Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Label Pangan

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke


dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada,
di dalam, dan atau di kemasan pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun
1999). Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.67/M-
DAG/PER/11/2013 mengatakan bahwa, label adalah setiap keterangan mengenai
barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk
lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta
informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2. 2 Informasi pada Label Produk Pangan


2.2.1 Nama produk pangan

Berdasarkan Badan POM (2004), nama suatu produk pangan harus ditetapkan
dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), karena nama produk pangan yang telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia)
dapat mencantumkan nama produk tersebut. Namun bila ada suatu nama produk
belum ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), produk pangan yang
bersangkutan dapat menggunakan nama jenis sesuai kategori yang ditetapkan oleh
Kepala Badan POM, misalnya bila ada nama belum ditetapkan dalam standar
makanan, deskripsi yang cocok tidak menyesatkan contohnya mie telur, tidak
boleh digunakan untuk produk mie yang tidak mengandung telur. Kata-kata
yang menunjukkan bentuk sifat atau keadaan produk tidak perlu
merupakan bagian nama makanan, tetapi cukup dicantumkan pada label antara
lain: segar, alami, murni, dibuat dari, dan halal (Siagian, 2002).

2.2.2 Komposisi atau daftar bahan pangan

Keterangan tentang daftar bahan pada label sebagai komposisi, di urutkan


dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral. Namun
ada beberapa perkecualian, antara lain ingredien tidak perlu dicantumkan
adalah bila komposisi diketahui secara umum, dan pada makanan dengan luas
permukaan tidak lebih dari 100 cm (Siagian, 2002). Nama ingredien harus
spesifik, bukan generik (kecuali untuk bumbu dan tepung), misalnya lemak sapi
atau minyak kelapa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999, mengatakan bahwa
penggunaan air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan,
kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan. Air atau
bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses
pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan.
2.2.3 Berat bersih atau isi bersih pangan

Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih harus ditempatkan pada bagian
utama label. Badan POM (2004), mengatakan berat bersih atau isi bersih adalah
pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitas atau
jumlah produk pangan yang terdapat di dalam kemasan atau wadah. Penulisan
berat bersih dinyatakan dalam satuan metrik, contonya gram, kilogram,
liter atau mililiter. Untuk makanan padat dinyatakan dengan satuan berat,
sedangkan makanan cair dengan satuan volume. Untuk makanan semi padat
atau kental dinyatakan dalam satuan volume atau berat. Untuk makanan padat
dalam cairan dinyatakan dalam bobot tuntas (Siagian, 2002).
2.2.4 Nama dan alamat pabrik pangan

Keterangan yang harus dicantumkan pada bagian utama label mengenai


penulisan nama dan alamat dari importir dan distributor adalah nama kota, kode
pos, dan Indonesia. Sedangkan untuk keterangan tentang nama dan alamat pabrik
pembuat cukup dicantumkan pada bagian informasi (Badan POM 2004). Makan
impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. Nama jalan tidak perlu
dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon (Siagian, 2002).
Jika nama perusahaan yang dicantumkan bukan merupakan pabrik pengolah
yang sesungguhnya, maka harus dicantumkan informasi yang
menghubungkan antara nama perusahaan tersebut dengan produk yang
diperdagangkan, misalnya dibuat untuk (manufacture for) atau distribusikan
oleh (distributed by) (Badan POM, 2004).
2.2.5 Tanggal kedaluarsa
pangan

Seperti yang tercantum dalam Permenkes No. 180/Menkes/1985, ada 13 jenis


makanan dan minuman yang diharuskan mencantumkan tanggal kedaluarsa,
seperti roti, makanan rendah kalori, nutrisi suplemen, coklat, kelapa, dan hasil
olahannya, minyak goreng, margarine, produk kacang, telur, saus dan kecap,
minuman ringan tak berkarbonat, sari buah dan susu.

Badan POM (2004), Penulisan tanggal kedaluarsa ini harus dilakukan oleh
produsen atau pabrik yang memproduksi pangan, dimana cara pencantuman
tanggal kedaluarsa dan peringatannya dilakukan sebagai berikut :
a. Tanggal kedaluarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun
untuk pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan.
b. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.

c. Tanggal kedaluarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah


kaleng, bagian atas dos, dan tempat lain yang sesuai, jelas, dan mudah terbaca,
serta tidak mudah rusak atau dihapus.
d. Tanggal kedaluarsa dapat juga dicantumkan terpisah dari peringatan asal
peringatan diikuti dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal kedaluarsa,
misalnya baik digunakan sebelum tanggal, lihat bagian bawah kaleng.
e. Jika tanggal kedaluarsa sangat tergantung dari cara penyimpanan,
petunjuk cara penyimpinan dari pangan harus ditulis pada label, sedapat
mungkin berdekatan dengan tanggal kedaluarsa.
2.2.6 Nomor pendaftaran pangan

Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang
diproduksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia,
pada label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan nomor
pendaftaran pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999).

Nomor pendaftaran adalah tanda atau nomor yang diberikan oleh Badan

POM RI yang merupakan persetujuan keamanan pangan berdasarkan penilaian


keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan

(Badan POM, 2004).


2.2.7 Kode produksi pangan

Kode produksi adalah kode yang dapat memberikan sekurang-kurangnya


penjelasan mengenai riwayat produksi yang bersangkutan (Badan POM, 2004).
Suatu kode produksi pangan meliputi tanggal produksi dan angka atau huruf lain
yang mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode
produksi adalah sebagai berikut susu, makanan atau minuman yang mengandung
susu, makanan bayi, makanan kalengan yang komersial, dan daging beserta hasil
olahannya (Siagian, 2002).
2.2.8 Cara penggunaan atau penyajian dan penyimpanan pangan

Suatu produk pangan akan dipengaruhi dengan cara penyimpanannya, karena


akan mempengaruhi sifat dan mutu pada produk pangan tersebut. Cara
penggunaan atau penyajian suatu produk pangan memiliki perhatian khusus
karena harus mencantumkan cara penyiapan atau penggunaannya, begitu juga
dengan cara penyimpanan produk pangan juga memiliki perhatian khusus
sebelum digunakan karena harus sesuai dengan keadaan produk pangan tersebut,
misalnya nugget harus disimpan pada tempat dingin atau beku (Badan
POM,
2004).

2.2.9 Nilai gizi pangan

Nilai gizi yang dicantumkan pada label produk pangan yaitu nilai gizi makanan
yang diperkaya, nilai gizi makanan diet, dan makanan lainnya yang ditentukan
oleh Menteri Kesehatan yang mencakup dengan jumlah energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau kadar komponen tertentu. Untuk
makanan lain, pencantumannya sukarela (Siagian, 2002).
2.2.10 Tulisan atau pernyataan khusus pada pangan

Menurut Siagian (2002) mengatakan, tulisan atau pernyataan khusus


dicantumkan untuk makanan yang berbahan tertentu yaitu pada produk sebagai
berikut:
a. Susu kental manis (perhatian, tidak cocok untuk bayi).

b. Makanan yang mengandung bahan yang berasal dari hewan, misalnya babi

(mengandung babi).

c. Makanan bayi.

d. Pemanis buatan.

e. Makanan dengan iradiasi ( radura) dan logo iradiasi.

f. Makanan halal (tulisan bahasa Indonesia atau Arab).

2. 3 Klaim Pada Label Pangan

Klaim yang tidak boleh di cantumkan pada label produk pangan adalah sebagai
berikut:
1. Memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial, dan/atau
2. Memanfaatkan ketakutan
konsumen
3. Menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan
secara berlebihan, dan/atau
4. Menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen lain dapat
mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit.
Contoh pernyataan label pangan yang tidak benar misalnya mie telur namun

kenyataannya mie tersebut tidak mengandung telur (Badan POM,


2004).

DAPUS

BPOM. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.5.1.4547TentangPersyaratan Penggunaan Bahan
Tamnbahan PanganPemanis Buatan dalam Produk Pangan.
Jakarta: BPOM RI. Hal. 36.
Siagian, A. 2002. Pelabelan Pangan. Repository.usu .ac.
id/bitstream/123456789/3696/1/fkm-albiner4.pdf.
BPOM, 1999. Peraturan Pemerintah RI Tentang Label Pangan dan
Iklan.http:// www.deptan.go.id/bdd/a dmin/peraturanpemerinta h/P
P-69 -99.pdf.

Anda mungkin juga menyukai