Anda di halaman 1dari 27

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wisata atau berwisata yaitu selain sebuah hal yang menyenangkan, dengan

berwisata pikiran kita juga menjadi lebih segar dan kita bisa mengenal dan

mengetahui keadaan dan keindahan alam Indonesia. Selain mengenal dan

menyegarkan pikiran kita dari stresnya kesibukan sehari-hari dalam bekerja

liburan juga bisa membangun sebuah kebersamaan di dalam keluarga. Hal yang

menyenangkan ketika kita berwisata bersama keluarga yang kita cinta, di sana kita

bisa mengetahui begitu berartinya kebersamaan dalam keluarga.

Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor non-migas yang

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

perekonomian negara. Usaha megembangkan dunia pariwisata ini didukung

dengan UU No. 10 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa keberadaan obyek

wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan,antara lain meningkatnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakat dan

memperluas kesempatan kerja mengingat semakin bayaknya pengangguran saat

ini, meningkatkan rasa cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya

setempat. Dalam rangka mengemban dan menjabarkan misi pembangunan yang

menjadikan sub sektor pariwisata sebagai sektor andalan dalam mendukung

perekonomian dan pembagunan nasional yang juga ditegaskan posisi dan

peranannya dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993,maka

pengembangan sektor pariwisata makin dikembangkan lagi peranannya secara

lebih luas dan multidimensial tidak semata mata berkaitan dengan pengembangan
2

kegiatan dan atraksi wisata pada suatu wilayah tetapi sekaligus sebagai agen

pembangunan wilayah maupun sebagai alat untuk meningkatkan ekonomi wilayah

dalam hal ini daerah tempat wisata terbangun.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki ribuan pulau dengan

kekayaan melimpah serta mempunyai keanekaragaman budaya. Salah satu

potensi yang dimiliki bangsa Indonesia adalah pariwisata dimana Indonesia

sangat diperhitungkan didalam Pariwisata Internasional.

Salah satu tempat wisata potensial dan mempunyai prioritas utama untuk

dikembangkan khususnya dalam kepariwisataan kepulauan di Sulawesi Tenggara

adalah pulau bokori yang mempunyai potensi wisata yang cukup menarik. Dan

belum banyak yang mengetahui potensi dari pulau ini. Terutama untuk wisatawan

dari luar maupun wisatawan asing. Potensi obyek yang menonjol adalah potensi

alam pantai dan karakteristik pulau Bokori dengan perairan atau laguna ditengah

pulaunya yang sangat mendukung untuk pengembangan tempat peristirahatan

(resort). dimana potensi dari pulau ini mempunyai pasir putih, laut yang jernih,

terbebas dari sampah ,jauh dari perdagangan penduduk.

Berdasarkan pertimbangan diatas maka perlu adanya "Perencanaan Hotel

Resort di pulau Bokori" untuk menghidupkan daya tarik wisata terhadap pulau

dengan memanfaatkan dan mengembangkan setiap potensi yang ada, dimana

potensi tersebut menjadi satu daya wisata yang dipadukan dengan sarana dan

prasarana pendukung nantinya, yang hasilnya selain potensi bertambahnya tempat

wisata bagi masyarakat urban akan hiburan, persentase perekonomian daerah pun

dapat meningkat.
3

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan yang dari pembuatan laporan perencaan dan


pengembangan wilayah kawasan pantai bokori :
a. Dapat mengetahui potensi wilayah pesisir di Pulau Bokori.
b. Dapat mengetahui analisa dampak-dampak dari perencaan tata ruang wilayah
Pulau Bokori.
c. Dapat mengetahui permasalahan dan ancaman dari pengelolaan wilayah
tersebut.
d. Mampu memberikan argument secara ilmiah mengenai dampak yang
diakibatkan serta untuk direkomendasikan.
Adapun kegunaan yang diperoleh dari kegiatan ini yaitu :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan potensi wilayah pesisir pulau Bokori.
b. Mahasiswa mampu menganalisa dampak-dampak dari pembangunan dan
pengelolaan wilayah pesisir pulau Bokori.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan permasalahan dan ancaman dari
pengelolaan wilayah pesisir pulau Bokori.
d. Menambah pengetahuan.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sadili (2012), Penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil

yang benar mensyaratkan adanya Peraturan Daerah tentang rencana zonasi,

dimana dengan rencana zonasi dapat menggambarkan secara baik mengenai pola

dan struktur ruang wilayah pesisir sehinga dapat memanfaatkannya secara optimal

sesuai karakteristik dan kebutuhan ruang yang ada.

