Anda di halaman 1dari 6

Peran mTORC1 dalam patogenesis dan

pengobatan acne
Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang umum terjadi di negara-negara industri dengan diet
ala Barat yang ditandai dengan tingginya beban glikemik dan konsumsi susu. Pengumpulan
bukti menggarisbawahi peran pola makan ala Barat sebagai penyebab utama peningkatan
mechanistic target of rapamycin complex 1 (mTORC1) yang dapat merangsang pertumbuhan
sebocyte dan lipogenesis sebacea secara berlebihan yang mengakibatkan hiperplasia
kelenjar sebaceous, hyperseborrhoe, pertumbuhan berlebihan dari ropionibacterium acnes
dengan pembentukan biofilm dan reaksi folikel inflamasi. Bukti substansial Dari penelitian
translasi menunjukkan bahwa semua agen anti-jerawat beroperasi dengan mekanisme
umum: menekan transduksi sinyal mTORC1 yang berlebihan pada folikel pilosebasea. Terapi
jerawat di masa depan harus menggabungkan intervensi diet dan farmakologis yang
melemahkan rangsangan MTORC1 dengan diet tipe paleolitik yang didukung dengan
inhibitor mTOR alami atau sintetis.

Jerawat adalah penyakit masyarakat Barat dengan tingkat prevalensi pada remaja lebih dari
85% [1,2]. Jerawat dengan tingkat keparahan sedang sampai parah mempengaruhi sekitar
20% remaja dan dewasa muda [3]. Diet ala barat, yang ditandai dengan tingginya beban
glikemik dan tinggi susu serta tingginya konsumsi protein yang berasal dari susu, telah diakui
sebagai faktor gizi dasar yang menyebabkan timbulnya jerawat [4-8]. Penelitain acak
plasebo terkontrol oleh Smith et al. [6] dan penelitian case control Kwon dkk. [7]
memberikan bukti untuk perbaikan jerawat dengan diet rendah glikemik. Penelitain case
control oleh Di Landro et al. [8] mendukung peran konsumsi susu seiring dengan
peningkatan indeks massa tubuh (BMI) sebagai faktor yang memperberat jerawat. Jerawat
tidak ada dalam populasi yang mengkonsumsi diet rendah paleolitik insulinotropik [1,9],
yang tidak termasuk biji-bijian, susu dan produk susu dan dengan demikian memperlihatkan
adanya sinyal insulin/insulin-like gorwth factor (IGF-1) / mTORC1 [4,9]. Bukti terbaru
menunjukkan adanya hubungan antara jerawat, peningkatan BMI dan resistensi insulin [9-
11], yang dijelaskan oleh sinyal mTORC1 yang terstimulasi nutrisi yang berlebihan [10].

MTORC1: sensor seluler dari sinyal nutrisi


Pada tingkat sel, keberadaan nutrien (glukosa, asam amino esensial), energi seluler
(adenosin trifosfat (ATP)) serta faktor pertumbuhan (insulin, IGF-1, FGFs) dirasakan oleh
nutrient-sensitive kinase mechanistic target of rapamycin complex 1 (mTORC1), regulator
seluler pusat yang mendukung sintesis protein-, lipid- dan nukleotida, pertumbuhan sel dan
proliferasi [12,13]. Bukti terbaru menekankan bahwa anabolik sinyal mTORC1 merupakan
jalur regulasi lipogenesis dan adipogenesis yang sangat penting [14-16], yang
menghubungkan peningkatan sinyal mTORC1 ke dalam keadaan anabolik pada metabolisme
yang berakibat peningkatan massa dan lemak tubuh, yang sering dikaitkan dengan
perkembangan resistensi insulin. Dari semua branched-chain amino acid (BCAAs), leusin
memainkan peran penting untuk aktivasi mTORC1 [17]. Khususnya, protein susu
memberikan jumlah leusin tertinggi dibandingkan dengan semua protein hewani lainnya
untuk mengoptimalkan aktivasi mTORC1 untuk pertumbuhan post natal [18]. Beberapa
penelitian metabolomik terbaru menggarisbawahi hubungan antara tingginya profil BCAA
plasma, peningkatan BMI dan resistensi insulin [19]. Sebenarnya, bukti yang dikumpulkan
mendukung adanya hubungan jerawat dengan bertambahnya aktivasi mTORC1,
peningkatan IMT dan resistensi insulin [8,11,20]. Dengan demikian, jerawat muncul
bersamaan dengan adanya sinyal mTORC1 yang teraktivasi secara berlebihan oleh karena
stimulasi yang berlebihan pada folikel sebasea oleh adanya sinyal nutrisi yang berasal dari
diet ala barat [6,21].

Patogenesis Jerawat:
mTORC1 up
Beban glikemik tinggi dan
konsumsi protein susu
keduanya meningkatkan
sinyal insulin / IGF-1 yang
mana tumpang tindih
dengan peningkatan sinyal
IGF-1 pubertas [4]. Status
gizi sel dirasakan oleh
forkhead box transcription
factor O1 (FoxO1) dan
serin / treonin kinase
mTORC1. Peningkatan
sinyal insulin / IGF-1
menolak FoxO1 masuk ke
dalam sitoplasma,
sedangkan nuklir FoxO1
menekan sintesis IGF-1
hepatik dan dengan
demikian merusak
pertumbuhan somatik.
Selanjutnya, FoxO1
melemahkan sinyal
androgen, berinteraksi
dengan protein regulator
yang penting untuk
lipogenesis sebasea,
mengatur kktivitas
imunitas bawaan dan
adaptif dan antagonis stres oksidatif [21]. Yang terpenting, FoxOs berfungsi sebagai rheostat
mTORC1 (GAMBAR 1), pengatur utama pertumbuhan sel, proliferasi dan homeostasis
metabolik [22]. Dengan demikian, FoxO1 menghubungkan ketersediaan nutrisi dengan
proses yang didukung oleh mTORC1: meningkatkan sintesis protein dan lipid, proliferasi sel,
diferensiasi sel termasuk hiperproliferasi keratinosit acroinfundibular, hiperplasia kelenjar
sebaceous, meningkatkan lipogenesis sebaceous, resistensi insulin dan peningkatan BMI.
Peningkatan sinyal androgen-, TNFa- dan IGF-1 karena polimorfisme genetik yang
mendukungkan risikonya timbulnya jerawat diketahui meningkatkan aktivasi mTORC1,
disposisi genetik tidak menguntungkan yang mungkin lebih jauh diperkuat oleh sinyal gizi
yang menyimpang dari diet ala barat [20].

Terapi Jerawat: mTORC1 down


Baru-baru ini dihipotesiskan bahwa agen antiacne meningkatkan aktivitas FoxO nukleus atau
secara langsung menghambat mTORC1 (GAMBAR 1) [23]. Benzoil peroksida (BPO), dengan
aktivasi stress oksidatif kinase, meningkatkan tingkat FoxO nukleus yang mendukung
aktivasi adenosin monofosfat (AMP) activated kinase (AMPK). Selanjutnya, reactive oxygen
species (ROS) yang berasal dari BPO dapat mengaktifkan AMPK melalui mutasi ataksia-
telangiektasia. Isotretinoin dan all-trans-retinoic acid bisa merangsang ekspresi gen FoxO.
Doksisiklin dapat meningkatkan retensi FoxOs nukleus dengan cara menghambat ekspresi
eksport protein eksportin-1 nukleus. Penekanan sinyal TNFa oleh tetrasiklin, eritromisin dan
makrolida lainnya dapat melemahkan aktivasi mTORC1 yang dimediasi IKKb-TSC1.
Eritromisin melemahkakn aktivitas ERK1/2, dengan demikian meningkatkan aktivitas TSC2,
yang menghambat MTORC1. Asam azelaic bisa menurunkan MTORC1 dengan menghambat
respirasi mitokondria, meningkatkan ROS seluler dan tingkat FoxO nukleus. Anti-androgen
bisa melemahkan mTORC1 dengan menekan sinyal Akt / TSC2 yang dimediasi mTORC2.
Dengan demikian, cara kerja semua obat-obatan anti jerawat dalam penggunaan klinis
dapat dijelaskan dengan cara melemahkan sinyal mTORC1 secara langsung atau tidak
langsung [23].

Obat anti jerawat baru berpotensi melemahkan aktivitas mTORC1


Hebatnya, semua obat anti-jerawat yang umum digunakan telah ditemukan secara empiris
tanpa strategi konklusif untuk pengembangan obat. Dengan demikian tidak mengherankan
bahwa lebih dari tiga dekade,perkembangan obat anti-jerawat baru yang efektif tidak
ditemukan. Namun, ada kebutuhan untuk pengembangan obat di masa depan sebagai obat
anti-jerawat yang efektif secara terapi serta menghambat efek samping seperti efek
sistemik teratogenik isotretinoin. Lebih lanjutnya, penelitian hewan terbaru menunjukkan
bahwa isotretinoin sistemik menurunkan cadangan ovarium pada tikus betina [2], efek
buruk terhadap fertilitas yang dapat dijelaskan oleh apoptosis sel folikuler granulosa yang
dimediasi FoxO1 dan diiunduksi isotretinoin [25].

Penghambat mTORC1 yang berasal dari tanaman


Resveratrol merupakan flavonoid polifenolik yang diatur untuk menurunkan sinyal MTORC1
[26,27]. Memang perawatan topikal wajah akne vulgaris pada 20 pasien dengan gel yang
mengandung resveratrol (0,01% berat/volume) secara signifikan mengurangi jumlah
microcomedones, papula dan pustula dibandingkan dengan Kontrol [28]. Selain itu,
resveratrol menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes dan eradikasi
pembentukan biofilm P. acnes [29,30].
Epigallocatechin-3-gallate (EGCG), catechin teh hijau utama, dianggap sebagai anti-
inflamasi aktif dan antiproliferatif yang berasal dari senyawa ekstrak teh hijau. Fungsi EGCG
secara langsung adalah sebagai inhibitor ATP-kompetitif mTORC1 [31]. Telah ditunjukkan
bahwa lotion teh hijau topikal 2% efektif dalam pengobatan acne vulgaris ringan sampai
sedang [32]. Setelah 6 minggu, rata-rata jumlah lesi total jerawat dan indeks keparahan
rata-rata menunjukkan penurunan signifikan sebesar masing-masing 58 dan 39%.
Selanjutnya, emulsi teh hijau 3% secara signifikan menurunkan produksi sebum pada 10
relawan pria sehat setelah 8 minggu pengobatan [33]. Baru-baru ini, telah ditunjukkan
bahwa aplikasi topikal EGCG untuk auricles kelinci dapat mengurangi ukuran kelenjar
sebaceous [34]. Saat diaplikasikan untuk kultur SZ95 sebocytes manusia, EGCG sangat
menekan proliferasi dan lipogenesis sebocyte [34]. Yang penting, EGCG di bawah dosis yang
tepat menurunkan fosforilasi mTOR and S6K sebocytes SZ95 yang distimulasi IGF-1 [34].
Jadi, bukti eksperimental menggarisbawahi bahwa EGCG melemahkan aktivitas mTORC1
sebocytes yang distimulasi IGF-1. Dengan mTORC1 mengatur aktivitas dan ekspresi sterol
response element binding protein (SREBP-1), faktor transkripsi lipogenesis yang paling
penting [14], diharapkan pengobatan EGCG pada sebocytes akan mengurangi ekspresi
SREBP-1 sebocyte. Sebenarnya, EGCG telah terbukti menghambat SREBP-1 pada sebocyte
SEB-1 dan memperbaiki jerawat dalam percobaan klinis acak selama 8 minggu, split-face
dengan dan tanpa EGCG [35]. Aktivasi AMPK yang dimediasi EGCG merupakan mekanisme
penghambatan lainnya dalam melemahkan sinyal mTORC1-SREBP1, yang menjelaskan
penekanan lipogenesis sebacea yang dimediasi EGCG (gambar 1) [35].

Penghambat mTORC1 sintetis


Baru-baru ini, generasi baru penghambat mTOR, yang disebut MTORkinibs, yang bersaing
dengan ATP di tempat katalitik MTOR dan menghambat mTORC1 dan mTORC2 dengan
tingkat selektivitas yang tinggi, telah dikembangkan [36]. Penghambat ini berikatan dengan
tempat pengikatan ATP dari domain kinase mTOR dan sebagai hasilnya menghambat
kompleks mTOR, mTORC1 (rapamycin-sensitive) dan mTORC2 (rapamycinresistant) [37,38].
Penghambat mTOR dengan berat molekul kecil yang diaplikasikan dalam dosis submaksimal
memiliki potensi untuk pengembangan obat anti-jerawat sintetis baru yang melemahkan
sinyal MTORC1 yang meningkat dengan diet ala Barat atau polimorfisme genetik yang
keduanya meningkatkan sinyal mTORC1 [23].

Kombinasi terapi nutrisi dan farmakoterapi jerawat


Peningkatan sinyal mTORC1 yang disebabkan oleh diet Barat muncul untuk mewakili
mekanisme patogenik utama penyakit yang diakibatkan perkembangan zaman [13].
Akumulasi bukti menghubungkan jerawat dengan sekumpulan penyakit yang diakibatkan
perkembangan zaman [1], yang ditandai dengan peningkatan sinyal MTORC1 [4]. Dengan
demikian, fokus utama terapi penyebab jerawat harus menghilangkan rangsangan yang
berasal dari nutrien yang menginduksi atau memperparah jerawat [4,5,39]. Terapi gizi
jerawat harus (1) menormalkan total asupan kalori, (2) menurunkan kadar glikemik [5-7]
dan (3) membatasi konsumsi protein susu total, terutama penyalahgunaan protein [40,41].
Terapi nutrisi yang ideal untuk jerawat harus berupa diet tipe paleolitik yang mengandung
lebih sedikit karbohidrat insulinotropik dan mengurangi konsumsi susu dan produk susu
untuk melemahkan aktivitas mTORC1 dan sebaiknya mengurangi asupan prekursor adrogen
yang tidak diinginkan yang ada dalam susu dan produk susu [42]. Diet tipe paleolitik
menawarkan penghambat alami mTORC1 yang berasal dari tumbuhan yang lebih baik
(EGCG, resveratrol dan polifenol alami lainnya) oleh konsumsi tinggi sayuran, buah dan teh
hijau. Selain itu, diet jenis paleolitik meningkat konsumsi protein ikan, yang menunjukkan
indeks insulinemia rendah dari pada protein susu dan merupakan sumber yang asam lemak
w-3 anti-inflamasi yang menguntungkan [8,43]. Pasien menunjukkan peningkatan disposisi
genetik untuk jerawat misalnya dengan polimorfisme gen TNFa, IGF1, TLR2, FGFR2 yang
bermutasi atau polimorfisme androgen reseptor (AR) dengan pengulangan CAG yang lebih
pendek yang dapat berakibat pada sinyal mTORC1 yang terus meningkat. Orang-orang ini
kemungkinan besar termasuk kelompok pasien dengan jerawat sedang hingga berat serta
jerawat resisten terapi, yang mungkin tidak dapat disembuhkan dengan intervensi diet saja.
Tentu, pasien ini membutuhkan pengobatan farmakologis yang berkepanjangan dan cukup
tapi mungkin masih mendapatkan manfaat dari diet untuk melemahkan sinyal mTORC1
dengan diet tipe paleolitik.

Kesimpulan
Pengetahuan baha akne vulgaris sebagai penyakit akibat perkembanagn zaman berbasis
mTORC1 yang dimediasi oleh diet ala Barat dan konsep yang diusulkan baru-baru ini bahwa
cara kerja agen anti jerawat yang biasa digunakan mengurangi sinyal mTORC1 yang
meningkat memungkinkan pengembangan strategi baru untuk perawatan jerawat. Strategi
kausal utama yang mengoreksi peningkatan sinyal mTORC1 yang diinduksi dari diet pada
jerawat harus mempertimbangkan intervensi diet dengan diet tipe paleolitik yang
membatasi karbohidrat hiperglikemik serta asupan susu dan produk susu yang tinggi [44].
Konsep patogenesis dan terapi mTORC1 pada jerawat memungkinkan pengembangan
rasional agen anti-jerawat baru. Penghambat mTORC1 topikal atau sistemik alami yang
berasal dari tumbuhan seperti Resveratrol dan EGCG bisa dikombinasikan dengan diet tipe
paleolithic. Lebih lanjutnya, ada kesempatan untuk mengembangkan berbagai penghambat
mTOR kinase sintetis dengan berat molekul rendah (TORkinibs), yang dapat membuka jalan
baru untuk farmakologis pengobatan jerawat.

Pandangan dalam lima tahun


Kesadaran baru akan jerawat yag berasal dari kumpulan penyakit metabolik berbasis
mTORC1 memberi alasan untuk menurunkan regulasi mTORC1 dengan terapi nutrisi dan
juga intervensi farmakologis. Dua komponen utama penyebab jerawat dari makanan ala
Barat telah diidentifikasi: Beban glikemik tinggi dan konsumsi susu. Padahal efek samping
dari beban glikemik tinggi pada jerawat secara meyakinkan telah ditunjukkan, penelitian
acak plasebo terkontrol yang meneliti pengaruh susu dan berbagai produk susu begitu juga
dengan penelitian yang menyelidiki beban glikemik tinggi dalam kombinasi dengan
peningkatan konsumsi susu / susu masih harus dilakukan dengan perpaduan ilmu gizi dan
dermatologi. Penelitian selanjutnya harus memperjelas jalur yang diperankan oleh susu
terhadap sinyal mTORC1. MikroRNA exosomal yang dikenal baru-baru ini ada dalam susu
komersial bisa jadi merupakan stimulus penting dari timbulnya jerawat. MicroRNA-21 yang
berasal dari susu dapat melemahkan ekspresi penghambat siklus sel yang penting dan
protein penekan tumor seperti PTEN, Sprouty dan PDCD4, sehingga semakin meningkatkan
sinyal MTORC1 dalam mendukung perkembangan jerawat.
Tampilan jerawat saat ini sebagai penyakit berbasis mTORC1 memungkinkan
penerapan berbagai strategi farmasi baru untuk menargetkan peningkatan sinyal mTORC1
pada berbagai tingkatan. Harus diingat bahwa sinyal inflamasi dan nutrisi semua
diintegrasikan oleh mTORC1. Pada pasien dengan jerawat, tidak hanya sebosit dan
keratinosit akroinfundibular yang secara metabolik teraktivasi berlebihan tapi juga sel
kekebalan tubuh menciptakan lingkungan peradangan jerawat. MTORC1 memainkan peran
utama dalam regulasi respon imun dan peradangan. Karena efek imunosupresif dan anti
proliferatif yang kuat, rapamycin penghambat alosterik mTORC1 sudah digunakan untuk
terapi imunosupresif dan pengobatan kanker. Penghambat mTORC1 alami yang berasal dari
tanaman seperti resveratrol dan EGCG telah menunjukkan efek klinis yang menjanjikan
dalam pengobatan jerawat dan pengurangan sintesis sebum dan perlu dipelajari secara
tebih terinci. Penghambat mTORC1 sintetis, yang baru-baru ini dikembangkan untuk
pengobatan berbagai jenis kanker, mungkin dalam konsentrasi sedang yang tidak
mematikan akan berhasil untuk pengobatan topikal jerawat.

Anda mungkin juga menyukai