Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PENYAKIT MENIERE

Disusun Oleh :
Jessica Febriani 030.13.235
Cynthia Devi Aristiana 030.14.041
Eva Wulandari 030.14.058

Pembimbing :
dr. Djoko Prasetyo Adinugroho, Sp.THT-KL

KEPANITRAAN KLINIK ILMU THT


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
PERIODE 29 APRIL – 31 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Penyakit Meniere” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu THT di RSUD K.R.M.T
Wongosonegoro Semarang Periode 29 April – 31 Mei 2019. Dalam
menyelesaikan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan, untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
a. dr. Djoko Prasetyo Adinugroho, Sp.THT-KL, selaku pembimbing yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan
menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu THT di RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang
b. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang.
c. Serta rekan-rekan kepanitraan klinik, yang telah memberikan dorongan
secara moril sehingga laporan ini dapat terwujud.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan refrat ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk mahasiswa kedokteran dan
masyarakat pada umumnya.

Semarang, Mei 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
BAB II ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
A. DEFINISI ..................................................................................................... 5
B. ANATOMI TELINGA DALAM ................................................................. 6
C. ETIOLOGI ................................................................................................. 11
D. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................... 11
E. PATOFISIOLOGI...................................................................................... 11
F. DIAGNOSIS .............................................................................................. 12
G. PENATALAKSANAAN ........................................................................... 14
H. PROGNOSIS ............................................................................................. 17
BAB III ................................................................................................................. 18
KESIMPULAN ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

Meniere’s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan


hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari
vertigo yang berlangsung dari menit sampai hari, disertai dengan tinnitus dan tuli
sensorineural yang progresif.1
Pada tahun 1861, seorang dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere
menggambarkan sebuah kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan
dengan menggunakan namanya. Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike
dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah
memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan penyakit Meniere.1
Serangan khas dari Meniere didahului oleh perasaan penuh pada satu
telinga. Gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat disertai dengan
tinnitus. Sebuah episode penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo,
ketidakseimbangan, mual, dan muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama
dua sampai empat jam. Setelah serangan yang parah, kebanyakan pasien
mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada beberapa
variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat
sedangkan penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan konstan.2
Penyakit meniere merupakan kelainan di telinga dalam yang dikenal juga
sebagai hidrops endolimfatik idiopatik. Hidrops endolimfatik merupakan suatu
kondisi peningkatan tekanan hidrolik pada sistem endolimfatik telinga dalam.
Akumulasi tekanan yang berlebihan di dalam endolimf dapat menyebabkan gejala
berikut : 1). Penurunan pendengaran yang fluktuatif, 2). Vertigo episodik,
3).Tinitus dan 4). Sensasi penuh di telinga. Penyakit ini menyebabkan
penderitanya tidak dapat berdiri tegak. (3)
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo dengan
gangguan pada telinga dalam. Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar
10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden penyakit bervariasi, mencapai 190 kasus
per 100.000 populasi di Amerika Serikat hingga 157 kasus per 100.000 populasi
di Inggris dan 750 kasus per 100.000 populasi di Swedia.1,2,3 Sekitar 50% dari

3
kasus penyakit Meniere dapat sembuh dengan sendirinya walaupun menyisakan
sequelae berupa ketidakseimbangan konstan dan tuli sensorineural.1,2
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere.
Diagnosis ditegakkan selain berdasarkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
telinga, juga termasuk pemeriksaan audiometri, CT scan kepala atau MRI untuk
menyingkirkan suatu tumor saraf kranial VIII (vestibulokokhlearis) serta penyakit
lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang defintif untuk penyakit
Meniere, penderita biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain dapat
disingkirkan.1,2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit meniere merupakan kelainan di telinga dalam yang dikenal juga
sebagai hidrops endolimfatik idiopatik. Hidrops endolimfatik merupakan suatu
kondisi peningkatan tekanan hidrolik pada sistem endolimfatik telinga dalam.
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo,
tinnitus, berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh
di telinga. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan
manusia tidak mampu mempertahankan posisi berdiri tegak. Hal ini disebabkan
oleh adanya hidrops (pembengkakan) rongga endolimfa pada kokhlea dan
vestibulum.4
Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian
vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar
dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala
pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), gejala otonom seperti pucat, keringat dingin,
mual, muntah, dan pusing.1,3
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu
mendengar bunyi namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi
tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri (impuls sendiri). Namun tinnitus
hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus dicari penyebabnya.3
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan
pendengaran yang semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan
pendengaran pada penyakit Meniere yang berat dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran secara permanen.1,2
Gangguan pada saraf koklearis dapat menyebabkan tuli, tinnitus atau
hiperakusis.

5
1. Tuli (tuli konduktif dan tuli sensorineural)

Tuli konduktif disebabkan oleh gangguan telinga luar dan telinga
tengah. Tuli konduktif dapat disebabkan oleh sumbatan telinga luar,
misalnya oleh serumen, air darah eksudat, dekat membrane timpani,
perforasi membrane timpani, dan otitis media.

Pada tuli saraf, disebabkan oleh lesi yang mengenai organ korti, nervus
kokhlearis, atau jaras auditorik sentral.5
2. Tinitus ialah persepsi bunyi berdenging di telinga, yang disebabkan oleh
eksitasi atau iritasi pada alat pendengaran, sarafnya, inti serta pusat yang
lebih tinggi.2
3. Hiperakusis atau meningginya ketajaman pendengaran yang bersifat
patologis didapatkan pada paralisis muskulus stapedius, pada migren
psikoneurosis dan dapat juga merupakan aura dari epilesi lobus
temporalis.2

B. ANATOMI TELINGA DALAM


Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin.
Telinga dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis.
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosus os temporal. Labirin terdiri dari :
 Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan
kokhlea.
 Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang,
terdiri dari: kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus
endolimfatikus serta kokhlea.

6
Gambar 1. Anatomi telinga dalam

Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang
berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari
darah. Di dalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang
diproduksi oleh stria vaskularis dan diresirbsi pada sakkus endolimfatikus. Ujung
atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan perilimfa skala
timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala
vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media
berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar
skala media disebut membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria dan pada membran basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut luar,
dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan
melebar pada apeksnya (nada rendah).

7
Gambar 2. Potongan melintang koklea

Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti
yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga
baris sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada
ujung bawah sel rambut.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan
kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi
oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang
ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung
kalsium dan akan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan
dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju
sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus
dengan makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.
Masing-masing kanalis memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk
ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh lapisan
gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan
membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.
Nervus vestibulocochlearis merupakan nervus cranialis ke delapan yang
terdiri dari 2 komponen fungsional yang berbeda yaitu:

8
1) Nervus Vestibularis, yang mebawa impuls keseimbangan.
2) Nervus Cochlearis, yang membawa impuls pendengaran yang berasal
dari organon corti di dalam cochlea.

Organ keseimbangan dan pendengaran berasal dari sebuah precursor


embriologis di bagian petrosus os. Temporalis : utriculus membentuk system
vestibularis dengan tiga kanalis semisirkularis-nya, sedangkan sakulus
membentuk telinga dalam dengan koklea yang membentuk seperti siput.

Gambar 3. Persyarafan telinga dalam

Reseptor saraf vestibularis ialah sel-sel rambut (sel neuroepitelial) yang


terdapat di krista ampularis pada kanal semisirkularis, di macula pada utrikulus
dan macula di telinga dalam. Impuls dari sel-sel rambut ini dihantar melalui
serabut sel bipolar dari ganglion vestibular yang terletak di meatus akustikus
internus. Serabut-serabut sel bipolar inilah yang membentuk saraf vestibularis.
Serabut ini berjalan di meatus akustikus internus bersama nervus koklearis dan
memasuki batang otak di perbatasan pons dengan medulla oblongata. Serabut
saraf vestibularis ini bersinaps di inti-inti vestibularis, yang terdiri atas inti
vestibularis medialis (schwalbe). Inti vestibularis superior (Bechterew), inti
vestibularis lateralis (Deiter) dan inti vestibularis inferior (Spinal). Sebagian kecil

9
dari serabut saraf vestibularis berjalan langsung ke serebelum dan berakhir di
korteks lobus nodulo-flokularis. Dari kelompok inti-inti vestibularis ini keluar
serabut-serabut yang mengadakan hubungan dengan inti-inti atau daerah lainnya,
diantaranya adalah dengan batang otak, medulla spinalis, serebelum dan mungkin
juga serebrum.2
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari arteri auditori interna (arteri
labirintin) yang berasal dari arteri serebelli anterior atau langsung dari arteri
basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah
anastomosis.

Gambar 4. Perdarahan telinga dalam

Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu:
 Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli, sebagian
makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral
serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
 Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran
berasal dari kokhlea.
 Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-
pembuluh arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli,
skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena auditori
interna berasal dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena aquaduktus

10
kokhlearis berasal dari putaran basiler kokhlea, sakulus, dan utrikulus dan
berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akquaduktus vestibularis berasal dari
kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke
sinus sigmoid.

C. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum dapat diketahui lebih jelas. Penambahan volume endolimfe
diperkirakan oleh adanya cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran
labirin.

D. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinitus dan tuli sensorineural
terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo disertai
muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berputar, mual dan terus
muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan
gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan
selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama kali. Pada
Penyakit Meniere vertigonya periodik yang makin mereda pada serangan
serangan berikutnya. Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan
pendengaran dan dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik
kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah tinitus, yang kadang kadang
menetap, meskipun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus
adalah perasaan penuh di dalam telinga.1

E. PATOFISIOLOGI
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada
koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilangatnya tekan
mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh : 1. meningkatnya tekanan
hidrostatik pada ujung arteri, 2. berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler.
3. meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstra kapiler. 4. Jalan keluar sakus
endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfe. Pada

11
pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan ditemukan pelebaran dan
perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam
skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea Helikotrema Sakulus juga
mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran
skala media dimulai dari daerah apeks koklea, kemu dian dapat meluas mengenai
bagian tengah dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli
saraf nada rendah pada penyakit Meniere.1

F. DIAGNOSIS
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti
penyakit Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus
disingkirkan dalam rangka menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal
didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-hati. Diagnosis penyakit ini dapat
dipermudah dengan kriteria diagnosis : 1,7,9
 Vertigo yang hilang timbul disertai dengan tinnitus dan rasa penuh pada
telinga.
 Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.
 Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya Tumor N.VIII. pada
tumor N.VIII serangan vertigo periodic, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multiple vertigo periodic dengan intensitas sama
pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodic
dan makin lama makin menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat
perubahan posisi kepala yang dirasakan sangat berat.dan terkadang disertai
rasa mual dan muntah namun tidak berlansgung lama.
 Pemeriksaan Fisik
Diperlukan untuk memperkuat diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik
telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan
dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dari anamnesis
didapatkan kelainan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dilakukan dengan hasil
pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere, sebab
tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada penyakit Meniere.
 Pemeriksaan Penunjang

12
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendiagnosis penyakit Meniere adalah :1,6
 Pemeriksaan audiometri

Gambar 4. Audiogram tuli sensorineural pada penyakit Meniere

 Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui


secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada
sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere mengalami penurunan
respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air dingin yag
digunakan pada tes ini
 Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam
dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda
yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit
Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan
oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan
adanya pelebaran bentuk gelombang bentuk gelombang dengan puncak
yang multipel
 Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada
pasien dengan penyakit Meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan
pendengaran ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut
gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut
saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya neuroma akustik.

13
Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan
kanalis semisirkularis.

G. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Medis Profilaksis
Terapi medis diarahkan untuk mengatasi proses penyakit yang mendasarinya
atau mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi penyakit.
- Vasodilator
Vasodilator yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8 mg 3 kali sehari,
jika tidak terdapat ulkus peptikum. Alternatif lain adalah asam nikotinat,
histamine dan siklandelat. Vasodilator digunakan akibat gangguan pada
endolimfe oleh kelainan vaskuler.
- Antikolinergik
Probantin telah digunakan sebagai terapi meniere karena teori bahwa hidrops
endolimfatik disebabkan oleh disfungsi susunan saraf autonom di telinga
dalam.
- Penggunaan Hormon Tiroid
Penggunan hormone tiroid didasrkan atas teori bahwa hipotiroidisme ringan
adalah termasuk penyebab hidrops endolimfatik.
- Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit meniere akibat
defisiensi vitamin. Vitamin yang biasa diberikan adalah vitamin B kompleks,
asam askorbat dan senyawa sitrus bio-flavonoid (Lipoflavonoid).
- Diet rendah garam dan Pemberian diuretic
Diet rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan adalah agar
menurunkan jumlah cairan tubuh dengan harapan juga menurunkan cairan
endolimfe.

14
- Program pantang makanan
Terapi ini kadang digunakan pada meniere yang bias disebabkan akibat
terjadinya suatu alergi makanan.

b. Terapi Simtomatik
Terapi simtomatik ditujukkan untuk menghentikan atau mengurangi serangan
vertigo tanpa mengobati penyakit yang mendasarinya.
- Sedative
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau trankulizer seperti
diazepam (Valium) sering menolong pasien rileks dan menurunkan frekuensi
serangan vertigo.
- Antihistamine dan antiemetic
Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau mengurangi
keparahn seringan vertigo pada pasien Meniere. Antihistamin yang sering
diberikan adalah dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin (Marezine).
Sedangkan antiemetic yang biasa digunakan adalah antiemetic diferidol.
- Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan unruk mencegah atau mengurangi keparahan
serangan vertigo dan untuk terapi pasien selama eksaserbasi penyakit ini
sampai terjadi remisi spontan.
c. Pembedahan
Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol
antara lain :
 Dekompresi sakus endolimfatikus
Operasi ini dilakukan dengan tujuan mendekompresikan cairan
berlebih di telinga dalam dan menyebabkan kembali normalnya tekanan
terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang
telinga yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat
telinga dalam. Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk
mengalirkan cairan ke rongga mastoid. Secara keseluruhan sekitar 60%
pasien serangan vertigo menjadi terkontrol, 20% mengalami serangan
yang lebih buruk. Fungsi pendengaran tetap stabil namun jarang yang

15
membaik dan tinnitus tetap ada, 2% mengalami tuli total dan vertigo tetap
ada.
 Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf
vestibulokokhlearis. Dilakukan dengan insisi di telinga belakang dan air
cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat, keseluruhan
labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari paskaoperasi, tidak
jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-
obatan. Setelah seminggu, pasien mengalami periode ketidakseimbangan
tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang normal mengambil
alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi
pendengaran telinga.
 Neurektomi vestibuler
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler
merupakan pilihan untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang
tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga dan air cell mastoid diangkat,
dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan dilakukan
pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip
labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial,
sehingga harus dilakukan pengawasan ketat paskaoperasi. Operasi ini
diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat. Sekitar 5%
mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah
sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85%
vertigo dapat terkontrol.
 Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (streptomisin
atau gentamisin dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi
ini bertujuan mengurangi proses penghancuran saraf keseimbangan dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada kasus penyakit
Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan
serangan vertigo dan pendengaran dapat dipertahankan.

16
 Endolimfe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang
menganggap operasi ini merupakan plasebo. Ada dua tipe dari operasi ini
yaitu:
a. Endolimfe subaraknoid shunt : dengan mempertahankan tuba
diantara endolimfe dan kranium
b. Endolimfe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus
endolimfatikus dan rongga mastoid

H. PROGNOSIS
Penyakit Meniere bersifat progresif, tapi tidak fatal dan banyak pilihan
terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap pasien.
Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga
tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga
pasien yang perkembangan penyakitnya lambat.5,6
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit.
Sebaiknya pasien dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai
mobil, naik tangga, dan berenang. 4,6

17
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit meniere merupakan suatu penyakit yang diakibatkan adanya


kelainan pada telinga dalam, berupa hidrops (pembengkakan) endolimfa pada
kokhlea dan vestibulum. Gejala dari penyakit meniere disebut tetrad meniere yang
terdiri dari vertigo, tinnitus, gangguan pendengaran fluktuatif berupa tuli sensori
neural, dan perasaan penuh di telinga.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada
telinga dalam. Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa.
Paling banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Pasien dengan resiko besar
terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi,
merokok, stres, kelelahan, alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi
aspirin dan kafein. Pada dasarnya, etiologi pasti dari penyakit meniere ini belum
diketahui. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere dengan akurat, kondisi
penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere
harus disingkirkan. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-
hati tentang gambaran khas gejala pada penyakit Meniere sesuai dengan kriteria
diagnosis AAO-HNS. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab yang berasal dari telinga luar atau telinga dalam. Pemeriksaan
penunjang seperti audiometri, elektronistagmografi, elektrokokhleografi, BERA,
dan MRI terkadang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere.
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya
diberikan pengobatan yang bersifat simptomatik serta diberikan edukasi mengenai
penyakitnya. Pengobatan yang diberikan untuk penyakit Meniere yang persisten
dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari adalah dengan terapi operatif.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise


Induced Hearing Loss). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashirrudin J,
Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012. p. 49 - 52.
2. Syah PB, Keman S. Pengaruh Penggunaan Pelindung Telinga Dan Earphone
Terhadap Noise Induced Hearing Loss Dan Tinitus Pada Pekerja Bengkel.
Jurnal Kesehatan Lingkungan 2017;9:1:21-30.
3. Imam L, Hannan SA. Noise-induced hearing loss: a modern epidemic?.
British Journal of Hospital Medicine 2017;78:5:286-290.
4. Kowalska SM. Contribution of genetic factors to noise-induced hearing loss.
In: Griefahn B, ed. 10th international congress on noise as a public health
problem of the international commission on biological effects of noise,
London, UK, 2011. Available from http://www.icben.org/proceedings.html
(accessed April 8, 2019)
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja. 2011.
6. Taneja MK. Noise Induced Hearing Loss. Indian Journal of Otology
2014;20:4:151-154.
7. Nur Rizqi S. & Evi W. Ganggguan pendengaran bising/HIGEIA. Semarang
2017. Available from. URL: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia
(accessed April 8, 2019)
8. Rau´l Mirza, DO, D. Bruce Kirchner, MD, Robert A, et all. 2018.
Occupational Noise-Induced Hearing Loss. JOEM _ Volume 60, Number 9,
September 2018 DOI: 10.1097/JOM.0000000000001423.
9. lintong fransiska. Gangguan pendengaran akibat bising. Jurnal Biomedik,
Volume 1, Nomor 2, Juli 2009, hlm. 81-86. Available from URL:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/815/633
(accessed April 8, 2019)

19
10. Basner M, Babisch W, Davis A, et al. Auditory and non-auditory effects of
noise on health. Lancet 2014; 383:1325-32.
11. Hong O, Kerr M, Poling G, Dhar S. Understanding and preventing noise-
induced hearing loss. Dis Mon 2013;59:110-8.
12. Salawati liza. Noise-Induced Hearing Loss. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala
Volume 13 Nomor 1 April 2013. Available from. URL:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/viewFile/2744/2592 (accessed
April 8, 2019)
13. Kujawa SG, Liberman MC. Acceleration of age-related hearing loss by early
noise exposure: evidence of a misspent youth. J Neurosci 2006;26:2115-23
14. Sliwinska-Kowalska M. Contribution of genetic factors to noise-induced
hearing loss. In: Griefahn B, ed. 10th international congress on noise as a
public health problem of the international commission on biological effects
of noise, London, UK, 2011. Available from
http://www.icben.org/proceedings.html (accessed April 8, 2019)
15. National Institutes of Health. Consensus Development Conference Statement:
Noise and Hearing Loss. Bethesda, MD; U.S. Department of Health &
Human Services; 1990
16. Sliwinska-Kowalska M, Davis A. Noise-induced hearing loss. Noise Health
2012;14:274-80.

20

Anda mungkin juga menyukai