Anda di halaman 1dari 6

YUNITA IKA PRATIWI

FK UNISMA/ 21704101018

FENITOIN
Fenitoin (difenilhidantoin) merupakan salah satu golongan hidantoin selain mefenitoin,
etotoin dan fosfenitoin.1

FARMAKODINAMIK

Fenitoin berefek mengurangi frekuensi kejang dan keakutan tanpa menyebabkan depresi
sistem saraf pusat yang menyeluruh. Aksi ini termediasi melalui efek pada saluran Na+ yang
diaktivasi oleh tegangan dalam membrane sel neuron. Depolarisasi membran sel neuron memicu
saluran Na+ yang diaktivasi oleh tegangan untuk terbuka sehingga memfasilitasi transmisi
potensial aksi menuju akson dan pada akhirnya dari sel ke sel. Setelah pembukaan, saluran Na+
yang diaktivasi oleh tegangan ini akan tertutup secara spontan. Ini merupakan inaktivasi berkala
dari saluran Na+. Inaktivasi ini diperkirakan menyebabkan periode refraktori, yaitu suatu periode
waktu setelah potensial aksi selama waktu potensial aksi lainnya tidak dapat ditimbulkan.1,2

Obat ini membatasi secara efektif pencetusan berulang dari potensial aksi dengan cara
memperlama inaktivasi, sehingga memperlambat laju repolarisasi sel-sel neuron. Pada
konsentrasi terapeutik, hanya sel-sel neuron yang telah didepolarisasi yang dilindungi dari
pencetusan berulang tanpa efek terhadap pencentusan spontan atau respon terhadap asam-γ-
aminobutirat (GABA) atau glutamate. Hal ini secara efektif membatasi perkembangan pelepasan
elektrik menyimpang yang menandakan epilepsi. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis
letal menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada
penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak.2

Gambar 1. Mekanisme Kerja Fenitoin3


FARMAKOKINETIK

Absorpsi fenitoin yang diberikan secara per oral berlangsung lambat, sesekali tidak
lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Fenitoin sukar
diabsorpsi di dalam lambung karena pH cairan lambung yang rendah (±2,0), menjadikan fenitoin
tidak larut walaupun mungkin terdapat dalam bentuk tidak terionisasi. Duodenum sebagai tempat
utama absorpsi dengan pHnya yang lebih tinggi yang meningkatkan kelarutan obat. Absorpsi
melambat di dalam jejenum dan ileum, dan memburuk di kolon.1,2

Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila loading dose perlu diberika,
600-800 mg dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam
waktu 24 jam. Karena kelarutan yang buruk, pemberian fenitoin IM menghasilkan endapan obat
dan pembentukan masa tidak larut, ini bersamaan dengan nyeri karena injeksi IM dari larutan pH
tinggi sehingga fenitoin diberikan IV. Setelah suntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, otot
skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar ludah.

Fosfenitoin merupakan prodrug fenitoin, dikembangkan dan diformulasikan secara


spesifik untuk meningkatkan kelarutan fenitoin untuk penggunaan parenteral. Fosfenitoin
merupakan ester dinatrium fosfat dari fenitoin sehingga fosfenitoin mudah larut dalam larutan
cair dan dikonversi secara cepat dan lengkap secara in vivo melalui kerja enzim fosfatase serum.
Fosfenitoin dikemas dalam dosis milligram ekuivalen fenitoin (mPE).2

Pengikatan fenitoin oleh albumin plasma kira-kira 87-93%. Volume distribusi 35-70
L/70kg, Waktu paruh 20-30 jam. Pada hipoalbuminemia/uremia terjadi penurunan protein
plasma, kadar plasma fenitoin total menurun, tetapi fenitoin bebas tidak jelas menurun, sehingga
apabila dosis fenitoin ditambah maka toksisitas dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk wanita
hamil dan wanita pemakai kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%; sedangkan pada pasien
penyakit ginjal, penyakit hati atau hepatorenal dan neonatus fraksi bebas rata-rata >15%. Pada
pasien epilepsi , fraksi bebas berkisar antara 5,8-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf
sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobarbital.
Biotransformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh enzim mikrosom hati.
Fenitoin dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450, terutama isozim 2C19 dan 2C9. Metabolit
utamanya adalah derivate parahidroksifenil. Biotransformasi oleh enzim mikrosom hati sudah
mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga peninggian dosis akan meningkatan kadar
fenitoin dalam serum secara tidak proporsional dan mneyebabkan intoksikasi. Oksidasi pada satu
gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya. Sebagian besar metabolit fenitoin
diekskresi bersama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan absorpsi dan biotranformasi
lanjutan dan dieksresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh
tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi.1

Gambar 2. Metabolisme Fenitoin3

INTERAKSI OBAT

Kadar fenitoin dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol,
disulfiram, isoniazid, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide, karena obat tersebut
menghambat biotranformasi fenitoin. Sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat, dan asam
valproate akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan kadar obat
bebas dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga
teofilin meningkatan biotransformasi fenitoin dan mengurangi absorpsinya. Fenitoin akan
menurun kadarnya apabila dikombinasikan dengan fenobarbital atau karbamazepin, karena
keduanya menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang kadar fenitoin meningkat akibat
inhibisi kompetitif dalam metabolisme. Karena itu, kombinasi harus dilakukan hati-hati
sebaiknya diikuti pengukuran kadar obat dalam plasma.1,2
Walaupun makanan dapat sedikit mengubah laju absorpsi fenitoin, pemasukan makanan
dapat menurunkan secara drastis ketersediaan hayati suspense fenitoin ketika diberikan melalui
feeding tube.2

Fenitoin mengubah kontrasepsi oral sehingga menurunkan efikasinya, menurunkan kerja


bishidroksi kumarin sehingga menurunkan efek antikoagulasi, menurunkan kerja asam folat,
menurunkan kinidin dan menurunkan vitamin D.2

DOSIS.

Fenitoin (difenihidantoin) tersedia sebagai garam Na dalam bentuk kapsul 100 mg dan tablet
kunyah 50 mg untuk per oral. Sedian suntik ampul 100 mg/2ml, sedangkan bentuk sirup dengan
takaran 125mg/5ml dan sirup anak 30 mg/5ml. Fenitoin lepas lambat dalam bentuk kapsul 200
mg dan 300 mg. Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg/ hari, dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan antara 300-400 mg, maksimum 600 mg/hari. Anak diatas 6 tahun,
dosis awal sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3
dosis dewasa; dosis pemeliharan 4-8 mg/kgBB/hari, maksimum 300 mg. Dosis awal dibagi
dalam 2-3 kali pemberian.1,3

Fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis fenitoin
selanjutnya adalah 5-10 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.1

KADAR TERAPI DALAM SERUM (optimum) 10-20 mcg/ml. KADAR MANTAP


TERCAPAI 7-8 hari.2

EFEK SAMPING2

 Sistem saraf : Sedasi, nistagmus (> 20 mcg/ml), ataksia (>30 mcg/ml), letargi (>40 mcg/ml)
diplopia, dyskinesia, penurunan tingkat intelektualitas, perburukan epilepsy (overdosis
fenitoin), neuropati perifer (efek kronis)
 Sistem pernapasan : penurunan kapasitas difusi paru.
 Sistem kardiovaskuler : hipotensi (fenitoin IV)
 Sistem GIT : mual, muntah, gangguan hati (ikterik, hepatitis).
 Sistem saluran kemih : nefritis
 Sistem musculoskeletal : osteomalasia dan hipokalsemia, leukopenia, penurunan asam folat
(anemia megaloblastik), sindrom pseudolimfoma (efek kronis)
 Sistem endokrin : hiperglikemia, tiroiditis (efek kronis)
 Kulit : kemerahan, wajah kasar, jerawat, pengerasan pada bentuk wajah, hirsutisme (efek
kronis)
 Gusi : hiperplasia gingival (efek kronis)
 Teratogenisitas : Cacat kongenital apabila mendapatkan fenitoin selama trimester pertama
yaitu sindroma fetal-hidantoin (bibir sumbing, palatum sumbing, kelainan jantung
kongenital, pertumbuhan lambat dan defisiensi mental). Pada kehamilan lanjut, fenitoin
menyebabkan abnormalitas tulang neonatus.

INDIKASI1

Terutama diinkasikan pada bangkitan tonik klonik dan bangkitan parsial atau fokal. Fenitoin juga
bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks. Indikasi lain : neuralgia trigeminal, dan aritmia
jantung

Gambar 3. Pemilihan Obat Antikejang3


DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, W., Kari, Komang., Soetjiningsih. 2008. Knowledge, attitude, and practices of
presents with children of first time and recurrent febrile seizure. Pediatrica Indonesia.
2. Mozayani,P dan Raymon, C. 2008. Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis dan
Forensik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Katzung BG, Trevor AJ, editors. 2015 Basic and clinical pharmacology 13th edition. New
York: Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai