Anda di halaman 1dari 21

Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Republik Demokratik Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa'e), yang
sebelum merdeka bernama Timor Timur, adalah sebuah negara kecil di sebelah
utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga
meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan enklave Oecussi-Ambeno di
Timor Barat. Antara Timor Timur dan Timor Leste Timor Timur memiliki banyak
nama sejalan dengan perjalanan panjang sejarah yang memilukan hingga sekarang
menjadi negara merdeka yang kita kenal dengan Republik Demokrasi Timor
Leste.
Masa penjajahan Portugis yang berlangsung lebih dari empat abad,
menghadiahi Timor Leste berbagai nama bersejarah yang memiliki arti tersendiri
bagi Timor Leste. Dahulunya, negara yang berada di bagian paling timur
Indonesia ini dinamai Timor Portugis saat kependudukan Portugis. Portugis
bahkan memberi julukan Provincia Ultramania yang bermakna Propinsi Sebrang
Lautan yang merupakan bagian dari Portugal Raya namun tidak menanggalkan
perlakuannya terhadap Timor sebagai negara jajahan.
Dunia mengenal Timor Leste dengan East Timor yang merupakan rujukan
bahasa inggris dari Timor Timur (bahasa Indonesia dan Melayu) yang memiliki
arti sama yakni timur. Sedangkan rakyat Timor Leste sendiri menyebut
negaranya dengan Timor Lorosae yang disesuaikan dengan bahasa daerah Timor
Leste yakni bahasa Tetun yang juga berarti timur. Oleh karena itu, jika dilihat
selintas antara Timor Timur dan Timor Leste tak banyak perbedaan antara
keduanya. Timor Timur berarti Timor Leste, sebaliknya Timor Leste berarti Timor
Timur (Timtim). Namun dalam nuansa politis dan mengingat kondisi Timtim
sekarang ini, kedua kata menyiratkan arti yang berbeda.Timor Timur lebih
bernuansa keindonesiaan. Sedangkan Timo Leste lebih menyiratkan identitas
Timor. Perjalanan sejarah yang panjang selama hampir lim abad untuk
mendapatkan status sebagai negara merdeka dan menjadi Republik Demokrasi
Timo Leste yang diakui seluruh dunia.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa rumusan
masalah antara lain:
1. Bagaimakah sejarah Timor Timur pada masa penjajahan Portugis?
2. Apakah yang melatarbelakangi Integrasi Timor-timur dengan
Indonesia, serta implikasinya ?
3. Bagaimanakah proses kemerdekaan Timor Timur?

1
Bab II
Dinamika Timor Timur
A. Timor Timur pada Masa Penjajahan Portugis.
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang Australoid dan
Melanesia. Orang dari Portugal mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal
abad ke-15 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Portugis menjajah
Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Bagi Portugis, Timor Leste
merupakan satu-satunya koloni yang mampu memberikan benefit ekonomi terkait
dengan kekayaan kayu cendana beserta lilin dari madu tawon. Dua hasil kekayaan
inilah yang mampu diperdagangkan Portugis di Eropa. Persaingan ekonomi di
antara sesame Negara Eropa, pada akhirnya merembet dan terbawa ke wilayah-
wiayah jajahan mereka. Portugis harus bersaing keras dengan Negara Eropa lain
seperti Belanda, Inggris, dan Spanyol. Dalam kasus Timor, maka Portugis harus
berhadapan dengan Belanda yang juga memiliki keinginan untuk menguasai
keseluruhan Pulau Timor. Pada akhirnya, situasi telah menempatkan Timor
sebagai kawasan konflik di antara kedua negera tersebut, di mana pada akhirnya,
Pulau Timor terbagi menjadi dua koloni: untuk Timor Barat di bawah kekuasaan
Belanda, sedangkan untuk bagian timur menjadi kekuasaan dari Portugis.
pembagian wilayah koloni ini dilakukan pada tahun 1859.
Sejarah Timor-Leste banyak ditandai oleh penderitaan, kekerasan, serta
kekejaman, baik yang disebabkan oleh bangsa asing maupun oleh sesama bangsa
sendiri. Dalam sejarahnya, negeri ini pernah mengalami masa penjajahan yang
berlangsung lama dan bergonta-ganti penguasa. Penjajahan tidak semata-mata
dilakukan oleh Portugal, melainkan juga dilakukan oleh Jepang antara tahun 1942
1945. Pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Timor Leste kembali
dikuasai oleh Portugal hingga tahun 1975.1
Kedatangan kolonial Portugis tidak sepenuhnya diterima oleh penduduk
pribumisetempat. Karena itu, lahir pelbagai reaksi, antara lain dalam perlawanan-
perlawanan sebagai berikut:

1 Tono Suratman. 2002. Untuk Negaraku Sebuah Potret Perjuangan di Timor


Timur. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 12.

2
Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah Portugis
menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul
perlawanan pada tahun 1710. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso
de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor
khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini menimbulkan
perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun
1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da
Silva dalam bentuk pembangunan jalan.

Perlawanan yang terbesar adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom


Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan
ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Dom Boaventura
mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah Portugis mengerahkan
pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika
Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun
1912. Diperkirakan 25.000 orang tewas selama kampanye menumpas perlawanan
Dom Boaventura. Kemudian Portugis memberikan kewenangan langsung
kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan
pengaruh para liurai menjadi kecil dan Portugis dapat mengontrol secara langsung
hingga ke pedalaman.2
Salah satu perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Portugis yang cukup
besardan terorganisasi adalah Perlawanan Viqueque, di samping perlawanan-
perlawanan kecil lainnya. Perlawanan-perlawanan ini terjadi karena penduduk
pribumimerasa bahwa pembayaran pajak yang dilakukan terlalu banyak menekan
mereka, disamping berbagai perlakuan pemerintah Portugis yang dirasakan sangat
memberatkan dan diskriminatif sebagaimana layaknya setiap penjajah.
Perlawanan ini bermula dari situasi setelah Perang Dunia II, dimana bangsa
Indonesia yang berada di bawah penindasan kolonial Belanda menyatakan
kemerdekaanya melalui proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi

2 Soekanto dkk. 1977.Integrasi: Kebulatan Tekad Rakyat Timor-Leste. Jakarta:Yayasan


Parikesit, November, Hlm 97.

3
Kemerdekaan Indonesia ini tersebar keseluruh dunia, dan sampai juga ke Timor
Portugis. Pada tahun 1953, beberapa tokoh Timor Portugis yang telah mendengar
kemerdekaan atas diri saudara-saudaranya di Timor Barat (NTT) serta mendengar
bahwa Pemerintah RI telah berhasil menyelenggarakan suatu konprensi bangsa-
bangsa Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, yang melahirkan keputusan
mendukung kemerdekaan dari penindasan kolonial bagi setiap bangsa .
Pada ahun 1955 itu sebenarnya sudah ada rencana pemberontakan dari
pemuda-pemuda di Dili. Para pemuda itu lalu menyebar-luaskan rencananya itu
ke Kabupaten-kabupaten. Secara perlahan-lahan lahir perasaan nasionalisme di
kalangan pemuda Timor Portugis. Pada tahun 1959, semangat untuk melepaskan
diri dari kaum kolonial makin kuat. Ini terlihat dari berkembangnya rncana untuk
melakukan perjuangan pada akhir tahun 1959. Dukungan terhadap rencana itu
semakin luas dan tersebar ke Aileu, Same, Ermera, Baucau dan lain-lain. Untuk
merencanakan rencana itu, diadakan pertemuan yang hasilnya memutuskan bahwa
pelaksanaan perjuangan ditetapkan pada 42 Desember 1959, bertepatan dengan
malam tahun baru. karena menurut analisis para pemuda itu, pada malam tahun
baru orang-orang dan tentara Portugis selalu berpesta pora sehinga penjagaannya
tidak ketat dan serangan dapat dilakukan.3
Pada ahun 1955 itu sebenarnya sudah ada rencana pemberontakan dari
pemuda-pemuda di Dili. Para pemuda itu lalu menyebar-luaskan rencananya itu
ke Kabupaten-kabupaten. Secara perlahan-lahan lahir perasaan nasionalisme di
kalangan pemuda Timor Portugis. Pada tahun 1959, semangat untuk melepaskan
diri dari kaum kolonial makin kuat. Ini terlihat dari berkembangnya rncana untuk
melakukan perjuangan pada akhir tahun 1959. Dukungan terhadap rencana itu
semakin luas dan tersebar ke Aileu, Same, Ermera, Baucau dan lain-lain. Untuk
merencanakan rencana itu, diadakan pertemuan yang hasilnya memutuskan bahwa
pelaksanaan perjuangan ditetapkan pada 42 Desember 1959, bertepatan dengan
malam tahun baru. karena menurut analisis para pemuda itu, pada malam tahun

3 Bilveer Singh. Timor-Leste. 1998. Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan .
Institute for Policy Studies,.Hlm 52.

4
baru orang-orang dan tentara Portugis selalu berpesta pora sehinga penjagaannya
tidak ketat dan serangan dapat dilakukan.
Walapun pemberontakan itu di rencanakan secara rahasia dan tertutup, dapat
tercium juga oleh mata-mata Portugis. Mereka segera melakukan penangkapan
terhadap pemuda-pemuda yang dicurigai baik yang berada di kota Dili maupun di
Kabupaten-kabupaten. Pemuda-pemuda itu di tangkap, disiksa dan dibunuh serta
sebagian dari mereka sekitar 68 orang di buang ke Angola dan Mozambique,
daerah jajahan Portugis di Afrika dan sebagian di bawa ke Portugal. Akibat yang
paling menyedihkan dari pemberontakan tahun 1959 itu ialah dilakukannya
pembunuhan terhadap ratusan rakyat yang dituduh mempunyai hubungan dengan
pemberontakan tersebut. Perlawanan rakyat yang di gerakkan dari Viqueque ini
merupakan awal dari keinginan rakyat untuk berintegrasi dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. tuntutan integrasi sebenarnya sudah muncul sejak awal tahun
1950-an. Bahkan pada tanggal 3 Juni 1959, rakyat Timor Portugis, terutama
rakyat Kabupaten viqueque bangkit mengangkat senjata melawan penjajah
portugis.
Dengan semangat ingin bersatu dengan Indonesia yang telah merdeka sejak
tanggal 17 Agustus 1945, rakyat membusungkan dada dengan mengibarkan
bendere merah putih sebagai panji perjuangan. Beberapa tokoh pemberontakan itu
seperti Jose Manuel Duarte, Salem Musalam Sagran dan Germano D.A. Silva kini
menjadi saksi hidup yang banyak bercerita tentang bagaimana perlawanan terebut,
cita-cita intergrasi penderitaan akibat kegagalan perjuangan karena berhasil
ditumpas oleh Pemerintahan Portugis. Selain ketiga tokoh tersebut, pada
pertengahan januari 1996, ketiga pelaku pergerakan viqueque yang oleh
pemerintah Portugis di buang ke Angola dan Portugal 36 tahun yang lalu, telah
kembali ke Dili dan menyatakan siap untuk tetap tinggal di Timor-Timur. Ketiga
pejuang yang telah kembali tersebut adalah Evaristo Da Costa, Armindo Amaral
dan Dominggos Soares.4
Perjuangan mereka gagal karena keterbaasan perlengkapan, kurang strategi,
lemahnya organisasi sehingga akhirnya perlawanan tersebut tidak mencapai hasil.
4 Ibid

5
Namun peristiwa tersebut adalah bukti sejarah bahwa rakyat Timor Timur pernah
bangkit dan menyatakan ingin bersatu dengan Indonesia. Perjuangan rakyat
Timor Timur melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan kemudian
mendapatkan status sebagai salah satu propinsi di Indonesia, berbeda dengan
propinsi-propinsi lainnya.
Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta
huruf, dan penuh diskriminasi. Bahkan dalam pendiskriminasian, penduduk
pribumi dilarang menginjak jalan aspal, sebuah diskriminasi yang dapat dinilai
keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan Portugis
selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario
Viegas Carrascalao.
Terjadi kudeta militer di Portugal pada tanggal 25 April 1974. Kudeta yang
dijuluki "Flower Revolution" atau "Revolusi Bunga" itu tidak hanya
mengguncangkan Portugal, tetapi secara cepat mempengaruhi wilayah-wilayah
jajahannya. Salah satu diantaranya adalah Timor Timur. Dengan berakhirnya
rezim diktator Antonio Oliveira Salazar, Portugal dituntut untuk mengadakan
penataan pemerintahan yang baru, di mana selama berlangsungnya proses ini
dipimpin oleh Dewan Penyelamat Nasional (Junta de Salvao Nacional) yang
yang tergabung dalam MFA (Movimento das Foras Armadas/Gerakan Angkatan
Bersenjata). Salah satu agenda yang harus diselesaikan selama berlangsungnya
proses tersebut adalah pentingnya diadakannya dekolonialisasi terhadap semua
tanah jajahan di seberang lautan guna penentuan nasib sendiri, tidak terkecuali
untuk koloni Timor Portugis.5
Dengan berbagai kesulitan dan hambatan yang harus dihadapi, maka
pemerintah Propinsi Timor Portugis yang waktu itu dipimpin oleh Kolonel Mario
Lemos Pires berusaha dengan semaksimal mungkin menjalankan keputusan
pemerintah pusat Lisabon. Sementara itu, terkait dengan penentuan nasib sendiri,
pemerintah Portugal memberi kesempatan kepada rakyat Timor Portugis untuk
menentukan pilihan masa depannya sendiri.

5 Tono Suratman, Hlm 22

6
Perubahan kebijakan pemerintahan kolonial tersebut membawa konsekuensi
tersendiri terhadap kondisi perpolitikan di Timor Portugis. Pada akhirnya, ini
memicu lahirnya perbedaan pandangan di kalangan masyarakat mengenai maksud
dari kebijakan penentuan nasib sendiri. Sebagai bentuk konkrit dari pilihan yang
berkembang dalam masyarakat adalah ditandai dengan didirikan dan dibentuknya
berbagai macam partai politik, di antaranya adalah Unio Democratico Timorense
(UDT), Associao Popular Democratico de Timor (APODETI) dan Associao
Social Democrata Timorense (ASDT) yang selanjutnya berubah menjadi Frente
Revolucionario de Timor Leste Independente (FRETILIN). Di samping itu,
terdapat dua partai kecil lainnya, yakni Klibur Oan Timor Aswain (KOTA) dan
Trabhalista (Partai Buruh), di mana keduanya merupakan partai satelitnya UDT.
Dalam kenyataannya, proses dekolonialisasi ini tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Selesai pemilihan umum yang dimenangkan oleh ASDT-Fretilin, Partai
UDT dan para satelitnya melancarkan kudeta pada tanggal 11 Agustus 1975
terhadap pemerintahan Fretilin dengan dalih adanya penyebaran doktrin
komunisme. Selama kurang lebih seminggu UDT berkuasa dengan bertumpu pada
kekuatan bersenjata (para milisia) dengan sasaran utama pada para pemimpin
Fretilin. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILINlah yang terkuat sebab mendapat
dukungan dari pasukan pribumi tentara Portugis. FRETILIN mulai menyerang
UDT dan APODETI yang memaksa UDT untuk bersatu dengan APODETI untuk
menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang
menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk banyak tokoh
APODETI. Akibatnya, proses dekolonialisasi menjadi berantakan dan tidak bisa
dilanjutkan.
Menghadapi situasi yang demikian, pemerintah Portugis melakukan
berbagai usaha penyelesaian seperti dengan memediasi pertemuan antara Fretilin
dengan UDT. Dialog ini sendiri tidak bias menemukan solusi damai. Sebagai
konsekuensi atas gagalnya dialog tersebut, Fretilin melancarkan serangan balasan
terhadap UDT dan para satelitnya hingga melarikan diri ke wilayah Timor
Indonesia pada tanggal 20 Agustus 1975.

7
Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur
terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari
Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste
yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk
menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk
mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu
FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste
sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975.
Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika
terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober
dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000
penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan
Indonesia). Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney
Morning Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa
"jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000".
Sebagai respon atas proklamasi unilateral Fretilin tersebut, pada tanggal 30
November 1975 APODETI, UDT, TRABALISTA, dan KOTA segera mengadakan
proklamasi tandingan di Balibo yang dikenal dengan sebutan Perjanjian Balibo
kepada pemerintah Indonesia untuk menganeksasi wilayah Timor Portugis
menjadi bagian dari Negara Indonesia. . Naskah proklamasi tersebut
ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco
Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT).
Adapun tanggapan Indonesia terhadap permintaan kelompok Pro- integrasi
yaitu menerima Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Timor Timur pun
bergabung
dengan Indonesia secara legal/ resmi sesuai UU.No7/1976, pada tanggal 17 Juli
1976.
Integrasi bumi Loro Sae ke NKRI tersebut merupakan buah aspirasi masyarakat
Timor
Timur sendiri melalui deklarasi Balibo. Dengan berlandaskan pada petisi Balibo-
lah, maka pemerintah Indonesia kemudian melancarkan serangan militernya ke

8
Timor Portugis. TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban
FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.
Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975,
FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan
untuk untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk
ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia
serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan bahkan ada yang karena
dibunuh sesama FRETILIN pembantaian dilakukan oleh kelompok radikal
FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak
juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di
Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco
Xavier do Amaral. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke
tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-
orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.6
B. Integrasi TimorTimur Dengan Indonesia
Hingga pada tahun 1960-an, Portugis mengalami masa-masa kegoncangan
politik dan ekonomi karena perang bertahun-tahun menghadapi gerakan
kemerdekaan di Angola, Guinea- Bissau dan Mozambik. Peperangan di tiga
negara sekaligus ini menguras keuangan dan milite Portugal. Pada era ini juga,
Portugis bergabung dengan negara-negara Eropa yang lain dalam asosiasi
Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade Association). Perkembangan
kerjasama ekonomi di Eropa yang lebih menjanjikan ketimbang investasi di
daerah koloni membuat perhatian Portugal ke daerah koloninya berkurang. Hal
tersebut mendorong kelompok militer berhaluan kiri MFA (Movimento das Forcas
Armadas) mengusung ide dekolonialisasi daerah jajahan secara bertahap.
berdasarkan pada peraturan PBB tentang dekolonialisasi daerah jajahan, dapat
terlihat dari keterlibatan para aktivis ini dalam gerakan perjuangan kemerdekaan
di Negara koloni Portugis di Afrika.7

6 Makarim. Z.A. dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor Timur. Sebuah Kesaksian.
Jakarta: Sportif Media Informasindo. Hlm 38-42

9
Pengaruh golongan kiri yang cukup besar mendorong kelompok ini
berganti nama menjadi Front Revolusi Kemerdekaan Timor Timur atau Frente
Revolucionaria do Timor-Leste Independence (FRETILIN). Pemimpinnya
bernama Fransisco Xavier do Amaral. Asosiasi Rakyat Demokratik
Timor/Associacao Democratica Timorense (APODETI) yang didirikan pada
tanggal 27 Mei 1974, dengan dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo seorang
penduduk asli Timor Portugis. Kelompok politik ini memiliki visi untuk
berintegrasi dengan Indonesia namun sebagai daerah yang memiliki otonomi
tersendiri. Pada waktu itu, Indonesia belum memiliki perangkat perundangan yang
mengatur tentang daerah otonomi. Para kepala desa dan mayoritas penduduk yang
berada dekat perbatasan dengan Indonesia cenderung mendukung kelompok ini.8
Di samping ketiga kelompok politik di atas, muncul pula beberapa
kelompok kecil seperti Asosiasi Putera Pejuang Timor/Klibur Oan Timor Aswain
(KOTA), Partai Buruh (Trabalhista) dan Asosiasi Demokratik untuk Integrasi
Timor Leste dengan Australia (ADITLA). Persaingan kelompok-kelompok ini
dalam memperoleh pengikut, kadang disertai dengan adanya kekerasan yang
berakibat jatuhnya korban masyarakat sipil. Pada pertengahan tahun 1975,
pertentangan antar kelompok politik semakin tajam. Fretilin dan UDT sempat
membangun aliansi untuk memperjuangkan visi kemerdekaan demi melawan
program integrasi dengan Indonesia yang diperjuangkan Apodeti dan agen-agen
rahasia Indonesia. Namun karena Fretilin terlalu sering melakukan fait accompli
terhadap UDT dan pengaruh orang-orang komunis yang mengkhawatirkan di
tubuh Fretilin, perpecahan aliansi dan permusuhan antara Fretilin dan UDT
membawa Timor Portugis dalam perang saudara. Fretilin memperoleh
kemenangan besar dari perang saudara ini karena mendapat dukungan dari
sebagian besar personil militer Portugis yang merupakan orang Timor. Akhirnya

7 Soekanto dkk, Hlm 69

8 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.2010. Sejarah


Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 488

10
pada tanggal 28 November 1975 Fretilin mendeklarasikan secara sepihak
kemerdekaan Timor Timur.9
Deklarasi ini dilakukan karena kekosongan pemerintahan akibat
keengganan dan kekhawatiran pemerintah Portugis di Pulau Antaro kembali ke
Dili untuk mengambil alih control keadaan setelah perang saudara berakhir dan
dimenangkan Fretilin. Disamping itu juga ada ancaman serangan militer besar-
besaran dari Indonesia. Praktis tidak ada keuntungan ekonomi berarti yang
diberikan propinsi ini pada induknya (Portugis), kecuali tempat buangan dan
pelarian bagi orang-orang: politisi, pengusaha gagal dan tahanan. Seolah-olah
propinsi ini hanya diberi kesempatan hidup tanpa mampu berkembang.
Setelah Fretilin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor
Timur yang merdeka pada tanggal 28 November 1975. Rakyat menolak
proklamasi yang bersifat sepihak itu, Negara-negara lainpun tidak ada yang
mengakui. Bahkan Australia yang diharap - harapkan juga tidak mau
mengakuinya. Menghadapi tindakan sepihak Fretilin ini, gabungan Apodeti, UDT,
KOTA dan Trabalhista mencetuskan proklamasi tandingan. Sehari sesudahnya,
pemimpinpemimpin partai tersebut bertemu di Balibo pada 30 November 1975
untuk menandatangani Proklamasi Balibo.
Isi proklamasi tersebut menyatakan tentang keinginan bersatu atau
berintegrasi dengan Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat terjadi
perang saudara, Pemerintah Indonesialah yang berperan besar dalam membantu
rakyat Timor Timur dengan menampung puluhan ribu pengungsi dengan
menyediakan makanan, pakaian, obat- obatan, tempat tinggal dan lain sebagainya.
Padahal, seharusnya pemerintah Portugislah yang menolong rakyat Timor timur.
Sesudah Proklamasi Balibo, gabugan keempat partai itu meningkatkan
perjuangannya untuk menghancurkan Fretilin yang bertindak sewenang-wenang
dan kejam. Fretilin selalu menolak maksud damai dan jalan tengah yang diberikan
partai gabungan. Oleh karena itu, mulailah pergolakan antara partai gabungan dan
Fretilin semakin memanas.

9 Makarim. Z.A. dkk.Hlm 83

11
Melalui Deklarasi Balibo pada tanggal 30 November 1975, sebagian besar
masyarakat Timor Timur menyatakan keinginkannya bergabung dengan
Indonesia. Secara sah pada tanggal 17 Juli 1976, Timor Timur menjadi bagian
provinsi Republik Indonesia melalui ketetapan MPR No. VI/MPR/1978, tanggal
22 Maret 1978.10
C. Timor Timur menjadi Negara Merdeka.
Pada waktu itu Presiden Habibie menganggap pembiaran integrasi Timor
Timur ke Indonesia oleh dunia internasional (terutama Amerika dan sekutunya)
disebabkan saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di Timor Timur dan karena
khawatir Timor Timur menjadi daerah komunis lewat FRETILIN. Namun setelah
Blok Timur/Komunis runtuh, dunia barat mulai mempermasalahkan integrasi
Timor Timur tersebut.
Selain desakan referendum oleh PBB dan Portugal serta desakan
internasional, sejak awal peralihan Orde Baru ke Reformasi Timor Timur masih
terus menjadi beban bagi Indonesia karena gejolak masyarakat disana yang
sebagian besar pro referendum sementara tidak sedikit curahan sumber daya untuk
Timor Timur yaitu 93% APBD provinsi ini ditanggung oleh Negara yang jauh
berbeda dengan bantuan untuk daerah lain.11
Alokasi dana dari Indonesia ditujukan untuk pembangunan di Timor
Timur yang luasnya 14.609 km. Bantuan itu berupa dana pembangunan daerah
(inpres) dan dana sektoral masing-masing berjumlah Rp 350,7 miliar dan Rp
602,4 miliar yang mendorong kemajuan di Timor Timur. Hasilnya kesejahteraan
sosial , angka melek huruf, ruas jalan beraspal, hingga bangsal di Rumah Sakit
pun terus bertambah. Bahkan saat semakin besar potensi untuk berpisah dengan
Indonesia tahun 1999, Timor Timur masih menerima alokasi APBN sebesar Rp
187,3 Miliar untuk pembangunan provinsi, kota, desa, dan jaringan pengaman

10 Habibie, Bacharudding Jusuf. 2006. Detik-Detik yang Menentukan. Jakarta: THC


Mandiri. Hlm. 231

11 Makarim. Z.A. dkk.. Hlm 84

12
sosial, serta untuk menanggulangi kemiskinan. Sehingga Timor Timur menjadi
seperti benalu bagi Indonesia bahkan sampai di akhir-akhir masa integrasinya.
Selain dana yang cukup besar dari pemerintah untuk Timor Timur, masalah
daerah lain yang ikut ingin merdeka, masalah gerilya politik oleh kelompok Anti-
integrasi, dan kritik serta kecaman Negara-negara barat atas pelanggaran HAM di
Timor Timur yang terus ditujukan kepada Indonesia, semua itu semejak Timor
Timur menjadi provinsi ke-27 di Indonesia.12
Dan perang saudara selama 3 bulan (September-November 1975) di Timor
Timur dan pendudukan Indonesia selama 23 tahun (1976-1999), sudah lebih dari
200.000 orang meninggal dan 183.000 diantaranya disebabkan tentara Indonesia
yaitu karena keracunan bahan kimia dari bom. Karena hal tersebut PBB tidak
setuju dengan integrasi Timor Timur ke Indonesia. Ketidaksetujuan PBB juga
dikarenakan ada kaum anti-kemerdekaan yang didukung Indonesia melakukan
pembantaian balasan secara besar-besaran dimana sekitar 1.400 jiwa tewas dan
300.000 jiwa dipaksa mengungsi ke Timor Barat.
pada bulan Juni 1998 diumumkan bahwa Indonesia akan menawarkan
otonomi kepada Timor Timur. Jika rakyat Timor Timur menolak tawaran ini,
maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari Republik
Indonesia. Pada tanggal 5 Mei 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
Indonesia dan Portugis menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan
bahwa PBB akan menyelenggarakan jajak pendapat di Timor-Timur. Rakyat
diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian dari Indonesia ataukah
Timor Timur menjadi negara merdeka. Habibie mengeluarkan pernyataan pertama
mengenai isu Timor Timur Ia mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi
seluas-luasnya untuk provinsi Timor Timur. Proposal ini, oleh masyarakat
internasional, dilihat sebagai pendekatan baru. Namun PBB dan Portugal tetap
menolak dan mendesak dengan alasan walau kebijakan itu dibuat, kedepannya

12 Forrester. G. 2002. Indonesia Paca Soeharto. Yogyakarta: Wacana Intelekualitas


Umat. Hlm 56

13
Timor Timur tetap meminta referendum. Hal tersebut tentu saja merugikan
Indonesia.13
Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal
dengan menyatakan bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk
mencapai solusi final atas masalah Timor Timur.Beberapa pihak meyakini bahwa
keputusan radikal itu merupakan akibat dari surat yang dikirim Perdana Menteri
Australia John Howard pada bulan Desember 1998 kepada Habibie yang
menyebabkan Habibie meninggalkan opsi otonomi luas dan memberi jalan bagi
referendum. Akan tetapi, pihak Australia menegaskan bahwa surat tersebut hanya
berisi dorongan agar Indonesia mengakui hak menentukan nasib sendiri (right of
self-determination) bagi masyarakat Timor Timur.14
Namun, Australia menyarankan bahwa hal tersebut dijalankan sebagaimana
yang dilakukan di Kaledonia Baru dimana referendum baru dijalankan setelah
dilaksanakannya otonomi luas selama beberapa tahun lamanya. Karena itu,
keputusan berpindah dari opsi otonomi luas ke referendum merupakan keputusan
pemerintahan Habibie sendiri. Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah
referendum kemudian memojokkan pemerintahan Habibie. Legitimasi
domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal. Pertama, Habibie dianggap
tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor
Timur karena ia dianggap sebagai presiden transisional.
Habibie kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat internasional maupun
domestik. Di mata internasional, ia dinilai gagal mengontrol TNI, yang dalam
pernyataan-pernyataannya mendukung langkah presiden Habibie menawarkan
refendum, namun di lapangan mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada
tindakan kekerasan di Timor Timur setelah referendum. 15

13Bacharudding Jusuf Habibie, Hlm 239

14 Ibid

15 Anderson. H.D. Australia-Indonesia Relations dalam 1984. Regional Dimensions of


Indonesia-Australia Relations. Jakarta: CSIS. hh. 10-17.

14
Di mata publik domestik, Habibie juga harus menghadapi menguatnya
sentimen nasionalis, terutama ketika akhirnya pasukan penjaga perdamaian yang
dipimpin Australia masuk ke Timor Timur. Sebagai akibatnya, peluang Habibie
untuk memenangi pemilihan presiden pada bulan September 1999 hilang.
Sebaliknya, citra TNI sebagai penjaga kedaulatan territorial kembali menguat.
Padahal sebelumnya peran politik TNI menjadi sasaran kritik kekuatan pro
demokrasi segera setelah jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998.
Akhirnya jajak pendapat pun dilakukan untuk memberi kebebasan kepada
rakyat Timor Timur untuk menerima ataupun menolak tawaran otonomi khusus.
Ternyata hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan 78,5% menolak (ingin
merdeka) dan 21,5% menerima (masih ingin bergabung dengan Indonesia).
Dengan kata lain lebih banyak rakyat Timor Timur yang memutuskan untuk
merdeka dan berpisah dari Indonesia.
Kenyataan pahit tersebut harus diterima Indonesia karena itu pilihan rakyat
Timor Timur sendiri.Dan pada 20 Mei 2002 Timor Timur diakui dunia sebagai
Negara merdeka dengan nama Timor Leste/ Republica Democratica de Timor
Leste dan mendapat sokongan dana yang luar biasa dari PBB. Timor Timur
menjadi sebuah negara dengan nama Republik Demokratik Timor Leste. Kay
Rala Xanana Gusmao menjadi presiden pertama dan Mari Bin Amude Alkatiri
menjadi perdana menteri pertama negara itu setelah melepaskan diri dari NKRI
tahun 2002.16
Ekonomi Timor Timur berubah total setelah PBB mengurangi misinya
secara drastis. Lepasnya Timor Timur menjadi catatan kelam bagi Indonesia
karena dipertahankan dengan penuh pengorbanan, dana, dan nyawa. Diperkirakan
lebih dari 5.000 pahlawan gugur dalam perang seroja demi mempertahankan
provinsi ini.
Permasalahan lepasnya Timor Timur dari Indonesia sempat menjadi
kesempatan lawan politik Presiden Habibie (yang saat itu menggantikan Presiden
Soeharto) untuk menjatuhkan Presiden Habibie. Lepasnya Timor Timur juga

16 Khairul Jasmi. 2002. Euricos Guterres. Melintas Badai Politik Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. Hlm 89

15
dianggap sebagai ketidakmampuan presiden Habibie dalam mempertahankan
Provinsi Timor Timur yang saat itu menjadi bagian dari Indonesia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada akhirnya, pasukan
Australia lah yang menjadi pahlawan dalam kasus ini. Australia telah
memperhitungkan semua ini secara cermat dan tepat. Australia memainkan
peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional terhadap krisis
kemanusiaan yang membayang nyata. Pasukan penjaga perdamaian yang
dipimpin Australia masuk ke Timor Timur. Jakarta menyetujui keterlibatan
angkatan internasional pemilihara keamanan di kawasan ini. Australia diminta
oleh PBB untuk memimpin angkatan tersebut, dan menerima tugas ini. Kekuatan
internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (disingkat
INTERFET) telah berhasil dikirim ke Timor Timur dan menjalankan tugasnya
untuk mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Pada
tanggal 20 Oktober, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut
keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia.17
Semenjak hari kemerdekaan itu, pemerintah Timor Leste berusaha
memutuskan segala hubungan dengan Indonesia antara lain dengan mengadopsi
Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan bahan-bahan kebutuhan
pokok dari Australia sebagai "balas budi" atas campur tangan Australia menjelang
dan pada saat referendum. Selain itu pemerintah Timor Leste mengubah nama
resminya dari Timor Leste menjadi Republica Democratica de Timor Leste dan
mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resmi yang mengakibatkan
rakyat Timor Leste menjadi lebih krisis lagi dalam hal ekonomi.18

Walaupun telah merdeka, rakyat Timor Leste tetap hidup dalam kemiskinan
bahkan semakin melarat. GNP per kapita yang awalnya $1500 turun drastis
menjadi $300. Penggunaan dolar AS sebagai mata uang Timor Leste
menyebabkan standar hidup menjadi tinggi dan daya beli masyarakat menurun.

17 Makarim. Z.A. dkk. Hlm 95

18 Bacharudding Jusuf Habibie. Hlm 89

16
Australia akhirnya berhasil memeroleh keinginannya, ladang minyak Celah
Timor. Berdasarkan perjanjian, 80% hasil dari ladang minyak tersebut untuk
Australia dan hanya 20% untuk Timor Leste.

Pemerintah Timor Leste menerapkan bahasa Portugis dan bahasa Tetum


sebagai bahasa nasional tetapi bahasa Portugis yang lebih diutamakan. Dalam
semalam rakyat Timor Leste menjadi buta bahasa karena pada faktanya hanya
kurang dari 3% dari seluruh penduduk Timor Leste yang fasih menggunakan
bahasa Portugis. Sebagian besar yang bisa berbahasa Portugis berasal dari
generasi tua. Mayoritas penduduk Timor Leste justru fasih berbahasa Indonesia
karena selama 24 tahun mereka hidup bersatu dengan Indonesia.

Akibat dari kebijakan bahasa itu, wajah pendidikan Timor Leste turut
menjadi bobrok. Sekolah diliburkan selama 9 bulan hanya untuk memberi kursus
bahasa Portugis kepada para guru Timor Leste. Pemerintah juga menawarkan
kepada para pelajar beasiswa untuk melanjutkan studi di Portugal. Hasilnya
banyak di antara mereka yang gagal dalam studi. Mereka hanya mendapat
pelatihan bahasa Portugis selama 5 bulan sebelum berangkat ke Portugal. Untuk
ujian saringannya saja menggunakan bahasa Indonesia.