Berdasarkan UU No. 27/2007 dikenal RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) yang merupakan dokumen perencanaan

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. RZWP3K harus

diserasikan dan diselaraskan dengan RTRWP atau RTRWK/K. Dapat dikatakan

bahwa RZWP3K Prov. dan Kab/Kota merupakan bagian dari RTRWP dan

RTRW Kab/Kota.

Penataan Ruang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut , dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah. Sehingga

RZWP3K hanya mengatur hal-hal detil/teknis terkait pengelolaan wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil. Seluruh hirarki RTRW (RTRWN, RTRWP, RTRWK/K

seharusnya sudah mencakup ruang darat dan ruang laut. Sehingga rencana zonasi

umum sesuai UU No. 27/2007 (RZWP3K Provinsi dan RZWP3K

Kabupaten/Kota) harus diserasikan dan diselaraskan dengan RTRWP atau

RTRWK/K. Berdasarkan UU No. 27/2007 dikenal RZWP3K (Rencana Zonasi

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) yang merupakan dokumen perencanaan

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. RZWP3K Prov. dan


5

Kab/Kota merupakan bagian dari RTRWP dan RTRW Kab/Kota. RZWP3K Prov.

dan Kab/Kota merupakan rencana rinci dari RTRW Provinsi dan RTRW

Kab/Kota. RZWP3K dapat berbentuk RTR Kawasan Strategis Provinsi maupun

RTR Kawasan Strategis Kabupaten atau berbentuk RDTR (Deliana, 2013).

Menurut Gerston hal yang penting lainnya adalah bagaimana memberikan

pemahaman mengenai akuntabilitas dari semua pembuat kebijakan kepada

masyarakat yang dilayaninya (Gerston, 2002: 14).Dengan pemahaman yang

seperti itu dapat memastikan pembuatan kebijakan publik yang

mempertimbangkan berbagai aspek dan dimensi yang terkait, sehingga pada

akhirnya sebuah kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan secara memadai.


Mengingat peran penting dari kebijakan publik dan dampaknya terhadap

masyarakat, maka para ahli juga menawarkan sejumlah teori yang dapat

digunakan dalam proses perumusan kebijakan serta kriteria yang dapat digunakan

untuk mempengaruhi pemilihan terhadap suatu kebijakan tertentu. Teori dan

kriteria tersebut dapat ditemukan dalam buku Anderson tahun 2006 yang berjudul

Public Policy Making: An Introduction. Menurut Anderson (Anderson, 2006: 122-

127), terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan

sebuah kebijakan yaitu :


a. Teori rasional-komprehensif; adalah teori yang intinya mengarahkan agar

pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-

komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan

secara memadai.
b. Teori incremental; adalah teori yang intinya tidak melakukan

perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan

deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan.


6

c. Teori mixed scanning; adalah teori yang intinya menggabungkan antara

teori rasional-komprehensif dengan teori inkremental.

Selain itu, Anderson juga mengemukakan enam kriteria yang harus

dipertimbangkan dalam memilih kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik

oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan maupun ideologi; (2) afiliasi partai

politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5) penghormatan terhadap

pihak lain; serta (6) aturan kebijakan (Anderson, 2006).

Berangkat dari gambaran kondisi tersebut, tulisan singkat ini berupaya untuk

dapat memberikan pemahaman mengenai proses pembuatan kebijakan dan

berbagai pertimbangan yang meliputinya, khususnya yang terkait dengan tahapan

perumusan kebijakan (policy formulation). Terdapat sejumlah hal yang akan

menjadi fokus pembahasan dari tulisan ini yaitu makna kebijakan dan perumusan

kebijakan, perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan, lingkungan kebijakan,

serta prosedur perumusan kebijakan. Menurut Jann dan Wegrich (2007: 48), di

dalam tahap perumusan kebijakan, permasalahan kebijakan, usulan proposal, dan

tuntutan masyarakat ditransformasikan kedalam sejumlah program pemerintah.

Menurut Eddrisea (2004), wilayah pesisir (coastal zone) dalam keputusan

menteri perikanan dan kelautan No.10 tahun 2002 adalah wilayah peralihan

ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana kea rah laut 12 mil

dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut tersebut untuk

kabupaten/kota dan kearah darat pada batas administrasi kabupaten/kota. Wilayah

laut adalah ruang laut yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure
7

terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administrative dan atau aspek fungsional.

karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah

ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam

wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun

(seagrass), dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing

masing ekosistem mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang berbeda beda.

Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau

bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah

menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan

bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan

permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan,

pertanian, serta objek wisata. (Deni, 2013).

Kawasan reklamasi pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah

pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru.

Kawasan reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi

pantai, dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi,

dan fisik sangat dipengaruhi oleh badan air laut. (Irman, 2013).

Menurut Irman (2013), Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak

dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:

Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada

di sisi daratan;
8

Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan

membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan

kebutuhan yang ada;

Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan

lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;

Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas

wilayah dengan daerah/negara lain.

Selain Undang-undang dan Pedoman yang ada, rencana penyelenggaraan

reklamasi di Jakarta juga mendapat dukungan aspek legal berupa Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang di dalamnya

memperbolehkan mengadakan kegiatan reklamasi dengan persyaratan yang ketat.

Perpres tersebut juga menyebutkan beberapa persyaratan dalam reklamasi, antara

lain yaitu:

1. Bukan merupakan lahan rawa,


2. Merupakan zona perairan pantai yang memiliki potensi reklamasi
3. Koefisien terbangun paling tinggi 45%
4. Jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200-300 meter, dan

sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang

menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter


5. Rencana reklamasi telah melalui proses kajian mendalam dan

komprehensif setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang

tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang nasional

(BKPRN)
9

Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai

dan reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk.Cara pelaksanaan reklamasi

sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman

Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu :

Sistem TimbunanReklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan

pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water

level). Sistem
Polder Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang

akan direklamasi dengan memompa air yang berada didalam tanggul

kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi. S


istem Kombinasi antara Polder dan Timbunan Reklamasi ini merupakan

gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh

dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai

ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan

muka air laut tidak besar.


Sistem DrainaseReklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang

datar dan relative rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka

tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.

Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata

akibatproyek reklamasi itu adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya

keanekaragamanhayati. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah

akibat proyek reklamasiitu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies

mangrove, punahnya spesies ikan,kerang, kepiting, burung dan berbagai

keanekaragaman hayati lainnya.Dampak lingkungan lainnya dari proyek

reklamasi pantai adalah meningkatkanpotensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek


10

tersebut dapat mengubah bentang alam(geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di

kawasan reklamasi tersebut. Perubahan ituantara lain berupa tingkat kelandaian,

komposisi sedimen sungai, pola pasang surut,pola arus laut sepanjang pantai dan

merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibatproyek reklamasi itu akan semakin

meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikanmuka air laut yang disebabkan

oleh pemanasan global.Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai

dipastikan juga dapatmenyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber-

sumber kehidupannya.Penggusuran itu dilakukan karena kawasan komersial yang

akan dibangunmensyaratkan pantai sekitarnya bersih dari berbagai fasilitas

penangkapan ikan miliknelayan.(Aswindya, 2013).

Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan

kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap

kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi,

peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai,

danpenyerapan tenaga kerja. Kondisi ekosistem di wilyah pantai yang kaya akan

keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga

daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga

apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan

berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem perairan pantai

dalam waktu yang lama, pasti memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai,

kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya

memerlukan material uruganyang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari

sekitar pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan
11

jasa angkutan. Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan

kualitas udara, debu, bising yang akan mengganggu kesehatan masyarakat. (Deni,

2013).

III. METODE PRAKTIKUM


A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu sampai dengan Senin, tanggal

11-12 Desember 2016, bertempat dikawasan pantai Pulau Bokori, Kecamatan

Soropia, Kabupaten Konawe.

B. Alat dan Bahan

Alat yang diguanakan pada praktikum Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah adalah Peta lapangan, kompas, gps, klinometer, altimeter, bor tanah,
12

parang, ring sampel, pisau, meteran, gelas Ukur 1000 ml dan 500 ml, timbangan,

termometer, sipat datar, bola pimpong,

Bahan yang digunakan adalah Tali Rafia, spertus dan sampel tanah/pasir

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah dilakukan dengan cara observasi

langsung di lapangan. Parameter yang diukur yaitu kedalaman perairan, material

dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai,

tinggkat abrasi pantai, biota air, permeabilitas, jenis pasir. Hasil persentase

kesesuaian yang diperoleh dari perhitungan dikategorikan menjadi 4 klasifikasi

penilaian, yaitu kategori S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai bersyarat),

kategori N (tidak sesuai).

Prosedur kerja dalam praktikum ini dilakukan dengan cara:

1. Mengukur panjang pantai dengan mengunkan Meteran sambil memperhatikan

penutupan lahan.
2. Kemudian mengukur kedalaman tanah dengan mengunakan Bor di 5 titik,

kemudian mengambil sampel tanah menggunakan Ring sampel untuk

mengukur permeabilitas Tanahnya.


3. Mengukur kecapatan arus dalam satuan jam dengan menggunakan meteran dan

bola dengan cara menarik sepanjang 5-6 Meter dari bibir pantai, kemudian

dibiarkan bola mengapung terbawah oleh arus sampai kebibir pantai


13
14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil praktikum dan evaluasi dan kesesuaian lahan untuk pengembangan

pariwisata pantai di pulau bokori Kabupaten Konawe Kecematan Soropia hanya

terdiri dari satu lokasi pengamatan saja untuk data internal dan eksternal tanah

untuk kondisi oseanogarfi, yaitu : Pulau Bokori bagian Timur.

Hasil praktikum data internal dan eksternal tanah berdasarkan karakteristik

dan kualitas lahan di pesisir pantai pulau bokori kecematan soropia kabupaten

konawe dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik dan Kualitas Lahan untuk Bebepara


Komponen Penilaian pantai di Pantai Bokori Kecematan Soropia
Kabupaten Konawe
Karakteristik/ Bokori
Kualitas
Drainase Lambat
Bahaya Banjir Tidak Ada
Permeabilitas Cepat
Lereng 0-5%
Tekstur Tanah Kasar
Permukaan Kasar
kerikil/kerakal 0-20
Batu 0-0.1%
Batuan 0-0.1%

Hasil Praktikum kondisi oseanografi berdasarkan karakteristik dan kualitas

lahan pesisir pantai Bokori Kecematan Soropia Kabupaten Konawe untuk

beberapa penilaian pengembangan pariwisata pantai dapay dilihat pada Tabel 2.


15

Tabel 2. Kondisi Oseanografi untuk Beberapa pengmbangan Pariwisata

Karakteristik/ Kualitas Bokori


kemiringan Pantai 2-15 %
Material Dasar Pasir
Jenis Pasir Kasar
Warna Pasir
Terjadi Badai -
Hewan Pantai Ada (membahayakan)
Kecerahan Cerah
Suhu Air Permukaan 32

Hasil praktikum penunjang kondisi oseanografi terdiri atas dua stasiun yaitu

stasiun I (Bagian Timur Pulau Bokori) dan stasiun II (Bagian Utara Pulau Bokori)

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penunjang Kondisi Oseanografi untuk Pengembangan Pariwisata Pantai

Parameter yang di Amati Score


Panjang Gelombang (meter) 2.06
Periode Gelombang 1.34
Kecepatan Arus (meter/menit) 0.13
Arah Garis Pantai 152
Salinitas 12%

Hasil evaluasi kesesuaian untuk beberapa penilaian pengembangan

pariwisata di pantai Pulau Bokori Kecematan Soropia Kabupaten Konawe

berdasarkan karakteristik dan kualitas lahan dapat dilihata pada tabel 4.

Tebel 4. Hasil Evaluasi kesesuaian lahan untuk Pengembangan Pariwisata


Karakteristi Komponen
k Pariwisata Bokori
Lahan Tempat Piknik Buruk
Pantai Tempat Berkemah Buruk
Lahan Tempat Berenag Buruk
Perairan Tempat Berjemur Buruk
Pantai Tempat Olaraga Buruk
Kelas kesesuaian lahan Buruk
Luas (%) 80%
16

B. Pembahasan

a. Kesesuai Lahan untuk Pengembangan Pariwisata di Lokasi Pantai Bokori


Kecematan Soropia Kabupaten Konawe.

