Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Penambahan Bioaktivator

Terhadap Kualitas Pupuk Dan Laju Penurunan C/N


Pada Fermentasi Anaerob Vinasse-Jerami-Kotoran Sapi

The Effect Of Addition Bioactivator To Quality Of Organic Fertilizer


And Rate Of Decline C/N In The Anaerobic Fermentation
Vinasse-Straw-Cow Dung

Happy Mulyani 1, Nur Meini Danayanti 2


1,2
Program Studi S-I Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi
Jl. Let. Jen Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127
Telp. 0271-852518, Fax 0271-853275

Abstrak

Keberadaan unsur hara serta tingginya kadar COD dalam vinasse membuatnya sesuai diolah menjadi pupuk organik
secara fermentasi anaerob. Bioaktivator diperlukan untuk mempercepat fermentasi dan mengubah bahan organik menjadi
bentuk yang tersedia untuk diserap tanaman. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan dosis
bioaktivator terhadap kualitas pupuk organik dan laju penurunan C/N pada fermentasi anaerob. Tahapan penelitian ini
meliputi pre-treatment vinasse, produksi dan pembiakan bioaktivator, fermentasi anaerob, dan analisis kualitas. Proses
pre-treatment vinasse dilakukan untuk mendapatkan kandungan total padatan 5%, nilai pH 7, dan kadar gula 14%.
Bioaktivator terdiri dari konsorsiun bakteri selulolitik, bakteri pelarut fosfat, dan Azotobacter yang diisolasi dari jerami dan
tanah pertanian. Proses fermentasi anaerob dilakukan menggunakan bahan baku 60 L vinasse, 1 kg jerami, dan 4 kg
kotoran sapi dalam komposter selama 15 hari dengan variasi dosis bioaktivator 0,5,10,15%. Selama proses, sampel cair
diambil tiap interval 3 hari untuk analisis pH, MLVSS dan rasio C/N. Analisis kualitas pupuk organik dilakukan pada akhir
proses untuk analisis pH, C, N, P, dan K. Penambahan dosis bioaktivator 15% memberikan hasil MLVSS dan laju
penurunan rasio C/N terbesar selama proses. Penambahan dosis bioaktivator mampu meningkatkan kadar P pada pupuk
organik. Penambahan dosis bioaktivator 15% menghasilkan kualitas kompos yang memenuhi standar.

Kata kunci : Vinasse; Fermentasi Anaerob; Pupuk Organik; Bioaktivator.

Abstract

The existence of nutrients and of high levels COD in vinasse make it appropriate processed into organic fertilizer in
anaerobic fermentation. Bioactivator required to speed up fermentation and change organic material that available to be
absorbed plants. The purpose of this research is to find effect of addition of doeses bioactivator on the quality organic
fertilizer and a rate of decline C/N in anaerobic fermentation. Phases this research include pre-treatment of vinasse, the
production and breeding bioactivator, anaerobic fermentation and quality analysis. The process pre-treatment of vinasse
conducted to get total solids content 5%, pH value 7, and sugar concentration 14%. Bioactivator consisting of konsorsiun
cellulolytic bacteria, bacterial phosphate solvent, and Azotobacter which isolated from straw and farmland. The process of
anaerobic fermentation carried out using raw materials 60 L vinasse, 1 kg straw, and 4 kg cow dung in composter for 15
days with variation 0,5,10,15% bioactivator. During the process, liquid sample taken every interval 3 days for analysis pH,
MLVSS and C/N ratio. An analysis quality of organic fertilizer performed on the final process for analysis of pH, C, N, P, and
K. Additional doses bioactivator 15% provide MLVSS and rate decline in C/N ratio largest during the process. Additional
doses bioactivator able to improve the P in organic fertilizer. Additional doses bioactivator 15% producing quality compost
substandards.

Keywords: vinasse; Anaerobic fermentation; Organic fertilizer; Bioactivator.

