Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek


dari dinding gaster, duodenum, usus halus atau usus besar. Perforasi
gastrointestinal merupakan penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab
perforasi gastrointestinal adalah ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon
sigmoid, kerusakan akibat trauma, kolitis ulserasi dan tumor ganas di sistem
gastrointertinal. Perforasi paling sering terjadi akibat ulkus peptik gaster dan
duodenum. (1,2)
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi pertama kali dikenali, pada
tahun 1892 seorang dokter jerman bernama Ludwig Henser pertama kali
melakukan tindakan bedah pada ulkus peptik gaster. Pada tahun 1894, Henry
Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum.
Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilakukan pada ulkus gaster perforasi pada
awal tahun 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena
dirasakan adanya rekurensi yang tingi dari gejala-gejala setelah perbaikan
sederhana.(2)
Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah vagotomi selektif
tinggi pada akhir 1960. Namun didapatkan beberapa komplikasi posoperatif,
termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi. Akhir-akhir ini pada pasien dengan
perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi
gaster.(2)
Perforasi terjadi apabila isi kantung masuk kedalam rongga abdomen,
sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis yang dapat kemudian dapat
mengakibatkan sepsis dan berujung pada kematian. Peritonitis merupakan salah
satu kegawatdaruratan medis, sehingga kelainan ini harus dikenali dengan cepat
dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena keterlambatan diagnosis
atau misdiagnosis akan meningkatkan angka morbiditas.(2)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Tn. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 74 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :Petani
Alamat :Aceh Jaya
Masuk RS : 01 Agustus 2016

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 01 Agustus 2016


1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri seluruh lapang perut.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Orang Sakit (OS) merupakan rujukan dari Rumah Sakit Calang dengan
keluhan nyeri perut kanan atas sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan menjalar ke seluruh lapangan perut dan hilang timbul. Mual
muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan, demam tidak dikeluhkan,
batuk tidak dikeluhakan, dan sesak nafas juga tidak dikeluhakan. BAB tidak
ada keluhan, riwayat BAB hijau disangkal, BAK berpasir dan kemerahan
disangkal dan nyeri saat BAK juga tidak dikeluhkan. OS menderita
hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


OS tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

d. Riwayat Operasi
OS belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

e. Riwayat Penggunaan Obat


OS sering minum jamu-jamuan untuk meringankan gejala nyeri otot.

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 200/100 mmHg
Nadi : 74x/menit, teratur, isi cukup
Pernapasan : 24x/menit

2
Suhu : 36.5C

b. Status Internus
Kepala-Leher :
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), Darah (-)
Telinga : Sekret (-), Darah (-)
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Paru :
o Inspeksi : Bentuk dan Gerak Simetris
o Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
o Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tak teraba
o Perkusi : Tidak pembesaran jantung
o Auskultasi : S1/S2 reguler, bising jantung (-)

Abdomen :
Inspeksi : Jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Distensi (+), Nyeri tekan (+) seluruh lapang perut
Perkusi : Timpani
Extremitas :
Ekstremitas Atas
o Dextra : dalam batas normal
o Sinistra: dalam batas normal
Ekstremitas Bawah
o Dextra : dalam batas normal
o Sinistra: dalam batas normal
Rectal Toucher
Sphingter anii : ketat
Ampula vateri :kosong, tidak kolaps
Mukosa : rata
Handscoen : feces (-), darah (-), lendir (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin
Photo Rontgen Abdomen 3 posisi

3
1.5 Diagnosis awal
Susp appendicitis perforasi
Susp perforasi gaster

1.6 Hasil Lab


02-08-2016 03-08-2016 Nilai rujukan
Hemoglobin 11,1* 9,1* 14,0-17,0
Hematokrit 34* 29* 45-55
Eritrosit 4,5* 3,7* 4,7-6,1
Leukosit 34,7* 25,0* 4,5-10,5
Trombosit 286 240 150-450
Eosinofil 0 0 0-6
Basofil 0 0 0-2
Netrofil Batang 0* 0* 2-6
Netrofil Segmen 94* 95* 50-70
Limfosit 2* 1* 20-40
Monosit 4 4 2-8
HbsAg Negatif Negatif Negatif
Natrium 143 145 135-145
Kalium 6,5* 6,2* 3,5-4,5
Klorida 116* 117* 90-110
Ureum 91* 129* 13-43
Kreatinin 3,7* 5,2* 0,67-1,17
Protein total - 4,5* 5,4-8,3
Albumin - 2,7 3,5-5,2
Globulin - 2 -
Gula darah sewaktu - 118 <200

1.7 Hasil Photo abdomen

4
Gambar2.1
Posisi Anteroposterior (AP)

5
Gambar 2.2Posisi Left Lateral Decubitus (LLD)

Foto abdomen 2 posisi AP/LLD


Bayangan gas usus tampak sedikit meningkat. Tidak tampak gambaran coiled
spring dan hearing bone appearance. Bayangan hepar dan lien kesan tidak
membesar. Contour kedua ginjal tak tampak jelas. Tulang tampak normal. Psoas
shadow tak tampak jelas. Tak tampak bayangan radioopaque disepanjang traktus
urinarius.

Posisi Left Lateral Dekubitus:


Tak tampak step ledder
Tampak udara bebas diantara hepar dengan diafragma dextra

Kesimpulan : Meteorysmus, pneumoperitoneum

1.8 Diagnosis utama


General peritonitis ec perforasi gaster
1.9 Penatalaksanaan
Bedrest
IVFD RL 20 tetes/menit
IV Fosmicyn 1gr/12 j
IVKetorolac 3% /8jam
IV Ranitidine 50 mg/12 jam

1.10 Tindakan
Dilakukan tindakan pembedahan emergensi laparotomi axplorasi dan
omental patchpada tanggal 03-08-2016

Tampak perforasi gaster dengan ukuran 0,5 cm di antrum pylorum.


Dilakukan refreshing tepi luka, kemudian jaringan dikirim ke patologi anatomi.
Dilakukan omental patch dengan primary suture.

1.11 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

6
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek


dari dinding gaster, duodenum, usus halus atau usus besar. Perforasi
gastrointestinal merupakan penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab
perforasi gastrointestinal adalah ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon
sigmoid, kerusakan akibat trauma, kolitis ulserasi dan tumor ganas di sistem
gastrointertinal. Perforasi paling sering terjadi akibat ulkus peptik gaster dan
duodenum. (1)

3.2 Anatomi

7
Gaster merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak diantara
esofagus dan duodenum. Gaster terletak di daerah kuadran kiri atas, epigastrium,
dan regio umbilikalis dan sebagian besar ditutupi oleh costae.Dari hubungan
anatomi topografik gaster-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat
diperkirakan bahwa tukak peptik dapat mengalami perforasi ke rongga sekitarnya
tau penetrasi ke dalam organ yang bersebelahan, tergantung pada posisi tukak.(3)

Gambar 3.1 Anatomi gaster

Gaster mempunyai dua lubang yaitu ostium cardiacum dan ostium pylorum,
dua curvatura yaitu curvaturamajor dan curvaturaminor, dan dua dinding yaitu
pariesanterior dan pariesposterior. Gaster dibagi menjadi bagian berikut : (1)
fundus yang berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak disebelah kiri ostium
cardiacum, (2) corpus yang terbentang dari ostium cardiacum hingga incisura
angularis, (3) anthrum pylorum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus,
(4) merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular dengan dinding otot yang
tebal.(4)

Gaster memiliki empat sumber perdarahan, yaitu:

Arteri gastrica sinistra yang berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini
berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai esofagus dan kemudian berjalan turun
sepanjang curvatura minor gaster. Arteri ini memperdarahi sepertiga bawah
esofagus dan bagian kanan atas gaster.(4)

8
Arteri gastrica dextra yang berasal dari arteri hepatica communis pada
pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteri ini
memperdarahi bagian kanan bawah gaster. (4)

Arteri gastrica braves yang berasal dari arteri lienalis pada hilum lienale dan
berjalan kedepan didalam ligamentum gastroplenicum untuk memperdarahi
fundus. (4)

Arteri gastroomentalis sinistra yang berasal dari arteri splenica pada hilum
lienale dan berjalan kedepan didalam ligamentum gastrolienale untuk
memperdarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major. (4)

Arteri gastroomentalis dextra yang berasal dari arteri gastroduodenalis


berjalan ke kiri dan memperdarahi gaster sepanjang bagian bawah curvatura
major. (4)

Aliran balik gaster melalui vena gastrica sinistra dan dextra yang bermuara
ke vena porta hepatis. Vena gastrica breves dan vena gastroomentalis sinistra
bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara kedalam
vena mesenterika superior. (4)

3.3 Etiologi

Perforasigaster terjadi disebabkan kejadian trauma dan non-trauma.


