Anda di halaman 1dari 4

MATERI KULIAH DARING A SINKRON

PERTEMUAN 7

A. Adab murid kepada guru atau adab penanya kepada yang di tanya

Bertanya kepada ulama adalah pilihan utama bagi orang awam untuk mendapatkan hukum dari suatu
perbuatan yang akan di lakukan,tidak hanya pilihan utama, tetapi kewajiban.

Berikut adalah beberapa adab yang harus dipenuhi seorang awam ketika hendak bertanya kepada ulama :

a. Orang awam hendaknya menjaga berbagai macan aspek adab ketika bertanya kepada seorang
ulama di antara nya : memberikan salam penghormatan kepadanya, duduk di depannya, tidak
menunjuk dengan tangan ke arah mukanya, jangan mengisyaratkan sesuatu dengan mata
(tidak suka atau keheranan yang ditandai dengan pandangan mata yang tiba-tiba berbeda),
tidak bertanya terlalu banyak, jangan membantunya ketika menjawab kecuali diminta atau
dibutuhkan, jangan mendesaknya ketika dia sedang malas, jangan mengoreksinya ketika dia
enggan, jangan berghibah di dekatnya, jangan mencari-cari kesalahannya, jika ia keliru maka
terimalah alsannya dan jangan membandingkannya dengan ulama yang lain.1
b. Menghormatinya dengan cara mengangkat kedudukannya. Seperti menyampaikan pujian
yang pantas kepadanya sebelum melontarkan pertanyaan, atau menyampaikan kekurangan
diri sebagai seorang awam di hadapannya. Maka seyogyanya orang awam tidak melakukan
dan mengucapkan apa-apa yang biasa di kesehariannya
c. Orang awam hendaknya tidak bertanya kepada seorang ulama ketika ia sedang gundah, sedih,
marah dan sibuk. Karena hal ini akan menyebabkan ulama tersebut tidak fokus dalam
memberikan jawaban, dan bila diberikan jawaban cendrung jawaban yang diberikan tidak
tersampaikan dengan maksimal.
d. Sebagian ulama berpendapat bahwa bahwa orang awam hendaknya tidak menanyakan
tentang dalil dari jawaban yang disampaikan oleh ulama tesebut. Karena bisa saja ulama
tersebut lupa dalilnya atau pertanyaan seperti ini terkesan ada rasa tidak percaya dari seorang
awam kepada ulama. Selain itu, orang awam juga tidak mengerti bagaimana aspek pendalilan
terhadap suatu hukum.

B. Kepada siapa harusnya orang awam bertanya

Tidak semua orang layak untuk dijadikan tempat bertanya ketika mendapatkan sesuatu yang belum
diketahui hukumnya. Karena setiap orang atau dalam hal ini adalah ulama memiliki pengetahuan dan
keahlian yang berbeda-beda. Dalam masalah duniawi saja kita tidak boleh bertanya kepada orang
yang bukan ahlinya.

a. Hendaknya orang awam bertanya kepada seorang ulama yang mengetahui ilmu secara luas dan
mendalam dalam masalah agama dan telah mengamalkannya, walau tidak secara sempurna.
b. Hendaknya orang awam bertanya kepada seorang ulama yang telah ditetapkan atau diangkat
untuk menjadi mufti atau tempat bertanya dalam masalah agama Islam di suatu negara atau kota.
c. Hendaknya orang awam bertanya kepada ulama yang dijadikan rujukan oleh ulama lainnya,
apakah perkataan maupun fatwa-fatwanya.
d. Hendaknya orang awam bertanya kepada ulama yang telah tersebar luas di masyarakat sebagai
seorang ulama yang dijadikan tempat bertanya oleh orang banyak.
e. Hendaknya orang awam bertanya kepada seorang ulama yang karakter dan kepribadiannya
menunjukan bahwa dirinya adalah tempat yang baik untuk bertanya.

C . Sikap orang awam ketika terjadi perbedaan pendapat di kalangan Ulama

Jika terjadi perbedaan pada masa sahabat Nabi, masa Tabiin, masa Tabi’ Tabi’in, empat Imam Madzhab
dan masa ulama-ulama setelah mereka itu, tentu perbedaan pendapat itu akan bertambah banyak pada saat
ini yang informasi tersebar begitu luas dan cepat.

a. Hendaknya orang awam mengikuti pendapat ulama yang didukung oleh ulama-ulama lainnya.
b. Hendaknya orang awam mengikuti pendapat ulama yang lebih kuat bila ditopang petunjuk (Al
Qur’an, Hadits, pendapat para sahabat) yang valid. Disebabkan berpegang dengan pendapat yang
berdasar kepada dalil kuat akan lebih mendekatkan kepada kebenaran.
c. Hendaknya orang awam mengikuti pendapat yang lebih afdhal di antara pendapat pendapat ulama
yang berbeda. Pendapat yang lebih afdhal disini maksudnya adalah pendapat yang lebih sesuai
dengan situasi kondisi yang ada di masyarakat tertentu, selagi pendapat itu sesuai dengan
tuntunan syaraiat.

D. Sikap orang awam ketika seorang mufti atau ulama’ merubah pendapatnya

Zaman yang serba canggih seperti saat ini informasi tersebar begitu luas dan cepat. Tentu banyak
orang Islam dengan mudah mengakses materi-materi tentang Islam yang dibutuhkan dalah kehidupan
keseharian.
a. Orang awam telah mengamalkan pendapat dari seorang ulama, kemudian ulama tersebut
merubah fatwanya.
b. Orang awam belum mengamalkan fatwa yang pertama dari seorang ulama, kemudian ulama
tersebut merubah fatwanya. Maka dalam kondisi seperti ini orang awam hendaknya
mengamalkan fatwa yang baru dari ulama tersebut, tanpa mengamalkan fatwa yang
pertama.13

E. Sikap orang awam jika tidak ada mujtahid atau mufti

Walaupun arus informasi tersebar begitu luas dan cepat, tetap saja ada orang-orang yang tidak
mendapatkan pemahaman tentang Islam dengan benar. Contohnya saudara kami (penulis) yang tinggal di
Cina, muslim adalah minoritas disana, tapi semangat ibadahnya sangat kuat dan membara.Allah
berfirman :

“Rabbighfirlii wajburnii warfa’nii warzuqni wahdinii wa’aafinii wa’fu’annii.”Ketika tahiyat awal.


Ya, ini sedikit contoh derasnya arus informasi tidak berpengaruh kepada beberapa orang tertentu.

a. Hendaknya orang awam menganalogikan atau memisalkan permasalahan yang dihadapinya


dengan permasalahan yang hukumnya berlaku (di masyarakat itu) sebelum adanya syariat
Islam.
b. Hendaknya orang awam menganalogikan atau memisalkan permasalahan yang dihadapinya
dengan permasalahan yang hukumnya pernah dikeluarkan oleh ulama sebelumnya.
Contohnya adalah narkoba, bila orang awam tidak mengetahui tentang hukum menggunakan
narkoba yang memabukkan, hendaknya dia bertanya kepada para ulama tentang
menggunakan segala sesuatu yang memabukkan.
c. Hendaknya orang awam bertaqwa semaksimal kemampuannya ketika tidak mendapatkan
ulama dalam permasalahan yang dihadapinya.Allah berfirman yang artinya :
Artinya:“Allah tidak akan memberikan tanggung jawab beban seorang hamba kecuali
sesuai dengan kemampuannya.”

F. Hukum orang awam bertaqlid kepada ulama yang serampangan

Ulama yang serampangan di sini maksudnya adalah para ulama yang terlalu memudah-mudahkan
permasalahan. Tentu ulama seperti ini adalah ulama yang dipertanyakan keilmuan dan kehati-hatiannya.
Padahal Imam Malik bin Anas (94-179 H) guru dari Imam Syafii yag terkenal itu pernah ditanya 40
pertanyaan, beliau hanya menjawab 4 dari total pertanyaan yang dijawab, sedangkan selebihnya (36
pertanyaan) beliau jawab “tidak tahu”.

G. Hukum orang awam mengambil yang mudah-mudah ketika terjadi “ikhtilaf” atau
perselisihan pendapat di kalangan ulama

Menyikapi “ikhtilaf “ di kalangan ahli hukum Islam tidak bisa dipungkiri dan dihindarkan. Mau tidak
mau, suka tidak suka umat Islam akan merasakan dan mengalaminya. Para ulama menyebutkan adanya
ijma’ yang melarang orang awam untuk mengambil dan mengamalkan pendapat yang mudah-mudah
ketika terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.17 Artinya, orang awam tidak boleh mengambil dan
mengamalkan pendapat yang mudah dan ringan menurutnya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW
pernah mengabarkan akan adanya ulama yang akan tergelincir dan salah. Beliau bersabda, “,

“Jika seorang hakim (mufti) menghukumi satu perkara lalu berijtihad dan benar maka baginya dua pahala.
Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, maka baginya satu pahala.”

Anda mungkin juga menyukai