Pertikaian antar etnis juga sering terjadi. Pada tanggal 8 Februari 2006, lebih
dari 400 pasukan Timor Leste etnis Loro Monu melakukan aksi mogok sebagai
aksi protes karena merasa didiskriminasi. Pemerintah memecat sebanyak 594
pasukan etnis Loro Monu. Para prajurit desertir di bawah Mayor Alfredo Alves
Reinado segera melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Kerusuhan juga
terjadi di seluruh penjuru Timor Leste. Ratusan bangunan dibakar dan dijarah,
sementara 20 orang dilaporkan tewas dalam pertikaian antara etnis Loro Monu
dan Loro Sae.19

Pemerintah Dili tidak dapat mengendalikan pemberontakan tersebut hingga


meminta bantuan militer Australia, Portugal, Selandia Baru, dan Malaysia tetapi

19 Anderson. H.D, Hlm 36-42

17
hanya tentara Australia yang datang. Pasukan PBB pun akhirnya juga turun tangan
menjaga keamanan dan ketertiban di Timor Leste. Tanggal 29 Mei, ratusan orang
berdemonstrasi di luar istana presiden sambil meneriakkan yel-yel anti PM Mari
Alkatiri, gudang pangan pemerintah di lain tempat turut dijarah. Bahkan pada
tanggal 11 Februari 2008, Presiden Jose Manuel Ramos Horta nyaris terbunuh
oleh tembakan anak buah Mayor Alfredo Reinado, Amaro da Costa. Hal ini
menunjukkan betapa rapuhnya keamanan di Timor Leste. Mayor Alfredo Reinado
sendiri tewas beberapa hari kemudian. Tugas pasukan PBB di Timor Leste
berakhir pada bulan Desember 2012 dan keamanan dan ketertiban kembali
diserahkan kepada pemerintah Timor Leste.20

20 Bilveer Singh. Timor-Leste.. Hlm 47.

18
Bab III
Kesimpulan
Letak geografis Indonesia dan Timor Timur terletak cukup dekat. Timor
Timur berada pada bagian paling selatan Indonesia. Indonesia merupakan salah
satu negara kepulauan terbesar yang mempunyai berbagai macam sumber daya
alam dan kebudayaan. Negara ini berdiri atas kesamaan nasib dan kepentingan
yang terbebas melawan penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Di
sisi lain, Timor Timur merupakan negara jajahan Portugis sejak abad ke 16.
Kemerdekaan yang didapat oleh warga Timor Timur secara cuma-cuma diberikan
Portugis pada tahun 1974.
Sejak merdeka dari jajahan Portugis, Timor Timur berada dalam situasi sulit
yang membutuhkan bantuan negara lain. Masyarakatnya menderita akibat korban
perang dan sisa penjajahan. Karena keinginan berintegrasi dengan Indonesia,
melalui Deklarasi Balibo, akhirnya Timor Timur disetujui menjadi provinsi ke-27
Republik indonesia. Bergabungnya Timor Timur ke Negara Kedaulatan Republik
Indonesia mendapat sorotan dari dunia internasional. Diantaranya terdapat negara-
negara yang tidak mengakui integrasi Indonesia dengan Timor Timur secara de
jure maupun de facto. Indonesia dituduh oleh masyarakat Internasional sebagai
negara pelaku pelanggaran HAM. Padahal selama ini Indonesia selalu
memberikan bantuan untuk pembangunan negara tersebut.
Berbagai pemberitaan yang menyudutkan posisi Indonesia di mata
internasional tersebut semakin lama mulai menghambat proses pembangunan
Indonesia dan kondisi internal di Timor Timur. Forum internasional yang di
mediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membicarakan masalah
tersebut juga tidak segera menyelesaikan masalah. Ketika pada saat itu Indonesia
berada di bawah kepemimpinan Presiden B.J Habibie, beliau mendapat tekanan
yang keras dari Australia dan PBB untuk melakukan referendum atas otonomi
provinsi Timor Timur. Kemudian ketika proses jajak pendapat dilakukan, ternyata
ada berbagai kecurangan yang terjadi oleh pihak-pihak yang dicurigai adalah
Australia dan PBB. Setelah hasil jajak pendapat secara resmi dimenangkan oleh

19
kelompok pro Kemerdekaan, Indonesia dengan terpaksa harus melepaskan Timor
Timur dari provinsi ke-27nya.

20
Daftar Pustaka

Anderson. H.D. Australia-Indonesia Relations dalam 1984. Regional


Dimensions of Indonesia-Australia Relations. Jakarta: CSIS.
Bilveer Singh. Timor-Leste. 1998. Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan .
Institute for Policy Studies.
Forrester. G. 2002. Indonesia Paca Soeharto. Yogyakarta: Wacana Intelekualitas
Umat.
Habibie, Bacharudding Jusuf. 2006. Detik-Detik yang Menentukan. Jakarta:
THC Mandiri.
Khairul Jasmi. 2002. Euricos Guterres. Melintas Badai Politik Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Makarim. Z.A. dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor Timur. Sebuah Kesaksian.
Jakarta: Sportif Media Informasindo.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto .2010. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekanto dkk. 1977.Integrasi: Kebulatan Tekad Rakyat Timor-Leste.
Jakarta:Yayasan Parikesit, November.
Tono Suratman. 2002. Untuk Negaraku Sebuah Potret Perjuangan di Timor
Timur. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

21

Anda mungkin juga menyukai