Penyebab non trauma tersering disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum.
Sepertiganya berhubungan dengan penggunaan NSAIDs dan terjadi pada pasien
tua. Hubungan antara perforasi gaster dan infeksi H-pylori masih kontroversial,
dimana beberapa penelitian mendapatkan korelasi positif sedangkan yang lain
tidak.(1,6)

3.3.1 perforasi non trauma

a. Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia.

b. Spontan pada neonatus yang terimplikasi syok dan stress ulcer

c. Ingesti aspirin, antiinflamasi non steroid dan steroid, terutama pada


pasien usia lanjut

d. faktor predisposisi seperti ulkus peptikum

9
f. malignansi intraabdomen dan limfoma

g. benda asing seperti jarum pentul juga dapat menyebabkan perforasi


esofagus, gaster, dan usus

3.3.2 perforasi trauma

a. trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopik

b. luka penetrasi pada regio thorax bawah atau abdomen

c. trauma tumpul pada gaster, trauma ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat,
cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.

Ruptur gaster akam melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam


peritoneum, sehingga pasien akan menunjukkan nyeri yang hebat, akut, disertai
peritonitis.(1,6,7)

3.4 Fisiologi

Fungsi utama gaster adalah untuk menerima dan menampung makanan dan
minuman yang dikerjakan oleh fundus dan korpus dan penghancur yang
dikerjakan oleh antrum. Makanan tersebut perlahan-lahan dicerna dan bergerak
pada saluran cerna dibantu oleh asam gaster dan pepsin.(8)

Fungsi motorik gaster terdiri dari penyimpanan dan pencampuran makanan


serta pengosongan gaster. Kemampuan gaster menampung makanan dan minuman
mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya tanpa menambah
tekanan intraluminal dengan peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi
tersebut diatur oleh nervus vagus dan dirangang oleh gasrin.(5,8)

Peristaltik terjadi bila gaster mengembang akibat adanya makanan dan


minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum akan mencampur makanan dengan
asam gaster, kemudian pengosongan dilakukan secara bertahap menuju
duodenum. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayur an meniggalkan gaster dalam
tiga jam, sedangkan makanan berlemak dapat bertahan di gaster selama 6-12 jam.
(5,8)

10
Pengaturan sekresi gaster dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan
intestinal. Fase sefalik dimulai sebelum makanan masuk gaster dikarenakan
melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan.Fase ini diperantarai
oleh nervus vagus. Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus.
Distensi antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari
reseptor-reseptor pada dinding gaster untuk sekresi gastrin, reflek vagus, dan
reflek kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk
memproduksi asam gaster. Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari gaster
ke duodenum. Fase sekresi gaster diduga sebagian besar bersifat hormonal.
Adanya protein yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang
pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan gaster terus-menerus
menyekresikan sejumlah kecil cairan asam gaster.(5,8)

Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogasrik, diperantarai oleh


pleksus meienterikus, saraf simpatis dan vagus yang menghambat sekresi dan
pengosongan gaster. Adanya asam (pH<2,5) lemak, protein menyebabkan
lepasnya beberapa hormon usus yang memiliki efek inhibisi terhadap sekresi
gaster.(5,8)

3.5 Patofisiologi

Perforasi gaster merupakan salah satu komplikasi ulkus peptikum yang


dapat mengakibatkan kematian. Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior
gaster atau duodenum. Penyebab utama perforasi diperkirakan disebabkan oleh
berlebihnya sekresi asam gaster atau terjadinya gangguan pada permeabilitas
sawar epitel sehingga terjadi aliran balik asam gaster yang dapat mengakibatkan
cedera pada jaringan yang mendasari gaster.(9)

Pada sebagian besar kasus perforasi akan menimbulkan nyeri nyeri


mendadak pada abdomen bagian atas. Kebocoran cairan asam gaster ke dalam
rongga peritoneal akan menyebabkan terjadinya peritonitis kimia. Apabila
kebocoran tersebut tidak segera ditutup, maka asam gaster, pepsin dan makanan
dalam gaster akan terus keluar sehingga akan menyebabkan nyeri hebat dan akan
berlanjut menjadi peritonitis bakterial.(9)

11
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi
akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi.
Hipokasia akan terjadi pada area pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan
pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan
aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses,
efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan abses, dan pembesaran abses
abdomen. Jika tidak cepar mendapat terapi akan terjadi bakterimia, sepsis general,
kegagalan multi organ dan syok .(9)

3.6 Manifestasi Klinis

Perforasi lambung menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang


mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut.Nyeri
ini timbul mendadak terutama dirasakan di epigastrium karena rangsang
peritoneum oleh asam lambung, empedu dan enzim pankreas. Cairan lambung
dan duodenum akan mengalir ke parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut
kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut. Pada awal perforasi, belum
ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.Adanya nyeri di bahu
meunjukkan adanya rangsang peritoneum di permukaan bawah diafragma.
Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.(10)
Rangsang peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler.
Pekak hati bisa hilang akibat adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksis.(10)
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.Nyeri subjektif
dirasakan waktu penderita bergerak, seperti jalan, bernafas, menggerakan badan,
batuk, dan mengejan.(11)

3.7 Diagnosis

12
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis
akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat, seperti
ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di epigastrium
karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan enzim pankreas.
Cairan lambung dan duodenum akan mengalir ke parakolika kanan, menimbulkan
nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut. Pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu meunjukkan adanya rangsang peritoneum di permukaan
bawah diafragma. Rekasi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang
merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian
terjadi peritonitis bakteria.(12)
Rangsang peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler.
Pekak hati bisa hilang akibat adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi
peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksis. (12)
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif
dirasakan waktu penderita bergerak, seperti jalan, bernafas, menggerakan badan,
batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti
palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas dan tes obturator.(12)
Sebagian besar pasien yang mengalami perforasi berobat dalam keadaan
dramatis. Timbul nyeri mendadak pada abdomen bagian atas yang menyiksa.
Dalam beberapa menit timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung,
pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Pasien takut untuk bergerak
atau bernafas. Abdomen pada pemeriksaan auskultasi senyap dan pada palpasi
mengeras seperti papan. Perforasi akut biasanya dapat didiagnosis hanya
berdasarkan pada gejala yang timbul. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara
bebas dalam rongga peritoneal.Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui
ulkus yang mengalami perforasi. Pengobatan adalah pembedahan segera disertai
dengan reseksi lambung atau penjahitan pada tempat perforasi, bergantung pada
keadaan penderita.(13)

13
3.8 Pemeriksaan Radiologi

Manfaat penemuan dini dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan
ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata
dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk
menentukan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal
pada pasien nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik
yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter
yang berpengalaman, dapat mendeteksi jumlah udara minimal sebanyak 1 ml,
menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral
decubitus kiri.(14)

3.8.1 Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen akan tampak udara bebas pada rongga peritoneum
dengan bentuk, ukuran dan lokasi yang berbeda sesuai dengan proyeksi foto.
Udara bebas pada rongga peritoneummemiliki beberapa khas, diantaranya:

a. Rigler sign, gas relief sign atau double wall sign yaitu tampaknya udara
bebas diluar saluran cerna.(14)

14
Gambar 3.2 Rigler sign

b. Triangle sign

Pada posisi lateral tampak gambaran radiolusen berbentuk segitiga diantara usus
dan dinding abdomen yang dikenal dengan triangle sign.(14)

Gambar 3.3 Triangle sign, posisi supine lateral cross table

15
Gambar 3.4 Triangle sign, posisi LLD
c. Hiperluscent liver sign

Gambar 3.5Tampak gambaran radiolusen pada sebelah anterior ke arah ventral

permukaan hepar.(14)

d. Urachus sign
Urachus merupakan korda fibromuskular yang menghubungkan umbilikus
dengan bagian atas vesica urinaria. Pada keadaan normal, urachus tidak
tampak pada foto polos abdomen. Namun pada pneumoperitoneum akan
tampak garis radioopak tipis pada midline abdomen dengan posisi vertikal
dari umbilikus hingga puncak vesica urinaria.(15)

16
Gambar 3.6 Urachus sign

e.
Cupola Sign
Gambar
3.7
Cupola
sign, tampak
udara bebas yang terperangkap
dibawah ligamentum diagfragma.

f. Football sign
Dalam keadaan normal, batas rongga abdomen
dapat terlihat karena adanya perbedaan densitas
antara lemak intraperitoneal dan dinding abdomen.
Pada pneumoperitoneum, udara membuat batas rongga abdomen yang
terdistensi menyerupai bentuk football. Terkadang ligamentum falciformis
dapat dilihat di bagian tengah abdomen. Football sign sering dijumpai pada
neonatus dengan necrotizing enterocolitis lanjut.(14)

17
Gambar 3.8 Football sign
3.8.2 Ultrasonografi
Udara bebas pada rongga peritoneum akan muncul sebagai daerah linier dengan
peningkatan ekogenisiti dengan distal ring-down atau artefak dengung.
Gambar 3.9Pada gambar kiri (sagital) tampak artefak berbentuk komet melewati

hepar, artefak tersebut terbentuk karena adanya udara bebas di ruang subprenikus
anterior yang menyebabkan terbentuknya bayangan. Pada gambar
kanan(transersal olblique) melalui midabdomen tampak dilatasi pada lengkungan
usus kecil dengan corakan cairan bebas diantara lengkungan usus.(14)

3.8.3 Computed Tomography Scan (CT Scan)


Pada gambarang CT Scan, udara bebas akan tetap terlihat jelas walaupun
hanya berjumlah sedikit. Pada potongan axial, udara bebas dapat dibedakan
dengan udara yang bedara dalam usus. CT sangat berguna untuk mendiagnosa
adanya udara extraluminal, namun biasanya CT dilakukan apabila pada plain foto
abdomen tidak dijumpai adanya kelainan.(15)

18
Gambar 3.10 Udara bebas pada rongga peritoneum

3.8.4 Magnetic Resonance Imaging

Udara bebas intraperitoneal dapat terlihat pada MRI, namun MRI tidak
pernah dipakai sebagai pilihan pertama dalam mendiagnosa pneumoperitoneum.
(16)

19
Gambar 3.11 Tampak udara bebas pada rongga peritoneum

3.9 Penatalaksanaan

Pada pasien perforasi harus diperbaiki keadaan umum terlebih dahulu


sebelum dilakukan operasi. Dilakukan pemasangan pipa nasogastrik, pemberian
cairan, koreksi elektrolit, dan antibiotik mutlak diberikan.(12)

Penatalaksanaan tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Intervensi


bedah dalam bentuk laparotomi explorasi, penutupan perforasi, dan pencucian
rongga peritoneum hampir selalu dibutuhkan. Namun pada pasien non toxic dan
secara klinis keadaan umumnya stabil, cukup dilakukan terapi konservatif berupa
pemberian cairan intravena, antibiotik, aspirasi selang nasogastrik, dan pasien
dipuasakan.(17)

3.9.1 Antibiotik

Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan
dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan

20
septikemia. Antibiotik yang biasa diberikan seperti metronidazole, gentamisin,
dan cefoprazone.(17)

3.9.2 Terapi bedah

Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah untuk
mengoreksi masalah dasar secara anatomi, mengoreksi penyebab peritonitis, dan
mengelurakan materi asing yang ada dalam rongga peritoneum yang dapat
menginhibisi fungsi sel darah putih dalam menghambat pertumbuhan bakteri,
seperti feses, sekresi gaster, dan darah. (17)

a. Preoperatif

Sebelum dilakukannya tindakan pembedahan perlu dilakukan koreksi cairan


dan elektrolit terlebih dahulu. Kemudian pasien diberi antibiotik yang berfungsi
sebagai profilaksis. Lalu pasang kateter urin untuk menghitung jumlah output
cairan. Dapat diberikan analgesik bila diperlukan. (11)

b. Intraoperatif

Manajemen pembedahan tergantung kepada etiologi perforasi.semua bagian


yang nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan harus diteruskan
dengan lavase antibiotik. Usus yang mengalami distensindapat dikompres dengan
menggunakan nasogatrik tube. (11)

c. Postoperatif

Menggantikan cairan secara intavena dengan tujuan menjaga volume


intavaskular dan hidrasi pasien. Dapat dilakukan perhitungan dengan
menggunakan CVP dan output urin. (11)

Drainase nasogastrik secara kontinu sehingga drainase minimal.

Pemberian antibiotik post operasi bertujuan untuk mencapai kadar antibiotik


pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan
patogen. Pada infeksi intraabdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat,

21
maka pemberian antibiotik secara oral tidak akan bekerja efektif dan dianjurkan
dilakukan pemberian secara intavena.(17)

Analgesik intevena seperti morfin diberikan secara kontinu dosis kecil


dengan interval yang sering.(17)

3.10 Komplikasi

3.10.1 Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau lokal pada setiap lapisan
luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor yang berpengaruh
pada kegagalan luka operasi seperti malnutrisi, sepsis, uremia, diabetes mellitus,
terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berapt, hematoma (dengan atau tanpa
infeksi), abses abdominal terlokalisasi dan kegagalan multi organ serta syok
septik.(17)

3.10.2 Syok septik

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan


manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram
negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopneia, takikardi, dan kolaps
pembuluh darah. Ayok septik sering dihubungkan dengan kombinasil hal-hal
seperti hilangnya tonus vasomotor, peningkatan permeabilitas kapiler, depresi
myokardial, pemakaian leukosist dan trombosit, penyebaran subtansi vasoaktif
kuat, seperti histamin, serotonin dan prostaglandin yang akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler. Serta aktivasi komplemen dan kerusakan
endotel kapiler.(17)

3.11 Prognosis

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat


diberikan makan prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya bisa
menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan

22
penatalaksanaan dini yang tepat. Faktor-faktor seperti usia lanjut, komorbid,
malnutrisi dan timbulnya komplikasi dapat meningkatkan resiko kematian.(11)

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
2003. Jakarta. 245

2. Intestinal perforation. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0103 pada 10
Agustus 2016

3. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku


Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. 2003. Jakarta.643-644

4. Snell RS. Abdomen. Anatomi Klinik. Edisi ke-6. 2006. Jakarta. 218-221

5. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Patofisiologi:


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi ke-6. 2006.
Jakarta.429

6. Lange JF, Nicolai A, Tilanus HW, Kuipers EJ, Eijck CHJ. Perforated
Peptic Ulcer: New Insights. Chapter 4.2011. Rotterdam

7. Kovac N, Siranovic M, Mazul-Sunko B. Clinical Significance of


Intraabdominal Pressure and Abdominal Perfusion Pressurenin Patient
with Acute Abdominal Syndrome. Signa Vithae. 2007. 14-17

8. Guyton AC and Hall JE. Gastrointestinal. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi ke-9. EGC. 2007

9. Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi, Konsep

10. Klinisbdan Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6.2003. Jakarta

11. Wahyudi A, Gambaran Perforasi Gaster di RSUD Dr. Moewardi.Surakarta.


2007

12. Tsai S, Mulholland MW. Emergency Operative for Perpic Ulcer Dissease.
Current Procedures of Surgery. Mc Graw-Hill Companies Inc. 2010. 67-69

13. Ign R.Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-2. 2003. Jakarta

14. Muholland MW. Gastroduodenal Ulceration.In : Greenfieds Surgery:


Scientific Principle and Practice, 4th Edition. 2006. Lippincott Williams
and Wilkins

24
15. Pneumoperitoneum Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview#a1 pada 11
Agustus 2016

16. Marek AP, Deisler RF, Dutherland JB, Punjabi G, Portillo A, Krook J, et
al. CT Scan-Detected pneumoperitoneum of Intra-Abdominal Injury in
Blunt Trauma. US National Library of Medicine Institute of Health. 2013.
116-121

17. Sanchez-Margallo FM, Moyano-Cuevas JL,Latorre L, Correa L, Sanchez-


Peralta LF, Sanchez-Margallo JA, et al. Anatomical Changes Due to
Pneumoperitoneum Analyzed by MRI: an Experimental Study in Pigs. US
National Library of Medicine Institute of Health. 2010. 389-396

18. Zinner Mj, Ashley SW. Stomach and Duodenum. Maingots Abdominal
Operation 11th Edition. 2006

25

Anda mungkin juga menyukai