma Kollimator High Energy 1 buah

Kolimator LEHR

Kollimator LEHS (Low Energy High

Sensitivity) dan/atau

Kolimator LEGP (Low Energy General


2 Gamma atau beta Multi well 1 buah

3 counter
ECG synchronizer Automatic synchronizer dengan kamera 1 buah

gamma

Minimal dilengkapi dengan lead


4 Nebulizer radioaerosol Berperisai radiasi 1 buah

5 Processing box Ketebalan dinding sesuai standar 1 buah

5 (hot cell)
Treadmill/ergocycle Automatic 1buah
6 Alat pengukur Printer 1 buah

radioaktivitas Dapat mengukur radioaktivitas satuan

micro dan millicurrie.

Dapat mengukur Tc-99m dan I-131


7 Alat proteksi Surveymeter 1 buah
Detektor kontaminasi 1 buah
radiasi Monitor perorangan (film badge atau TLD) Sesuai jumlah

Perisai radiasi tabung suntik untuk ukuran pekerja


Masingradiasi
-

spuit 1dan berperisai


Kontainer 3 ml radiasi, ukuran sesuai masing 1 buah
2 buah

kebutuhan
Apron seluruh badan 1 buah
Sarung tangan Pb 1 buah

8 Gamma probe Printer


Kacamata Pb
berwarna 1 buah

Minimal untuk radionuklida Tc-99m


9 Laminar fume hoods Lampu ultra violet 1 buah

10 Alat pemotong jarum Mekanik Berperisai radiasi 1 buah

11 Emergency kit Dilengkapi dengan obat2an 1 buah

12 Alat uji kualitas Khromatografi kertas 1 buah

13 Tempat limbah 1. Limbah umum Sesuai

2. Limbah B3 kebutuh
Sesuai

3. Limbah radioaktif, sesuai ketentuan yang kebutuh


Sesuai

berlaku kebutuh
2.9 Perizinan

Tujuan utama sistem perizinan adalah :

1. Untuk mengetahui dimana saja kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir dilaksanakan

di Indonesia, agar dengan demikian kegiatan tersebut dapat diawasi dan dipantau

sehingga tidak timbul dampak negatif terhadap pekerja, masyarakat dan

lingkungan hidup.
2. Untuk mengetahui apakah pemohon izin benar-benar mampu melaksanakan

dengan aman dan selamat kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir yang

direncanakannya.

Izin Pemanfaatan Tenaga Nuklir Bidang Medis/Kesehatan

1. Tujuan Diagnostik
a. Permohonan Izin Baru
1) Formulir permohonan diisi rangkap 2 (dua)
2) Melampirkan bukti pembelian atau bukti pemilikan dari penjual

pesawat sinar-X (untuk pesawat yang dipasang sesudah 1 April

1988).
3) Melampirkan denah ruangan secara lengkap dan jelas (p x l x t)

meter. Ukuran ruangan dan tebal dinding harus sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 366/MENKES/PER/V/1997

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.


4) Tenaga medik dan paramedik harus sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 366/MENKES/ PER/V/1997 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.


5) Mempunyai monitor perorangan.
6) Melampirkan Rekomendasi dari Kan.Wil. Dep. Kes. setempat yang

isinya mencakup : merek dan jumlah pesawat, tenaga medik dan

paramedik, ukuran ruangan dan tebal dinding, jumlah film badge.


b. Permohonan Izin Perpanjangan
1) Formulir permohonan diisi rangkap 2 (dua)
2) Melampirkan bukti pembelian atau bukti pemilikan dari penjual

pesawat sinar-X (untuk pesawat yang dipasang sesudah 1 April

1988).
3) Melampirkan denah ruangan secara lengkap dan jelas (p x l x t)

meter. Ukuran ruangan dan tebal dinding harus sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 366/MENKES/PER/V/1997

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.


4) Tenaga medik dan paramedik harus sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 366/MENKES/ PER/V/1997 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.


5) Untuk RS/Klinik Radiologi yang pernah mendapat Rekomendasi

dari Kanwil Depkes apabila tidak ada perubahan dalam jenis,

kekuatan sumber radiasi dan ruangan, maka Rekomendasi yang

lama masih dapat digunakan.


c. Permohonan Izin Penyimpanan
1) Izin penyimpanan diberikan apabila pesawat disimpan sementara

atau rusak tetapi masih akan diperbaiki lagi untuk dipakai.


2) Formulir permohonan diisi rangkap 2 (dua) yang menjelaskan

jumlah dan jenis pesawat tersebut.


3) Izin diberikan dalam waktu 5 tahun sejak tanggal persetujuan.
2. Tujuan Terapi
a. Mengisi formulir rangkap 2 (dua)
b. Harus ada disain denah yang disetujui BAPETEN disertai dengan perhitungan

ketebalan dinding persetujuan/izin konstruksi.


c. Tenaga medik dan paramedik harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 366/MENKES/PER/ V/1997 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.


d. Membuat Juklak/Protap.
e. Mempunyai surveymeter, sertifikat kalibrasi surveymeter.
f. Rekomendasi Kanwil Dep. Kes. setempat.
g. Importir harus mengurus izin impor. Bukti pemilikan dapat dilihat dari dokumen yang

dilampirkan.
h. Sertifikat kalibrasi keluaran sumber radiasi.
i. Mempunyai monitor perorangan.
3. Tujuan Kedokteran Nuklir
a. Mengisi formulir rangkap 2 (dua). Dari formulir sudah dapat digambarkan keadaan

Unit Kedokteran Nuklir tersebut termasuk denah, susunan ruangan, peralatan yang

digunakan, perlengkapan yang berkaitan dengan keselamatan radiasi, dll.


b. Mempunyai surveymeter (sertifikat kalibrasi surveymeter).
c. Mempunyai PPR yang memiliki SIB dari BAPETEN.
d. Membuat Juklak.
e. Mempunyai monitor perorangan

2.10 Data

Pemegang Izin harus membuat, memelihara, dan menyimpan Rekaman yang


terkait dengan Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

1. Rekaman meliputi:
a. data inventarisasi peralatan Kedokteran Nuklir;
data spesifikasi teknis peralatan Kedokteran Nuklir;
penggantian zat radioaktif untuk kalibrasi peralatan Kedokteran Nuklir; dan
perlengkapan Proteksi Radiasi.
b. data inventarisasi radionuklida dan/atau Radiofarmaka;
c. dosis Radiasi yang diterima Pekerja Radiasi;
d. hasil kalibrasi alat ukur Radiasi;
e. hasil pencarian fakta terhadap Kecelakaan Radiasi;
f. hasil kaji ulang program proteksi dan keselamatan radiasi;
g. hasil verifikasi keselamatan;
h. pelatihan yang memuat informasi:
nama personil yang mengikuti pelatihan;
tanggal dan jangka waktu pelatihan;
topik yang diberikan; dan
fotokopi sertifikat pelatihan atau surat keterangan.
i. hasil pemantauan kesehatan Pekerja Radiasi
j. hasil pemantauan Radiasi pasien setelah menjalani terapi;
k. perawatan dan perbaikan peralatan kedokteran nuklir;
l. penyimpanan sementara radionuklida dan/atau Radiofarmaka; dan
m. penanganan limbah radioaktif.
2. Laporan
Pemegang Izin harus menyampaikan kepada Kepala BAPETEN mengenai:
pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi;
pelaksanaan verifikasi Keselamatan Radiasi; dan
pencarian fakta mengenai Paparan Darurat akibat Kecelakaan Radiasi.
Laporan harus dibuat secara tertulis oleh Petugas Proteksi Radiasi.
Laporan pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi dan

laporan pelaksanaan verifikasi Keselamatan Radiasi harus dilaporkan

kepada Kepala BAPETEN paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun.


Laporan pencarian fakta mengenai Paparan Darurat harus disampaikan

kepada Kepala BAPETEN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah

Kecelakaan Radiasi.
2.11 Pembelian Isotop, Penyimpanan dan Pembuangan Limbah Cair

Pembelian isotop

Dalam pembelian isotop yang harus diperhatikan ialah:


1. Sertifikat mutu zat radioaktif terbungkus (Radioactive Sealed Source Certificate)

sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang

diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal


a. nama pabrik;
b. radionuklida;
c. aktivitas dan tanggal pengukuran;
d. model;
e. nomor seri;
2. Sertifikat special form Zat Radioaktif Terbungkus sesuai Standar Nasional Indonesia

(SNI) atau standar lain yang tertelusur, yang diterbitkan oleh pihak berwenang

(competent authority), paling kurang berisi data:


a. radionuklida;
b. identifikasi radionuklida;
c. deskripsi radionuklida;
d. aktivitas dan tanggal pengukuran;
e. program jaminan mutu; dan
f. nomor dan masa berlaku sertifikat.

Penyimpanan Isotop

Isotop harus disimpan dalam suatu tempat yang dibuat tertutup sehinggapenyinaran

pada permukaan tidak lebih dari 7 rem per jam.


Setiap pemegang ijin yang memakai isotop dan radiasi dan sementara tidak bekerja

dengan isotop harus:


a. Menyimpan isotop dalam wadah yang khusus dan tahan korosi radiasi dan suhu

tinggi sesuai dengan tingkat keracunan dari isotop yang bersangkutan.


b. Meletakkan wadah yang berisi isotop dalam suatu wadah luar yang cukup

menahan isi wadah dalam, kecuali sudah tidak ada kemungkinan lagi bahwa

wadah dalam akan bocor.


Menempelkan pada setiap wadah yang berisi isotop, suatu tanda bahaya radiasi

(trefoil), dengan keterangan:


1. macam dan jumlah isotop dalam wadah;
2. tanggal pengukuran terakhir dilakukan dan aktivitasnya;
3. nama orang atau badan yang menguasai isotop.
Wadah luar harus dibuat dari bahan-bahan yang ditentukan oleh instansi yang

berwenang.
Pembuangan Limbah Cair

Limbah radioaktif cair berdasarkan aktivitasnya diklasifikasikan dalam jenis limbah

radioaktif tingkat rendah, tingkat sedang dan tingkat tinggi.

Limbah cair yang tidak terkontaminasi yang berasal dari limbah sanitasi, buangan air

hujan dan proses lain dari instalasi nuklir dibuang ke saluran pembuangan air hujan

(drainase). Limbah radioaktif cair berdasarkan aktivitasnya diklasifi-kasikan menjadi 3

seperti dalam Tabel sebagai berikut.

Limbah cair yang di bawah batas pelepasan dapat dibuang ke lingkungan. Pelepasan

limbah cair oleh fasilitas di bawah pengawasan Bidang Keselamatan dan Lingkungan - PTLR

setelah dilakukan analisis dan didokumentasikan dalam bentuk berita acara.

Limbah cair yang mengandung zat radioaktif dalam jumlah yang lebih besar dari

batas baku tingkat radioaktivitas lingkungan, tidak dibuang ke saluran pembuangan. Limbah

cair ini ditampung dalam wadah penampungan sesuai jenis dan tingkat aktivitasnya.

Penghasil limbah tidak diperkenankan untuk melakukan pengenceran limbah cair yang

berlawanan dengan prinsip pemekatan dalam pengolahan limbah.

Pengumpulan limbah radioaktif cair dari tempat asalnya sampai ke wadah

penyimpanan adalah tanggung jawab peng-hasil limbah. Limbah cair radioaktif dalam wadah

ini akan diam-bil oleh petugas pengolahan limbah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang

ditetapkan. Limbah dibawa dengan angkut-an khusus (truk tangki limbah cair) ke tempat
pengolahan limbah setelah dilakukan koordinasi. Secara umum limbah yang ditampung

tersebut harus-lah diketahui:

a. Jenis kandungan Radionuklida dan aktivitasnya.

b. Asal limbah

c. Volume larutan/berat.

d. Paparan radiasi.

e. Keasaman/pH

f. Konduktivitas
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sasaran utama dari pengembangan konsep proteksi radiasi adalah proteksi manusia

dan lingkungan terhadap efek merusak paparan radiasi tanpa terlalu membatasi pemanfaatan

tenaga nuklir yang dapat terkait paparan tersebut. Proteksi radiasi berkaitan dengan dua jenis

efek berbahaya. Dosis tinggi menyebabkan efek deterministik yang hanya terlihat bila dosis

tersebut melebihi suatu batas ambang. Sedangkan dosis tinggi dan rendah dapat

menyebabkan efek stokastik (kanker atau efek keturunan) yang dapat meningkat secara

statistik dan setelah paparan ada periode laten yang lama sebelum efek muncul.

Menurut rekomendasi IRCP, pekerja radiasi yang di tempat kerjanya terkena radiasi

tidak boleh menerima dosis radiasi lebih dari 50 mSv pertahun dan rata-rata pertahun selama

lima tahun tidak boleh lebih dari 20 mSv. Nilai maksimum ini disebut Nilai Batas Dosis

(NBD).

Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi dalam

tiga kategori yaitu prosedur imaging atau pencitraan, kajian fungsi in vivo, dan prosedur

terapi. Fasilitas penyiapan dan penyimpanan Radiofarmaka harus memiliki proteksi yang
baik terhadap pekerja, dan lingkungan hidup. Persyaratan fasilitas tergantung pada kategori

laboratorium, peralatan, pembagian daerah kerja, dan daerah pengukuran.

3.2 Saran

Karena keterbatasan pengetahuan serta referensi, maka saya menyarankan kepada para

pembaca tidak hanya menjadikan makalah ini sebagai panduan tapi sebaiknya dilengkapi dari

berbagai sumber lain.

DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN, Keputusan Kepala BAPETEN No.OI/Ka- BAPETENN - 99 , Tentang Ketentuan

Keselarnatan Kerja Dengan Radiasi ,BAPETEN, Jakarta, 1999.

Divisi Produksi, Laporan Operasi Instasi Produksi Radioisotop Dan Radiofarmaka,

Serpong,2010.

International Commision on Radiological Protection. European Guidelines on Radiation

Protection in Dental Radiology - The Safe Use of Radiographs in Dental Practice.2007.

Leswara ND, Buku Ajar Radiofarmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai