Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIS NAKAYASU DAN

GAMA I PADA DAS BORANG SUMATRA SELATAN


Jody M. Ginting1, Agus Lestari Yuono2 dan Arifin Daud2
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
2
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
*Korespondensi Penulis : jody199@hotmail.com

ABSTRAK
Sungai Borang merupakan sungai yang menjadi pembatas antara daerah Kota Palembang dengan Daerah
Kabupaten Banyuasin. Banyaknya masyarakat yang berdomisili di sekitar sungai tersebut menyebabkan
semakin luasnya permukaan kedap air atau berurangnya infiltrasi. Hal ini mengakibatkan semakin sulitnya
penanganan akan terjadinya banjir di wilayah tersebut. Penanganan akan terjadinya banjir akan dapat
dilakukan jika adanya perencanaan debit puncak yang baik. Salah satu metode perhitungan debit puncak
dapat dilakukan dengan metode Hidrograf Satuan Sintetis. Hidrogaf Satuan Sintetis dapat dihitung dengan
menggunakan data sekunder sungai tersebut dengan mengoptimasikannya terhadap Hidrograf Satuan
hasil pengukuran lapangan. Dari hasil perhitungan diperoleh pada saat keadaan pasang, Koefisien
optimasi (Faktor pengali) HSS Nakayasu terhadap HS lapangan untuk waktu konsentrasi (tg) sebesar
1,194, waktu (T) sebesar 2 dan debit puncak (Qp) sebesar 1,263. Kemudian untuk koefisien optimasi HSS
Gama I terhadap HS di lapangan DAS Borang untuk waktu puncak (Tp), yaitu sebesar 1,755, debit puncak
(Qp) sebesar 2,183 dan waktu (T) sebesar 1,5. Pada saat keadaan surut, Koefisien optimasi (Faktor
pengali) HSS Nakayasu terhadap HS lapangan untuk waktu konsentrasi (tg) sebesar 1,194, waktu (T)
sebesar 1,667 dan debit puncak (Qp) sebesar 2,505. Kemudian untuk koefisien optimasi HSS Gama I
terhadap HS di lapangan untuk waktu puncak (Tp), yaitu sebesar 1,463, debit puncak (Qp) sebesar 2,891,
dan waktu (T) sebesar 1,25.

Kata Kunci : hidrograf satuan sintetis, optimasi, Nakayasu, Gama I, DAS Borang

ABSTRACT
Borang River is a river that constitutes the border between the City of Palembang Banyuasin regency. The
number of people who live around the cause of the vast river impermeable surface or the decrease of
infiltration. This resulted in more difficulty handling will be flooding in that area. Handling will be flooding
if their good peak discharge planning. One method of calculating peak discharge can be done by the method
of Synthetic Unit Hydrograph. Hidrogaf Synthetic Unit can be calculated by using the secondary data
stream with the optimization of hydrograph Unit field measurement results. From the calculation results
obtained when the state of the tide, coefficient optimization (multiplier factor) HSS Nakayasu against HS
field for concentration time (tg) of 1,194, the time (T) of 2 and peak discharge (Qp) of 1.263. Then for the
coefficient optimization HSS Gama I to Form DAS HS field for peak time (Tp), which amounted to 1,755,
the peak discharge (Qp) of 2.183 and a period (T) of 1.5. At the time of low tide state, optimization
coefficient (multiplier factor) HSS Nakayasu against HS field for concentration time (tg) of 1,194, the time
(T) of 1.667 and a peak discharge (Qp) of 2,505. Then for the coefficient optimization HSS Gama I to HS
in the field for a peak time (Tp), which amounted to 1,463, the peak discharge (Qp) amounted to 2,891, and
the time (T) 1.25.

Keywords : Synthetic Unit Hydrograph, optimization, Nakayasu, Gama I, DAS Borang


PENDAHULUAN

Salah satu metode untuk menghitung debit puncak, yaitu dengan menggunakan hidrograf satuan
sintetis. Dalam menganalisis hidrograf satuan sintetis (HSS), banyak Model yang dapat digunakan
seperti HSS Snyder, Nakayasu, Gama I, dan lain-lain. Setiap hidrograf satuan sintetis memilik
parameter yang berbeda-beda dalam perhitungannya.

Data hasil debit puncak yang dihasilkan oleh hidrograf satuan sintetis belum tentu sama dengan
yang ada di lapangan karena terlalu banyaknya parameter berpengaruh sedangkan HSS
mempertimbangkan parameter fisik seperti peta topografi, peta tata guna lahan, dan peta jaringan
sungai. Oleh karena itu, perlu adanya pengukuran secara langsung di lapangan guna optimasi
hidrograf satuan sintetis agar hasil perencanaan lebih baik.

Hidrograf satuan lapangan akan digunakan sebagai acuan untuk mengoptimalkan setiap HSS
supaya debit puncak dari HSS sama dengan debit puncak di lapangan. Dalam menyeimbangkan
debit puncak tersebut dibutuhkan faktor pengali pada setiap HSS. Faktor pengali ini disebut
dengan koefisien optimasi sehingga HSS Nakayasu dan Gama I dapat diterapkan pada DAS
Borang dengan menggunakan koefisien optimasi yang telah diperoleh nantinya.

LANDASAN TEORI

Hidrograf Satuan

Teori klasik hidrograf satuan berasal dari hubungan antara hujan efektif dengan limpasan
langsung. Hubungan tersebut merupakan salah satu komponen model watershed yang umum.
Teori hidrograf satuan merupakan penerapan pertama teori sistem linier dalam hidrologi
(Soemarto, 1987).

Sherman pada tahun 1932 (dalam Bambang Triatmodjo, 2006) mengenalkan konsep hidrograf
satuan, yang banyak digunakan untuk melakukan transformasi dari hujan menjadi debit aliran.
Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang
tercatat diujung hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar 1 mm yang terjadi secara
merata di permukaan DAS dengan intensitas tetap dalam suatu durasi tertentu.

Gambar 1 Hidrograf
Gambar 2 Prinsip Hidrograf Satuan

Hidrograf Satuan Sintetis

Di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat
hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini diberikan
beberapa metode yang biasa digunakan.

a. Metode Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di Jepang
(Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah
alirannya, seperti :
1) Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak)
2) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
3) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
4) Luas daerah aliran sungai
5) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)

Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah


C. A . Ro
Qp  ................................................................................................................. (1)
3,6(0,3Tp  T0,3 )

Dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30% dari debit
puncak (jam)
CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :


Tp = tg + 0,8 tr…………………………………...…....………….................................(2)
T0,3 = α tg…………………………………………...……………..................................(3)
Tr = 0,5 tg sampai tg…………………………………...……………………………...(4)

Time lag (tg) merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam perhitungan HSS Nakayasu.
Time lag dapat dihitung dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut :
1) sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L
2) sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7

Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari puncak sampai 30% dari debit puncak
(T0,3), dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut :
α = 2 pada daerah pengaliran biasa
α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

1) Pada waku naik : 0 < t < Tp


Qa = (t/Tp)2,4.............................................................................................................................(5)

dimana Qa adalah limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/dt)


2) Pada kurva turun (decreasing limb)
a) selang nilai : 0 ≤ t ≤ (Tp + T0,3)
t Tp 
T0 , 3
Qd1 = Qp.0,3 ………………………………..………..………................................(6)

b) selang nilai : (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


t Tp 0,5T0 , 3 
1, 5T0 , 3
Qd2 = Qp.0,3 ...……………………………………..………………………...(7)

c) selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


t Tp 1,5T0 , 3 
2T0 , 3
Qd3 = Qp.0,3 ....................................................................................................(8)
Gambar 3 Hidrograf satuan sintetis Nakayasu

b. Metode Gama I

Gambar 4 Hidrograf Satuan Sintetis GAMA I

Hidrograf satuan sintetis Gama I dikembangkan oleh Sri Harto (1993) berdasar perilaku hidrologis
30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan dari data DAS di Pulau Jawa, ternyata hidrograf
satuan sintetis Gama I berfungsi baik untuk berbagai daerah lain di Indonesia.

HSS Gama I terdiri dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi
turun/resesi (recession limb). Gambar 2.13 menunjukkan HSS Gama I. Dalam Gambar tersebut
tampak ada patahan dalam sisi resesi. Hal ini disebabkan sisi resesi mengikuti persamaan
eksponensial yang tidak memungkinkan debit sama dengan nol. Meskipun pengaruhnya sangat
kecil namun harus diperhitungkan mengingat bahwa volume hidrograf satuan harus tetap satu.

HSS Gama I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu naik (time of rise - TR), debit puncak (Qp),
waktu dasar (TB),dan sisi resesi yang ditentukan oleh nilai koefisien tampungan (K) yang
mengikuti persamaan berikut:
Q1 = Qp e –(t-tp)/K……………………………………………………………...……………………(9)

Dimana:
Q1 : debit pada jam ke t (m3/d)
Qp : debit puncak (m3/d)
t : waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K : koefisien tampungan

Selanjutnya hidrograf satuan dijabarkan dengan empat variabel pokok, yaitu waktu naik (TR),
debit puncak (QP), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (K/C) persamaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Waktu naik HSS Gama (TR)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
L
Tr = 0.43 ( )3 + 1.0665 SIM + 1.2775……………...………………….…...(10)
100.SF
2) Debit puncak banjir (QP)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
QP = 0.1836 A0.5886 TR-0.4008 JN0.2381.........................................................................(11)

3) Waktu dasar (TB)


Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
TB = 27.4132 TR0.1457 S-0.0986 SN0.7344 RUA0.2574........................................................(12)
4) Koefisien resesi
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
K/C = 0.5617 A0.1798 S-0.1446 SF-1.0897 D0.0452…....…...……………………………….(13)
5) Aliran dasar
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
QB = 0,4715 A0,6444 D0,943.....…………...………………………..…………………(14)
6) Φ indeks
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝐴
Φ = 10,4903 – 3,859 . 10-6 A2 + 1,6985 . 10-13 ( )4 ...……………………………(15)
𝑆𝑁

Dimana :
A : luas DAS (km2)
L : panjang sungai utama (km)
S : kemiringan dasar sungai
SF : faktor sumber, perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat satu
dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SN : frekuensi sumber, perbandingan antara jumlah pangsa sungai tingkat
satu dengan jumlah pangsa sungai semua tingkat
WF : faktor lebar, perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik sungai
yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur di sungai yang
berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
JN : jumlah pertemuan sungai
SIM : faktor simetri, hasi kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS
sebelah hulu (RUA)
RUA : luas DAS sebelah hulu, perbandingan antara luas DAS yang diukur
di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun
hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS,
melalui titik tersebut
D : kerapatan jaringan kuras, jumlah panjang sungai semua tingkat tiap
satian luas DAS
Φ : indeks infiltrasi (mm/jam)

METODE

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian adalah sebagai berikut:


1. Survey dan pengumpulan data
Data diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Adapun data terbagi atas data primer dan data
sekunder. Data dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan seperti berikut.
1) Data profil penampang basah sungai
Data profil penampang basah digunakan untuk perhitungan debit. Perhitungan
dilakukan dengan menggunakan rambu ukur.
2) Data curah hujan
Data curah hujan diambil dilapangan setiap jam untuk mendapatkan curah hujan pada
saat terjadinya debit puncak
3) Data kedalaman aliran
Data kedalaman aliran diambil untuk mengetahui perbedaan kedalaman aliran selama
terjadinya kenaikan debit sampai debit kembali normal
4) Data kecepatan aliran
Data kecepatan aliran digunakan untuk mendapatkan debit sungai. Kecepatan aliran
diukur setiap jam mulai dari kenaikan debit sampai debit kembali pada keadaan normal
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk menghitung parameter HSS. Data
sekunder dapat berupa sebagai berikut.
1) Peta DAS Borang
Peta DAS digunakan sebagai batasan wilayah yang akan digunakan sebagai luasan
daerah yang akan diteliti.
2) Peta tata guna lahan
Peta tata guna lahan akan digunakan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang
ada di seikitar aliran sungai.
3) Peta topografi
Peta topografi digunakan untuk menghitung kemiringan sungai mulai dari hilir menuju
hulu serta mengetahui ketinggian lahan yang ada pada DAS Borang
4) Data pasang surut
Data pasang surut digunakan sebagai data pendukung sebagai bukti terjadinya pasang
surut di lapangan
2. Analisis Data dan Pembahasan
Analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Analisis debit dengan menggunakan data kedalaman aliran dan kecepatan aliran
menggunakan metode tampang rerata (Triatmodjo, 2008).
b. Analisis hidrograf satuan lapangan dengan menggunakan debit yang diperoleh dari
lapangan.
c. Analisis hidrograf satuan sintetis (hss) nakayasu dan gama I dengan menggunaka data
sekunder
d. Analisis perbandingan hss nakayasu dan gama I terhadap hs lapangan.
e. Analisis koefisien optimasi hss nakayasu dan gama I terhadap hs lapangan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hidrograf Satuan

1. Keadaan pasang

Gambar 5 Hidrograf Satuan pada keadaan pasang

2. Keadaan surut

Gambar 6 Hidrograf Satuan pada keadaan surut


Hidrograf Satuan Sintetis

1. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Gambar 7 HSS Nakayasu

2. Hidrograf Satuan Sintetis Gama I

Gambar 8 HSS Gama I


Hasil perbandingan HSS terhadap HS lapangan

Gambar 9 Hasil perbandingan HSS dan HS lapangan pada saat pasang

Tabel 1 Persentase selisih debit puncak dan waktu puncak HSS terhadap HS saat keadaan pasang
HS Rata-rata HSS Nakayasu HS Gama I
Qp (m3/s) 2,839 1,256312 1,629
Tp (jam) 3 1,22289 1,709
Selisih Qp (m3/s) -1,61578 -1,20967
Selisih Tp (jam) -1,74369 -1,291
Selisih Qp (%) 56,9203 42,614
Selisih Tp (%) 58,1229 43,0333
Gambar 10 Hasil Perbandingan HSS dan HS Lapangan pada saat surut

Tabel 2 Persentase selisih debit puncak dan waktu puncak HSS terhadap HS saat keadaan surut
HS Rata-rata HSS Nakayasu HS Gama I
Qp (m3/s) 4.092035 1.22289 1.629
Tp (jam) 3.5 1.256312 1.709
Selisih Qp (m3/s) -2.86914 -2.46303
Selisih Tp (jam) -2.24369 -1.791
Selisih Qp (%) 70.1154 60.191
Selisih Tp (%) 64.1054 51.1714

Analisis Koefisien Optimasi

1. HSS Nakayasu

Gambar 11 Perbandingan HSS Nakayasu Optimasi terhadap HS Lapangan keadaan pasang


Tabel 4 Rekapitulasi perhitungan faktor pengali pada saat pasang
Faktor Pengali
Tg (jam) T (jam) Debit Puncak (Qp)
HSS Nakayasu - HS 26 Agustus 1,194 2,000 1,207
HSS Nakayasu - HS 29 Agustus 1,194 2,000 1,319
Jumlah 2,388 4,000 2,525
Rata-rata 1,194 2,000 1,263

Gambar 12 Perbandingan HSS Nakayasu optimasi terhadap HS lapangan keadaan surut


Tabel 5 Rekapitulasi perhitungan faktor pengali pada saat surut
Faktor Pengali
Tg (jam) T (jam) Debit Puncak (Qp)
HSS Nakayasu - HS 3 September 1,194 2,000 1,668
HSS Nakayasu - HS 5 September 1,194 1,333 3,343
Jumlah 2,388 3,333 5,011
Rata-rata 1,194 1,667 2,505

2. HSS Gama I

Gambar 13 Perbandingan HSS Gama I optimasi terhadap HS lapangan keadaan pasang


Tabel 6 Rekapitulasi Faktor Pengali untuk HSS Gama I terhadap HS lapangan
Faktor Pengali
Tp T Debit Puncak(Qp)
HSS Gama I - HS 26 Agustus 2016 1.755 1.500 2.086
HSS Gama I - HS 29 Agustus 2016 1.755 1.500 2.280
Jumlah 3.510 3.000 4.366
Rata-rata 1.755 1.500 2.183

Gambar 14 Perbandingan HSS Gama I optimasi terhadap HS lapangan keadaan surut

Tabel 7 Rekapitulasi Faktor Pengali untuk HSS Gama I terhadap HS lapangan


Faktor Pengali
Tp T Debit Puncak (Qp)
HSS Gama I - HS 3 September 2016 1.755 1.500 2.884
HSS Gama I - HS 5 September 2016 1.170 1.000 2.899
Jumlah 2.925 2.500 5.783
Rata-rata 1.463 1.250 2.891

Pembahasan

Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil hidrograf satuan sintetis dan hidrograf satuan
lapangan. Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Perbedaan Karakteristik Sungai


Pada pembuatan rumus HSS Nakayasu dilakukan berdasarkan karakter sungai-sungai yang ada di
Jepang (Soemarto, 1987), sedangkan untuk HSS
Gama I, penerapan rumus pertama dilakukan di sungai-sungai pulau Jawa
(Sri Harto, 1993). Sungai yang ada di Jepang dan di Jawa pastinya memiliki perbedaan
karakteristik dengan sungai yang ada di Sumatra, khususnya Sungai Borang. Hal ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya perbedaan debit puncak dan waktu puncak antara kedua HSS
terhadap HS lapangan pada Sungai Borang.
b. Pengaruh pasang surut sungai
Pada penerapan rumus HSS, biasanya dilakukan pada sungai tanpa adanya pengaruh pasang surut
(Laksono, 2014). Hal ini dilakukan agar kenaikan debit puncak dan waktu puncak yang terjadi
seluruhnya akibat hujan yang terjadi di lapangan.

Pada penulisan skripsi ini, penerapan rumus dilakukan dengan pengaruh pasang surut sungai untuk
mengetahui bagaimana hasil yang diperoleh jika rumus tersebut diterapkan pada keadaan aliran
yang berbeda dari biasanya. Hal ini tentu saja menyebabkan terjadinya perbedaan antara HSS
terhadap HS di lapangan.

c. Perubahan kondisi alam


Persamaan yang digunakan pada HSS membutuhkan beberapa parameter yang berhubungan
dengan kondisi fisik yang ada di lapangan, seperti kemiringan, tinggi elevasi, panjang sungai dan
lain-lain. Data sekunder ini pastinya tidak selalu sama dan akan berubah dari waktu ke waktu. Data
sekunder yang digunakan pada sungai ini menggunakan data pada saat yang tidak sama dengan
data fisik pada saat dilakukan peninjauan langsung di lapangan. Perbedaan data fisik lapangan ini
menjadi salah satu faktor mengapa terjadi perbedaan antara HSS terhadap HS di lapangan.

d. Titik pengambilan data


Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan hanya pada 1 garis penampang basah sungai. Ini
menyebabkan tingkat ketelitian dari penelitian lebih rendah daripada jika dilakukan lebih dari 1
garis penampang sungai. Selain itu, pengambilan data juga tidak dilakukan pada daerah muara
sungai yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan hasil debit puncak dan waktu puncak antara
HSS dan HS di lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa HSS yang paling cocok digunakan pada DAS Borang adalah
HSS Gama I karena selisih besar debit puncak dan waktu puncak lebih kecil dibandingkan selisih
waktu puncak dan debit puncak HSS Nakayasu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
parameter-parameter yang digunakan oleh HSS Gama I lebih cocok diterapkan dibandingkan HSS
Nakayasu.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Persentase selisih waktu puncak dan debit puncak untuk keadaan pasang dan surut dapat
diuraikan sebagai berikut.
a. Pada saat keadaan pasang, besar persentase selisih debit puncak sebesar 56,92 % untuk HSS
Nakayasu dan 42,61 % untuk HSS Gama I. Kemudian untuk persentase selisih waktu
puncak adalah 58,123 % untuk HSS Nakayasu dan 43,033 % untuk HSS Gama I.
b. Pada saat keadaan surut, besar persentase selisih debit puncak sebesar 70,115 % untuk HSS
Nakayasu dan 60,191 % untuk HSS Gama I. Kemudian untuk persentase selisih waktu
puncak adalah 64,105 % untuk HSS Nakayasu dan 51,171 % untuk HSS Gama I.
2. Koefisien optimasi untuk waktu puncak dan debit puncak pada keadaan pasang dan kadaan
surut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Pada saat keadaan pasang, Koefisien optimasi (Faktor pengali) HSS Nakayasu terhadap HS
lapangan untuk waktu konsentrasi (tg) sebesar 1,194, waktu (T) sebesar 2 dan debit puncak
(Qp) sebesar 1,263. Kemudian untuk koefisien optimasi HSS Gama I terhadap HS di
lapangan DAS Borang untuk waktu puncak (Tp), yaitu sebesar 1,755, debit puncak (Qp)
sebesar 2,183 dan waktu (T) sebesar 1,5.
b. Pada saat keadaan surut, Koefisien optimasi (Faktor pengali) HSS Nakayasu terhadap HS
lapangan untuk waktu konsentrasi (tg) sebesar 1,194, waktu (T) sebesar 1,667 dan debit
puncak (Qp) sebesar 2,505. Kemudian untuk koefisien optimasi HSS Gama I terhadap HS
di lapangan untuk waktu puncak (Tp), yaitu sebesar 1,463, debit puncak (Qp) sebesar 2,891,
dan waktu (T) sebesar 1,25.

DAFTAR PUSTAKA

Chow, et al. 1988. Applied Hydrology. McGraw Hill: New York.

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Harto, Sri. 1993. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I. Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. ANDI: Yogyakarta.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional: Surabaya

Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita: Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Bet Offset: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai