Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MEKANIKA TANAH II

TEORI DASAR
PERMEABILITAS DAN
REMBESAN

OLEH :

ANNISA TIARA RULYA 1345011002


RIZQI DARMAWAN
1315011101
TULUS ADITYA GUNAWAN 1315011112

JURUSAN TEKNIK SIPIL


2

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PERMEABILITAS TANAH (DAYA REMBESAN TANAH)
(PERMEABILITY OF SOIL)

Pendahuluan
Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang
disebut pori
(voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan
yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut. Proses ini
disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembesi air
disebut daya rembesan atau permeabilitas (permeability). Persoalan rembesan air
dalam tanah sangat penting dalam bidang teknik sipil, misalnya pada pembuatan
tanggul untuk menahan air, bendungan, juga penggalian untuk pembuatan pondasi
dibawah muka air tanah.

Daya Rembes Air atau Permeabilitas (Permeability)


Rembesan air dalam tanah hampir selalu berjalan linear, yaitu jalan atau
garis yang
ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve). Dalam
hal ini kecepatan merembes adalah menurut suatu hukum yang disebut hukum
Darcy (Darcys Law). Prinsip ini dapat dilihat pada Gambar 6.1
Pada gambar ini diperlihatkan rembesan air pada suatu contoh tanah akibat
adanya perbedaan tegangan air pada kedua ujung contoh tersebut.
Pada titik A dan B tegangan air dapat ditentukan dengan mengukur ketinggian air
dalam pipa-pipa yang dipasang pada kedua titik tersebut. Selisih ketinggian air
pada kedua pipa ini disebut hydraulic head (h) antara titik A dan B. Jika terdapat
hydraulic head (h) air akan mengalir dari titik A ke titik B.

Selisih ketinggian air H dibandingkan dengan jarak antara kedua titik ini disebut
gradient hidrolik (hydraulic gradient) dengan simbul i
3

h
Jadi i=
(6.1)
L
Dimana i = gradient hidrolik

Menurut hukum Darcy kecepatan aliran air dalam tanah sebanding dengan
gradient hidrolik

Yaitu v = k. (6.2)
Dimana v = kecepatan (discharge velocity)
k = konstanta yang disebut koefisien rembesan atau
permeabilitas (coefficient of permeability)
Nilai k tergantung dari macam tanah.
Kecepatan v pada rumus Darcy bukanlah kecepatan sebenarnya pada air didalam
pori tanah. Kecepatan v ini adalah suatu angka yang dapat dipakai secara langsung
untuk menghitung banyaknya air yang merembes dalam tanah.

Yaitu : q = v.A (6.3)


3
Dimana : q = banyaknya air persatuan waktu, misalnya cm /detik
A = luas penampang

Kecepatan yang sesungguhnya dari air dalam pori-pori tergantung pada


besarnya masing-masing pori sehingga sebenarnya tidak merupakan nilai yang
tertentu. Kecepatan ini tidak perlu diketahui untuk menyelesaikan soal-soal
praktis oleh karena itu tidak perlu diperhatikan.
Nilai k pada rumus Darcy merupakan konstanta untuk suatu macam tanah
asal suhu pada air tanah tidak berubah. Perubahan pada suhu berarti kekentalan air
akan ikut berubah sehingga nilai k akan dipengaruhi, tetapi secara umum di
Indonesia variasi ini akan cukup kecil sehingga dapat diabaikan.
Pada bahan yang terdiri dari butir-butir yang besar (terutama kerikil yang
tidak mengandung pasir atau lempung, adalah mungkin bahwa pengaliran air
tidak lagi linear atau smooth, sehingga hukum Darcy tidak berlaku lagi.
Keadaan semacam ini jarang ditemui pada soal-soal praktis
4

Hubungan Daya Rembesan Dengan Angka Pori


Kecepatan rembesan air di dalam tanah tidak tergantung pada isi total dari ruang
pori di dalam tanah, tetapi kepada besarnya masing-masing pori. Jadi tanah
lempung dengan angka pori yang tinggi, misalnya e = 2,0 dapat mempunyai nilai
-9
k = 10 cm/detik, sedangkan pasir dengan angka pori yang rendah, misalnya e =
-2
0,5 dapat mempunyai nilai k = 10 cm/detik. Karena itu jelaslah bahwa tidak ada
hubungan yang bersifat umum antara daya rembesan dengan angka pori.
Walaupun demikian, untuk suatu macam tanah tertentu, masih ada
kemungkinan bahwa daya rembesan dapat dihubungkan dengan angka pori. Hal
ini benar terutama untuk pasir. Secara teoritis, daya rembesan suatu tanah tertentu
dapat dihubungkan dengan angka pori menurut rumus berikut :

k K e3 (6.4)
1e
dimana : k = permeabilitas e = angka pori K = konstanta

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa rumus ini memang


cukup tepat untuk pasir, tetapi kuarang untuk lempung.
Hubungan lain antara nilai k dan angka pori tanah juga diberikan oleh
Terzaghi dan Peck, sebagai berikut :

2
k1 = 1,4 k0.e (6.5)

Dimana: k1 = permeabilitas pada angka pori sebesar e


k0 = permeabilitas pada angka pori 0,85
Rumus ini hanya dimaksudkan untuk pasir dan dalam hal ini hasil pengukuran
menunjukkan rumus tersebut merupakan perkiraan-perkiraan yang cukup tepat.
5

Pengukuran Permeabilitas di Laboratorium

Jumlah air yang merembes melalui tanah dalam waktu tertentu adalah
menurut rumus Darcy, yaitu :
Q = k.i.A.t (6.6)
Dimana Q = jumlah air dalam waktu t
i = gradient hidrolik A = luas penampang t = waktu

Untuk menentukan nilai permeabilitas,k kita dapat langsung mengukur


banyaknya air yang masuk dan keluar dari sebuah contoh tanah dalam waktu
tertentu, dengan memberikan tegangan air yang konstan pada contoh.
Cara melakukan percobaan ini diperlihatkan pada Gambar (6.2 dan 6,3) berikut
ini.

62.5 Percobaan dengan tinggi permukaan air tetap


(constant head permeability test).
Percobaan semacam ini disebut percobaan dengan tinggi permukaan air
tetap (constant head permeability test) Gambar 6.2. Contoh tanah yang hendak
diperiksa dipasang didalam suatu tempat yang berbentuk silinder, dan air
dibiarkan mengalir melalui contoh tersebut. Banyaknya air yang keluar dari
contoh ditentukan dengan cara menimbang atau dengan mamakai alat ukur.

Nilai k dihitung dengan rumus :

k= Q .L (6.7)
A.h.t

dimana : Q adalah jumlah air yang keluar dalam jangka waktu t.


6

Cara ini dapat dipakai asal cukup banyak air dapat merembes contoh
dalam waktu yang tidak terlampau lama. Apabila daya rembesan tanah sangat
kecil, maka banyaknya air yang merembes contoh akan sangat sedikit, sehingga
tidak dapat diukur dengan tepat memakai cara tadi

Percobaan dengan tinggi permukaan air yang menurun (falling head


permeability test).

Apabila daya rembesan tanah sangat kecil, sebaiknya dipergunakan percobaan


dengan tinggi permukaan air menurun (falling head permeability test). Prinsip
percobaan ini dapat dilihat pada gambar (6.3). Pada cara ini sumber air yang
masuk contoh melewati suatu pipa dengan diameter kecil. Penentuan nilai k
dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut dalam

jangka waktu tertentu (semula h0 menjadi h1). Jadi tegangan air sekarang tidaklah
tetap dan Rumus Darcy dapat ditulis hanya pada saat tertentu.

Menurut hukum Darcy pengaliran selama dt adalah :

h
k A.dt
L
h
Jadi : adh = k Adt
L

dh A
Atau : a =k dt
L

Dimana : A = luas penampang contoh tanah


A = luas penampang pipa tegak
h0 = tinggi muka air
awal percobaan h1 =
7

tinggi muka air akhir


percobaan L = tinggi
contoh tanah

Diintegrasikan dengan batas-batas h0 h1 dan 0 - t

h1 t

dh A

a = k L dt
h0
h 0

2,3.a.L h
atau : k = log10 1

A .t h0

Diameter pipa dapat diatur sesuai dengan sifat contoh yang akan diperiksa.
Untuk contoh dengan daya rembesan lebih besar maka sebaiknya diameter pipa
juga lebih besar.

Permeabilitas pada Endapan-endapan Alami

Pada umumnya endapan-endapan alami (natural deposit) sifatnya berlapis-lapis.


Masing-masing lapisan menunjukkan sifat-sifat yang homogin. Tetapi apabila
yang ditanyakan adalah permeabilitas yang meliputi lapisan-lapisan yang lebih
dalam, maka permeabilitas rata-rata yang sejajar maupun tegak lurus bidang
dasarnya bisa dihitung.

h1 kv1
kh1
kv2
h h
kh2
kv3
h
kh3
8

a) Aliran sejajar bidang dasar (horisontal)

Q = v1h1 + v2h2 + v3h3


Kecepatan rata-rata v = Q/h = 1/h (v1h1 + v2h2 + v3h3 + )
= 1/h (k1.i.h1 + k2.i.h2 + k3.i.h3 + )
Jadi v1 = k1.i , v2 = k2.i , i bernilai sama untuk semua lapisan.

Bila permeabilitas rata-rata kearah horizontal disebut kh


Maka v = kh.i
Disubsitusikan (1.1) dengan (1.2)

k1h1 k2h2 k3h3


k h

h

b) Aliran Tegak Lurus Bidang Datar

Dalam kasus ini, untuk mendapatkan aliran yang kontinu, besarnya


pengaliran per satuan luas tidak berbeda dalam tiap lapisan. Tapi turunnya
permukaan dan gradiennya berbeda beda. Bila H adalah jumlah penurunan tinggi

permukaan air pada endapan dan H1, H2 . Adalah penurunan permukaan pada
tiap lapisan.

H = H1 + H2 + H3 + ..
= i1h1 + i2h2 + i3h3 + .. (6.4)
Jadi H1 = i1h1 + i2h2 + .
V H/h.kv (untuk seluruh masa) ..(a)

Kemudian v = k1i1 =
k2i2
hingga i1
9

= v/k1 , i2
= v/k2
Bila disubsitusikan kedalam persamaan (1.4)
= v/k1.h1 + v/k2.
h2 + v/k3.h3 . Juga dari
persamaan (a) :
= vh/kv
Kita samakan nilai H
vh/kv =v/k1.h1 + v/k2.h2 + v/k3.h3 + .
h
kv =------------------------ (6.5)
h1/h1 + h2/k2 + h3/k3

Perhitungan Permeabilitas di Lapangan

Permukaan air tak terbatas (unconfined aguifer)

Untuk proyek-proyek pembangunan besar, penghitungan permeabilitas


dilakukan
ditempat dengan melakukan tes-tes dilapangan.
Di lapangan, koefisien rembesan rata-rata yang searah dengan arah aliran dari
suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan
dari sumur. Gambar 1.5 menunjukkan suatu lapisan tanah tembus air (permeable
layer), yang koefisien rembesannya (permeabilitas) akan ditentukan di mana
disebelah bawah dibatasi oleh suatu lapisan kedap air (impermeable layer).
Didalam melakukan percobaan, air dipompa keluar dari sumur uji yang
mempunyai mantel silinder berlubang dengan kecepatan tetap. Beberapa sumur
observasi dibuat di sekeliling sumur uji dengan jarak yang berbeda-beda.
Ketinggian air di dalam sumur uji dan sumur observasi diteliti secara terus
menerus sejak pemompaan dilakukan hingga keadaan tetap (steady state) dicapai.
Keadaan tetap tersebut akan dicapai bilamana ketinggian air di dalam sumur uji
dan sumur observasi menjadi tetap. Jumlah air tanah yang mengalir kedalam
sumur uji per satuan waktu (debit = q) adalah sama dengan jumlah air yang
10

dipompa keluar dari sumur uji per satuan waktu; keadaan ini dapat ditulis sebagai
berikut :

q
k dh
2 r.h
dr
r1
dr 2k h1

atau : h.dh

r q
r2 h2

r
2,303qlog 1
10
r
2

jadi : k
h 21 h 22

Dari pengukuran di lapangan, apabila q,r1, r2, h1, dan h2 diketahui, koefisien
rembesan dapat dihitung dari persamaan (1.6)

Permukaan air terbatas (confined aquifer)

Koefisien rembesan rata-rata untuk suatu confined aquifer dapat ditentukan


Dengan cara memompa air keluar dari sumur uji, dimana mantel silinder
berlubangnya dipasang sampai lapisan akifer (lapisan penyimpan air), dan dengan
menghitung ketinggian air di dalam sumur observasi yang dipasang dengan jarak
yang berbeda-beda dari sumur uji (Gambar1.6). Pemompaan dilakukan dengan
debit yang tetap hingga keadaan tetap (stabil) tercapai
Karena air hanya dapat mengalir ke dalam sumur uji melalui sumur akifer
dengan ketebalan H, maka persamaan debit air yang dipompa keluar dari sumur
dapat dituliskan sebagai
berikut :

dh
qk 2r.H
dr
r1 h1
dr 2kH
11


atau : .dh
r2
r h2 q

Permeabilitas yang searah dengan aliran dapat dituliskan sebagai berikut :


r
qlog 1
10
r
2

k (6.7)
2,727Hh1 h2
12

II. REMBESAN AIR (SEEPAGE)

1. Garis Equipotensial dan Garis Aliran (Equipotential and Flow Lines)

Sebagai contoh rembesan air dalam tanah kita ambil keadaan seperti diperlihatkan
pada Gbr 8.1. Disini kita dapat melihat rembesan dibawah dinding penutup (sheet
pile wall).

Gambar 8.1 : Rembesan Air Dalam Tanah


13

Untuk mempermudah soal yang kita bahas ini, kita anggap bahwa rembesan
berjalan pada dua dimensi saja, dan tanah ditempat ini seragam sehingga nilai
permiabilitas (k) pada jurusan vertical sama dengan nilai k pada jurusan horizontal.
Air yang merembes akan masuk tanah pada permukaan AB dan mengalir dibawah
dinding dan keluar pada permukaan BC. Air yang masuk pada suatu titik tertentu
akan menempuh suatu jalan tertentu, misalnya air yang masuk pada titik F akan
mengikuti jalan FGH. Jalan ini disebut garis aliran (flow line atau stream line). Di
dalam tanah yang dirembes air kita dapat mengukur tegangan air pada setiap titik,
sehingga kemudian dapat kita tentukan garis-garis dengan ketinggian tegangan (head
pressure) yang sama, misalnya garis JK atau garis LM pada Gambar 8.1.

Ketinggian air dalam pipa yang dipasang pada JK atau LM adalah sama.
Garis semacam ini disebut garis equipotensial (equipotential lines).

Ketinggian tegangan pada suatu titik, seperti titik P misalnya, dapat dinyatakan
sebagai berikut :
u
h y
w
dimana : h = ketinggian tegangan (pressure head) u = tegangan air
y = ketinggian titik diatas suatu datum tertentu (yaitu koordinat
vertical)

Nilai h tergantung kepada x dan y, yaitu :


Kecepatan aliran pada jurusan horizontal dan vertical dapat kita hitung dari fungsi ini
dengan memakai rumus Darcy.
Pemecahan soal-soal rembesan dapat dipermudah dengan memakai suatu
fungsi yang dinamakan velocity potential. Definisi adalah sebagai berikut :
= - kh + C
u
=-k yC
w
dimana : k = permeabilitas C = konstanta
14

Dengan demikian :

Vx = x

Vy = y

Pada setiap garis equipotensial nilai h dan adalah konstan.

Hubungan antara garis equipotensial dengan garis aliran dapat ditentukan dengan
menghitung kemiringan kedua macam garis ini. Pada garis equipotensial nilai
adalah konstan sehingga


d dx dy 0
x y
dy
dan equipotensial = - /
dx x y

Kemiringan garis aliran adalah perbandingan komponen vertical dengan


komponen horizontal, seperti diperlihatkan pada Gambar III.2

Gambar 8.2 : Kemiringan Garis Aliran

Jelas dari gambar ini bahwa :


d
x Vy
d garis aliran = =
y Vx y
dy dy
15

Dengan demikian equipotensial x garis aliran = -1


dx dx

Ini berarti bahwa kemiringan garis equipotensial adalah tegak lurus terhadap garis
aliran.

Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar, sehingga rembesan air di dalam tanah
dapat digambarkan sebagai deretan garis equipotensial dan sederetan garis aliran
yang saling berpotong-potong secara tegak lurus.

Diperlihatkan contoh flow net, dimana rembesan berjalan didalam tanah dibawah
bendungan beton.

Gambar 8.3 : Flow Net Dibawah Bendungan beton


16

Rumusan atau persamaan yang merupakan dasar untuk pemecahan soal-soal rembesan
dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya air yang masuk dan keluar dari suatu
segmen didalam tanah, seperti diperlihatkan pada Gambar 8.4

Gambar 8.4 : Air yg Masuk dan Keluar pd Suatu Segmen didalam Tanah

Isi air yang masuk segmen ini dalam satuan waktu :


Vx.dy Vy.dx

Isi air yang keluar dalam satuan waktu :


Vx Vy
= Vx dx dy Vy dy dx
x y

Air yang masuk dan keluar tentu harus sama, sehingga :


Vx Vy
Vx.dy Vx.dx Vx dx dy Vy dy dx
x y

Vx Vy

Jadi : x y 0
17

Persamaan ini disebut continuity equation. Dengan memasukkan velocity potensi


seperti diterangkan tadi kita peroleh :


0
x x
y y
Yaitu : 0
2 2

x2 y2

Persamaan ini terkenal dengan nama persamaan Laplace (Laplace equation).


Persammaan Laplace ini tidak hanya berlaku untuk rembesan air dalam tanah, tetapi
juga untuk aliran listrik atau kepanasan pada bahan conductor.

Dapat dibuktikan bahwa pemecahan daripada persamaan Laplace terdiri dari


dua fungsi
dan , dimana garis = konstan merupakan orthogonal trajectories daripada garis
=
konstan. Garis = konstan adalah garis-garis equipotensial, sedangkan garis =
konstan adalah garis-garis aliran. Fungsi disebut stream function. Sebagai
pemecahan Laplace funsi
dan harus memenuhi syarat-syarat berikut :

y x

dan : sehingga Vx
x y y
Banyaknya air yang mengalir antara dua garis aliran dapat dihitung dengan cara
seperti diperlihatkan pada Gambar III.5. Nilai stream function pada kedua garis
aliran adalah sebesar
1 dan 2
Gambar 8.5 : Banyaknya Air yang Mengalir Antara Dua Garis Aliran

Banyaknya air yang mengalir :


2

Vx.dy
18

2 S
dy
Sy
1

2 1

Jadi air yang mengalir antara dua garis aliran adalah sebesar selisih nilai
pada kedua garis tersebut. Karena 2 1 adalah konstanta maka semakin dekat
garis aliran satu dengan yang lain berarti makin besar kecepatan aliran, dan
sebaliknya.

Syarat-syarat Pada Perbatasan (Boundary Condition)


Perbatasan yang tidak dapat dirembesi air (Impermeable Boundaries).
Perbatasan seperti BCDEF dan MN pada Gambar 8.3 tidak dapat
dirembesi air sama sekali. Karena itu, rembesan air dekat pada perbatasan
ini harus berjalan sejajar dengan permukaan yang bersangkutan. Karena
itu perbatasan-perbatasan ini sebenarnya merupakan garis aliran.
Perbatasan air dengan tanah (Soil-water Surface).
Yang dimaksud adalah permukaan AB dan GH pada Gambar 8.3 atau
permukaan AC dan EB pada Gambar 8.6. Ketinggian air dalam pipa yang
dipasang pada permukaan semacam ini akan sama, sehingga perbatasan-
perbatasan ini merupakan garis equipotensial.
Pada suatu titik seperti P pada Gambar III.6 nilai adalah :

u
k yC
w
- KH + C
Konstan

Permukaan Rembesan (Surface Seepage).


Permukaan rembesan adalah suatu permukaan seperti DE pada Gambar 8.6,
dimana air merembes keluar pada permukaan tanah. Karena air keluar, maka
permukaan ini tidak merupakan garis aliran.
Tegangan air pada permukaan ini adalah nol sehingga = ky + C
19

Karena tidaklah konstan maka permukaan ini juga tidak merupakan garis
equipotensial.
Garis Rembesan (Line of Seepage atau Free Surface)
Garis rembesan adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan,
seperti misalnya garis CD pada Gambar 8.6. Jadi sebenarnya garis rembesan
adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis
ini sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran. Tegangan air pada
permukaan air ini adalah nol sehingga = ky C .
Hubungan denga y ini berarti bahwa garis-garis equipotensial akan memotong
garis rembesan ini dengan cara demikian sehingga jarak vertical antara titik
perpotongan adalah sama, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.6

Gambar 8.6 : Rembesan Air Pada Bendungan Tanah.


Cara Menggambar Flow Net.

Gambarkanlah daerah rembesan air dengan semua pembatasan-


pembatasannya, dengan skala sedemikian rupa sehingga pada gambar
tersebut dapat dimasukkan semua garis aliran dan garis equipotensial sampai
keujung-ujungnya. Jadi jangan sampai ada garis aliran atau garis
equipotensial yang tidak masuk seluruhnya pada gambar tersebut.

Gambarkanlah tiga atau empat garis aliran dengan mengingat bahwa jarak
antara garis aliran bergantung pada lengkungnya. Makin lengkung garis aliran
berarti semakin dekat satu dengan yang lainnya.
20

Masukkanlah garis-garis equipotensial dengan memperhatikan bahwa


perpotongannya dengan garis aliran harus secara tegak lurus sehingga bentuk
poligon-poligon mendekati bujur sangkar.

Robahlah tempat dan bentuk garis-garis aliran dan


equipotensial seperlunya sampai semua syarat-syarat
cukup terpenuhi.

Setelah flow net selesai digambar, maka tegangan air pada setiap tempat
dapat dihitung, dan banyaknya air yang merembes dapat ditentukan.
Perhatikanlah misalnya flow net dibawah bendungan seperti diperlihatkan
pada Gambar : III.7

Gambar 8 .7 : Rembesan Air Dibawah Bendungan Beton

Kita ambil Nf = jumlah aliran (number of flow channels) = 4


21

Ne = jumlah equipotensial (equipotential drops) = 11 h = perbedaan


ketinggian air sepanjang flow net

Perbedaan ketinggian tegangan antara dua garis aliran : h/Ne

Dengan mengetahui perbedaan ketinggian ini kita dapat menghitung gradien hidrolik
antar garis-garis equipotensial. Misalnya pada bujur sangkar dengan lebar 1 (lihat
gambar), gardien hidrolik

Dari rumus Darcy kita dapat menghitung kecepatan aliran yaitu :


kh
V
Ne.1

dimana : V = kecepatan.

Tegangan air pori pada setiap tempat dapat dihitung dari perbedaan tegangan
antar masing-masing garis equipotensial. Misalnya tegangan air pori pada titik P
pada Gambar 8.7 adalah :

2
u w D h
11
dimana u = tegangan air pori

Antara masing-masing garis equipotensial pada gambar ini terdapat perbedaan


tegangan sebesar
h
w
11

Anda mungkin juga menyukai