Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Food Weighing


Metode penimbangan makanan adalah slaah satu metode survey konsumsi kuantitatif.
Pada dasarnya, metode ini adalah responden atau petugas diminta menimbang dan mencatata
makanan dan minuman yang dikonsumsi selama satu hari, termasuk cara memeasak, merek
makanan, dan komposisi bila memungkinkan (Kusharto, 2014).
Food Weighing adalah penimbangan makanan yang akan dikonsumsi dan sisa yang
telah dikonsumsi oleh individu menggunakan timbangan makanan dan dicatat dalam satuan
gram/orang/porsi, dengan tujuan mengetahui bobot makanan yang dikonsumsi (Sirajuddin,
2013).
Food Weighing adalah metode penilaian konsumsi pangan pada tinkat individu yang
paling akurat diantara sekian banyak metode. Meskipun demikian, diakui bahwa tidak ada stu
metode penilaian konsumsi pangan yang lebih baik dibanding metode lainnya. Masing-masing
metode memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing (Sirajuddin, 2013).
Prinsip dasar metode pengukuran makanan yaitu mengukur kuantitas makanan yang
dikonsumsi oleh individu, berdasarkan jumlah makanan yang disajikan dikurangi dengan
jumlah sisa makanan (Sirajuddin, 2013).
Pada proses food weighing, semua makanan yang akan dikonsumsi pada waktu makan
pagi, siang, dan malam serta makanan selingan antara dua waktu makan ditimbang dalam
keadaan mentah (AP), juga ditimbang dan dicatat makanan segar yang siap santap serta
makanan pemberian. Setiap selesai makan ditimbang semua makanan yang tidak dimakan,
yang meliputi makanan sisa dalam piring, sisa makanan yang masih dapat dilakukan untuk
waktu makan selanjutnya, yang diberikan pada ternak dan yang diberikan pada orang lain.
Makanan yang dibawa ke luar rumah oleh anggota keluarga misalnya untuk bekal sekolah dan
yang dimakan oleh tamu juga ditimbang dan dicatat untuk menghitung konsumsi aktual
(Kusharto & Sa’diyah 2008).
Karakteristik dari metode penimbangan makanan adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan sisanya ditimbang menggunakan alat timbangan atau menggunakan
teknik komputerisasi yang disediakan oleh peneliti
2. Metode paling tepat untuk memperkirakan asupan makanan dan zat gizi yang biasa
dikonsumsi seorang individu
3. Lebih disarankan oleh beberapa peneliti untuk mengumpulkan data pada individu
4. Membutuhkan tingkat kerjasama yang lebih tinggi dibanding metode perkiraan
makanan dan lebih cenderung memiliki dampak yang lebih besar terhadap
kebiasaan makan dibanding perkiraan makanan
5. Biaya timbangan sangat mahal dalam beberapa kasus
6. Tingkat ketepatan sangat tinggi dibanding catatan perkiraan makanan karena
ukuran porsinya ditimbang dengan mengurangi konstribusi terhadap keragaman
dari kesalahan pengukuran (Seameo Recfon, 2011).
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dari metode penimbangan makanan antara lain :
1. Mengukur aktual asupan makanan dan zat gizi dari responden atau subyek
penelitian
2. Hasilnya sebagai dasar untuk melakuka konseling gizi
3. Menentukan gold standart bag seseorang yang bekerja di institusi tertentu seperti
karyawan di suatu perusahaan, pasien dirumah sakit, dan orang-orang yang tinggal
di panti (Kusharto, 2014).
Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan makanan adalah
1. Petugas/responden menimbang dan mencatat bahan makanan/makanan yang
dikonsumsi dalam gram.
2. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian dianalisis dengan
menggunakan DKBM atau DKGJ (Daftar Komposisi Gizi Jajanan)
3. Membandingkan hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG). Perlu
diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu
juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang
dikonsumsi.
2.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Food Weighing
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan metode food weighing menurut Kusharto,
2014 :
2.2.1. Kelebihan
a. Metode survey yang paling akurat karena mengukur asupan yang sebenarnya
b. Data valid karena pengukuran sampai 5 hari
c. Tidak tergantung pada daya ingat
d. Dapat menganalisa pola makan dan kebiasaan makan dalam hubungannya
dengan lingkungan sosial kependudukan responden.
e. Dapat mendukung interpretasi data laboratorium, data antropometri, dan data
klinis
f. Pengukuran selama beberapa lebih hari akan lebih mewakili asupan biasanya
2.2.2. Kekurangan
a. Responden enggan menimbang makanan yang dibeli diluar rumah
b. Beban tinggi yang diembang responden dapat menghasilkan tingkat respon
yang rendah
c. Peneliti/ pengumpul data harus membeli/membeli makanan yang mirip diakan
oleh responden jika responden makan diluar rumah. Disamping itu, responden
diminta memperlihatkan porsi makanan yang dimakan untuk kemudian
ditimbang
d. Menuntut motivasi dan pengertian yang tinggi dari kedua belah pihak yaitu
responden dan pengumpul data
e. Perlu melatih atau menjelaskan kepada responden tentang bagaimana cara
menimbang yang baik
f. Tidak dapat digunkana untuk responden yang buta huruf
g. Responden dapat merubah pola makannya
h. Karena harus menimbang dan mencatat, kemungkinan responden kurang bisa
bekerja sama
i. Memerlukan waktu yang lama
j. Memerlukan tenaga analisis yang intensif dan mahal
k. Kesalahan melaporkan yang signifikan masih bisa saja terjadi
2.3. Pola Konsumsi
Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari oleh satu orang
atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso 2004).
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Pangan yang dikonsumsi
beragam jenis dengan berbagai cara pengolahanya. Di masyarakat dikenal pola pangan atau
kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seseorang anak hidup. Keadaan kesehatan
tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas
hidangan. Kuantitas hidangan menunjukan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di
dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas
menunjukan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Jika susunan hidangan
memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan
mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan
kesehatan gizi yang sebaik-baiknya disebut konsumsi adekuat. Bila konsumsi baik
kuantitasnya dan dalam jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh dinamakan konsumsi berlebih,
maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih (Sediaoetama 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Kusharto CM, Sa’diyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi pangan. Bogor: Departemen
Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Kusharto CM, Supariasa. 2014. Survei Konsumsi Gizi. Yogyakarta. Graha Ilmu
Santoso G. 2004. Pola Konsumsi. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Sediaoetama .2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Gizi di Indonesia Jilid II. Jakarta
: PT. Dian Rakyat.
Sirajuddin, dkk. 2013. Survei Konsumsi Pangan. Jakarta. EGC
Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai