Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)


DI RUANG ROSELLA 1 RSUD dr. SOETOMO SURABAYA

OLEH :
NURYA KUMALA
P27820114005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
SURABAYA
2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) DENGAN MASALAH
HIPERTERMI
DI RUANG ROSELLA 1 RSUD dr. SOETOMO
SURABAYA

OLEH :
EKANAILATUL WAFIROH
P27820114004

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
SURABAYA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DBD menjadi masalah kesehatan global pada dekade terakhir. DBD adalah
penyakit virus berat yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty di banyak
negara Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik dan Amerika Latin. Dengue
merupakan arbovirus paling penting dengan 40-80 juta orang menjadi
terinfeksi setiap tahun dan 500.000 kasus di Rumah Sakit dengan komplikasi
perdarahan. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
sering menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB). Saat ini DBD
bukan hanya menyerang anak-anak tetapi orang dewasa juga. (Gama, 2012)
Menurut data Kementerian Kesehatan RI (2010), sebanyak 77.489 kasus
terjadi di Indonesia selama tahun 2009 dengan angka kematian 585 jiwa.
Sedangkan pada tahun 2010, jumlah kasus DBD di Indonesia ada 150.000
kasus. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2012 adalah sebanyak
90.245. Jumlah ini lebih meningkat dibandingkan tahun 2011 yang hanya
65.725 kasus. Menurut data Dinkes Jatim tahun 2015 mengatakan, jumlah
penderita penyakit DBD pada lima tahun terakhir sebanyak 5.599 kasus di
2010, 1.035 kasus di tahun 2011, 3.264 kasus di tahun 2013, dan 6.560 kasus
di tahun 2014. Peningkatan kasus DBD bulan Januari tahun 2015 sebesar 46%
bila dibandingkan bulan yang sama di tahun 2014, yaitu 980 kasus. Menurut
Dinkes kota Surabaya tahun 2015, jumlah kasus DBD di kota Surabaya
meningkat karena selama satu bulan pada bulan Januari 2015 tercatat 61
kasus, padahal selama Januari 2014 hanya 36 kasus
Penyakit DBD ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Hal pertama yang terjadi
setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, nyeri otot, pegal-
pegal seluruh tubuh dan hal lain yang dapat terjadi adalah pembesaran hati
atau hepatomegali. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler, akibatnya terjadi
pengurangan volume plasma dan penurunan tekanan darah. Adanya kebocoran
plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan
dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikardium.
Perdarahan pada DBD umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Penghancuran
trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit
menurun disebabkan oleh proses immunologis, terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koaguiasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati. Hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit lebih dari 20% menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran plasma. Kebocoran plasma akan menyebabkan perdarahan hebat
dan menjadi syok hipovolemi, apabila syok hipovolemi tidak segera diatasi
dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi penyuluhan
kesehatan pada keluarga klien tentang penyakit DBD, cara memberantas
sarang nyamuk dan program menguras, menutup dan mengubur atau sering
disebut dengan 3 M. Selain itu juga melakukan beberapa tambahan seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan bubuk abate.
Peran preventif yaitu untuk mencegah terjadinya DBD dengan cara
mengubah kebiasaan hidup sehari-hari melalui tidak menggantung pakaian
yang sudah dipakai, menjaga kebersihan lingkungan dan penampungan air.
Kuratif dengan cara tirah baring, pemberian makanan lunak, pemberian cairan
melalui infus, pemberian obat-obatan antibiotik, antipiretik, anti konvulsi jika
terjadi kejang, monitor tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi,
RR, monitor juga terhadap adanya tanda-tanda renjatan, monitor tanda-tanda
perdarahan lebih lanjut, pantau hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit setiap
hari. Peningkatan hematokrit lebih dari 20% menunjukkan adanya kebocoran
plasma, sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit menjadi patokan
dalam pemberian cairan intravena. Dari aspek rehabilitatif, perawat berperan
memulihkan kondisi klien dan menganjurkan klien untuk kontrol kembali ke
Rumah Sakit bila keluhan timbul kembali.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umun
Untuk mengetahui dan memahami laporan pendahuluan pada klien dengan
dengue hemorrhagic fever (DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Melakukan pengkajian pada klien dengan dengue hemorrhagic fever
(DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo Surabaya.
1.3.2.2 Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan dengue
hemorrhagic fever (DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.2.3 Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan dengue
hemorrhagic fever (DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.2.4 Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan dengue
hemorrhagic fever (DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.4.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan dengue hemorrhagic fever
(DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo Surabaya.
1.3.4.6 Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan kasus nyata pada klien
dengan dengue hemorrhagic fever (DHF) di Ruang Rosella 1 RSUD
dr. Soetomo Surabaya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi dan menambah pengetahuan di bidang kesehatan.
Khususnya mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan dengue
hemorrhagic fever (DHF).

1.3.2 Bagi Institusi


Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada
umumnya dan meningkatkan mutu pelayanan pada klien dengan sehingga
dapat mengurangi terjadinya komplikasi.
1.3.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan untuk menambah referensi di bidang keperawatan
sebagai parameter untuk menilai pemahaman mahasiswa dalam penerapan
asuhan keperawatan pada klien dengan dengue hemorrhagic fever (DHF)
di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Definisi
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leukopenia, dengan
atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan
bitnik-bintik perdarahahan (peteki) spontan. (Noer, 2000)
Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian. (Mansjoer, 2000)
Penyakit demam berdarah dengue (DHF) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan
kejadian luar biasa atau wabah. (Hadinegoro, 2002)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering menimbulkan
wabah. (Soegijanto, 2005)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty dan Aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja
darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
perdarahan-perdarahan. (Prasetyono, 2013)
Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai
gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Desmawati (2013) DBD diklasifikasikan menjadi empat derajat
yaitu:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain yang tidak jelas disertai perdarahan
pada uji tourniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan bawah kulit seperti peteki,
hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III
Disertai kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, hipotensi,
kulit teraba dingin, lembab, dan klien gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat, denyut nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur,
kulit dingin, lembab, pucat, disertai dengan dengue shock sindrom.

2.1.3 Etiologi
Menurut Andra Saferi (2013), penyakit DBD disebabkan oleh virus
dengue. Virus ini termasuk genus flavivirus dari famili flaviviridae
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty di daerah perkotaan dan mungkin
juga Albopictus di pedesaan. Virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari
arthropedi borne viruses atau disingkat arbovirus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe lain. Distribusi kedua jenis nyamuk ini
hampir meliputi seluruh daerah di Indonesia kecuali daerah yang mencapai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypty
adalah:
1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak
mandi, WC, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti
kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-
lain.
3. Jarak terbang 100 meter.
4. Nyamuk betina bersifat multiple bitters (menggigit beberapa orang
karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).
5. Tanah dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.

2.1.4 Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,
dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DBD.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Renjatan terjadi
secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya
plasma klien mengalami hipovolemik. Hilangnya plasma dapat
meningkatkan cairan ektravaskuler menuju abdomen sehingga
menyebabkan acites menjadi mual, muntah yang dapat menyebabkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pathway:

Arbovirus (melalui Beredar dalam Infeksi virus


nyamuk Aedes aliran darah dengue
aegypty) komplemen

Mengaktifasi
sistem

Membentuk dan
Peningkatan Hipotalamus
melepaskan zat
suhu tubuh
C3a, C5a

Peningkatan reabsorbsi Na dan H2O

Renjatan hipovolemik

Permeabilitas membran dan hipotensi

Agregrasi trombosit Kebocoran Kekurangan


Plasma volume cairan

Trombositopenia
Cairan ekstravaskuler

Perdarahan
Menuju abdomen

Risiko Perubahan
Acites
perfusi jaringan

Mual, muntah

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Gama (2012), tipikal kasus DBD dikarakteristikkan dengan
empat manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan,
serta sering terjadi hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Hati biasa
teraba pada fase awal demam dan bervariasi dari just palpable sampai 2-4
cm di bawah arkus kostarum, walaupun ukuran hati tidak berkolerasi
dengan beratnya sakit, tetapi pembesaran hati ditemukan lebih sering pada
keadaan syok dibandingkan dengan kasus tanpa syok. Fase kritis
perjalanan penyakit terjadi pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari
demam, penurunan cepat suhu tubuh disertai tanda gangguan sirkulasi
dengan berbagai derajat beratnya sakit. Penderita dapat berkeringat, lemah,
teraba dingin pada ekstremitas, serta menunjukkan perubahan denyut nadi
dan tekanan darah. Kriteria diagnosis DBD:
1. Demam, atau riwayat demam akut, berlangsung 2 sampai 7 hari.
2. Nyeri otot, nyeri sendi.
3. Manifestasi perdarahan, ditandai paling tidak satu dan tanda sebagai
berikut:
1) Tes tourniquet positif
2) Petekia, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan dari gastrointestinal, mukosa
4) Hematemesis, atau melena.
4. Trombositopenia atau trombosit berjumlah 100.000/mm3 atau kurang.
5. Bukti terdapat kebocoran plasma karena meningkatnya permeabilitas
vaskuler dengan manifestasi klinis:
1) Peningkatan hematokrit lebih dari 20%
2) Penurunan hematokrit lebih dari 20% setelah dilakukan
pemberian cairan.
3) Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, dan
hipoprotemeima.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium : darah lengkap
1) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria antara 40-48 %
2) Trombositopeni (jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm)
Normal : 150000-400000/ui
3) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat
protobin
4) Asidosis
5) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
2. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan
dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan
sistolik dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila
terdapat 10 atau lebih peteki per 2,5 cm. Pada DHF biasanya uji
tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 peteki
atau lebih. Uji tourniquet bisa saja negatif atau hanya positif ringan
selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan
setelah masa pemulihan fase shok.
3. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura dapat terjadi
karena adanya rembesen plasma.
4. Urine : albuminuria ringan
5. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler
pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya
normal.
6. Pemeriksaan serologi : dilakukan pengukuran titer antibodi klien
dengan cara haemaglutination inhibition test (HI test)/ dengan uji
pengikatan komplemen (complemen fixation test/ CFT) diambil darah
vena 2-5 ml
7. USG : hematomegali-splenomegali

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada klien DBD menurut Gama (2012) adalah:
1. Sepsis
2. Pneumonia
3. Hidrasi berlebihan yang menyebabkan gagal jantung atau pernafasan
4. Perdarahan otak
5. Miokarditis dan gangguan konduksi jantung
6. Sindrom syok dengue.

2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan DBD menurut Widoyono (2008) adalah
simptomatis-supportif dengan penggantian cairan atau darah, diet, obat-
obatan, dan memperhatikan penyakit lain yang mungkin menyertai. Pada
DBD derajat I bisanya tidak membutuhkan terapi cairan. Hanya diberikan
obat penurun panas seperti parasetamol dan dilakukan kompres dingin.
Perlu dilakukan pemeriksaan hematrokit sebelum memulai terapi
cairan agar keefektifannya bisa dievaluasi dan mencegah kelebihan cairan.
Berikan jenis cairan kristaloid 0.9% saline. Berdasarkan penelitian, cairan
yang terbaik untuk resusitasi cairan pada DBD adalah kristaloid. Mulai
dengan 5-7 ml/kg 1 jam selama 1 -2 jam, selanjutnya kurangi menjadi 3-5
ml/kg/ jam selama 2-4 jam, dan selanjutnya kurangi hingga 2-3 ml/kg/hr
atau kurang dari jumlah tersebut berdasarkan respon kondisi klien. Berikan
nutrisi tinggi kalori-protein. Untuk klien yang tidak mengalami shock
dukung intake cairan melalui oral, terapi cairan intravena diperuntukan
jika klien mengalami maul-muntah, tidak toleran terhadap pemenuhan
cairan melalui oral, atau peningkatan hematokrit, cairan yang digunakan
kristaloid.
Menurut FKUI (2002) pada fase demam klien dianjurkan :
1. Tirah baring selama masih demam
2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan bila diperlukan.
3. Pada klien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang
diperlukan untuk mengurangi rasa sakit kepala, nyeri otot, atau nyeri
sendi.
4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral.
5. Monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal
kembali.

2.1.9 Pencegahan
Cara-cara mencegah dan memberantas nyamuk menurut Nasronuddin
(2007) antara lain:
1. Abatisasi
Abatasasi yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gr untuk 100 liter air
pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Sebaiknya
abatisasi dilakukan setiap 3 bulan sekali. Ada dua macam kegiatan
abatisasi yaitu pertama abatisasi selektif yang dilakukan pada tempat-
tempat penampungan air yang ditemukan jentik, kedua abatisasi masal
yaitu dilakukan pada semua tempat penampungan air di desa atau
kelurahan apabila terjadi kejadian luar biasa.
2. Melakukan Gerakan 3 M yaitu Menutup, Menguras, dan Mengubur.
Cara ini efektif dalam usaha pencegahan nyamuk untuk berkembang
biak. Jika nyamuk tidak bisa berkembang biak maka tidak ada yang
perlu dikhawatirkan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam kegiatan 3
M adalah sebagai berikut:
1) Menutup dengan rapat tempat penampungan air seperti menutup
tempayan air. Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan
lubang pohon dengan tanah.
2) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air
sekurang- kurangnya seminggu sekali.
3) Mengubur barang-barang bekas ke dalam tanah, seperti kaleng-
kaleng, botol pecah dan lain-lain.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat mencegah peningkatan
kepadatan vektor yaitu sebagai berikut:
1) Menghindari perilaku menggantung baju
2) Rajin membersihkan tempat-tempat yang terdapat genangan air di
sekitar rumah.
3) Rajin membersihkan pekarangan dari sampah-sampah yang dapat
menampung air seperti kaleng dan botol.
4) Menghindari perilaku tidur siang.
5) Menjaga kebersihan saluran air.
6) Memasang kelambu pada tempat tidur.
7) Pelihara ikan, dengan memelihara ikan di dalam bak mandi atau
kolam dapat membantu mengendalikan nyamuk. Ini karena ikan
memakan jentik- jentik dan telur nyamuk.
8) Pelihara tanaman pengusir nyamuk. Sekarang sudah banyak dijual
dipasaran tanaman yang dapat mengusir nyamuk. Biasanya Zodia
atau Lavender, tanaman ini mengusir nyamuk melalui bau yang
dikeluarkan oleh tanaman tersebut.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


2.2.1 Definisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh
manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan
hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting
dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan
sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung,
aksi reaksi dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit. (Wartonah, 2010)
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan
sumber energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi
dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang
terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan
sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan
oleh manusia.

2.2.2 Jenis-Jenis Gangguan Nutrisi


Secara umum, gangguan kebutuhan nutrisi terdiri atas kekurangan dan
kelebihan nutrisi, obesitas, malnutrisi, diabetes melitus, hipertensi, jantung
koroner, kanker, anoreksia nervosa.
1. Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam
keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan
akibat ketidakmampuan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
Tanda klinis:
1) Berat badan 10-20% dibawah normal
2) Tinggi badan dibawah ideal
3) Lingkar kulit triseps lengan tengah kurang dari 60% ukuran
standar
4) Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
5) Adanya penurunan albumin serum
6) Adanya penurunan transferin
Kemungkinan penyebab:
1) Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori akibat penyakit infeksi atau kanker.
2) Disfagia karena adanya kelainan persarafan
3) Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi
laktosa
4) Nafsu makan menurun
2. Kelebihan nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang
yang mempunyai resiko peningkatan berat badan akibat asupan
kebutuhan metabolisme secara berlebihan.
Tanda klinis:
1) Berat badan lebih dari 10% berat ideal
2) Obesitas (lebih dari 20 % berat ideal)
3) Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita
4) Adanya jumlah asupan berlebihan aktivitas menurun atau
monoton.
Kemungkinan penyebab:
1) Perubahan pola makan
2) Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman.
3. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai
lebih dari 20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah melebihi
kebutuhan asupan kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori.
4. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan
zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah
asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala
umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan makanan yang
cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh, adanya kelemahan
otot dan penurunan energi, pucat pada kulit, membran mukosa,
konjungtiva dan lain- lain.
5. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang
ditandai dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat
kekurangan insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
6. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagai masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penyebab dari
adanya obesitas, serta asupan kalsium, natrium, dan gaya hidup yang
berlebihan.
7. Penyakit jantung coroner
Penyakit jantung koroner merupakan gangguan nutrisi yang sering
disebabkan oleh adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok.
Saat ini, penyakit jantung koroner sering dialami karena adanya
perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat, obesitas dan lain-lain.
8. Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh
pengkonsumsian lemak secara berlebihan.
2.2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
1. Fisiologi
Intake nutrien: kemampuan mendapat dan mengolah makanan,
pengetahuan, gangguan menelan, perasaan tidak nyaman setelah
makan, anoreksia, nausea dan vomitus, intake kalori dan lemak yang
berlebihan.
2. Kemampuan mencerna nutrien: obstruksi saluran cerna, malabsorbsi
nutrien, DM.
3. Kebutuhan metabolisme: pertumbuhan, stres, kondisi yang
meningkatkan BMR (latihan, hipertiroid)
4. Gaya hidup dan kebiasaan
5. Kebudayaan dan kepercayaan
6. Sumber ekonomi
7. Tinggal sendiri
8. Kelemahan fisik
9. Kehilangan
10. Depresi
11. Pendapatan yang rendah
12. Penyakit saluran pencernaan
13. Obat

2.2.4 Manifestasi klinis


1. Gigi tidak lengkap dan ompong
2. Nafsu makan menurun
3. Lesu
4. Tidak semangat
5. BB kurang/ lebih dari normal
6. Perut terasa kembung
7. Sukar menelan
8. Berkurangnya indra pengecapan
9. Esophagus/ kekurangan mengalami pelebaran
10. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun
11. Gerakan usus atau gerak peristaltik lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi

5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi


1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam
memahami kebutuhan gizi.
2) Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basal bertambah dengan
cepat hal ini sehubungan dengan faktor pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada usia tersebut. Setelah usia 20 tahun
energi basal relatif konstan.
3) Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebih besar dibandingkan
dengan wanita. Pada laki-laki kebutuhan BMR 1,0 kkal/kg BB/jam dan
pada wanita 0,9 kkal/ kgBB/jam.
4) Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan tubuh,
semakin luas permukaan tubuh maka semakin besar pengeluaran panas
sehingga kebutuhan metabolisme basal tubuh juga menjadi lebih besar.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian
tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya
dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.
6) Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat. Anoreksia (kurang
nafsu makan) biasanya gejala penyakit atau karena efek samping obat.
7) Faktor Psikologis seperti stress dan ketegangan
Motivasi individu untuk makan makanan yang seimbang dan persepsi
individu tentang diet merupakan pengaruh yang kuat. Makanan
mempunyai nilai simbolik yang kuat bagi banyak orang (mis. susu
menyimbolkan kelemahan dan daging menyimbulkan kekuatan).
8) Alkohol dan Obat
Penggunaan alkohol dan obat yang berlebihan memberi kontribusi pada
defisiensi nutrisi karena uang mungkin dibelajakan untuk alkohol dari
pada makanan. Alkohol yang berlebihan juga mempengaruhi organ
gastrointestinal. Obat-obatan yang menekan nafsu makan dapat
menurunkan asupan zat gizi esensial. Obat-obatan juga menghabiskan
zat gizi yang tersimpan dan mengurangi absorpsi zat gizi di dalam
intestine.
Daftar Pustaka

Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Jakarta: Penerbit In Media


Dinkesprov Jatim. 2014. Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013.
Diunduh dari http://dinkes.jatimprov.go.id pada tanggal 08 Desember 2014
pukul 18.35 WIB
Garna, Herry. 2012. Buku Ajar Devisi Infeksi dan Penyakit Tropis FK Padjajaran.
Jakarta: Sagung Seto.
Hadinegoro, Sri Rezeki H. 2002. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: FKUI
LP Gangguan Kebutuhan Dasar Nutrisi. Diunduh dari
raninursing.blogspot.com/2011/11/lp-gangguan-kebutuhan-dasar-
nutrisi-.html?m=1 pada tanggal 08 Desember 2015 pukul 18.45 WIB
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aescupalius
FKUI.
Nasronudin, dkk. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia, Solusi Kini dan Mendatang.
Surabaya: Airlangga University Press.
Noor, Nur Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta:
Rineka Cipta.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2013. Daftar Tanda dan Gejala Ragam Penyakit.
Yogyakarta: Flash Book
Safery, Andra. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Soegijanto, Soegeng. 2005. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di
Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Winandari, Fransisca. Makalah Askep DHF. Diunduh dari
https://id.scribd.com/doc/131418711/Makalah-ASKEP-DHF-Dengue-
Haemorhagic-Fever#download pada tanggal 08 Desember 2015 pukul 18.42
WIB
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Teori
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan,
suku/bangsa, dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk.
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang dirasakan saat ini. Umumnya klien dengan DHF
datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam akut 2 7 hari,
nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise, mual, muntah,
sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati,
pendarahan spontan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan
penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah
menderita DHF penyakit itu berulang.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang
tinggal di dalam satu rumah/beda rumah dengan jarak yang
berdekatan sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan
nyamuk.
4) Riwayat Penyakit Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aegypty dan Aedes
albopiehis, hidup dan berkembang biak didalam rumah yaitu pada
tempat penampungan air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi
yang jarang dibersihkan.

3. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Menggambarkan informasi atau riwayat klien mengenai status
kesehatan dan praktek pencegahan penyakit, keamanan/proteksi,
tumbuh kembang, riwayat sakit yang lalu, perubahan status
kesehatan dalam kurun waktu tertentu.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat klien mengenai
konsumsi makanan dan cairan, tipe intake makan dan minum
sehari, penggunaan suplemen, vitamin makanan. Masalah nafsu
makan, mual, rasa panas diperut, lapar dan haus berlebihan.
3) Pola Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat klien mengenai pola
BAB, BAK frekuensi karakter BAB terakhir, frekuensi BAK.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Meliputi informasi riwayat klien tentang pola latihan,
keseimbangan energi, tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang
dilakukan dirumah, atau tempat sakit.
5) Pola Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat klien tentang frekuensi dan durasi
periode istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan
saat tidur, masalah yang dirasakan saat tidur.
6) Pola Kognitif- Perseptual
Meliputi informasi riwayat klien tentang fungsi sensori,
kenyamanan dan nyeri, fungsi kognitif, status pendengaran,
penglihatan, masalah dengan pengecap dan pembau, sensasi
perabaan, kesemutan
7) Pola Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan peran
sosial, kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran
8) Pola Reproduksi dan Seksual
Meliputi informasi tentang fokus pasutri terhadap kepuasan atau
ketidakpuasan dengan seks, orientasi seksual
9) Pola Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat klien tentang metode untuk mengatasi
atau koping terhadap stress
10) Pola Tata Nilai dan kepercayaan
Meliputi informasi riwayat klien tentang nilai, tujuan, dan
kepercayaan berhubungan dengan pilihan membuat keputusan
kepercayaan spiritual.

4. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernafasan: Tidak ada gangguan dalam pernafasan.
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simetris, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
2) Sistem persyarafan: Gangguan dalam sistem persyarafan adalah
terdapat respon nyeri.
3) Sistem kardiofaskuler: Terjadi pendarahan dan kegagalan
sirkulasi.
4) Sistem pencernaan: Terjadi anoreksia, mual dan muntah. Selaput
mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat
hematemesis, melena.
5) Sistem perkemihan: Produksi urine menurun, kadang kurang
dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing
berwarna merah.
6) Sistem otot dan integument: Ditemukan peteki, pegal-pegal pada
seluruh tubuh.
7) Sistem eliminasi: Terjadi gangguan pada sistem eliminasi alvi
yaitu terjadi konstipasi. Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit
kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
peteki, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

5. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan, sekunder
akibat anoreksia dan mual.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan demam.
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi
tirah baring.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh.
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.

6. Rencana Asuhan Keperawatan


1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan, sekunder
akibat anoreksia dan mual
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dapat teratasi dengan kriteria:
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
1. Observasi keadaan umam klien dan keluhan klien.
R/: Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh klien.
2. Tentukan program diet dan pola makan klien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh klien
R/: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan
3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
R/: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai
dengan program diit.
R/: Jika makanan yang disukai klien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang
5. Ajarkan klien dan libatkan keluarga klien pada perencanaan
makan sesuai indikasi.
R/: Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi klien
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
R/: Menghilangnya mual

2) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan demam


Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan nyeri klien dapat berkurang dan menghilang dengan
kriteria hasil:
1) Klien mengatakan nyerinya hilang
2) Tekanan darah 120/80 mmHg
3) Suhu 36,8C-37,5C
4) Respirasi 16-20 x/mnt
5) Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Observasi tingkat nyeri klien (skala, frekuensi, durasi)
R/: Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-
tanda perkembangan/resolusi komplikasi.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan
kenyamanan
R/: Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
R/: Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan
kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
R/: Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan
melatih klien relaksasi.
5. Ajarkan klien teknik relaksasi
R/: Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
R/: Memberikan penurunan nyeri.
3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan ... x 24 jam diharapkan suhu tubuh
klien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
1) Klien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.
2) Suhu 36,80C-37,50C
3) Tekanan darah 120/80 mmHg
4) Respirasi 16-24 x/mnt
5) Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Kaji saat timbulnya demam.
R/: untuk mengidentifikasi pola demam klien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
R/: tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum klien.
3. Anjurkan klien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
4. Berikan kompres hangat
R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
R/: pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter

4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan


permeabilitas dinding plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
1) TD 120/80 mmHg
2) RR 16-24 x/mnt
3) Nadi 60-100 x/mnt
4) Turgor kulit baik
5) Haluaran urin tepat secara individu
6) Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
R/: hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi
2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
R/: pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
R/: demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan
dehidrasi.
5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
R/: merupakan indicator dari dehidrasi.
6. Memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
program pengobatan.
7. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
R/: mempertahankan volume sirkulasi.
8. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
R/: kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah
sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
9. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur
R/: pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan
10. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
R/: mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi
kebutuhan cairan

5) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi


tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan klien
dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal, dengan kriteria
hasil:
1) Pergerakan klien bertambah luas
2) Klien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan)
3) Rasa nyeri berkurang
4) Klien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki klien.
R/: mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki klien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
R/: Klien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan
3. Anjurkan klien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas
bawah sesui kemampuan.
4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
R/: Agar kebutuhan klien tetap dapat terpenuhi
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian
analgesik) melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan
baik
R/: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

6) Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan


kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi
syok hipovolemik dengan kriteria hasil:
1) TD 120/80 mmHg
2) RR 16-24 x/mnt
3) Nadi 60-100 x/mnt
4) Turgor kulit baik
5) Haluaran urin tepat secara individu
6) Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Monitor keadaan umum klien
R/: Memantau kondisi klien selama masa perawatan terutama
pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda
syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
R/: Tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan
R/: Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga klien
tidak sampai syok hipovolemik
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
R/: Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami klien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter
R/: Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah
yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
R/: Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin

7) Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan


trombositopenia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi
perdarahan dengan kriteria hasil:
1) Tekanan darah 120/80 mmHg
2) Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis
R/: Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.
2. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/: Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
perdarahan
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut
R/: Membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
R/: Memotivasi klien untuk mau minum obat sesuai dosis yang
diberikan.

7. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri
dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2008)

8. Evaluasi Keperawatan
a. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5C
b. Nyeri hilang atau berkurang
c. Gangguan pemenuhuan kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi
d. Keseimbangan volume cairan
e. Aktivitas dan kebuthan sehari-hari terpenuhi
f. Syok hipovolemik tidak terjadi
g. Tidak terjadi perdarahan luas

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan
dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian. Adapun gejala yang
timbul pada orang yang terserang DBD antara lain: demam, atau riwayat
demam akut, berlangsung 2 sampai 7 hari, nyeri otot, nyeri sendi, perdarahan,
trombositopenia atau trombosit berjumlah 100.000/mm3 atau kurang.
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya
serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi reaksi dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.

3.2 Saran
Untuk mencegah dan memberantas terjangkitnya penyakit DBD harus
digalangkang program gerakan 3 M yaitu menutup, menguras, dan
mengubur.Cara ini efektif dalam usaha pencegahan nyamuk untuk
berkembang biak. Jika nyamuk tidak bisa berkembang biak maka tidak ada
yang perlu dikhawatirkan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam kegiatan 3 M
adalah sebagai berikut:
1. Menutup dengan rapat tempat penampungan air seperti menutup
tempayan air. Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang
pohon dengan tanah.
2. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali.
3. Mengubur barang-barang bekas ke dalam tanah, seperti kaleng-kaleng,
botol pecah dan lain-lain.
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) dengan


masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di Ruang
Rosella 1 RSUD dr. Soetomo Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 05
Desember 2015 s.d 18 Desember 2015 telah disahkan sebagai laporan Praktek
Klinik Keperawatan Dasar 2 Semester III di Ruang Rosella 1 RSUD dr. Soetomo
Surabaya atas nama Nurya Kumala dengan NIM P27820114005.

Surabaya, 17 Desember 2015


Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Ruangan,
TTD TTD
Hj. Masamah A, SKM, M.Kes Yayuk Sri SU, Amd. Kep
NIP: 19550203 197607 2 001 NIP: 19720808 199703 2 004

Mengetahui
Kepala Ruangan,
TTD

Dolaji, Amd. Kep


NIP: 19690723 198903 1 004

Anda mungkin juga menyukai