Jantung adalah salah satu organ paling vital di tubuh manusia. Di dalam tubuh, jantung
berfungsi sebagai alat pemompa darah melalui sistem pembuluh darah yang mempunyai
kapasitas volume terbatas. Jantung juga merupakan sistem penghantaran elektrik yang
memelihara frekuensi dan irama yang teratur. Bila melihat fungsi jantung dari sini, malfungsi
jantung dan intervensinya dapat dijelaskan sebagai berikut ;
Gagal Jantung
Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart failure =
decompensatio cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi pengurangan kontraktilitas otot
jantung yang menimbulkan bendungan sirkulasi sehingga jantung gagal untuk mengalirkan
darah ke jaringan dan kebutuhan oksigen di berbagai jaringan tidak terpenuhi. Hal ini terjadi
karena berbagai sebab, antara lain hipertensi, kelainan katup jantung, anemia berat, defisiensi
vitamin B1, sirosis hepatitis, gagal ginjal dan penyakit paru kronis.
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung, dibedakan atas 3 golongan,
yaitu :
1. Obat-obat inotropik :
a. Glikosida Jantung
Glikosida jantung memiliki gugus gula khas pada strukturnya. Oleh penduduk Afrika dan
Amerika Selatan, glikosida jantung banyak digunakan untuk racun panah. Efek farmakologi
terutama terhadap jantung. Glikosida jantung ditemukan pada beberapa keluarga tumbuhan :
Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae dan Ranunculaceae. Sumber glikosida jantung yang
utama dalam perdagangan adalah dari genus Digitalis dan Strophantus. Genus ini juga
merupakan sumber saponin. Contohnya senyawa digitonin (aglikon: digitoksigenin)
dari Digitalis purpurea.
Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, antara lain:
e) Urginea maritma (ganggang laut) : skilaren (zat aktif yang memacu kerja jantung)
Digitoksin, mempunyai waktu paruh lebih panjang, lebih banyak diadsorbsi dari
saluran cerna, lebih banyak terikat protein dan dimetabolisme lebih luas sebelum
ekskresi. Sedangkan digoksin tidak dimetabolisme sama sekali. Mekanisme kerja dan
efek yang tak diinginkan sama dengan digoksin, sedangkan indikasinya jarang
digunakan karena waktu paruh panjang (bila timbul toksisitas, sulit mengeluarkan obat
aktif dari tubuh). Berguna pada pasien dengan gagal ginjal karena tidak dapat
mengekskresi digoksin.
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerjanya menghambat Na+ / K + ATPase (pompa natrium) dan tinggi aliran Ca+
+
ke dalam. Kontraksi ditingkatkan dengan naiknya Ca ++ intrasel. Naiknya curah jantung dan
berkurangnya ukuran jantung, aliran balik vena dan volume darah, menyebabkan diuresis
dengan meningkatnya perfusi ginjal. Memperlambat kecepatan ventrikel pada fibrilasi atau
fluter atrium dengan meningkatnya sensitivitas nodus AV terhadap penghambatan vagal.
Tingginya resistensi vascular perifer.
Farmakokinetik :
Bioavailabilitas preparat oral sangat bervariasi, sehingga perlu memonitor kadarnya dalam
serum. Adsorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna. Derajat adsorbsi
lanatosid C adalah 50%, tepung dan tincture digitalis 20%, digoksin 50%, digitoksin 100%.
Jadi, pada digitoksin seluruhnya diadsorbsi masuk ke dalam darah, sama seperti pada
pemberian IV. Ekskresi berbeda-beda menurut jenis masing-masing. Indikasi klinik glikosida
digitalis untuk lemah jantung kongestif dan untuk depresi nodus AV.
Indikasi
gagal jantung, fibrilasi atrium, flutter atrium, takikardi poroksimal, juga diindikasikan untuk
hipoventilasi, syok kardiogenik dan syok tirotoksik, sering diberikan dahulu dosis muatan
untuk mencapai kadar terapeutik lebih cepat.
Efek Samping
Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling
dini yang timbul pada keracunan digitalis.
Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel (gangguan
pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok SA dan blok AV.
Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium,
konvulsi dan halusinasi.
Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau seluruhnya); penglihatan
kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia
yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia).
Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia (menyerupai efek
estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria (jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata
dalam darah, dan (4) koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.
Interaksi Obat
Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis.
Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek inotropik digitalis
yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.
Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim mikrosomal hati
sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin (metabolitnya digoksin).
Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan golongan
diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung.
Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.
Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.
Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam, eritromisin, dan hipotiroid
dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid, prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat
menurunkan efek digoksin.
b. Dobutamin
Dobutamin adalah suatu agonis -adrenergik yang bekerja sebagai inotropik positif pada
jantung. Dalam dosis sedang, dopamine meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa
meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif
selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol dalam hal
meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung
daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan
inotropik positif.
Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik sebagai
pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada 1-adrenoreseptor,
sedikit memenuhi 2-reseptor dan serta tidak memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu,
dobutamin juga menambah otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti
pada isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin tidak mempunyai efek
reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak menyebabkan
vasodilatasi ginjal.
Efek Samping :
Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.
Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-kadang
terjadi.
Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa gagal jantung,
dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.
Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh berbeda
dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi. Dobutamin menambah
konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 10% pasien memakai dobutamin, irama
jantung dan tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis
diturunkan.
c. Inhibitor Fosfodiesterase
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai inhibitor
fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP intrasel, dan
meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil
uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian
mendadak dan tidak dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.
DIURETIKA
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui
kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat
yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah
(dekstran) atau merintangi sekresi hormone antidiuretik ADH (air, alkohol).
Ginjal memegang peranan penting dalam patogenesis gagal jantung, sebab pengurangan
volume cairan ekstrasel dengan diuretika akan menurunkan preload, mengurangi bendungan
paru dan edema di perifer, karena itu dewasa ini diuretika sering dipakai sebagai obat pertama
pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Golongan tiazid
adalah obat terpilih untuk gagal jantung.
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua
zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah. Untuk ini, darah mengalami filtrasi, di
mana semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel
darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang 1 juta filter kecil ini (glomeruli) dan setiap 50
menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah dimurnikan dengan melewati saringan tersebut.
Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan
organ terpenting pada pengaturan homeostatis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan
intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume totaldan susunan cairan ekstrasel.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai
saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-gram dan glukosa. Ultrafiltrat,
yang diperoleh dari filtrasi dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung di wadah
yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian
disalurkan ke pipa kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal dan distal, yang letaknya
masing-masing dekat dan jauh dari glomerulus, kedua bagian ini dihubungi oleh sebuah
lengkungan (Henles loop). Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam, antara lain ion Na+. Zat-zat
ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak
berguna seperti ampas perombakan metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar tidak
diserap kembali.
Akhirnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus
colligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke
kandung kemih dan ditimbun di sini sebaga urin. Dengan demikian, ultrafiltrat yang setiap
harinya dihasilkan rata-rata 180 liter oleh seorang dewasa, dipekatkan sampai hanya lebih
kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah.
Dena, dipekatkan sampai hanya lebih kurang 1 liter air kemih.gan demikian, suatu obat yang
cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubuler, misalnya dengan 1% mampu melipatgandakan
volume kemih (menjadi ca 2,6 liter).
1. Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif
untuk lebih kurang 70%, antara lain ion Na + dan air, begitu pula glukosa dan ureum.
Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak
berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbiotol)
bekerja dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaik Henles loop ini ca 25%dari semua ion Cl yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa
air hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida,
bumetanida dan etakrinat bekerja terutama dengan merintangi transport Cl dan
demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
3. Tubuli distal.
Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih
hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl sebesar 5-10%. Kemudian ion Na+ ditukarkan
dengan ion K+ atau NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal
aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium
(amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi
Na+ (kurang dari 5%) dan retensi K+.
4. Saluran pengumpul.
Hormon antidiuretika ADH (vasopresin) dari hipofise bertitik kerja di sini dengan
jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
Penggolongan
Indikasi:
Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.
a) Hipertensi.
Guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun.
Khususnya derivat thiazida digunakn untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada
jangka panjang ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya, maka hanya digunakan
bila ada kontraindikasi untuk thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme
kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang
diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic.
Thiazida memperkuat efek obat-obat hipertensi beta-blockers dan ACE-inhibitors,
sehingga sering dikombinasi dengannya. Penghentian pemberian thiazida pada lansia
tidak boleh secara mendadak, karena risiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan
peningkatan tensi.
b) Gagal jantung (decompensatio cordis),
Bercirikan peredaran darah tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di
jaringan, akibatnya air tertimbun dan terjadi udema, misalnya dalam paru-paru (udema
paru). Begitu pula pada sindrom nefrotis, yang bercirikan udema tersebar akibat
proteinuria hebat karena permeabilitas dipertinggi dari membran gromeruli, atau pada
busung perut (ascites) dengan air tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati (hati
mengeras). Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkungan, dalam keadaan
parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida dapat
memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Selain itu, thiazida juga
digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibtkan kesulitan, seperti
pada hipertrofi prostat.
Efek Samping
a. Hipokaliemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan titik kerja di bagian muka
tubuli distal memperbesar ekskresi ion K + dan H+ karena ditukarkan dengan ion Na+.
Akibatnya adalah kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan
ini terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi
furosemida atau bumetanida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium
ini berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga
aritmia jantung, tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata.
Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon
12,5 mg sehari) hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu, tak perlu
disuplei kalium (slow-K 600 mg) yang dahulu agak sering dilakukan. Kombinasinya
dengan suatu zat penghemat kalium sudah mencukupi.
Pasien jantung dengan ganguan ritme atau yang diobati dengan digitalis, harus
dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan
dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan peningkatan
risiko kematian mendadak (sudden inert deathi).
b. Hiperurikemia
Hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretiak,
kecuali amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara
diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli, terutama klortalidon
memberikan risiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada
pasien yang peka.
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama
thiazida terkenal menyebabkan efek ini (efek antidiabetika oral diperlemah olehnya).
d. Hiperlipidemia
Hyperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total (juga
LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai factor
pelindung untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian
adalah indapamida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipida tersebut. Arti klinis
dari efek samping ini pada penggunaan jangka panjang belum jelas.
e. Hiponatriemia
Hiponatriemia akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan,
kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa
gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia
peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang
berangsur-angsur dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali
seminggu. Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan
alkali dalam darah).
f. lain-lain: ganguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala,
pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan
furosemida/bumetanida dalam dosis tinggi.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak
dikehendaki, seperti :
penghambat ACE dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
obat-obat rema (NSAIDs) dapat agak meperlemah efek diuretis dan antihipertensif
akibat sifat retensi natrium dan airnya.
kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat, berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversibel).
antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
litium klorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
Zat-zat Tersendiri
1. Furosemida: frusemide, Lasix, Impugan
Turunan sulfonamide ini berdaya diuretic kuat dan bertitik kerja di lengkungan Henle
bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang akut. Mulai
kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa
menit dan 2,5 jam lamanya.
Resorpsi
dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%, plasma t-1/2 nya 30-60 menit;
ekskresinya melalui kemih secara utuh; pada dosis tinggi juga lewat empedu.
Efek samping
Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v. terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian
(reversibel) dan hipotensi. Hipokaliemia reversibel dapat terjadi pula.
Dosis :
pada edema: oral 40-80 mg pagi p.c., jika perlu atau pada insufisiensi ginjal sampai 250-
4000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v. (perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut
hipertensi samapi 500 mg. Penggunaan i.m. tidak dianjurkan.
Bumetanida (Burinex) adalah juga derivat sulfamoyl dengan kerja diuretis yang 50 kali
lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemdia, juga
pengunaannya.
Dosis: oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. I.m./i.v. 0,5-2 mg.
Derivat fenoksiasetat ini juga bertitik kerja di lengkungan Henle. Efeknya pesat dan kuat,
bertahan 6-8 jam. Ekskresinya berlangsung melalui empedu dan kemih. Berhubung
ototoksisitasnya dan seringnya mengakibatkan gangguan lambung usus, zat ini tidak boleh
diberikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun.
3. Hidroklorthiazida
Senyawa sulfamoyl ini diturunkan dari klorthiazida yang dikembangkan dari
sulfanilamide. Bekerja di bagian muka tubuli distal, efek diuretisnya lebih ringan dari
diuretika lengkungan tetapi bertahan lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih kuat
(pada jangka panjang), maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi
ringan sampai sedang. Seringkali pada kasus yang lebih berat dikombinasikan dengan
obat-obat lain untuk memperkuat efeknya, khususnya beta-blockers.
Efek optimal ditetapkan pada dosis 12,5 mg dan dosis di atasnya tidak akan memperoleh
penurunan tensi lagi (kurva dosis efek datar). Zat induknya klorthiazida berkhasiat 10 kali
lebih lemah, maka kini tidak digunakn lagi.
Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP-nya ca 70% dengan plasma-t1/2 6-15 jam.
Ekskresinya terutama lewat kemih secara utuh.
Dosis: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c., udema: 1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg
2-3x seminggu.
Sediaan kombinasi:
Lorinid, Moduretic = HCT 50 + amilorida 5 mg
Dytenzide = HCT 25 + triamteren 50 mg
*Derivat HCT telah banyak sekali disintesa, senyawa ini memiliki daya kerjasama dan
hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya, rata-rata 12-18 jam. Khususnya
digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat hipertensi lain, antara lain:
* Aldazide = buthiazida 2,5 + spironolakton 25 mg
* Dyta-urese = epitizida 4 + triamteren 50 mg.
* Inderetic = bendroflumethiazida 2,5 + propranolol 80 mg.
4. Klortalidon: Hygroton
Derivat sulfonamide ini rumusnya mirip dengan thiazida, begitu pula khasiat diuretis
sedang. Mulai kerjanya sesudah 2 jam dan bertahan sangat lama, antara 24-72 jam
tergantung pada tingginya dosis. Efek hipotensifnya bertambah secara berangsur-angsur
dan baru optimal sesudah 2-4 minggu.
Resorpsinya dari usus tak menentu, rata-rata 50% dan mengalami FPE dari 10-15%.
Plasma-t1/2nya amat tinggi, lebih kurang 54 jam, mungkin berhubung terikat kuat pada
eritrosit. Ekskresinya lewat kemih lebih kurang 45% secara utuh.
Dosis: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c. (dosis optimal), udema: setiap 2 hari 100-200 mg,
pemeliharaan 25-50 mg sehari.
Sediaan kombinasi:
*Trasitensisn = klortalidon 10 + oksprenolol 80 mg
*Tenoretic 50 = klortalidon 12,5 + atenolol 50 mg
Adalah derivat sulfamoyl long-acting dengan efek hipotensif kuat pada dosis sub-diuretis,
yang baru optimal setelah 2-4 bulan. Efeknya bertahan beberapa minggu sesudah terapi
dihentikan, tanpa terjadi rebound effect.
Resorpsinya lengkap, bersifat sangat lipofil dan terikat kuat pada eritrosit.
VASODILATOR
Penggolongan Vasodilator
Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik kerjanya, yaitu:
1. Alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah daya
vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole.
2. Beta-adrenergika: isoxuprin.
Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek vasodilatasi di
bronchia dan otot, tetapi terutama di bagian yang tidak sakit.
3. Antagonis ca: nifedipin dan nimodipin, bensiklan, flunarizin dan sinarizin.
Obat-obat ini memblok saluran ca (calcium channels) di sel otot jantung dan otot-otot
pembuluh, sehingga menghindarkan kontraksi dengan efek vasodilatasi di arteriole.
Dinding vena tidak dipengaruhi karena jauh kurang sensitif.
4. Derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinol-, inositol-, metal-, dan tokoferol-
nikotinat.
Asam nikotinat dan derivat-derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit di muka,
leher dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru
berkurang. Maka itu, zat ini kurang berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau
kaki (claudicatio), lebih efektif pada vasospasme di kulit (S. Raynaud).
5. Obat-obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko
biloba dan siklandelat (Cycloslasmol).
Efek Samping
Semua vasodilator menimbulkan beberapa efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi,
yakni:
turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala berdenyut-
denyut. efek hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat diperkuat.
tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan) dengan gejala
debar jantung (palpitasi), peraaan panas di muka (flushing) dan gatal-gatal.
gangguan lambung-usus, seperti mual dan muntah-muntah. Guna mengurangi efek
yang tak diinginkan ini, vasodilator sebaiknya diminum pada waktu atau sesudah
makan.
Zat-zat Tersendiri
1. Buflomedil: Loftyl
Derivat pyrrolidin ini berkhasiat alfa-adrenolitik (alfa-blocker), menghambat agregasi
trombosit dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek meningkatkan sirkulasi
darah perifer. Efektif pada claudicatio dengan memperbaiki jarak jalan tanpa nyeri dan
total efeknya baru nyata setelah 2-4 minggu.
Efek sampingnya berupa umum; pada dosis terlampaui tinggi dapat terjadi agitasi, rasa
kantuk, malah konvulsi.
Dosis: oral 2 dd 150 mg selama minimal 12 minggu. Setengah dosis pada gangguan
hati dan ginjal serta lansia.
Di samping itu, zat ini juga menstimulasi neurotransmisi di otak dengan mengaktifkan
reseptor dopamine dan serotonin dan dikatakan memperbaiki metabolisme sel-sel otak
yang terganggu. Atas dasar ini, kodergokrin digunakan pada keadaan dementia dengan
efek yang tak menentu, juga digunakan pada gangguan sirkulasi perifer dan sebagai
profilaksis pada pelbagai jenis sakit kepala, antara lain migrain. Pada M.Alzheimer
tidak berguna. Lama kerjanya hanya singkat, ca.3 jam.
Resorpsinya dari usus 30% dengan FPE besar, hingga BA-nya hanya ca 10%. PP-nya
80%, plasma t-1/2nya lebih kurang 2 jam. Ekskresinya terutama melalui tinja dan
hanya 2% lewat kemih secara utuh.
Efek sampingnya yang paling sering terjadi adalah hidung tersumbat, jarang mual dan
muntah, kulit menjadi merah dan bradycardia.
Resorpsinya dari usus baik, BA-nya hanya 3%, plasma t-1/2nya ca 2 jam. Ekskresinya
terutama lewat kemih. Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum. Obat ini
aman bagi wanita hamil dan menyusui.
Dosis: oral pada vasospasme perifer dan dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg (klorida) p.c.,
i.m. 3 dd 10 mg.
4. Nifedipin: Adalat/retard
Derivat dihidropiridin ini termasuk kelompok antagonis kalsium (calcium entry
blockers) yang berdaya menghambat masuknya Ca ke dalam sel-sel otot jantung dan
sel-sel otot polos dinding arteri. Oleh karena itu, kontraktilitas sel-sel tersebut dihambat
dengan efek vasodilatasi. Banyak digunakan antara lain pada penyakit jantung angina
pectoris dengan menghindarkan terjadinya kejang hingga penyaluran darah ke otot
jantung meningkat, juga pada hipertensi berkat daya vasodilatasi perifernya dan pada
S.Raynaud guna meniadakan kejang di jari-jari tangan.
5. Nimodipin (Nimotop)
Derivat lipofil dengan khasiat dan penggunaan yang sama. Di samping indikasi di atas,
zat ini digunakan pula setelah pendarahan otak untuk mencegah keluhan ischemia
akibat kejang pembuluh otak. Dianjurkan pula pada kelemahan fungsi otak (ingatan dan
pikiran).
Pada suatu studi dengan 755 lansia (Perrugia Nimodipine Study Group,1993) telah
dibuktikan efek baiknya terhadap daya belajar dan ingatan lemah. Cara kerjanya
berdasarkan teori bahwa pada proses menua metabolisme kalsium terganggu dan tidak
berlangsung normal lagi. Antagonis Ca nimodipin berdaya menormalisasi pertukaran
zat yang terganggu itu.
Hipertensi adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan diastolic lebih
dari 90 mmHg pada saat istirahat, kecuali pada isolated systolic hypertension, dengan adanya
peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai peningkatan tekanan diastolik. Ada hipertensi
yang tidak diketahui sebabnya (hipertensi esensial) atau hipertensi sekunder dengan sebab
yang jelas, misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskuler, berbagai penyakit endokrin dan
obat-obatan.
Hipertensi biasanya asimptomatik (tidak ada gejala). Tetapi hipertensi kronis menyebabkan
komplikasi tertentu (gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan iskemia miocard).
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi :
o Diuretik
o Penyekat reseptor beta adregenik ( - blocker)
o Penghambat angiotensin-converting enzyme ( ACE-inhibitor)
o Penghambat reseptor angiotensin ( ARB)
o Antagonis Kalsium
DIURETIK
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler.
Golongan Tiazid
GOLONGAN TIAZID
Hidroklorotiazid (HCT)
Bendroflumetiazid
Klorotiazid
Hidroklorotiazid (Hct)
Cara kerja :
menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+
dan Cl- meningkat
Indikasi
Interaksi Obat
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesia
Hiperkalsemia
Hiperglikemia pada DM
Furosemid
Torasemid
Bumetanid
As. Etakrinat
Furosemid
Cara kerja :
bekerja di ansa henle asenden bagian epitel tebal dengan menghambat kotransport
Na+, K+, Cl- dan menghambat reabsorbsi air dan elektrolit.
Indikasi
Hipertensi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ( Cr serum > 2.5
mg/dL) atau gagal jantung
Edema
Kontraindikasi
Anuria
Nefritis akut
Ketidakseimbangan elektrolit
Efek Samping
Hiperkalsiuria
Interaksi Obat
Amilorid
Triamteren
Spironolakton
Spironolakton
Mekanisme Kerja
Indikasi
Hipertensi
Hiperaldosteronisme
Asites
Edema
Sindroma Nefrotik
Kontraindikasi
Anuria
Hiperkalemia
Hipersensitif
Interaksi obat
Efek samping
Ginekomastia
Mastodinia
Atenolol
MEKANISME KERJA
INDIKASI
Hipertensi
KONTRAINDIKASI
Bradikardia
EFEK SAMPING
Lemas
INTERAKSI OBAT
ACE inhibitor atau Angiotensin Converting Enzym Inhibitor adalah obat yang menghambat
enzim yang mengubah angiotensin, yang nantinya akan menghambat perubahan Angiotensin
I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium
dengan mengurangi sekresi aldosteron
Obat golongan ACE Inhibitor adalah obat yang efektif digunakan untuk terapi Hipertensi
esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang berat.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk menghindari
resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal mentoleransi.
Captopril
Captopril adalah salah satu obat golongan ACE(Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor
yang pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan
gagal jantung.
Mekanisme kerja
Angiotensinogen
Renin
ACE-Inhibitor co: Captopril
Angiotensin I
Angiotensin II
Diabetes
Dislipidemia
Obesitas
Kontraindikasi
Hiperkalemia
Hipersensitif
Interaksi Obat
Efek samping
Batuk Kering
Merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan insidens 5-20%,lebih sering
pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari. Diduga efek samping ini ada
kaitannya dengan peningkatan kadar bradikinin. Efek samping ini bergantung pada
besarnya dosis dan bersifat reversibel bila obat dihentikan.
Rash
Sekitar 10% pemakai kaptopril mengalami rash makulopapular atau morbiliform yang
bersifat reversibel pada penghentian obat atau dengan pemberian antihistamin.
Dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral atau pada satu-satunya
ginjal yang berfungsi. Hal ini disebabkan dominasi efek ACE-Inhibitor pada arteriol
eferen yang menyebabkan tekanan filtrasi glomerulus semakin rendah sehingga filtrasi
glomerulus semakin berkurang.
2 golongan :
- Nondihidropiridin
- Dihidropiridin
Cara Kerja :
Menghambat masuknya ion calcium kedalam sel otot polos vaskuler sehingga terjadi :
o Vasodilatasi
3 Kelas CCB
Amlodipin
Cara Kerja :
Menghambat masuknya ion calcium kedalam sel otot polos vaskuler sehingga terjadi :
Vasodilatasi
INDIKASI
Angina Pektoris
Hipertensi
Terapi supraventricular
o aritmia
Atrial Flutter
Atrial Fibrillation
Paroxysmal SVT
KONTRAINDIKASI
Takikardia supraventrikular
Hipotensi
Blok AV jantung
Gagal jantung
EFEK SAMPING
Hipotensi
Edema perifer
Hiperplasia Gusi
INTERAKSI OBAT
ALPHA BLOCKER
MEKANISME KERJA
Memblok reseptor alfa adrenergik yang ada pada otot polos pembuluh darah jantung,
sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan menurunkan resistensi perifer.
INDIKASI
Hipertensi
KONTRAINDIKASI
Hipotensi postural/syncope
EFEK SAMPING
Hipotensi ortostotik
Sakit kepala
Palpitasi
Edema perifer
Hidung tersumbat
Mual
Mekanisme Kerja
inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik
pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun
metabolisme bradikinin.
Indikasi
Hipertensi
Gagal jantung kongestif
Kontraindikasi
Stenosis arteri renalis bilateral atau unilateran pada keadaan ginjal tunggal
Hipersensitivitas
EFEK SAMPING
Hipotensi
Pada pasien dengan kadar renin tinggi seperti hypovolemia, gagal jantung, hipertensi
renovaskular, dan sirosis hepatis
Hiperkalemia
Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, atau bila dikombinasikan dengan obat-obatan
yang meretensi kalium (diuretik hemat kalium dan AINS)
Fetotoksik
INTERAKSI OBAT
GOLONGAN LAIN
RESERPIN
Indikasi
Kontra Indikasi
Dosis
AGONIS -2 SENTRAL
Obat-obatan:
Klonidin
Maxonidin
Metildopa
Guanfanin
Resepin
METILDOPA
Indikasi
Efek Samping
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas
Interaksi Obat
Pemberian bersama preparat Fe, mengurangi absorpsi metildopa 70% dan
menyebabkan akumulasi metabolit sulfat
Dosis
VASODILATOR
Hidralazin
Minoksidil
Diazoksid
Natrium nitroprusid
HIDRALAZIN
Indikasi
Efek Samping
Kontra Indikasi
Dosis
ALISKIREN
Indikasi
Hipertensi
Efek Samping
Diare, ruam, meningkatkan asam urat, nyeri sendi, batu ginjal, sakit kepala,
nasofaringitis, dizziness, fatigue, infeksi sal. Napas atas, nyeri punggung dan
batuk.
Kontra Indikasi
Wanita hamil
Dosis
Seringkali obat tunggal belum cukup efektif sehingga terpaksa digunakan kombinasi.
Diuretika + ACE-Inhibitor
Diuretika + Beta blockers
Diuretika + Calsium Chanel Blockers
Diuretika + Angiotensin Receptor Blockers