PENDAHULUAN Peraturan Daerah Jawa Tengah No 5


Produksi alkohol 1.000-1.500 tahun 2012 hanya memperbolehkan
liter/hari menghasilkan limbah cair batas maksimum memiliki pH 6-9 dengan
sebanyak 7.000-10.000 liter/hari (Budi, kadar BOD 90 mg/L dan COD 270 mg/L.
2015). Limbah cair alkohol (vinasse) Dampak pengaplikasian vinasse secara
memiliki pH 4,46 dengan kadar BOD langsung pada tanah persawahan yaitu
(Chemical Oxygen Demand) 39.000 mg/L layunya padi yang sudah ditanam
dan COD (Chemical Oxygen Demand) sehingga produksi padi menurun
84.900 mg/L (Khanal et al., 2010). (http://www.solopos.com).
Padahal, baku mutu vinasse menurut
Vinasse dapat diolah melalui proses dan kotoran sapi. Bioaktivator digunakan
fermentasi anaerob menjadi pupuk terdiri atas campuran bakteri selulolitik,
organik. Vinasse berpotensi dijadikan Bakteri Pelarut Fosfat (BEF), dan
sebagai bahan baku pupuk karena Azotobacter yang diisolasi dari jerami
mengandung unsur hara kalsium 0,50%, padi dan tanah pertanian.
fosfor 0,24%, kalium 1,60%, dan natrium
0,08%. Kandungan COD dan BOD lebih METODE PENELITIAN
dari 1.000 mg/L yang terkandung dalam 1. Bahan Penelitian
vinasse membuatnya lebih tepat diuraikan Bahan utama yang digunakan adalah
dengan proses fermentasi anaerob (Putri vinasse, molasse, jerami, dan kotoran
dkk., 2015). sapi diperoleh dari desa Plampang,
Bahan organik mudah terdekomposisi Ngombakan, Polokarto. Bahan utama
jika memiliki perbandingan C/N antara 20- yang lain adalah Ca(OH)2.
35 (Ruskandi, 2006). Vinasse memiliki
kandungan rasio C/N yang rendah 2. Alat Penelitian
sebesar 10,64 sehingga jerami dan Alat yang digunakan adalah
kotoran sapi dapat digunakan sebagai komposter berkapasitas 60 L yang terbuat
campuran bahan baku karena memiliki dari bahan plastik. Diameter komposter
kandungan rasio C/N yang lebih tinggi sebesar 35 cm dengan tinggi 60-80 cm.
sebesar 80 dan 20. Unsur hara N dan P Didalam komposter dilengkapi dengan
dalam kotoran sapi yang lebih tinggi pipa penyaring yang tersambung dengan
dibandingkan jerami padi. Disisi lain, kran diluar komposter.
jerami padi mengandung unsur hara K
yang lebih tinggi. 3. Penanganan Bahan Baku
Penelitian mengenai pengolahan Pre-treatment vinasse dilakukan untuk
vinasse yang pernah dilakukan seperti mendapatkan total padatan 5%, kadar
penelitian Kusumaningtyas dkk., (2016) gula 14%, dan nilai pH 7. Jerami yang
tentang pembuatan pupuk organo- diperoleh dijemur selanjutnya dilakukan
mineral dari vinasse menghasilkan N,P,K, proses pencacahan dengan ukuran kecil
rasio C/N yang belum memenuhi standar 2 cm. Kotoran sapi yang diperoleh
SNI 19-7030-2004. Proses yang didiamkan selama 1 minggu agar
digunakan dalam pembuatan pupuk kondisinya kering.
organo-mineral memerlukan biaya yang
besar karena menggunakan proses 4. Produksi dan Pembiakan
evaporasi (penguapan). Menurut Bioaktivator
penelitian Arief et al., (2015), pembuatan Bioaktivator berisi konsorsium yang
pupuk organik cair dari 375 ml vinasse, diisolasi dari jerami dan tanah pertanian.
125 ml air, dan 10 gram kotoran sapi Jerami diperoleh isolasi Bakteri Pelarut
menunjukkan hasil kadar N, P, K produk Phosfat (BPF) dilakukan dengan media
yang masih sangat rendah. Penelitian Pikovskaya dan mikroorganisme
dengan memanfaatkan aktivator Selulolitik dilakukan dengan media Hans.
komersial seperti BIOSCA dan Efektive Sedangkan tanah pertanian diperoleh
Microorganisms (EM4) dalam produksi isolasi mikroorganisme Azotobacter
pupuk organik telah menunjukkan adanya dilakukan dengan media JENSENS.
pengaruh peningkatan dari kandungan Aktivator yang telah diperoleh
unsur hara (Rilawati, 2009; Dwicaksono dilakukan proses pembiakan yang dibuat
dkk., 2013). Namun, penggunaan dengan cara : molasse 156 ml dilarutkan
aktivator komersial harganya yang mahal 10 L air cucian beras dan direbus sampai
sehingga akan menambah biaya yang mendidih. Pada saat masih panas, larutan
diperlukan pada proses produksi pupuk dimasukan ke dalam botol 500 ml. Tutup
organik. botol dengan kertas dan diikat dengan
Untuk menurunkan biaya produksi, karet gelang. Didinginkan larutan selama
penelitian ini mengkaji pengaruh 2-3 jam. Masukkan 50 ml campuran
penambahan bioaktivator terhadap aktivator yang terdiri dari 16,67 ml Bakteri
kualitas dan proses dekomposisi pada Pelarut Phosfat (BPF), 16,67 ml
fermentasi anaerob dari vinasse, jerami, mikroorganisme Selulolitik, dan 16,67 ml
Azotobacter lalu ditambahkan kedalam kematian mikroorganisme yang tidak
larutan. Didiamkan selama 24 jam untuk dapat bertahan pada lingkungan baru
proses fermentasi. Hasil dinyatakan (Schnurer and Jarvis, 2009).
bagus jika tercium aroma harum pada Seiring bertambahnya waktu
produk aktivator setelah 24 jam proses fermentasi, kadar MLVSS mengalami
pembiakan. kenaikan. Ini membunjukan
mikroorganisme berada pada fase
5. Proses Pembuatan Pupuk Organik pertumbuhan. Senada dengan penelitian
Mengambil 60 L vinasse hasil Lubis dkk., (2014) menyebutkan bahwa
pretreatment, menimbang 4 kg kotoran kadar MLVSS pada awal proses
sapi dan 1 kg jerami. Lalu dimasukan pengolahan mengalami penurunan
dalam komposter dengan komposisi namun perlahan mengalami kenaikan
kotoran sapi, lalu jerami padi, dan dengan bertambahnya waktu yang
selanjutnya vinasse hasil pre-treatment. menunjukkan mikroorganisme mengalami
Ditambahkan variasi dosis bioaktivator pertumbuhan.
sebanyak 0, 5, 10, dan 15%. Mengambil Hasil nilai pH juga menunjukkan hasil
sampel cair sebanyak 250 ml setelah yang serupa dengan hasil MLVSS pada
interval 3 hari selama 15 hari untuk proses fermentasi anaerob. Hubungan
analisa pH, MLVSS dan rasio C/N. antara waktu fermentasi terhadap nilai pH
Mengambil sampel cair dan sampel padat dapat dilihat pada Gambar 2.
setelah proses fermentasi selama 15 hari
untuk analisis kadar pH dan C,N,P,K. 6.3
6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Penambahan Bioaktivator 5.9
pH
Terhadap Profil MLVSS Pada 5.7
0% 5% 10% 15%
Fermentasi Anaerob 5.5
Hasil analisis menunjukkan bahwa 5.3
penambahan dosis bioaktivator 15% 0 3 6 9 12 15
memberikan nilai MLVSS yang tertinggi Waktu (hari)
pada setiap waktu proses fermentasi
anaerob. Hubungan antara variasi dosis Gambar 2. Hasil analisis pH pada proses
bioaktivator terhadap MLVSS selama
fermentasi anaerob
proses fermentasi dapat dilihat pada
Gambar 1. Gambar 2 terlihat pada awal proses
fermentasi, nilai pH akan mengalami
penurunan karena sejumlah
mikroorganisme yang terlibat dalam
fermentasi mengubah bahan organik
MLVSS (mg/L)
(karbohidrat, lemak dan protein) menjadi
15% 0% 5% 10%
asam organik (Sinaga, 2009). Reaksi
0 3 6 9 12 15tersaji pada persamaan 1 :

Waktu (hari) R-CHNH2COOH2 + 2H2O R-COOH


+ NH3 + CO2 + 2H2
Gambar 1. Hasil analisis kadar MLVSS pada (1)
proses fermentasi anaerob (Mulyani,
2012)
Gambar 1 menunjukkan bahwa Peningkatan nilai pH merupakan akibat
penurunan kadar MLVSS terjadi pada terurainya asam organik dan amonia
awal proses fermentasi. Hal tersebut (Mulyani, 2014). Keberadaan amonia
menunjukkan bahwa mikroorganisme merupakan basa kuat (Schnurer and
belum beradaptasi dengan bahan baku Jarvis, 2009) yang terdapat pada vinasse
karena mikroorganisme memerlukan sehingga mengakibatkan kenaikan pH.
waktu untuk beradaptasi dengan substrat. Reaksi tersaji pada persamaan 2 :
Penurunan kadar MLVSS pada awal
proses dimungkinkan terjadi karena
NH3 + H2O + CO2 NH4+ + HCO3- terjadi penguraian C yang menyebabkan
(2) C akan turun dan peningkatan kadar N
(Mulyani, 2012) selama proses fermentasi anaerob
Nilai pH stabil menunjukkan bahwa (Sinaga, 2009).
mikroorganisme sudah tidak mengalami Hubungan antara penambahan variasi
pertumbuhan diakhir proses. Pada akhir bioaktivator terhadap rasio C/N dapat
proses fermentasi nilai pH stabil pada hari dilihat pada gambar 4.
ke 15. 1
0.84
0.8
2. Pengaruh Penambahan Bioaktivator
Terhadap Laju Penurunan C/N Pada 0.6
0.44
Fermentasi Anaerob Laju Penurunan C/N (/hari) 0.4
Hubungan antara waktu fermentasi 0.15 C/N
0.20.05
anaerob terhadap rasio C/N dapat dilihat
pada gambar 3. 0

Dosis (%)

Gambar 4. Nilai laju penurunan rasio C/N pada


proses fermentasi anaerob
C/N
0% 5% 10% 15% Gambar 4 menunjukan bahwa hasil
laju penurunan rasio C/N yang paling
besar ditunjukkan pada penambahan
0 3 6 9 12 15dosis bioaktivator 15%. Hal ini
Waktu (hari) menunjukkan bahwa penambahan
bioaktivator mampu meningkatkan jumlah
Gambar 3. Hasil analisis rasio C/N pada proses mikroorganisme sehingga mempercepat
fermentasi anaerob
proses penguraian. Hal ini disebabkan
karena rasio C/N awal bahan baku
Gambar 3 dapat dilihat bahwa rasio memenuhi standar menghasilkan laju
C/N pada awal proses mengalami penurunan terbesar pada proses
peningkatan disebabkan mikroorganisme fermentasi anaerob.
mengalami kematian karena masih
beradaptasi dengan lingkungan baru. 3. Pengaruh Penambahan Bioaktivator
Mikroorganisme yang mati mengalami Terhadap Kualitas Pupuk Organik
peristiwa lisis (pecahnya sel dan Cair dan Kompos
keluarnya cairan sel) sehingga Hasil analisis nilai pH dan kadar
mempengaruhi kandungan senyawa CNPK pada pupuk organik cair serta
organik yang terukur oleh C, sehingga kompos dapat dilihat pada Tabel 1 dan
nilai kadar C naik (Budhi dkk., 1999). Tabel 2.
Rasio C/N mengalami penurunan karena
Tabel 1. Hasil analisis pH dan CNPK pada pupuk organik cair

Pupuk Organik Cair (%)


Parameter Standar Permentan
A B C D
No 70 Tahun 2011
C 2,07 1,37 1,27 1,79 Min 6
N 0,15 0,07 0,08 0,07 3-6
P 0,03 0,03 0,02 0,04 3-6
K 0,08 0,12 0,12 0,1 3-6
NPK 0,26 0,22 0,22 0,21 3-6
pH 5,7 5,6 5,6 5,6 4-9
Ket : A (dosis bioaktivator 0%); B (dosis bioaktivator 5%); C (dosis bioaktivator 10%); D (dosis bioaktivator 15%).

Tabel 5 menunjukkan bahwa pupuk organik cair belum memberikan


penambahan dosis bioaktivator pada hasil yang signifikan. Mikroorganisme
masih mengalami pertumbuhan diakhir meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
proses fermentasi anaerob ditunjukkan proses fermentasi anaerob belum selesai.
dengan grafik MLVSS yang masih

Tabel 2. Hasil analisis pH dan CNPK pada kompos


Kompos (%)
Standar
Parameter Standar SNI 19-
A B C D Permentan No
7030-2004
70 Tahun 2011
C 19,95 1,54 1,54 18,81 Min 15 9,8-32
N 1,09 1,26 1,54 1,4 - Min 0,4
P 1,10 1,10 1,27 1,06 - Min 0,1
K 1,10 0,96 1,00 1,65 - Min 0,2
C/N 18,30 1,22 1,00 13,44 15-25 10-20
NPK 3,29 3,32 3,81 4,11 Min 4 Min 0,1
pH 8,5 8,4 8,6 8,7 4-9 6,8-7,49
Ket : A (dosis bioaktivator 0%); B (dosis bioaktivator 5%); C (dosis bioaktivator 10%); D (dosis bioaktivator
15%).

Rasio C/N pada tabel 6 menunjukkan 2. Kualitas kompos dengan parameter


bahwa pada dosis bioaktivator 15% telah rasio C/N, nilai pH, dan kadar CNPK
memenuhi standar SNI 19-7030-2004. pada penambahan dosis bioaktivator
Bahan organik mudah terdekomposisi jika 15% telah memenuhi standar SNI 19-
memiliki perbandingan C/N antara 20-35 7030-2004 dan Peraturan Menteri
(Ruskandi, 2006). Rasio C/N awal Pertanian Nomor 70 Tahun 2011.
campuran bahan baku pada proses Berdasarkan hasil penelitian ini maka
fermentasi yang berisi dosis bioaktivator perlu dilakukan upaya mengenai
15% bernilai 26,30 sehingga mudah peningkatan kadar N,P,K (kandungan
terdekomposisi. Total kandungan NPK unsur hara) pada pupuk organik cair perlu
pada kompos yang dihasilkan pada dilakukan dengan memanfaatkan air
penambahan bioaktivator 15% telah cucian air beras atau larutan dedak
memenuhi standar. Hal tersebut sebagai pengganti air pada pengenceran
membuktikan, bahwa adanya Bakteri vinasse dan penambahan waktu pada
Pelarut Fosfat (BEF) yang berada dalam proses fermentasi anaerob.
bioaktivator dapat meningkatkan kadar P
tersedia. Sedangkan, Azotobacter dapat UCAPAN TERIMA KASIH
meningkatkan kadar N dan bakteri Ucapan terima kasih ditujukan pada
Selulolitik dapat mempercepat penguraian Allah SWT, Orang Tua, Bapak/Ibu
kadar C. Semakin banyak bioaktivator pembimbing Fakultas Teknik, dan
yang ditambahkan maka akan Mahasiswa S1 Teknik Kimia angkatan
meningkatkan unsur hara makro tersedia 2013 atas doa serta bantuan yang telah
yang dihasilkan. diberikan.

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Dari hasil penelitian dan pembahasan, Ana Schnurer, & Ana Jarvis. 2009.
dapat diambil beberapa kesimpulan Microbiological Handbook For
antara lain: Biogas Plant. SCG (Svenskt
1. Penambahan dosis bioaktivator Gastekniskt Center AB).
berpengaruh dalam proses Arief Setya N, M., Luqman Hakim, & Eko
fermentasi anaerob ditunjukkan pada Siswoyo. 2015. Pemanfaatan
penambahan dosis bioaktivator 15% Limbah Cair Vinase Tebu Dari
yang memberikan hasil MLVSS Pabrik Gula Madukismo Menjadi
tertinggi sebesar 123.800 mg/L dan Pupuk Organik Cair Dengan
hasil laju penurunan rasio C/N Metode Fermentasi.
terbesar yaitu 0,8365/hari. (http://repository.uii.ac.id/510/SK/I/0/00/00
4/004396/uii-skripsi-pemanfatan
%20limbah%20ca-02513123-M Kusumaningtyas, R. D., Oktafiani, O.,
%20ARIEF%20SETYA%20N- Hartanto, D., Handayani, P. A., &
8129763714-abstract.pdf, diakses pada 5 Muhammad, D. R. A. 2016.
Januari 2017) Pembuatan Pupuk Organo-
Budhi, Y. B., Setiadi, T., & Harimurti, B. Mineral Fertilizer (OMF) Padat
1999. Peningkatan Dari Limbah Industri Bioetanol
Biodegradabilitas Limbah Cair (Vinasse). Jurnal Bahan Alam
Printing Industri Tekstil Secara Terbarukan, 4(2): 1829.
Anaerob. In Prosiding Seminar Mulyani, H. 2012. Pengaruh Pre-Klorinasi
Nasional Teknik Kimia Soehadi dan Pengaturan pH Terhadap
Reksowardojo (1920). Proses Aklimatisasi dan
Budi Utami, K. 2015. Pengolahan Limbah Penurunan COD Pengolahan
Cair Industri Alkohol Bekonang Limbah Cair Tapioka Sistem
Menggunakan Proses Fermentasi. Anaerobic Baffled Reactor
Prosiding KPSDA, Pendidikan (Masters). Tesis. Semarang:
Kimia PMIPA FKIP UNS. Fakultas Teknik, Universitas
Surakarta. Indonesia Diponegoro.
Dwicaksono, M. R. B., Suharto, B., & Mulyani, H. 2014. Optimasi Perancangan
Susanawati, L. D. 2013. Pengaruh Model Pengomposan. Jakarta
Penambahan Effective Timur : CV. Trans Info Media.
Microorganisms pada Limbah Cair Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Industri Perikanan Terhadap Tengah Nomor 5 Tahun 2012
Kualitas Pupuk Cair Organik. Tentang Perubahan Atas
Jurnal Sumber Daya Alam Dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Lingkungan 1(1): 711. Tengah Nomor 10 Tahun 2004
Fristyana Lubis Sosanty., Irvan., Dedi. A., Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Basril A. H & Bambang. T. 2014. 2012. diakses 6 April 2016.
Kajian Awal Pembuatan Pupuk Rilawati, D. 2009. Kajian Penggunaan
Cair Limbah Organik Dari Effluen Boisca Untuk Pemanfaatan Air
Pengolahan Lanjut Limbah Cair Lindi (Leachate) Menjadi Pupuk
Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Cair (Masters). Tesis. Surakarta:
Skala Pilot. Jurnal Teknik Kimia Fakultas Ilmu Lingkungan,
USU, 3(1). Universitas Sebelas Maret
Http://www.solopos.com/2011/11/09/puluh Surakarta.
an-home-industry-alkohol- Ruskandi. 2006. Teknik Pembuatan
bekonang-tak-berizin-123607 Kompos Limbah Kebun
diakses pada 17 April 2016 Pertanaman Kelapa Polikultur.
Khanal, S. K., Surampalli, R. Y., Zhang, T. Buletin teknik pertanian, 11 (1).
C., Lamsal, B. P., Tyagi, R. D., & Sinaga, D. 2009. Pembuatan Pupuk Cair
Kao, C. M. 2010. Bioenergy And Dari Sampah Organik Dengan
Biofuel From Biowastes And Menggunakan Biosca Sebagai
Biomass., Xvi. Starter. Skripsi. Sumatera:
Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai