Abstract
In this study, the construct validity of ikhlas was examined. Exploratory factor analysis was
conducted and followed with testing the correlation among the factors of ikhlas, metaneeds, and
altruism. The subjects in this study amounted to 205 people who participated in the fulfilling
scale. The results show that the construct of ikhlas consists of four dimensions i.e transcendental
motives, emotional control, superiority feeling, and conception as the Servant of God. Emotional
control is a region that overlaps with metaneeds and altruism. This indicates that the construct of
ikhlas has some areas that overlap with the other constructs, but rather as a whole, it still can be said
that there is a unique region described by ikhlas.
Keywords: ikhlas, construct validity, transcendental motive, superiority feeling, emotional
control, servant of god
Ikhlas1 merupakan istilah yang lekat hanya dengan mengikhlaskan segala sesua-
dalam keseharian masyarakat. Dalam kon- tunya.
teks memberi pertolongan, kalimat Saya Hal tersebut di atas mengesankan bah-
ikhlas menjadi jaminan ketulusan dari wa ikhlas dipandang sebagai strategi yang
pemberi. Di tengah situasi bencana, ikhlas berkenaan dengan persepsi, artinya bagai-
menjadi pesan yang sering didengung- mana seseorang memandang situasi yang
dengungkan. Ketika mengalami kegagalan, dihadapi. Ikhlas memiliki potensi untuk
ikhlas menjadi semacam usaha terakhir dikembangkan menjadi model terapi dalam
yang dapat dilakukan. Berada di tengah pengembangan kesehatan mental. Hal ini
situasi yang menekan, ikhlas menjadi kurang lebih seperti halnya yang dikem-
strategi ampuh untuk menghindarkan diri bangkan oleh Erbe Sentanu (2008) melalui
dari frustasi, depresi, serta kondisi negatif Quantum Ikhlas. Erbe Sentanu mengem-
yang lain. Hal tersebut mengesankan bah- bangkan Quantum Ikhlas berdasarkan
wa ikhlas mampu menjadi bentuk terapi hukum gaya tarik (the law of attraction) yang
yang efektif dalam menghadapi kondisi- dicetuskan oleh Rondha Byrne (2007) dan
kondisi yang tidak menyenangkan. Seseo- pemaknaan ikhlas secara umum.
rang dapat melepas semua beban yang ada
Secara umum, ikhlas dimaknai sebagai
sebuah ketulusan dalam memberi perto-
longan (Goddar, 2001), kerelaan, dan pene-
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat mela- rimaan. Padanan kata dalam bahasa Inggris
lui: luluatul_ch@mail.ugm.ac.id
untuk ikhlas sesuai definisi tersebut adalah
2 Atau melalui : nrochman@ugm.ac.id
sincerity, genuine, dan letting go. Istilah yang kepada Tuhan. Dalam kesehariannya, sese-
disebut terakhir merupakan konsep yang orang tidak dapat dipaksa atau ditekan
diperkenalkan oleh Corey (2005) yang me- oleh pihak atau situasi tertentu. Individu
rujuk pada proses melepaskan segala ben- itu juga tidak lagi merasakan ketergan-
tuk perasaan-perasaan negatif yang me- tungan atau kebutuhan yang besar terha-
nyertai suatu peristiwa. Dalam konteks dap kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.
Jawa, ikhlas menurut Poerwadarminta Hal ini sejalan dengan metaneeds Maslow
(1939) diistilahkan dengan eklas, yang ber- (1954, dalam 1970) yang menyatakan ada-
makna nriman, kanthi lega lila terusing batin. nya tingkatan kebutuhan di atas kebu-
Makna tersebut merupakan makna yang tuhan-kebutuhan dasar manusia. Individu
digunakan oleh umumnya masyarakat yang berhasil mencapai tingkat tertinggi
Jawa. Menelisik lebih dalam ke akar kata- dalam hierarkhi kebutuhan adalah indivi-
nya, ikhlas berasal dari kata kholasho du yang memiliki aktualisasi diri. Individu
(Bahasa Arab) yang berarti murni. Ikhlas ini memiliki beberapa karakteristik penting,
dalam konteks ini dimaknai sebagai niat salah satunya adalah otonomi atau self-
yang murni semata-mata mengharap pene- directed.
rimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu Penelitian yang dilakukan Chizanah
perbuatan, tanpa menyekutukan Tuhan (2009) terkait konstruk psikologi ikhlas
dengan yang lain (Qalami, 2003). dengan metode hermeneutika menunjuk-
Penjelasan secara etimologis di atas kan bahwa ikhlas merupakan suatu kondisi
menyiratkan tiga hal, pertama ikhlas di- mental yang berkaitan dengan proses beri-
maknai sebagai bentuk ketulusan dalam deologi sebagai hamba Tuhan. Konsep diri
melakukan suatu perbuatan bagi orang sebagai hamba Tuhan merupakan aspek
lain. Perilaku tulus dalam menolong meru- terpenting dalam ikhlas yang menunjukkan
pakan karakteristik dari perilaku altruisme. bahwa ikhlas merupakan konstruk yang
Ini mengindikasikan adanya keterkaitan bernuansa spiritual. Spiritualitas sendiri
antara ikhlas dengan altruisme. Altruisme memiliki peranan penting dalam pengem-
merupakan bentuk perilaku spesifik dari bangan kesehatan mental (e.g Bonab,
perilaku yang menguntungkan orang lain Hamikirad, & Habibi, 2010; Cotton,
tanpa adanya ekspektasi untuk memper- Zebracki, Rosenthal,Tsevat, & Drotar, 2006;
oleh keuntungan pribadi (Crisp & Turner, Cotton, Larkin, Hoopes, Cromer, &
2007). Rosenthal, 2005), kualitas hidup (e.g Boero,
Kedua, ikhlas dimaknai sebagai bentuk et.al, 2005), proses rehabilitasi (Chally &
kerelaan, penerimaan atas situasi yang Carlson, 2004), dan kebermaknaan hidup
dihadapi. Hal ini memiliki kemiripan de- (e.g Camordy, Reed, Kristeller, & Merriam,
ngan konsep letting go yang dicetuskan 2008).
Corey (2005). Letting go merupakan cara Sebagai sebuah konstruk yang sifatnya
untuk melepaskan prilaku yang menggang- baru dibangun, ikhlas rentan mengalami
gu hubungan sosial seseorang (Fortunas, kesalahpahaman dalam penerimaan dan
2003), yang berhubungan dengan proses pemaknaan masyarakat terhadapnya. Da-
melepaskan emosi (Bedell, 2002). lam bahasa keseharian, misalnya, ikhlas
Dan ketiga, ikhlas merupakan suatu dimaknai sebagai sebuah ketulusan dalam
kondisi di mana individu yang ikhlas memberi pertolongan (Goddar, 2001), kere-
adalah individu yang telah memiliki satu laan, dan penerimaan.Dalam konteks Jawa,
konsep hidup yang berorientasikan hanya ikhlas menurut Poerwadarminta (1939)
diistilahkan dengan eklas, yang bermakna and actual feeling. Ikhlas, in contrast, is
nriman, kanthi lega lila terusing batin. Makna not primarily about ones true motives and
feelings, but about the goodness of ones
tersebut merupakan makna yang diguna- intentions.
kan oleh umumnya masyarakat Jawa.
Perbedaan makna tersebut menunjukkan Ikhlas dikaitkan dengan niat yang baik
bahwa ikhlas memiliki dualisme makna, dalam menolong. Ikhlas muncul apabila
yaitu makna secara populer dan makna pertama pelaku ingin melakukannya,
secara substantif. Konstruksi ikhlas secara kedua, pelaku berpikir bahwa hal ini baik
substantif dilakukan oleh Chizanah (2009) untuk dilakukan, dan ketiga, perbuatan
dengan metode hermeneutika. Pemahaman dilakukan tidak untuk alasan yang lain (hal
yang diperoleh melalui pendekatan herme- 668). Berdasar penjelasan tersebut, ikhlas
neutika adalah pemahaman yang ontologis dapat diartikan sebagai bentuk perilaku
(Arnold & Fischer, 1994) sehingga bersifat menolong didasari niat yang baik, tanpa
teoritis. Oleh karenanya, pembangunan pamrih, demi keuntungan orang lain
konstruk menuju pemahaman yang empiris sebagaimana definisi altruisme menurut
mutlak diperlukan dalam hal ini. Crisp & Turner (2007). Ikhlas dan altruisme
bisa jadi merupakan sinonim atau konsep
Seorang yang ikhlas dapat dikatakan
ikhlas terakomodir dalam altruisme.
sebagai seorang yang religius-spiritual.
Seorang yang religius, sebagaimana diung- Ikhlas apabila dikembalikan pada ta-
kapkan oleh Emmons, Barrett, & Schnitker taran tasawuf, merupakan bagian tak
(2008), adalah seorang yang prososial kare- terpisahkan dalam tasawuf. Studi yang
na mudah berempati, jujur, adil, dan dilakukan Muhammad (2002) mengaitkan
menunjukkan penghargaan pada norma- tasawuf dengan psikologi humanistik
norma prososial. Perilaku yang ditunjuk- Maslow dan menunjukkan adanya kemi-
kan dalam konteks sosial adalah perilaku ripan konsep di antara keduanya, terutama
menolong, altruisme, serta memiliki sikap dalam peak experience. Peak experience dihu-
anti-kekerasan dan menghindari konflik. bungkan dengan tahapan kebutuhan tran-
Oleh karena itu tidak mengherankan apa- sendental, yang merupakan pengembangan
bila ikhlas dimaknai dalam wujud mani- dari teori tentang kebutuhan aktualisasi
fetasi dan efeknya yaitu sebagai perilaku diri. Kebutuhan transendental kemudian
menolong. mengarah pada kemunculan motif transen-
dental. Motif transendental ini merupakan
Goddard (2001) melalui studi semantik
salah satu aspek dalam ikhlas.
meneliti makna ikhlas dalam bahasa perca-
kapan Melayu sehari-hari. Penggunaan Hal-hal tersebut menyiratkan bahwa
kata ikhlas, selalu diiringi kata memberi, ikhlas bisa dikaitkan dengan altruisme dan
menolong, dan kata kerja benevatife lain metaneeds Maslow. Altruisme dan metaneeds
(hal. 666). Ikhlas ternyata juga tidak tepat tentu dua bentuk konstruk yang berbeda.
dipadankan dengan kata sincere dalam Kemudian pertanyaannya, di mana sebe-
Bahasa Inggris. Ini sebagaimana dinyata- narnya posisi ikhlas di antara kedua kons-
kan oleh Goddard (2001: 671): truk tersebut. Apakah ikhlas merupakan
After our discussion of the range of use of
bagian dari altruisme? Apakah ikhlas
sincere, and in the light of explication (El), merupakan bagian dari metaneeds Maslow?
it should be plain that its resemblance to Ataukah ikhlas sesungguhnya merupakan
Malay ikhlas is rather superficial. As konstruk yang independen?
Trilling (1972: 2) says, sincere refers
primarily to a congruence between avowal
Scree Plot
Eigenvalue
3
Tabel 2
Faktor-faktor Tidak Ditoratasi, Komunalitas, dan Varians yang Dijelaskan Setiap
Faktor Skala Ikhlas
Aitem 1 2 3 4 Komunalitas
Ikhlas1 .462 -.036 -.618 -.318 .698
Ikhlas2 .645 -.081 -.371 -.227 .612
Ikhlas3 .411 .238 -.117 -.075 .245
Ikhlas4 .402 .221 -.467 .195 .467
Ikhlas5 .412 .453 -.084 .236 .438
Ikhlas6 .371 .092 -.239 .451 .406
Ikhlas7 .339 -.322 -.064 .344 .341
Ikhlas8 .248 .487 .249 -.460 .572
Ikhlas9 .465 .044 .487 .125 .471
Ikhlas10 .446 .367 .329 -.095 .451
Ikhlas11 .381 .572 .086 .213 .526
Ikhlas12 .371 .371 -.210 .127 .335
Ikhlas13 .436 .320 .346 .003 .412
Ikhlas14 .342 -.196 .258 -.305 .315
Ikhlas15 .301 -.373 .018 -.182 .263
Ikhlas16 .395 -.197 .432 .248 .442
Ikhlas17 .659 -.024 -.130 -.264 .522
Ikhlas18 .656 -.279 -.225 .063 .563
Ikhlas19 .476 -.229 .246 .292 .425
Ikhlas20 .487 -.384 .058 .253 .452
Ikhlas21 .618 -.261 .084 -.065 .461
Ikhlas22 .569 -.205 .243 -.342 .541
Varians yang dijelaskan 4,728 1,976 1,850 1,403
Varians dalam % 21,490 8,984 8,409 38,883
Kumulatif variasn dalam % 21,490 30,474 38,883 45,262
Tabel 3
Faktor-faktor Terrotasi Skala Ikhlas
dan bisa jadi bukan merupakan konstruk nilai Kolmogorov-Smirnov Z (KS-Z) sebesar
yang independen. 0,737 dengan signifikansi p = 0,648 (p>0,05).
Berikut tabel 4 merupakan deskripsi SISa memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov Z
data hasil pengukuran pada skala ikhlas, (KS-Z) sebesar 1,222 dengan signifikansi p =
short index of self-actualization (SISa), dan self 0,101 (p>0,05). SRAS memiliki nilai Kolmo-
report altruism scale (SRAS). gorov-Smirnov Z (KS-Z) sebesar 0,622 de-
ngan signifikansi p = 0,834 (p>0,05).
a. Verifikasi Asumsi Normalitas
b. Estimasi reliabilitas
Uji asumsi normalitas data dilakukan
untuk mengetahui apakah data hasil peng- Pendekatan estimasi reliabilitas yang
ukuran terdistribusi secara normal atau digunakan dalam penelitian ini adalah
membentuk kurva normal. Dalam konteks reliabilitas konsistensi internal alpha-
penelitian ini, uji asumsi normalitas dilaku- cronbach. Koefisien reliabilitas berkisar dari
kan sekedar sebagai keperluan praktis. skor 0,00 hingga 1,00 dengan asumsi bahwa
Analisis yang digunakan untuk menguji semakin mendekati angka 1,00 maka sema-
hal tersebut adalah One-Sample Kolmogorov- kin reliabel-lah alat ukur tersebut. Estimasi
Smirnov Test. Data dikatakan terdistribusi reliabilitas seluruh aitem dalam skala ikhlas
secara normal apabila memiliki nilai pro- menghasilkan skor alpha 0,809. Koefisien
babilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05). ini menunjukkan bahwa skala ikhlas memi-
Tabel 5 berikut menunjukkan hasil uji liki reliabilitas yang baik dan dapat diper-
asumsi normalitas. caya hasil pengukurannya.
Tabel 4
Deskripsi Hasil Pengukuran
Tabel 5
Hasil Uji Asumsi Normalitas Data
Table 7
Matriks korelasi skor faktor ikhlas dan metaneed
SISa (Metaneeds)
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6
Faktor 1 Pearson correlation .092 -.047 .142(*) -.052 .177(*) .013
Sig. (2-tailed) .188 .506 .043 .458 .011 .854
N 205 205 205 205 205 205
Faktor 2 Pearson correlation .334(**) .147(*) .343(**) .221(**) .008 .054
Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .001 .910 .444
Ikhlas
nilai p, dapat dikatakan bahwa Faktor 1 (p<0,01); 0,115 (p>0,05); 0,069 (p>0,05); 0,088
ikhlas memiliki korelasi yang signifikan (p>0,05); dan 0,202 (p<0,01). Berdasar nilai
dengan Faktor 3 dan Faktor 5 metaneeds de- korelasi dan nilai p, dapat dikatakan bahwa
ngan nilai korelasi yang tergolong rendah. Faktor 3 ikhlas memiliki korelasi yang
Secara umum rentang tingkat validitas signifikan dengan Faktor 1, Faktor 2, dan
diskriminan Faktor 1 adalah tinggi (r<0,05) Faktor 6 metaneeds dengan nilai korelasi
hingga menengah (0,33>r>0,05). yang tergolong rendah. Secara umum ren-
Faktor 2 ikhlas memiliki korelasi de- tang tingkat validitas diskriminan Faktor 3
ngan Faktor 1, Faktor 2, Faktor 3, Faktor 4, adalah menengah (0,33>r>0,05).
Faktor 5, dan Faktor 6 metaneeds secara ber- Faktor 4 ikhlas memiliki korelasi de-
urutan sebesar 0,334 (p<0,01); 0,147 ngan Faktor 1, Faktor 2, Faktor 3, Faktor 4,
(p<0,05); 0,343 (p<0,01); 0,221 (p<0,01); 0,008 Faktor 5, dan Faktor 6 metaneeds secara
(p>0,05); dan 0,054 (p>0,05). Berdasar nilai berurutan sebesar -0,061 (p>0,05); -0,122
korelasi dan nilai p, dapat dikatakan bahwa (p>0,05); 0,138 (p<0,05); 0,177 (p<0,05); 0,072
Faktor 2 ikhlas memiliki korelasi yang sig- (p>0,05); dan 0,061 (p>0,05). Berdasar nilai
nifikan dengan Faktor 1, Faktor 2, Faktor 3 korelasi dan nilai p, dapat dikatakan bahwa
dan Faktor 4 metaneeds dengan nilai kore- Faktor 4 ikhlas memiliki korelasi yang
lasi yang tergolong rendah. Secara umum signifikan dengan Faktor 3 dan Faktor 4
rentang tingkat validitas diskriminan Fak- metaneeds dengan nilai korelasi yang tergo-
tor 2 adalah tinggi (r<0,05) hingga rendah long rendah. Secara umum rentang tingkat
(r>0,33). validitas diskriminan Faktor 4 adalah me-
Faktor 3 ikhlas memiliki korelasi de- nengah (0,33>r>0,05).
ngan Faktor 1, Faktor 2, Faktor 3, Faktor 4, Hasil uji korelasi skor faktor ikhlas dan
Faktor 5, dan Faktor 6 metaneeds secara altruismedapat disimak pada tabel 8.
berurutan sebesar 0,156 (p<0,05); -0,257
Table 8
Matriks korelasi skor faktor ikhlas dan altruisme
SRAS (Altruisme)
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5
Faktor 1 Pearson correlation -.005 .044 .016 .015 -.022
Sig. (2-tailed) .939 .536 .819 .826 .750
N 205 205 205 205 205
Faktor 2 Pearson correlation .266(**) .136 .124 .119 .121
Sig. (2-tailed) .000 .052 .077 .089 .084
Ikhlas
ikhlas. Wilayah yang overlap dalam kons- Chizanah, L. (2009) Konstruk Psikologi
truk ikhlas adalah aspek pengendalian Ikhlas (Sebuah Kajian Hermeneutika
emosi. Wilayah yang unik dalam konstruk atas Teks Ihya Ulumiddin Bab Ikhlas).
ikhlas adalah adanya motif transendental, Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
konsepsi sebagai hamba Tuhan, dan Fakultas Psikologi UGM.
superiority feeling. Corey, G. (2005).Theory and Practice of
Analisis dalam penelitian ini dilakukan Counseling and Psychotherapy 7th Edition.
dengan pendekatan EFA. Pendekatan ini Belmont: Brooks/Cole Thompson
memungkinkan peneliti untuk menguji learning.
validitas konstruk melalui pengamatan
Cotton, S., Larkin, E., Hoopes, A., Cromer,
terhadap korelasi antar konstruk secara
B.A. & Rosenthal, S.L. (2005) The
dimensional. Ke depan perlulah kiranya
impact of adolescent spirituality on
diterapkan pendekatan CFA untuk menguji
depressive symptoms and health risk
temuan-temuan dalam penelitian ini.
behaviors. Journal of Adolescent Health
36, 529529.
Kepustakaan Cotton, S., Zebracki, K., Rosenthal, S.L.,
Tsevat, J., & Drotar, D. (2006) Religion/
Arnold, S.J. & Fischer, E. (1994) Herme-
spirituality and adolescent health out-
neutics and consumer research, The
Journal of Consumer Research21 (1),55-70. comes: a review. Journalof Adolescent
Health 38, 472480.
Bagozzi, R.P. & Yi, Y. (1991) Multitrait-
multimethod matrices in consumer Emmons, R.A., Barrett, J. L., & Schnitker,
S.A. (2008) Personality and the capa-
research, Journal of Consumer Research,
city for religious and spiritual expe-
17 (4), 426-439.
rience, Handbook of Personality: Theory
Bedell, T.M. (2002).The Role of Religiosity and Research (edited by Oliver P. John,
in Forgiveness.Dissertation. Graduate Richard W. Robins, & Lawrence A.
School of OhioState University, Ohio. Pervin). New York: The Guilford Press.
Boero, et. al (2005) Spirituality of health Fortunas, D. (2003). The Express of Letting
workers: A descriptive study. Interna- go: A Phenomenological study. Diser-
tional Journal of Nursing Studies 42, 915 tation. Pretoria: Departement of Psycho-
921. logy University Pretoria.
Buss, A.H. (2001) Psychological Dimension of Goble, F.G. (1987) Mazhab Ketiga Psikologi
The Self. California: SAGE Publication. Humanistik Abraham Maslow (Terj. A.
Camordy, J., Reed, G., Kristeller, J., & Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Merriam, P. (2008) Mindfulness, spiri- Goddard, C. (2001) Sabar, ikhlas, setia -
tuality, and health-related symptoms. patient, sincere, loyal? Contrastive
Journal of Psychosomatic Research 64, semantics of some virtuesin Malay
393403. and English, Journal of Pragmatics 33
Chally, P.S. & Carlson, J.M. (2004) Spiri- (2001) 653-681.
tuality, rehabilitation and aging: A lite- Hood, R.W., Hill, P.C., & Spilka, B. (2009).
rature review. Arch Phys Med Rehabil The Pychology of Religion: An Empirical
Vol 85, Suppl 3, July 2004. Approach 4th Ed. New York: The
Guilford Press.