Mengapa Saya Keluar Dari Wahdah Islamiyah
Mengapa Saya Keluar Dari Wahdah Islamiyah
admin
September 15, 2012
No Comments
Pada risalah ringkas ini -Insya Allah- saya akan menjelaskan latar belakang kenapa saya
keluar dari Wahdah Islamiyah (WI) yang berpusat di Makassar. Dengan harapan, semoga
yang sedikit ini bisa menjadi nasehat kepada mereka yang masih setia bersama WI secara
khusus, dan kepada kaum Muslimin secara umum.
Namun risalah yang ringkas ini bukanlah sebuah rincian ilmiah yang disertai dalil-dalil dan
penjelasan para ulama tentang penyimpangan-penyimpangan WI. Tetapi hanyalah merupakan
pengungkapan bukti-bukti yang dilihat oleh mata kepala dan didengar oleh telinga, baik itu
berupa penyimpangan itu sendiri, maupun sekedar syawahid (penguat)nya. Sebab rincian
pembahasan ilmiahnya telah sangat jelas dipaparkan oleh beberapa asatidzah (para ustadz).
Diantaranya:
Sampai hari ini, saya masih mengira sebagian besar Asatidzah WI belum mendengarkan, atau
membaca -secara seksama- penjelasan dari asatidzah Salafiyyin di atas. Karena saya
berprasangka baik -Insya Allah-, apabila mereka mencoba memahami dengan baik argumen-
argumen ilmiah yang ada dalam nasehat-nasehat tersebut, maka -Insya Allah- mereka akan
mengakui kebenarannya[1].
Jawab :
* Sebagaimana telah dimaklumi dari penjelasan para Ulama, diantaranya al-Imam an-
Nawawirahimahullah dalam kitabnya Riyadhus Shalihin[2], bahwa ghibah tidak semuanya
terlarang. Ghibah untuk membongkar penyimpangan suatu kaum agar mereka meninggalkan
penyimpangan tersebut bukanlah ghibah yang terlarang. Kalau pun mereka tidak
meninggalkannya, maka itu menjadi nasehat kepada kaum muslimin agar berhati-hati dengan
kaum tersebut serta penyimpangan yang ada pada mereka.
* Ketika penyimpangan-penyimpangan tersebut telah tersebar luas, bahkan sebagiannya
tersebar melalui media internet dan lainnya, maka perlu untuk menyingkap penyimpangan-
penyimpangan tersebut juga secara luas agar lebih merata penyampaiannya.
* Kedua : Perkataan mereka, Sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat antara WI dan
Salafy, yang ada hanya beda pendapatan.
Jawab:
1. Perkataan ini adalah akhlaq yang tidak terpuji, karena berprasangka buruk dan
mengandung tuduhan jelek kepada saudara sesama muslim.
2. Seorang Salafy sejati -Insya Allah- dalam nasehatnya tidaklah menginginkan dunia dari
WI dan lainnya, serta tidak pula ingin seperti WI atau melebihi WI dalam hal keduniaan
ketika menasehati WI.
3. Insya Allah , saya akan menjelaskan diantara perbedaan WI dengan Salafy, yang menjadi
sebab kenapa saya keluar dari WI
Jawab:
Justru sebaliknya, ketika saya menyampaikan nasehat ini dengan terang-terangan kepada
publik, maka sungguh -insya Allah- ini menunjukkan kecintaan saya kepada WI, khususnya
para asatidzah yang pernah membimbing saya dalam mengenal dasar-dasar kewajiban
berpegang teguh dengan agama[4].
Di sini saya ingin membalik dan mengubah logika yang selama ini umumnya diyakini oleh
orang-orang WI, yaitu bahwa menyingkap penyimpangan-penyimpangan seseorang adalah
kezhaliman terhadapnya. Padahal justru itulah hakekat kecintaan seorang muslim kepada
saudaranya, karena seorang muslim tidak akan diam melihat saudaranya terus dalam
penyimpangan yang mengakibatkan murka Allah atasnya. Demikian pula, apabila semakin
banyak yang mengikuti penyimpangan tersebut, maka semakin besar pula beban dosa yang
ditanggungnya. Jadi, mengingatkan penyimpangan dan kesalahannya agar dosanya tidak
menumpuk merupakan bentuk kecintaan hakiki seorang muslim kepada muslim lainnya.
Dari sini akan nampak kedalaman pemahaman Salaful Ummah. Saat para ulama salaf
mengingatkan penyimpangan para ahli bidah, mereka memahami dan menyadari bahwa
peringatan itu adalah bentuk nushroh (pertolongan)[5], dan mahabbah (kecintaan) mereka
kepada orang-orang yang diingatkan dan umat itu sendiri sebagaimana dalam atsar-atsar
berikut:
Abu Shalih al-Farra -rahimahullah- berkata, Aku menceritakan kepada Yusuf bin Asbath
tentang Waki bahwasannya beliau terpengaruh sedikit dengan perkara fitnah ini [6]. Maka
dia (Yusuf bin Asbath) berkata, Dia serupa dengan gurunya yaitu Shalih bin Hay-. Aku
pun berkata kepada Yusuf, Apakah kamu tidak takut perkataanmu ini merupakan ghibah?
Beliau menjawab, Kenapa begitu wahai orang dungu, justru saya lebih baik bagi mereka
dibanding ibu dan bapak mereka sendiri; saya melarang manusia dari mengamalkan
kebidahan mereka karena bisa mengakibatkan semakin banyaknya dosa-dosa para pengajak
kepada bidah tersebut, adapun yang memuji mereka justru lebih membahayakan mereka.
[Lihat At-Tahdzib 2/249 no. 516 sebagaimana dalam Lamud Durril Mantsur Minal Qoulil
Matsur, karya Abu Abdillah Jamal bin Furaihan al-Haritsiy, Murajaah : As-Syaikh Sholih
Al-Fauzan hafizhahullah-, (hal. 27)]
Demikianlah diantara syubhat WI, semoga bisa dipahami jawabannya dengan baik, meskipun
hanya ringkas.
Jawab : Bukan hak saya mengatakan itu, tetapi hak para ulama ataupun asatidzah yang benar-
benar mendalam ilmunya.
Jawab : Karena saya khawatir meskipun saya tidak memastikannya- jangan sampai WI
termasuk dalam 72 golongan ahlul bidah yang ke neraka -wal iyadzu billah-, maka saya pun
keluar dari WI, sebab mengingat beberapa perkara dan pertimbangan yang kami akan
sebutkan.
Kedua, hampir seluruh kalau saya tidak salah ingat mungkin seluruhnya- yang menisbatkan
diri kepada manhaj Salaf di negeri ini selain WI yang mengenal WI dan pernah saya temui,
baik yang membolehkan taawun dengan JamiyyahIhyaut Turots al-Kuwaitiyyah maupun
yang tidak membolehkannya, baik alumni Madinah maupun Yaman dan lainnya, semuanya
men-tahdzir dari WI. Sehingga dengan taufik dari Allah -Taala-, pada tahun 2007 saya mulai
mempelajari tentang WI dan mempelajari manhaj Salaf dari asatidzah selain dari WI.
Akhirnya dengan penuh keyakinan saya memutuskan berlepas diri dari WI.
====================
Footnote :
===================
[1] Diantara alasan kenapa saya masih menyangka dengan sangkaan yang kuat bahwa
kebanyakan orang-orang WI belum mendengarkan atau membaca dengan seksama nasehat-
nasehat Asatidzah Salafiyin adalah karena: 1) belum ada perubahan atau rujuk dari
keseluruhan penyimpangan tersebut, kecuali orang-orang yang mendapat hidayah insya
Allah Taala-, 2) masih membantah dengan alasan-alasan yang sebenarnya sudah terbantah,
seperti ucapan mereka bahwa Al-Ustadz Dzulqarnain mempermasalahkan tingkatan (tadrij)
dalam tarbiyah WI, padahal sudah ada penjelasannya dalam CD Nasehat Ilmiah pada bagian
Tanya Jawab, bahwa yang Beliau kritik sebenarnya bukan masalah tingkatannya tetapi dalam
mengatur tingkatan tersebut WI mendasarkan pada kadar loyalitas kader kepada WI, dan saya
memiliki pengalaman pribadi yang berhubungan dengan ini, contoh lain: WI selalu
menggembar-gemborkan bahwa asatidzah Salafiyin takut untuk berdialog dengan WI,
padahal ada alasan-alasan syari kenapa asatidzah Salafiyin tidak mau melakukan itu dan
telah dijelaskan secara detail dalam CD Nasehat Ilmiah pada bagian pembukaan. Contoh lain
lagi: mereka masih terus menyebut Salafy di Makassar dengan istilah Manis, padahal dalam
CD yang sama pada bagian Tanya Jawab, Al-Ustadz Dzulqarnain juga telah menjelaskan
bahwa penyebutan Manis tidak pernah diridhoi oleh pihak Salafy (dan ini juga menyerupai
tashnif yang mereka cela).
Namun masih ada kejanggalan, apakah memang mereka belum tahu bahwa ucapan-ucapan
mereka telah terbantah, ataukah mereka telah tahu namun hanya ingin melakukan talbis,
sebab CD dan makalah tentang kritikan terhadap WI dengan mudahnya bisa didapatkan,
wallahu alam.
:
: .
: :
.
: :
:
.
: :
:
.
.
: :
.
:
.
:
.
[3] Kalimat yang saya tebalkan adalah perkiraan kemungkinan yang akan dikatakan kepada
saya setelah mengeluarkan risalah ringkas ini, wallahu Alam.
[4] Walaupun telah kita ketahui bersama bahwa pada sebagian bimbingan itu terdapat
]penyimpangan. [ed