Evaluasi kesesuain lahan untuk pengembangan pariwisata Pantai yang

berdasarkan karakteristik dan kualitas lahan Bokori Kecemtan Soropia

Kabupaten Konawe yang dibandingkan dengan tabel kriteria kesesuaian lahan

perairan pantai untuk memperolah kelas kesesuai lahan ditentukan oleh nilai

terkecil atau minimum dari parameter lahan perairan yang diamati sebagai

faktor pembatas minimum, secara singkat lokasi untuk arahan pengembangan

pariwisata.

1. Pantai Bokori
Hasil penilaian evaluasi kesesuaian lahan berdasarakan karakteristik dan

kualitas lahan serta perairan pantai bokori


Lokasi Tempat Piknik

Evaluasi kesesuain lahan untuk tempat piknik sekitar 45 % dari luas total

daratan pulau bokori memiliki kelas kesesuain lahan buruk. Hal ini dapat dilihat

berdasarkan beberapa parameter kondisi internal dan eksternal tanah yang

meliputi : drainase lambat, tanpa bahaya banjir lereng 0-3% Tekstur permikaan

tanah lempung berpasir, kerikil dan kerakal 40 % baru dan batuan 0,10%.

Lokasi Tempat Berkemah


Evaluasi kesuaian Lahan Untuk Berkemah sekitar 37 % dari luas total

daratan pulau bokori memiliki kelas kesesuain lahan sedang. Hal ini dilihat

bersarkan beberapa parameter kondisi fisik lahan yang meliputi : drainase agak

baik, tanpa bahaya banjir, permebilitas agak lambat, lereng 0-3% tektur tanah

permukaan lempung berpasir halus, 40 % baru dan batuan 0,10% walaupun ada
17

hewan pantai yang sedikit membahayakan seperti bulu babi, namun hal ini hanya

ada pada bebarapa lokasi tertentu saja.


Lokasi Tempat Bermain Olahraga
Evaluasi keseusain lahan untuk tempat bermain olahraga sekitar 18 % dari

luas total daratan pulau bokori memiliki kelas kesesuaian lahan buruk. Hal ini

dapat dilihat berdasarkan beberapa parameter kondisi fisik lahan sedang meliputi :

drainase lambat, tanpa bahaya banjir, permebilitas agak lambat, lereng 0-3%

tektur tanah permukaan lempung berpasir halus, 40 % baru dan batuan 0,10%.

b. Karakteristk dan kualitas lahan yang perlu dipertimbangkan untuk


pengembangan pariwidata pantai mencangkup kondisi fisik tanah dan
perairan, iklim dan penunjang oseanografi.

1. Keadaan tanah dan Fisik Perairan


Tanah yang terdapat di Pulau Bokori Kecematan Soropia Kabupaten

Konawe adalah jenis tanah mediteran, yang pada umumnya jenis tanah ini banyak

mengandung tanah lempung yang berpasir juga mengandung garam. Bebatuan

yang muncul kepermukaan tanah adalah batu karang yang sifatnya keras dan

tajam, rawan dengan abrasi. Keadaan topografi yang relatif datar, pada saat air

surut daerah pantainya menjadi kering sehingga hamparan pasir putih, jenis

karang juga rumput lautnya terlihat dengan jelas.

Tanah merupakan sumber daya fisik untuk perencanaan tata guna tanah.

Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi penetapan kelas kesesuain dalam

perencanaan pengembangan pariwisata pariwisata pantai yang berhubungan

dengan tempat pengembangan objek wisata dan aktivitas para wisatawan. Sifat

fisik tanah yang mempengaruhi pengembangan pariwisata pantai berdasarkan

karakteristik dan kualitas lahan mencangkup drainase tanah, permeabilitas, tekstur

permukaan tanah, kerikil dan kerakal serta batu dan bebatuan. Keadaan sifat fisik
18

tanah yang diamati berhubungan dengan tempat piknik, tempat berkemah,

sedangkan untuk kondisi fisik lahan perairan yang berupa material dasar, jenis

pasir, warna pasir dan berhubungan dengan olahraga pantai dan tempat berjemur.

Hasil evaluasi kesesuain lahan untuk pengembangan pariwisata pantai di

pantai Bokori Kecematan Soropia Kabupaten Konawe berdasarkan sifat fisik

tanah dan kondisi fisik perairan memiliki kelasa kesesuain lahan dan kondisi fisik

perairan memiliki kelas kesesuain lahan baik dan sedang. Pada lokasi bagian utara

pulau bokori memiliki kelas kesesuain baik (kelas kesuain buruk), permeabilitas

cepat (kelas kesesuain lahan buruk) dan tekstur tanah permukaan lempung pada

kondisi tanah yang bertekstur lempung berpasir biasanya konsitensinya tanahnya

tergolong kriteria kokoh. Kondisi tersebut menandakan bahwa lokasi bagian timur

pantai bokori tersebut kurang baik untuk pengembangan pariwisata sedangkan

untuk bagian utara pulau bokori kelas kesesuain lahan tidak jauh berbeda pula

dengan kondisi pantai bokori bagian utara dengan kelas kesesuain lahan merupkan

faktor pembatas untuk pengembangan pariwisata di pantai bokori kecematan

soropia kabupaten konawe. Hal ini dapat juga dilihat pada lokasi sering terdapat

genangan air.

Parameter karakteristik lahan berupa batu dan bebatuan seta kerikil dan

kerakal dapat di amti langsung dilapangan berdasarkan jumlah banyaknya

dihitung dalam nilai persen (%). Pada lokasi Pulau pantai Bokori memiliki kelas

kesesuain lahan sedang untuk kedua kriteria tersebut,

Fenomena alam yang tak lagi bersahabat kepada manusia karena ulah

manusia itu sendiri harus segera disikapi. Kebakaran, banjir, bencana asap,
19

longsor, gempa bumi, banyak disebabkan oleh manusia yang tak bertanggung

jawab. Sama halnya dengan Pulau Bokori. Jika tidak segera dibenahi maka pulau

bersejarah ini hanya sebatas nama dan kenangan semata. Keindahannya hanya

akan menjadi cerita belaka, dan kelak lenyap dimakan waktu tanpa bukti.

Batu-batu karang yang dieksploitasi oleh pihak tak bertanggung jawab

menjadi salah satu penyebab Pulau Bokori terhempas ombak bagian utara dan

selatan, hingga nyaris lenyap. Syukurlah, Pemda dengan bijak membenahi Pulau

Bokori, menjadikannya eksis kembali, tak lapuk oleh waktu. Berkat itu, generasi

penerus Provinsi Sultra ke depan masih dapat menikmati indahnya Pulau Bokori.

Dengan demikian, kelestarian dan keindahan alam serta kekayaan bangsa dapat

terjaga dan terpelihara. Provinsi Sultra akhirnya dapat berkontribusi besar dalam

menyajikan destinasi wisata domestik bertaraf internasional sekaligus menjaga

keseimbangan alam Pulau Bokori.

Dari pengamatan dan observasi praktikum perncanaan dan pengembangan

objek wisata pantai di Bokori didapatkan bahwa bokori merupakan pulau yang

belum mempunyai pengelolaan zonasi pesisir di lautnya. Dengan sektor industri

yang tidak terlalu menonjol pulau bokori terdorong untuk memanajemen

wilayahnya agar tidak timbul konflik lebih lanjut. Kemudian setelah dianalisis

pulau bokori memilki beberapa masalah yang harus diselesaikan dengan jalan

Zonasi Wilayah tertama wilayah pesisir.

Dalam kegiatan pembangunan suatu wilayah perlu juga di perhatikan

mengenai dampak yang akan diakibatkan oleh pembangunan tersebut sehingga


20

benar-benar tiding berpengaruh terhadap lainnya, yang dapat dijelaskan dalam

tabel di bawa ini mengenai dampak yang diakibatkan dari pembangunan sector

perindustrian dan pariwisata di pantai Bokori Kecematan Soropia Kabupaten

Konawe

Tabel 6. Persaratan Untuk Pengembangan Industri dan kawasan Pariwisata


No Sektor Kategori kriteria Faktor pertimbangan
. wilayah
1. Industri Jarak ke pusat kota Minimal 10 km
Jarak terhadap Minimal 2 km
pemukiman
Jaringan jalan yang Arteri primer
melayani
Prasana angkutan Terdapat pelabuhan untuk
outlet ekspor-inpor
Jarak terhadap sungai Min.5 km dan terlayani sungai
tipe c dan d atau tipe iii dan iv
Peruntukkan lahan Non-pertanian, non-
pemukiman, non-konservasi
Ketersediaan lahan Minimal 50 ha
Orientasi lokasi Aksesbilitas tinggi, dekat
potensi tenaga kerja
2. Pariwisata Potensi Menjadi potensi untuk
keanekaragaman ekonomi dalam bidang
hayati pariwisata

Untuk melakukan suatu kegiatan perlu di rencanakan terlebih dahulu apa

yang akan dilakukan sehingga sesuai dengan tujuan yang diinginkan, begitu pula

dengan perencanaan suatu wilayah atau zonasi sehingga apa fungsinya dan apa

penyebabnya dari pembentukan kawasan tersebut. Adapun rencana tata ruang

wilayaah pantai bokori dengan isu yang di akibatkan serta solusinya diantaranya :

Rekomendasi dari kesemua rencana yang akan di lakukan pemerintah

palau bokori sebiknya diperhatikan factor-faktor lain seperti fungsih dan kegunaan
21

dari rencena yang akan dilkukan sehingga benar-benar dapat dimanfaatkan secara

umum dan luas serta tidak menimbulkan masalah baru dilokasi tersebut. Adapun

beberapa poin yang perlu di garis bawahi dari rencana tersebut yaitu :

a. Penempatan wilayah/kawasan pariwisata sebaiknya pada suatu wilayah

atau satu titik saja dan tidak menyebar-nyebar sehingga dapat ditata

dengan baik.
b. Pembangunan pelabuhan seharusnya di tempatkan pada salah satu

kawasan saja sehingga penataan kawasan lain tidak saling terbentur atau

tumpa tindih.
c. Potensi suatu kawasan harus benar-benar di jaga serta bila perlu

ditingkatkan sehingga tidak rusak seperti kec. Ujungpangkah, sangkapura

dan tambak.
d. Suatu perencanaa perlu dipikirkan mengenai dampak bagi lingkungan dan

sekitarnya, seperti pengembangan pelabuhan serta tambang dan kawasan

pariwisata yang sangat berpengaruh terhadap mangrove, terumbu karang,

ikan-ikan dan yang lainya.

Strategi pengelolaan dapat digunakan sistem terpadu, efektif dan efisien.

Dimana green industry ini benar-benar dijalankan sehingga dapat menghemat dan

mengurangi biaya operasional, dan dapat mensejahterakan masyarakat yang

tinggal disekitarnya karena polusi dapat berkurang atau tidak ada sama sekali.

Prinsip utama yang digunakan adalah re-use, recycle, reduce. Dimana

pemanfaatan kembali segala sesuatu yang disebut limbah/ sampah/ polusi menjadi

sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam pabrik tersebut. Juga green industry tidak

perlu menyuplai listrik yang terlalu banyak dari pln karena dapat menggunakan

solar cell sebagai penggantinya sehingga more green more peacefull.


22

Strategi pengelolaan yang cocok pada wilayah pulau bokori adalah

pengelolaan wilayah kelautan perikanan dengan daar yang berbasis perindustrian.

Kareni jika ditinjau dari letak geografis dan potensi yang berada di wilayah

gresik, maka didapatkan kesimpulan bahwa gresik memang tak bisa lepas dari

sector perindustrian.
23

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdaskan hasil praktikum ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pantai bokori tidak cocok untuk dilakuakan perencanaan dan pengembangan

pariwisata karna kelas kesesuain lahannya buruk walaupun ada beberapa

parameter kesesaian lahan yang tergolong sedang seperti kawasan untuk

perencanaan untuk wilayah perkemahan namun untuk perencanaan kawasan

permandian, olahraga dan penjemuran tergolong buruk karna disekitar kawasan

pantai bokori terdapat hewan laut yang membahakan keselamatan seperti bulu

babi dan disekitas kawasan pantai bokori terdapat kerikil dan keralal yang cukup

banyak presentasinya.

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan dalam pelaksanaan


praktikum ini yaitu alat yang digunkan harus diperbaiki, kalau
bisa di tingkatkan alat yang modern untuk mempermudah
praktikan dalam melaksanakan praktium.
24

DAFTAR PUSTAKA

Alfiah. 2012. Klasifikasi Industri. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya ITATS.

Aswindiya, Choxwiens. 2013. Reklamasi Pantai dan Dampaknya Terhadap


Wilayah. Pesisir. http : // www. academia. Edu / 4293653 / reklamasi _
pantai _ dan _ dampaknya _ terhadap _ wilayah _ pesisir. Dikases
pada tanggal 19 Desember 2013 pukul 10.55 WIB.

Deni, Ruchyat. 2013. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan


Kawasan. Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
Kementerian PU.

Faisol, 2009. Materi dan Metode Penelitian.


http://www.damandiri.or.id/file/yuliaistanahunairbab4.pdf. Diakses
Pada tgl 04 April 2012. Pukul 19.00 WIB.

Irman, Joy. 2013. Kawasan Reklamasi Pantai. http://www. Penataan


ruang.com/reklamasi-pantai.html. Dikases pada tanggal 19 Desember
2013 pukul 10.35 WIB.
Kelautan dan Perikanan. 2010. Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Noviyanti, Rinda. 2010. Kondisi Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengolahan


Perikanan (WPP) Indonesia. Universitas Terbuka.

Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Penerbit Airlangga


University Press. Surabaya.

Sadili, Didi. 2012. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
http://didisadili.blogspot.com/2012/06/ rencana-zonasi-wilayah-
pesisir-dan.html. Diakses pada tanggal 15 Desember 2013 Pukul
18.15. WIB.

Santosa, P dan Hamdani, M, 2007. Statistika Deskriptif Dalam Bidang Ekonomi


Dan Niaga. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sugiyono, 2007. Statistik Untuk penelitian. Penerbit CV Alfabeta, Bandung.


________, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Penerbit
CV. Alfabeta, Bandung

Surakhmad, W. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah-Dasar Metode Teknik. Tarsito,


Bandung
25

Lampiran 1. Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tempat Piknik Lokasi di Pulau


Bokori
Kelas Kesesuaian
Sifat lahan Karakteristik Lahan
Lahan
Drainase Lambat Sedang
Bahaya Banjir Tidak Ada Baik
Lereng 0-5% Baik

Tekstur Tanah Permukaan kasar Buruk


Kerikil dan Kerakal 20-50 Sedang
Batu 3-5% Sedang
Batuan 0.1-3 Sedang
Kesimpulan Buruk

Lampiran 2. Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tempat Perkemahan Lokasi di Pulau


Bokori
Kelas Kesesuaian
Sifat lahan Karakteristik Lahan
Lahan
Drainase Lambat Sedang
Bahaya Banjir Tidak Ada Baik
Lereng 0-5% Baik
Tekstur Tanah Permukaan Kasar Buruk
Kerikil dan Kerakal 20-50 Buruk
Batu 3-5% Sedang
Batuan 0.1-3 Sedang
Kesimpulan Buruk
26

Lampiran 3. Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tempat Berenang Lokasi di Pulau


Bokori
Kelas Kesesuaian
Karakteristik/ Kualitas Bokori
Lahan
kemiringan Pantai 0-5 % Baik
Material Dasar Pasir Baik
Jenis Pasir kasar Buruk
terjadi badai - Baik
Hewan pantai ada (membahayakan) Buruk
warna air jernih Baik
Suhu Air Permukaan 32 Sedang
Kesimpulan Buruk

Lampiran 4. Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tempat Olanraga Lokasi di Pulau


Bokori
Karakteristik/ Kualitas Bokori Kelas Kesesuaian
Lahan
kemiringan Pantai 0-5 % Baik
Material Dasar Pasir Baik
Jenis Pasir kasar Buruk
terjadi badai - Baik
warna pasir putih Baik
Suhu Air Permukaan 32 Sedang
Kesimpulan Buruk

Lampiran 5. Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tempat Berjemur Lokasi di Pulau


Bokori
Karakteristik/ Kualitas Bokori Kelas Kesesuaian
Lahan
kemiringan Pantai 0-5 % Baik
Material Dasar Pasir Baik
Jenis Pasir kasar Buruk
terjadi badai - Baik
warna pasir putih Baik
Hewan pantai ada (membahayakan) Buruk
Kesimpulan Buruk
27

Lampiran 6. Data Penunjuang Oseanografi untuk Pengembangan Pariwisata


Pantai
Parameter Pengamatan
Lokasi Panjang Periode
Kecepatan Arah Garis Salinitas
Gelombang Gelombang
Arus (M/S) Pantai (%)
(M) (S)
1 2 1,50 0,15 65 o UTB 7
2 2 1,30 0,13 20 o U 12
3 2 1,30 0,13 25 o U 15
4 2 1,20 0,12 30 o U 12
5 2,2 1,40 0,14 60 o U 17
Total 10,20 6,70 0,67 200 48,00
Rerata 2,04 1,34 0,13 152 12,00

Anda mungkin juga menyukai