3.5 Tujuan
1. Mengetahui hasil perhitungan hidrograf satuan metoda Snyder
2. Mengetahui hasil perhitungan hidrograf satuan metoda Nakayasu
3. Mengetahui hasil perhitungan hidrograf satuan metoda GAMA-1
4. Mengetahui perbandingan dari hasil perhitungan metoda Snyder,
Nakayasu, dan GAMA-1
3.6 Manfaat
Pembaca dapat mengetahui dan menerapkan perhitungan hidrograf satuan
sintetis di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan
hidrograf satuan.
Teori klasik hidrograf satuan berasal dari hubungan antara hujan efektif
dengan limpasan langsung. Hubungan tersebut merupakan salah satu komponen
model watershed yang umum. Teori hidrograf satuan merupakan penerapan
pertama teori sistem linier dalam hidrologi (Soemarto, 1987).
Sherman pada tahun 1932 (dalam Bambang Triatmodjo, 2006)
mengenalkan konsep hidrograf satuan, yang banyak digunakan untuk melakukan
transformasi dari hujan menjadi debit aliran. Hidrograf satuan didefinisikan
sebagai hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang tercatat diujung
hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar 1mm yang terjadi secara
merata di permukaan DAS dengan intensitas tetap dalam suatu durasi tertentu.
TD = tP / 5,5 (3.4)
Apabila durasi hujan efektif tr tidak sama dengan durasi standar tD, maka:
dengan:
tD : durasi standar dari hujan efektif (jam)
tr : durasi hujan efektif (jam)
tp : waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncakhidrograf
satuan (jam)
tpR : waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf satuan
(jam)
T : waktu dasar hidrograf satuan (hari)
Qp : debit puncak untuk durasi tD
QpR : debit puncak untuk durasi tr
L : panjang sungai utama terhadap titik kontrol yang ditinjau (km)
Lc : jaraj antara titik kontrol ke titik yang terdekat dengan titik berat
DAS (km)
A : luas DAS (km2)
Ct : koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang bervariasi dari
1,4 sampai 1,7
Cp : koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, yang
bervariasi antara 0,15 sampai 0,19
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat digambarkan
hidrograf satuan. Untuk memudahkan penggambaran, berikut ini diberikan
beberapa rumus:
1,08
0,23 A
W50 = Q pR
1,08 (3.7)
1,08
0,13 A
W75 = Q pR1,08 (3.8)
Dengan W50 dan W75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan 75%
dari debit puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan, lebar W50 dan W75
dibuat dengan perbandingan 1:2; dengan sisi pendek di sebelah kiri dari hidrograf
satuan (Trianmodjo, 2006)
Q1 = Qp e (t-tp)/K (3.9)
dengan:
Q1 : debit pada jam ke t (m3/d)
Qp : debit puncak (m3/d)
t : waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K : koefisien tampungan
4. Koefisien resesi
5. Aliran dasar
dengan:
A : luas DAS (km2)
L : panjang sungai utama (km)
S : kemiringan dasar sungai
SF : faktor sumber, perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat
satu dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SN : frekuensi sumber, perbandingan antara jumlah pangsa sungai
tingkat satu dengan jumlah pangsa sungai semua tingkat
WF : faktor lebar, perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik
sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur di
sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
JN : jumlah pertemuan sungai
SIM : faktor simetri, hasi kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS
sebelah hulu (RUA)
RUA : luas DAS sebelah hulu, perbandingan antara luas DAS yang
diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara
stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat
DAS, melalui titik tersebut
D : kerapatan jaringan kuras, jumlah panjang sungai semua tingkat
tiap satian luas DAS
A
= 10,4903 3,859 . 10 A + 1,6985 . 10 ( SN )4
-6 2 -13
(3.16)
dengan:
indeks : indeks infiltrasi (mm/jam)
A : luas DAS (km2)
SN : frekuensi sumber
(3.17)
dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai
30% dari debit puncak (jam)
CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :
Tp = tg + 0,8 tr (3.18)
T0,3 = tg (3.19)
Tr = 0,5 tg sampai tg (3.20)
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L
sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7
Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:
=2 pada daerah pengaliran biasa
= 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
=3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat
Qd1 = (3.22)
Qd2 = (3.23)
Qd3 = (3.24)
Gambar 3.7 Hidrograf satuan sintetik Nakayasu (sumber: Triatmodjo
2006)
200.000
180.000
160.000
Kala Ulang 2 Tahun Kala Ulang 5 Tahun Kala Ulang 10 Tahun
140.000
120.000
100.000
Kala Ulang 25 Tahun Kala Ulang 50 Tahun Kala Ulang 100 Tahun
80.000
60.000
40.000
Kala Ulang 200 Tahun Kala Ulang 1000 Tahun
20.000
0.000
1 2 3 4 5 6
14.000
Qp= 13,304 m3/detik/mm
12.000
10.000
8.000
Tp= 5 jam
6.000
4.000
2.000
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48
3.8.3 Metode Snyder
Perhitungan Unit Hidrograf Metode Snyder
Parameter HSS Snyder
C
1 Luas DAS 550,00 km2
A
2 Panjang sungai utama L 50,00 km
3 Panjang sungai dari bagian hilir ke titik berat Lc 22,50 km
4 Koefisien n 0,30
5 Koefisien Ct 1,80
6 Koefisien Cp 1,15
7 D 0,90
12
Qp= 9,872 m3/detik/mm
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
T (jam)
Perhitungan besarnya Qt
K = 0,5617A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
= 4,63
Qt = Qp. e-(t-tp/K)
= 11,819 m3/dt/mm
Perhitungan besarnya Qb
Qb = 0,4751 A0,6444 D0,943
= 25,091 m3/dt/mm
12.00
10.00
8.00
Q ( m3/dt/mm)
6.00
Tp= 2 jam
4.00
2.00
0.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00
T ( jam )
Gambar 3.13 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Tabel 3.32 Rekapitulasi Perhitungan Debit Banjir Rancangan Metode
Nakayasu, Snyder dan Gamma I
Tr Debit Puncak (m3/detik)
Nakayasu Snyder Gama I maksimu minimu
m m
2 th 1478,792 1472,20 1395,7476
3 3 6 1478,792 1395,748
5 th 1777,901 1769,95 1677,7698
5 6 9 1777,902 1677,770
10 th 1967,09 1864,4941
1975,939 6 4 1975,939 1864,494
25 th 2216,18 2100,4190
2226,158 1 9 2226,158 2100,419
50 th 2400,96 2275,4435
2411,7868 8 8 2411,787 2275,444
100 th 2596,042 2584,38 2449,1734
6 9 9 2596,043 2449,173
200 th 2767,14 2622,2742
2779,6311 5 4 2779,631 2622,274
1000 th 3190,47 3023,2359
3204,886 2 4 3204,886 3023,236
Sumber: Hasil Perhitugan
3.9 Kesimpulan
Berikut adalah perhitungan distribusi hujan jam-jaman yang digunakan
menggunakan Metode Mononobe:
Tabel 3.33. Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Dengan Metode
Mononobe
Komentar:
Dari tabel di atas, perhitungan ordinat banjir rancangan Metode Nakayasu,
Snyder dan Gamma memiliki nilai Tp dan Qp yang berbeda- beda. Ini dapat
terjadi karena setiap metode memiliki parameter yang berbeda pula.
Komentar:
Dari tabel di atas, perhitungan debit banjir rancangan Metode Nakayasu,
Snyder dan Gamma memiliki nilai Tp dan Qp yang berbeda- beda. Ini dapat
terjadi karena setiap metode memiliki parameter yang berbeda pula. Dalam
perhitungan diatas didapat nilai Tp terbesar terdapat pada perhitungan metode
Snyder dan Qp terbesar terdapat pada perhitungan metode Nakayasu. Sedangkan
nilai Tp dan Qp yang terkecil adalah perhitungan metode Gamma I.
Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa hasil perhitungan Tp dan Qp
terkecil adalah metode perhitungan banjir rancangan yang terbaik. Setiap DAS
memiliki karakteristik masing-masing. Setiap metode juga memiliki parameter
masing-masing. Oleh karena itu tiap metode tidak dapat digunakan untuk
menghitung semua DAS yang ada dengan berbagai karakteristiknya. Sehingga
semua metode banjir rancangan dianggap baik.
Daftar Bacaan: