Anda di halaman 1dari 115

AKADEMI MINYAK DAN GAS BUMI

(AKAMIGAS)

ALAT PENGOLAHAN
PETROKIMIA-I

Disusun oleh

Ir. Kardjono SA, MT

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI


(PUSDIKLAT MIGAS)
CEPU

y^&#saigaEg&^
KATA SAMBUTAN

Dengan mengucap puji sukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Tim Penyusun Buku
Bahan Ajar AKAMIGAS yang didanai oleh Proyek Pendidikan Migas tahun anggaran
2001 telah menyelesaikan tugasnya menyusun 50 (lima puluh) Buku Bahan Ajar
AKAMIGAS untukjurusan :

1. Geolo^i 10. Pembekalan dan Pemasaran Dalam


2. Pemboran Negeri
3. Produksi 11. lnstrumentasi & Elektronika
4. Penaolahan 12. Teknik Mesin Kilang
5. Utilities 13. Teknik Mesin Lapangan
6. Petrokimia 14. Teknik Listrik Perminyakan
7. Laboratorium Pengolahan 15. Teknik Sipil Perminyakan
8. TeknologiGas 16. Fire & Safety
9. Gas Processing 17. Manajemen Services Migas
Dengan telah tersusunnya Buku Bahan Ajar AKAMIGAS ini saya anjurkan kepada
seluruh tenaga pengajar yang terkait dapat menggunakannya sebagai referensi dan
menyempurnakannya sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya di bidang
Migas.
Kepada Tim Penyusun, saya sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas
sumbangsih dan dedikasinya dalam mewtijudkan Buku Bahan Ajar yang sungguh
sangat diperlukan dalam menunjang proses belajar-mengajar di AKAMIGAS.
Kepada Pemimpin Proyek Pendidikan Migas, saya ucapkan terima kasih atas upaya-
upaya yang dilakukan sehingga dapat memberikan dukungan dana untuk penyusunan
Buku Bahan Ajar, dan saya berharap agar tetap diupayakan dukungan dana untuk tahun-
tahun berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah ikut ambil bagian dalam penyusunan Buku Bahan Ajar,
tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih.
Demikian, mudah-mudahan hasil karya kita dapat memberikan manfaat dan setiap
jengkal langkah untuk mevvujudkan visi kita selalu mendapatkan ridho-nya. Amin.

_.r_, Desember2001
4'' Ka. PU^&iKLATNMlGAS

Dr. Ir. MUDJITO


KATA PENGANTAR

Tulisan ini sengaja disusun untuk membantu kelancaran program Pendidikan dan
Pelatihan dilingkungan AKAMIGAS dan kursus-kursus dibidang Industri Minyak
dan Gas Bumi. Dengan tersusunnya tulisan ini diharapkan dapat memberikan nilai
tambah bagi diri penulis sendiri dan para pembaca khususnya di daiam upaya
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di bidang operasi proses pengolahan
migas.
Tulisan yang diberi judul ALAT PENGOLAHAN PETROKIMIA - I ini disusun
sebagai materi kuliah Program Deploma I Jurusan Petrokimia.
Atas segala kekurangan dan keterbatasan penulis, disadari bahwa masih banyak
hal-hal yang perlu disempurnakan, oleh karena itu sumbang saran dan umpan
balik dari para pembaca sangat saya harapkan.
Sungguh bahagia yang akan penulis rasakan jika tulisan ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.

Cepu, Mi 2001
Penyusun,

Ir. Kardjono SA, MT

kaesa
DAFTARISI

KATAPENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
i, 1. PIPA DAN TUBE 1
1.1. Pipa dan spesifikasinya 1
1.1.1. Bahan-bahab pipa 1
1.1.2. Komponen perpipaan 2
1.1.3. Metodapenyambungan 3
1.1.4. Ukuran pipa 3
1.2. Penetapan diameter pipa 4
1.2.1. Pumping cost 5
1.2.2. Fixed charge untuk sistem perpipaan 7
1.2.3. Optimum pipe diameter 8
2. ISOLASI PANAS 12
2.1. Bahan isolasi 12
2.2. Bahan dan bentuk isolasi 13
2.2.1. Bahan isolasi termal berbentuk serat 14
2.2.2. Bahan isolasi dalam bentuk bubuk dan bata 14

2.2.3. Isolasi dalam bentuk selimut (blanket) 16


2.2.4. Isolasi dalam bentuk pipa dan fitting 16
2.3. Terminologi 16
2.4. Klasifikasi isolasi menurut suhu operasinya 18
2.5. Pemilihan isolasi 18
2.5.1. Isolasi pipa tahan cuaca dan api 19
2.5.2. Isolasi dingin 19
2.6. Cara pemasangan isolasi 20
^ 2.6.1. Pemasangan isolasi semprot 20
2.6.2. Pemasangan isolasi untuk pipa 21
2.7. Mekanisme perpindahan panas 21
2.7.1. Konduktivitas panas 22
2.7.2. Pengertian dasar tahanan panas 22
2.7.3. Tebal isolasi yang ekonomis 22

n
2.7.4. Kerugian panas melalui dinding pipa berisolasi 23
3. POMPA 28
3.1. Klasifikasi pompa 28
3.2. Pompa sentrifugal 29
3.2.1. Karakteristik pompa sentrifugal 30
3.2.2. Hukum affinitet 32
3.3. Pompa rotary 33
3.3.1. Karakteristik pompa rotary 33
3.3.2. Pemilihan pompa rotary 34
3.4. Pompa reciprocating 34
3.5. Tekanan pompa 36
3.6. Head pompa 37
3.7. Net Positive Suction Head (NPSH) 39
3.7.1. NPSHa 40
3.7.2. NPSHr . 40
3.8. Tenaga pompa 41
4. KOMPRESOR 44
4.1. Klasifikasi kompresor 44
4.1.1. Kompresor reciprocating 44
.4.1.2. Kompresor rotary 46
4.1.3. Kompresor sentrifugal 46
4.1.4. Kompresor aksial 47
4.2. Kelebihan masing-masing kompresor 48
4.3. Spesifikasi kompresor 48
4.3.1. Persyaratan dalam pembelian kompresor 49
4.3.2. Kapasitas 50
4.3.3. Tekanan 50
4.3.4. Kerja kompresor 51
f.
4.4. Single stage compressor 52
4.4.1. Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi isotermis 53
4.4.2. Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi politropis 53
4.4.3. Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi adiabatis 53
4.5. Tenagateoritis yang diperlukan kompresor 54

kaesa
111
4.5.1. Tenaga isotermis (Pi) 54
4.5.2. Tenaga politropis (Pp) 55
4.5.3. Tenaga adiabatis (Pa) 56
4.6. Efisiensi kompresor 56
5. HEAT EXCHANGER 60
5.1. Definisi 60
5.2. Tipe dan bentuk HE 61
5.2.1. Double pipe exchanger 62
5.2.2. Shell and tube exchanger 63
5.3. Bagian-bagian shell and tube exchanger 71
5.3.1. Tube 71
5.3.2. Shell 73
5.3.3. Baffle 73
5.3.4. Tie rode dan spacer 75
5.3.5. Pass 76
5.4. Perpindahan panas 77
5.4.1. Perpindahan panas konduksi 77
5.4.2. Perpindahan panas konveksi 79
5.4.3. Perpindahan panas radiasi 80
5.5. Perpindahan panas melalui dinding pipa 81
5.5.1. Koefisien perpindahan panas 82
5.5.2. Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD) 83
6. FURNACE 88
6.1. Konstruksi furnace 88
6.2. Radiasi 92
6.2.1. Radiation absorption rate 93
6.2.2. Metoda Lobo-Evans 100
DAFTAR PUSTAKA

kaesa iv

y-nwww*. ^,.Trg^^Vi^'g'-^^
1. PIPA DAN TUBE

Pada dasarnya sistem perpipaan untuk setiap industri tidak jauh berbeda,
perbedaan-perbedaan yang mungkin terjadi hanya pada kondisi operasi.
Pabrikasi pipa dapat dilakukan pada bengkel-bengkel di lapangan atau pada
suatu pabrikasi khusus di tempat tertentu yang kemudian dikirim ke lapangan,
sehingga di lapangan hanya tinggal melakukan penyambung saja. Hal ini
menguntungkan dari segi waktu, biaya operasi dan pekerjaan di lapangan.
Pengambilan keputusan untuk pabrikasi pipa di suatu bengkel di lapangan atau di
suatu tempat di luar lapangan bahkan di negara lain, memerlukan pertimbangan
teknis dan ekonomis secara cermat.

1.1 Pipa dan spesifikasinya


Di dalam menentukan spesifikasi pipa perlu diketahui tentang jenis, bahan,
sambungan, ukuran dan lain sebagainya. Dari sekian jenis pembuatan pipa secara
umum dapat dibedakan dalam dua kelompok, yakni:
a) Jenis pipa tanpa sambungan (pembuatan pipa tanpa sambungan dan
pengelasan).
b) Jenis pipa dengan sambungan (pembuatan pipa dengan pengelasan).

1.1.1 Bahan-bahan pipa


Secara umum bahan-bahan yang digunakan dalam struktur bahan baku pipa
diantaranya adalah:
a) Carbon steel

b) Carbon moly
c) Galvanees

d) Ferro nikel

$&
e) PVC (poly vinyl chloride)

f) Chrome moly
Sedangkan secara khusus pipa dapat dibuat dari bahan-bahan berikut:
a) Fibber glass
b) Aluminium

kaesa
c) Wrought iron (besi tempa)
d) Copper (tembaga)
e) Red brass (kuningan merah)
f) Nickel copper (monel)
g) Nickel chrom iron (inconel)

Pemilihan bahan perpipaan hams disesuaikan dengan penggunaannya, dan hal ini
telah ditetapkan oleh lembaga internatsional seperti ASTM dan ANSI yang telah
membuat pengelompokan sebagai berikut:
a) Perpipaan utnuk pembangkit tenaga
b) Perpipaan untuk industri gas
c) Perpipaan untuk prose pengolahan minyak
d) Perpipaan untuk pengangkutan minyak
e) Perpipaan untuk proses pendinginan
f) Perpipaan untuk tenaga nuklir
g) Perpipaan untuk distribusi dan transmisi gas

Selain berdasarkan penggunaannya seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu pula
diketahui bahwa faktor-faktor lain yang perlu dijadikan sebagai bahan
pertimbangan adalah suhu, tekanan, sifat korosivitas fluidanya, karakteristik
lingkungannya, dan lain sebagainya.

1.1.2 Komponen perpipaan


Komponen perpipaan hams dibuat berdasarkan spesifikasi, standard yang
tercantum dalam simbol dan kode yang telah dibuat atau dipilih sebelumnya.
^
Komponen-komponen yang dimaksud di sini meliputi:
a) Pipa
b) Flensa

c) Fitting (sambungan)

kaesa
d) Valve (katup)
e) Bolting (baut)
f) Gasket (perapat)

1.1.3 Metoda penyambungan


Di dalam sistem perpipaan dikenal berbagai metoda penyambungan, diantaranya
adalah:

a) Sambungan dengan menggunakan pengelasan


b) Sambungan dengan menggunakan flensa
c) Sambungan dengan menggunakan ulir
Selain sambungan dengan metoda di atas, terdapat pula penyambungan khusus
yang menggunakan pengeleman (perekatan) untuk pipa plastik dan fibber glass.
Sambungan cabang (brance connection) dapat dilakukan dengan cara
a) Sambungan langsung (stub in)
b) Sambungan dengan menggunakan fitting (alat penyambung)

1.1.4 Ukuran pipa


Sepesifikasi umum untuk pipa dapat dilihat pada ASTM (American Society of
Testing Materials). Lembaga tersebut telah membakukan ukuran pipa seperti
diameter dan ketebalan atau bilangan skedul (schedule number). Untuk diameter
nominal tertentu, diameter luar (outside diameter) ditetapkan sama meskipun
ketebalannya berbeda untuk setiap skedul. Dengan demikian diameter dalam
(inside diameter) juga berbeda untuk setiap skedul. Diameter nominal adalah
diameter yang ditetapkan untuk pemasangan atau perdagangan (commodity).
Ketebalan dan skedul pipa mempunyai keterkaitan dengan tekanan operasi,
kekuatan bahan, dan faktor korosi.
Skedul pipa dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Skedul 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160
b) Skedul standard

kaesa
c) Skedul extra strong (XS)
d) Skedul double extra strong (XXS)
e) Skedul khusus

Angka skedul dapat ditetapkan dengan melakukan perhitungan dengan


menggunakan formulasi berikut:

SN=Moop
(1-1)
s

dimana: SN = schedule number (angka skedul)


p = tekanan, psi
S = tegangan kerja yang diijinkan, psi

1.2 Penetapan diameter pipa


Penetapan diameter pipa adalah sesuatu yang sangat penting dalam merancang
sistem perpipaan. Faktor keekonomian merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan diameter pipa yang optimum. Secara teoritis,
diameter pipa optimum adalah sesuatu yang memberikan total cost untuk annual
pumping power dan fixed charge dengan piping system tertentu yang paling kecil.
Banyak metoda short-cut yang telah dikembangkan untuk mengestimasikan
diameter pipa optimum, dan salah satu diantaranya bempa "rule of thumb" seperti
yang ditunjukkan dalam tabel (1-1) dan (1-2).

Tabel (1-1): Rule of thumb economic untuk turbulent flow

Turbulent Flow
Reasonable
Type of Fluid velocity
ft/s
Water or fluid similar to water 3-10

Low-pressure steam (25 psig) 50 -100

kaesa
High-pressure steam (100 psig and up) 100 - 200

Air at ordinary pressures (25 - 50 psig) 50 - 500

Tabel (1-2): Rule of thumb economic untuk berbagai harga viskositas


Viscous Flow (liquids Reasonable Velocity, ft/s
Nominal pipe
diameter, in mc = 50 mc = 100 mc = 1000
1 1,5-3,0 1,0-2,0 0,3-0,6
2 2,5-3,5 1,5-2,5 0,5-0,8
4 3,5-5,0 2,5-3,5 0,8-1,2
8 4,0 - 5,0 1,3-1,8

Untuk kondisi aliran yang telah ditetapkan, semakin besar diameter pipa yang
dipilih akan mengakibatkan semakin besar biaya investasi (dalam hal ini fixed
charge), tetapi untuk biaya pemompaan akan semakin kecil. Dengan demikian
diameter pipa yang optimum hams ditetapkan dengan membuat perhitungan-
perhitungan.

1.2.1 Pumping cost

Untuk kondisi operasi yang ditetapkan yang meliputi laju alir fluida
incompressible yang dipompakan melalui pipa, maka neraca total energi mekanik
dapat dinyatakan seperti berikut.

, 2fv2L(l +J)
W = ^ J- +B d-2)

dimana:

W = kerja yang diberikan ke sistem, ft.lbf/lbn


f = Fanning friction factor
v = kecepatan linier rata-rata, ft/s

kaesa
L = panjang pipa, ft
J = friction loss karena fitting dan belokan, dinyatakan sebagai equivalent
fractional loss dalam suatu pipa lurus.
gc = conversion factor dalam hukum Newton, 32,17 ft.lbm/(s2)(lbf)
D = diameter dalam pipa, ft
B = konstanta untuk neraca energi mekanik.

Untuk aliran turbulent (NRe > 2.100):

'-^ 1,1 Re
0-3)
dimana NRe =

Untuk aliran laminer (NRe < 2.100):

f = -^ (1-4)
NRe

Dengan menggabungkan persamaan (1-2) dan (1-3) serta dengan menggunakan


faktor konversi yang diperlukan diperoleh persamaan untuk menentukan annual
pumping cost untuk kondisi turbulent sebagai berikut:

0,273 qfV'84//c'16K(l + J) H
^pumping -r.4,84 t. T D Vi--V
Dr e

dimana:

Cpumping = biaya pemompaan per foot panjang pipa


qf = laju alir fluida, ft3/s

kaesa
m,. = viskositas fluida, cp
K = harga energi listrik, $/kWh
Hy = jam operasi per tahun
E = efisiensi motor dan pompa dinyatakan dalam fraksi
B' = konstanta yang harganya tidak tergantung D;
Dengan menggabungkan persamaan (1-2) dan (1-5) serta dengan menggunakan
faktor konversi yang diperlukan diperoleh persamaan untuk menentukan annual
pumping cost untuk kondisi laminer sebagai berikut:

0,024 q? juc K (l + J) Hv
C =-
^ pumping \ E
D ,JL +B' (1-6)

Persamaan (1-5) dan (1-6) dipakai untuk fluida noncompressible. Dalam


perhitungan perekayasaan, persamaan tersebut biasanya juga dapat digunakan
untuk gas jika total pressure drop kurang dari 10 % dari tekanan awal.

1.2.2 Fixed charge untuk sistem perpipaan


Pada kebanyakan pipa, suatu plot logaritmik diameter pipa versus logaritmik
harga pembelian pipa per foot bempa garis lums, harga pembelian pipa dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut.

c pipe
. =XDni (1-7)
x '

dimana:

cpipe = harga pembelian pipa per foot panjang pipa, $/ft


X = harga pembelian pipa per foot panjang pipa jika diameter pipa 1 in, $/ft
n = konstanta yang harganya tergantung pada jenis pipa

kaesa
Annual cost untuk sistem perpipaan terpasang dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan berikut.

Cpipe = (1 +F)XDrKF (1-8)

dimana:

-pipe biaya sistem perpipaan terpasang per foot panjang pipa per tahun, $/tahun
F = ratio of total cost untuk fitting dan instalasi terhadap harga pembelian
KF = annual fixed charge termasuk pemeliharaan

1.2.3 Optimum pipe diameter


Total annual cost untuk sistem perpipaan dan pemompaan dapat diperoleh dengan
menjumlahkan biaya dari persamaan (1-5) dan (1-8) untuk aliran turbulent, dan
persamaan (1-6) dan (1-8) untuk aliran laminer. Optimum pipe diameter dapat
diperoleh dengan menurunkan total annual cost terhadap diameter pipa, dan harga
turunannya sama dengan nol, dan dengan menyelesaikan untuk D;.

Untuk aliran turbulent:

1,32 q?2.84 ^0,84 ^16 k (1 + J) H, 4,84+n

D i.opt
(1-9)
n(l + F)XEKt

Untuk aliran laminer:

0,096 qj/icK(l + J)H, 4,0+n

D i.opt
(1-10)
n(l + F)XEKF

kaesa
Harga nuntuk steel pipe sekitar 1,5 jika diameter pipa 1in atau lebih besar, dan 1
untuk pipa yang diametrnya lebih kecil dari satu. Dengan demikian persamaan (1-9)
dan (1-10) menjadi seperti persamaan berikut.

Untuk aliran turbulent:

D; > 1 in:
0,158

T 0,448 0,132 ..0,025


0,88 K(l + J)H,
(1-11)
Di,oPt - qf p mc (1 + F) XEKF

D; < 1 in:
0,171

T\ ^0,487 0,144 ,,0,027


"1,32 K(l + J)Hy"
D,,opt - Qf P Mo (1-12)
(l + F) XEKF

Untuk aliran laminer:

D; > 1 in:
0,182

Tk 0,364 ,,0,182
"0,064 K(l + J)Hy" (1-13)
Di,oPt - qf Mo (1 + F)XEKF

D; < 1 in:
0,20

D
q0,40 ^0,20 0,096 K(l + J)Hy (1-14)
i.opt
(1 + F)XEK,

Exponen yang ada di dalam persamaan (1-11) hingga (1-14) menunjukkan bahwa
optimum diameter relative tidak peka terhadap kebanyakan besaran yang terlibat.
Karena harga exponen viskositas dalam persamaan (1-11) dan (1-12) sangat kecil
maka harga |a.c0'025 dan |ac0'027 dapat dianggap sama dengan satu.
Berikut adalah harga-harga yang sering digunakan pada kondisi industri:
K = $0,055/kWh

kaesa
J = 0,35 atau 35 %

Hy = 8.760 jam/tahun
E = 0,50 atau 50 %

F = 1,4

KF = 0,20 atau 20 %
X = $0,45/foot panjang pipa berdiameter 1 in

Dengan demikian persamaan (1-11) s/d (1-14) dapat disederhanakan seperti


berikut.

Untuk aliran turbulent:

Di 1 in:

2,2_w?;45
D0PI -3,9qrV- ^f-- d-15)
P

dimana w = laju alir dalam ribuan pound massa per jam

Dj < 1 in:
D A n JM9 0,14 ,A - r.
i.opt -4,7 qf p (1-16)

Untuk aliran laminer:

Dj 1 in:

Dii0pt =3,0qfV18 (1-17)

Dj < 1 in:

Dii0pt =3,6qrVr (1-18)

Reynold Number:
Untuk penggunaan mmus-mmus tersebut, harga bilangan Reynold dapat dihitung
langsung dengan menggunakan persamaan berikut.

kaesa
10
22.800/7 qf
N = d. , i.opt r*c (1-19)

Contoh:

Tentukan optimum inside pipe diameter untuk mengalirkan 10 ft3/min cairan yang
mempunyai densitas 62,4 lb/ft3 dan viskositas 1,13 cp.

Penyelesaian:
qf= 10 ft3/min = 0,167 ft3/s
r = 62,4 lb/ft3
nic = 1,13 cp
AnggapNRe < 2.100:

Di>opt. =3,0 q?-36//^8^ (3,0) (0,16^ (1.13)0-18 =1,61 in.

Check harga NRe

22.800/? qf (22.800) (62,4) (0,167)


NRe = f =
Di,oPt>"c H^\hX
(1,61) (1,13) =130-596 <tidak sesuai>

AnggapNRe > 2.100:

Di,oPt =3,9qf0-45/?-13 =(3,9)(0,167)'45(1,13)0'13 = 2,983 in

Check harga NRe

22.800/? qf (22.800) (62,4) (0,167)


N- 5^ = (2,983) (U3) =>

kaesa
11
2. ISOLASI PANAS

Seperti halnya dengan jenis energi lainnya, energi panas juga harus dapat
dimanfaatkan seefisien mungkin atau dengan kata lain harus dihindari terjadinya
kebocoran-kebocoran pada penggunaannya. Isolasi panas adalah suatu bahan pelapis
yang berfungsi menahan kebocoran panas. Meningkatnya harga energi dewasa ini
membuat fungsi isolasi panas menjadi semakin penting. Dewasa ini, selaras dengan
perkembangan teknologi, telah dapat dihasilkan berbagai jenis isolasi panas untuk
berbagai macam keperluan, misalnya untuk keperluan industri dan bangunan. Fungsi
isolasi panas berkembang tidak hanya untuk menghindari kebocoran panas, tetapi juga
untuk mencegah kebakaran, mengontrol suhu, meningkatkan produksi dan menciptakan
kondisi kerja yang aman dan lebih baik.
Bahan isolasi panas memiliki daya penghambat aliran panas atau biasanya disebut
tahanan panas (heat resistance). Bahan isolasi panas dapat dibuat dari satu jenis
bahan maupun kombinasi dari beberapa jenis bahan. Baik atau tidaknya mutu isolasi
panas tergantung dari jenis bahannya dan cara memproses bahan-bahan isolasi
tersebut.
Untuk dapat memanfaatkan isolasi panas seefektif mungkin, perlu dipahami beberapa
sifat dasar bahan isolasi panas. Sifat-sifat dasar ini terutama menyangkut kelakuan
atau sifat bahan terhadap kemampuan menahan aliran panas. Sebelum sifat-sifat dasar
bahan isolasi dipahami, pengertian dasar tentang mekanisme perpindahan panas perlu
diketahui terlebih dahulu.

2.1 Bahan isolasi

Bahan isolasi anorganik dari mineral alam telah lama dipergunakan di dalam industri.
Pada masa sekarang permintaan akan bahan ini sangat meningkat dimulai dari
penghematan energi mengarah kepada perbaikan sifat-sifat dan pengembangan bahan
bam. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penggunaan isolasi termal adalah
sebagai berikut:
a) Mengurangi kerugian panas, yang akibatnya akan memberikan keuntungan dari segi
biaya operasi.
b) Mengurangi penumnan suhu dalam pipa dan peralatan lain (suhu tumn sebagai akibat
mengalirnya panas ke lingkungan sekitarnya.
c) Menurankan/menjaga suhu permukaan luar pipa atau peralatan lain untuk melindungi
setiap orang yang menyentuhnya dari bahaya panas maupun dingin.
d) Menjaga kondisi suatu zat agar tetap pada fase tertentu, misalnya gas tidak
mengembun dan sebaliknya cairan tidak menguap.

kaesa
e) Menjaga kondisi suatu fluida agar tetap pada keadaan yang dapat mengalir atau tidak
membeku selama penyimpanannya dan transportasinya.

Bahan isolasi termal dari kebanyakan bahan anorganik dapat digolongkan menumt
bentuknya seperti berikut:
* Bubuk atau butiran

* Serat dan bongkahan


Bahan dalam bentuk bubuk atau butiran adalah bahan otoklaf dari kalsium silikat, perlit,
vermikulit, silika gel butir halus, dan bahan yang berbentuk serat adalah asbes. rock
wool, slag wool dan serat keramik. Kebanyakan isolasi bata api berbentuk bongkahan,
tetapi dewasa ini tumbuh pesat sekali pembuatan refractory yang dapat dicor. Bahan
isolasi jenis bubuk dan butiran sering dipergunakan setelah dibuat bentuk pelat atau
bentuk bata.

Salah satu sifat dasar yang diperlukan bagi bahan isolasi adalah hantaran panas yang
rendah. Umumnya konduktivitas termal dari bahan keramik lebih rendah dari bahan
logam. Gas memiliki konduktivitas termal yang lebih rendah dari pada bahan padat, dan
bahan yang mengandung banyak udara memberikan struktur yang menahan perpindahan
panas dengan konveksi oleh udara sehingga memiliki isolasi termal yang baik sekali.
Dibanding dengan isolasi jenis lain seperti yang digunakan dalam bidang bangunan,
maka ciri khas isolasi termal adalah mampu bekerja pada suhu berkisar antara - 250 C
sampai 1.500 C.

2.2 Bahan dan bentuk isolasi

Dewasa ini bahan isolasi tidak saja berasal dari bahan tambang (mineral), tetapi telah
banyak diproduksi dari bahan-bahan sintetis yang menggunkannya entah sebagai bahan
campuran ataukah sebagai bahan utama dalam pembuatan isolasi. Dengan beraneka
ragamnya penggunaan isolasi di dalam industri sekarang ini, maka produser dituntut
untuk dapat menyediakan isolasi yang sesuai dengan kebutuhan. Sudah barang tentu
tidak hanya itu saja, tetapi dari segijumlah dan mutunya hams tetap dapat dijaga.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam penyediaan isolasi ialah dari segi
konstruksinya. Untuk pemakaian isolasi di dalam sistem perpipaan ataupun bejana ada

kaesa
13
kecendemngan orang untuk memilih isolasi yang mudah dipasang dan dibentuk sesuai
dengan situasi perpipaan itu sendiri, sehingga hal yang praktis ini sangat
menguntungkan dari segi waktu dan tenaga.

2.2.1 Bahan isolasi termal berbentuk serat

Asbes adalah bahan mineral yang bempa serat dan terbentuk secara alamiah, ditemukan
di alam sebagai krisotil, amosit, krosidolit, dan sebagainya. Asbes dapat dipakai sebagai
bahan isolasi setelah mineral tersebut dilepaskan menjadi bentuk seperti kapas. Dewasa
ini telah banyak tersedia isolasi dalam bentuk kain asbes, tali asbes dan spon asbes.
Spon asbes akhir-akhir ini dikembangkan sebagai bahan isolasi termal yang mempunyai
sifat fleksibel dan ketahanannya terhadap panas yang baik sekali.
Slag wool dan rock wool bertumt-tumt dibuat dari slag tanur tinggi dan dari batuan
gunung berapi. Bahan baku dicairkan dalam bentuk kopala atau tanur listrik dan dibuat
menjadi serat halus. Permukaannya dilapisi resin agar tahan terhadap air. Bahan ini
dipergunakan terutama sebagai isolasi pada pekerjaan konstruksi.
Serat keramik termasuk glass wool kuarsa, serat Al203-Si02 dan serat alumina. Serat
keramik ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Tahan terhadap suhu tinggi
b) Ringan dan sangat baik sebagai isolasi
c) Tahan terhadap kejutan termal
d) Stabil (tidak bereaksi)
e) Dapat dibuat dalam berbagai bentuk
Bahan ini dibuat berbentuk seperti kapas, felt dan lembaran tipis dan dipakai sebagai
bahan isolasi yang baik sekali untuk lapisan dinding tanur. Disamping itu juga banyak
digunakan sebagai bahan isolasi untuk ketel uap, turbin, cerobong asap, dan peralatan-
peralatan proses lainnya.

2.2.2 Bahan isolasi dalam bentuk bubuk dan bata

Bahan otoklaf kalsium silikat secara kasar dapat digolongkan atas bahan yang temtama
terdiri dari tobermorit Ca5(Si6018H5).8H20 dan yang temtama terdiri dari ksonotlit
Ca6Si6017(OH)2. Kedua bahan tersebut hampir memiliki sifat yang sama dalam hantaran

kaesa 14
termal, tetapi bahan isolasi termal ksonotlit lebih unggul dari pada bahan isolasi yang
terbuat dari tobermorit karena tahan terhadap gas karbon dioksida, dan memiliki nilai
susut rendah pada suhu tinggi. Bahan tersebut digunakan sebagai bahan isolasi tahan api
pada bangunan bertingkat, bahan isolasi pemmahan, bahan penyekat antara bagian
panas dan bagian dingin, dan sebagainya.
Jika ukuran porous dibuat lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata dari gas yang
terperangkap dalam porous, maka penembusan gas sangat terhalang, hal ini akan
menumnkan laju perpindahan panas oleh pergerakan gas. Berdasarkan azas ini, maka
dibuat bahan isolasi termal dari butiran halus silika gel, karbon hitam dan oksida
titanium. Bahan isolasi untuk tanur adalah bahan isolasi termal yang sejak lama telah
dipergunakan yang memiliki sifat refraktori baik sekali. Bahan ini hams memiliki sifat-
sifat seperti berikut:
a) Ringan
b) Refraktori yang baik sekali
c) Baik sebagai isolasi termal
Bata tahan api alumina sebagai isolasi untuk suhu tinggi terdiri dari 90 - 99 % A1203,
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Tahan terhadap korosi slag asam dan basa
b) Tahan terhadap gas peredukdi seperti H2
c) Tahan rontok (spalling) yang sangat baik

Bahan ini dipakai untuk lapisan tanur penganil baja tahan karat, tungku penyolder,
tungku perlakuan panas untuk semikonduktor dan tungku bergas hidrogen.
Bata tahan api isolasi termal terbuat dari bahan bersifat silikat memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Suhu pelunakan beban tinggi
b) Stabil secara termal pada suhu tinggi
c) Tidak bereaksi dengan bata silika pada suhu tinggi
Bata ini dipergunakan sebagai lapisan refraktori silikat dalam tanur tinggi, lapisan
penahan pada tanur pelebur gelas dan sebagainya.

kaesa 15
2.2.3 Isolasi dalam bentuk selimut (blanket)
Banyak macam isolasi berbentuk selimut seperti fleksibel blanket, rock wool blanket, felt
blanket dan lain sebagainya. Jenis isolasi ini biasanya banyak digunakan pada peralatan
yang sering dilakukan bongkar pasang. Untuk menahan pengamh dari lingkungannya
umumnya dilapisi dengan kawat ram atau kertas aluminized kraft.

2.2.4 Isolasi dalam bentuk pipa dan fitting


Bentuk isolasi ini dipersiapkan khusus untuk pipa dan fitting. Bahan yang digunakan
dapat bempa magnesium silikat atau rock wool yang digabung dengan phenolic resin,
dan beberapa bahan lain yang dibuat sedemikian rupa sehingga tahan terhadap pengamh
lingkungan maupun pengamh mekanik.
Untuk rock wool ada yang tersedia dalam bentuk terlapisi dengan kertas aluminium.
Dalam penggunaannya dianjurkan untuk menggunakan lapisan penutup seperti itu bagi
pipa dan permukaan datar yang dingin, meskipun lapisan penutup itu tidak dapat
menggantikan fungsi penghalang imp.

2.3 Terminologi
Beberapa istilah penting yang menunjukkan sifat-sifat isolasi dan perlu dimengerti oleh
berbagai kalangan adalah sebagai berikut:
* Abrasion resistance: sifat ketahanannya terhadap abrasi yang ditunjukkan oleh
besarnya nilai susut berat.
* Alkalinity/acidity: sifat keasaman, sifat ini akan mempengaruhi peralatan yang
diisolasi temtama terhadap perusakan/korosi.
* Breaking load: sifat ketahanannya terhadap beban, dalam hal ini menunjukkan sampai
sejauh mana kegetasannya apabila isolasi dikenai beban.
* Capilarity: sifat kemampuannya menyerap cairan, dalam hal ini menunjukkan sejauh
mana isolasi dapat ditembus oleh cairan dan tinggal di dalamnya.
* Chemicalreaction: sifat kecenderungannya untuk befeaksi dengan zat lain.
* Coefficientexpansion: sifat pengembangannya terhadap perubahan suhu.
* Combustibility: sifat kecenderungannya untuk dapat terbakar sebagaimana senyawa
hidrokarbon.

kaesa lg
* Compressivestrenght: sifat yang menunjukkan ketahanannya terhadap tekanan.
* Corrosion to subtrates: sifat yang menunjukkan pengamh kimianya terhadap metal
yang diisolasi.
* Density: jumlah massa per satuan volume, hal ini untuk mempertimbangkan berat-
ringannya isolasi.
* Hardness: sifat yang menunjukkan kekerasannya untuk menahan penetrasi.
* Hygroscopicity: sifat yang menunjukkan daya serap air untuk tetap tinggal di
dalamnya.
* Incidence of cracking: sifat kecendemngannya untuk pecah apabila digunakan pada
permukaan yang panas.
* Resistance to acid: sifat yang menunjukkan ketahanannya terhadap asam.
* Resistance to caustic: sifat yang menunjukkan ketahanannyaterhadap soda.
* Shear strenght: sifat yang menunjukkan kekuatan untuk menahan belahan/sobekan.
* Shrinkage: sifat yang menunjukkan kecendemngannya untuk menyusut akibat
menurunan suhu.

* Specific heat: sifat yang menunjukkan jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan satu derajad suhu setiap satuan masa.
* Temperature limit: sifat yang menunjukkan batasan suhu maksimumyang diijinkan.
* Temperature rise-self internal heating: sifat yang menunjukkan jika dipanasi di atas
suhu tertentu akan terjadi reaksi internal, yang menyebabkan suhu internal naik jauh
melampaui suhu yang sebenarnya. Suhu internal tidak hanya menyebabkan kemsakan
pada material, tetapi juga dapat menimbulkan kebakaran.
* Tensile strenght: sifat yang menunjukkan ketahanannya terhadap gaya tarik.
* Thermal conductivity: sifat yang menunjukkan sampai sejauh mana daya hantar
panasnya.

* Thermal diffusivity: Sifat yang menunjukkan laju perubahan suhu di dalam isolasi.
Temtama untuk proteksi panas, isolasi hams mempunyai thermal diffusivity sekecil
mungkin.
* Thermla shock resistance: Sifat yang menunjukkan ketahanannya terhadap kemsakan
akibat suhu yang mendadak.

kaesa \7
2.4 Klasifikasi isolasi menurut suhu operasinya
Disamping ada beberapa jenis dan bentuk isolasi yang tersedia, ada juga isolasi yang
diklasifikasikan menumt suhu operasinya.
a) Isolasi suhu rendah: penggunaannya untuk suhu operasi di bawah suhu kamar,
misalnya untuk keperluan mengisolasi pada sistem refrigerasi.
b) Isolasi suhu menengah: penggunaannya untuk suhu operasi dari suhu kamar sampai
1.000 C. Kebanyakan dalam pemakaiannya untuk sistem perpipaan.
c) Isolasi suhu tinggi: penggunaannya untuk suhu 1.000 C keatas. Sebagai contoh
misalnya digunakan sebagai refraktori, dan pemasangannya dapat dilakukan dengan
cara penguapan atau pengecoran.

Isolasi yang penggunaannya sampai suhu 300 C, umumnya dengan menggunakan


isolasi yang mempunyai kandungan 85 % magnesia. Dan tipe diatomaceous-silica cocok
untuk suhu sampai 1.000 C. Mineral wool sangat baik untuk suhu operasi antara - 100
sampai 900 C, dan biasanya dipakai apabila sering dilakukan pelepasan.

Isolasi untuk pipa yang pembuatannya dengan cara penuangan, ditetapkan dengan suatu
sistem standard ukuran ASTM yang mana memberikan fleksibilitas yang besar dalam
memilih ketebalannya. Ketebalan isolasi pipa yang sebenarnya adalah satu setengah kali
dari perbedaan antara diameter luar dari pada pipa yang tertutup lapisan dikurangi
celahnya (clearance). Isolasi tersebut dibuat untuk pipa yang berukuran mulai dari 1/2
sampai 30 NPS (Nominal Pipe Size), oleh karena itu isolasi pipa dibuat dengan
ketebalan nominal 1; 1,5; 2 atau 2,5 inci. Di samping untuk keperluan pipa, tersedia
juga untuk fitting, flange dan valve. Dan bentuknya juga beraneka ragam seperti
misalnya flat atau curved block, blankets, molded brick dan cast cements.

2.5. Pemilihan isolasi

Pemilihan bahan isolasi mempakan suatu masalah teknis yang tidak dapat dilakukan
secara sembarangan. Prinsip-prinsip tertentu dapat digunakan sebagai petunjuk
pemilihan isolasi adalah sebagai berikut:
a) Pemilihan bahan yang sesuai dengan rentang suhu kerja
b) Pilihlah jenis isolasi yang mempunyai konduktivitas panas rendah.

kaesa 18
c) Pilihlah satu tipe dan bentuk yang sesuai agar mampu menahan tegangan yang timbul
karena perubahan panas. Termasuk juga ketahanan terhadap air dan bahan kimia
sebagaimana yang ada dilingkungannya.
d) Tentukan cara-cara penggunaannya yang baik dengan maksud untuk menjamin agar
tetap seperti bentuk aslinya dan nilai-nilai pengisolasiannya.
e) Pilihlah ukuran optimum yang berdasarkan atas pertimbangan faktor teknis dan
ekonomis.

2.5.1 Isolasi pipa tahan cuaca dan api


Untuk pipa yang terpasang di luar mangan atau di tempat yang kemungkinan ada resiko
kebakaran maka hams dipilih isolasi yang tahan terhadap cuaca atau yang tahan
terhadap api. Untuk keperluan ini yang paling cocok adalah asbestos-sponge felt.
Asbestos-sponge felt tidak hanya mempunyai nilai pengisolasian yang tinggi tetapi juga
konstmksinya kuat, tidak msak bila jatuh dan mempertahankan efisiensi dalam periode
yang panjang.
Jika hanya paparan bahaya api saja, maka yang paling baik adalah dengan menggunakan
asbestos fire-retarding jacket. Dalam hal seperti ini penggunaan asphalt-saturated
roofing jacket tidak direkomedasi, karena asphalt dapat terbakar.

2.5.2 Isolasi dingin


Di dalam proses refrigerasi tidak akan dapat efisien jika tanpa menggunakan isolasi
pada sistem perpipaannya. Fungsi isolasi dalam hal ini untuk mencegah masuknya
panas dari lingkungan sekitarnya yang dapat mengganggu proses pendinginan. jenis
isolasi ini umumnya terbuat dari butiran gabus. Standard ukuran isolasi untuk keperluan
refrigerasi serta ruang pendingin adalah 12 x 36 in, 18 x 36 in, 24 x 36 in, dan 36 x 36
in.

Isolasi dingin pada umumnya lebih mahal dari pada isolasi panas. Sebagai contoh
misalnya Houdry cracking unit memerlukan 9,1 % dari total biaya pembangunannya
untuk isolasi, dan sementara untuk sistem refrigerasi memerlukan 21,4 % dari total
biaya pembangunannya untuk isolasi.

kaesa 19
2.6. Cara pemasangan isolasi
Disamping pemilihan isolasi yang tepat, keberhasilan isolasi juga ditentukan oleh cara
pemasangan yang benar. Adanya "short circuit" (sirkuit singkat) akan mengakibatkan
pemborosan panas yang berlebihan.
Terjadinya celah pada sambungan isolasi atau karena keretakan akan mengakibatkan
timbulnya paparan langsung sehingga pancaran panas keluar melalui celah tersebut
kemungkinannya besar sekali. Demikian juga adanya benda yang mempunyai
konduktivitas panas yang cukup tinggi di dalam isolasi.
Lembaran busa plastik fleksibel juga dapat digunakan pada duct dan bejana bulat yang
besar dengan bantuan contact adhesives. Adhesive dilapiskan pada permukaan metal
dan permukaan lembaran isolasi. Posisi lembaran isolasi yang dipasang diatur
sedemikian rupa untuk penekanan lateral agas isolasi dalam kedudukan yang kokoh.

2.6.1 Pemasangan isolasi semprot


Ada dua jenis utama isolasi semprot yaitu jenis serabut dan ikatan anorganik (inorganic
fiber and binder), dan yang kedua adalah jenis organic urethane yang kemudian
membusa setelah disemprotkan. Jenis isolasi anorganik terdiri dari serabut mineral dan
ikatan anorganik yang pemasangannya dilakukan dengan cara menyemprotkan ke
permukaan yang diisolasi dengan bantuan sebuah pompa yang dihubungkan dengan
sebuah spray gun. Jika semprotan ini sudah kering maka ia akan membentuk semi rigid
yang cocok untuk suhu kerja antara 700 sampai 1.350 F, dan hal ini sudah barang tentu
tergantung pada jenis serabut dan ikatan yang digunakan. Untuk keperluan perlindungan
terhadap api, dalam pemasangannya dapat dilakukan dengan cara menekannya setelah
disemprotkan hingga kepadatannya cukup tinggi dan laju difusivitasnya rendah.
Jenis isolasi semprot yang kedua adalah busa organik urethane, isolasi jenis ini terdiri
dari dua macam cairan yang dicampur dengan perbandingan tertentu. Pencampuran
dapat dilakukan di dalam tabung pencampur khusus atau dilakukan secara langsung
pada spray gun. Dalam penggunaan isolasi jenis ini dianjurkan untuk suhu kerja berkisar
antara 50 sampai 180 F. Agar busa yang dihasilkan dapat melekat erat pada permukaan
yang diisolasi maka sebelum dilakukan penyemprotan permukaan metal hams
dibersihkan terlebih dahulu.

20
Busa urethane adalah mempakan bahan yang mudah terbakar, oleh karena itu
penggunaan isolasi jenis ini direkomendasikan hanya untuk bejana atau pipa yang tidak
berisikan zat yang tidak mudah terbakar, dan tempatnya di daerah yang bebas bahaya
kebakaran.

2.6.2 Pemasangan isolasi untuk pipa


Pipa dapat diisolasi dengan cara membungkusnya dengan isolasi berbentuk felt atau
tape. Disamping itu masih ada cara lain yang lebih baik yaitu dengan cara
membungkusnya dengan potongan isolasi yang berbentuk pipa dan block. Cara ini
sangat efektif untuk pipa yang cukup panjang dan bayak fitting-fitting yang hams
diisolasi.

Isolasi block banyak tersedia dalam berbagai ukuran tebal maupun diameternya dan
telah distandarisir sesuai dengan standard ukuran nominal pipa, oleh karena itu di dalam
perancanganpun tidak ada kesulitan untuk menerapkan metoda pengisolasian dengan
cara ini.

Bagi pipa yang dilengkapi jaket, diameter dalam isolasi (Dj) ditentukan oleh diameter
luar (d0) isolasi tersebut. Sedapat mungkin diameter luar jaket tersebut memenuhi
standard NPS sehingga ukuran isolasi yang standardpun dapat dipasang.
Apabila tube pemanas atau pendingin berbentuk spiral yang mempakan bagian
tambahan, maka diameter dalam isolasi ditetapkan berdasarkan diameter pipa ditambah
dua kali diameter tube. Dalam hal ini pipa yang dilengkapi trace parallel, maka diameter
dalam isolasi ditetapkan berdasarkan diameter pipa ditambah diameter tube.

2.7 Mekanisme perpindahan panas


Pada dasarnya panas berpindah dari suatu sumber panas ke lingkungan sekitarnya
melalui satu atau kombinasi dari tiga cara berikut.
n Perpindahan panas konduksi
n Perpindahan panas konveksi
n Perpindahan panas radiasi
Ketiga cara perpindahan panas tersebut dapat terjadi jika terdapat perbedaan suhu antara
sumber panas dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan arah perpindahan panas

kaesa 21
berlangsung dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah. Pada umumnya panas
berpindah melalui dua atau bahkan tiga cara perpindahan panas tersebut. Oleh karena
itu, pengertian dasar mengenai ketiga mekanisme perpindahan panas tersebut penting
untuk dipahami.

2.7.1 Konduktivitas panas


Konduktivitas panas (daya hantar panas) suatu bahan ditetapkan dengan menghitung
jumlah panas yang dipindahkan selama satu satuan waktu melewati suatu area dengan
satuan ketebalan tertentu dengan perbedaan suhu dalam satuan tertentu pula. Pada
umumnya, nilai konduktivitas panas bahan bertambah dengan meningkatnya suhu. Nilai
konduktivitas panas suatu bahan isolasi tergantung pada kepadatan, porositas, diameter
pori, diameter serat dan lain-lainnya.

2.7.2 Pengertian dasar tahanan panas


Tahanan panas (R) suatu bahan adalah tebal dibagi dengan konduktivitasnya.
Konduktivitas panas hanyalah salah satu faktor dari keefektifan isolasi. Tahanan panas
tidak hanya bergantung pada besaran konduktivitas panas, tetapi juga pada ketebalan
bahan isolasi. Isolasi setebal 5 cm akan lebih efektif dari pada isolasi setebal 2,5 cm
untuk bahan yang sama.

2.7.3 Tebal isolasi yang ekonomis


Pengisolasian setiap sistem panas berarti pengeluaran biaya. Oleh karena itu, faktor
yang paling penting dalam suatu sistem isolasi ialah penganalisaan isolasi panas
tersebut dalam kaitannya terhadap biaya. Kefektifan isolasi sesuai dengan hukum
"diminishing returns". Oleh karena itu ada suatu batasan ekonomis yang tertentu
mengenai jumlah bahan isolasi yang tepat terpakai, di mana ketebalan isolasi di bawah
ketebalan tertentu tidaklah cukup (dalam arti masih menjadi banyak kehilangan panas),
sedangkan ketebalan yang melebihi ketebalan tertentu tersebut hanya sia-sia saja,
dipandang dari segi biaya karena penghematan energi ekstra yang didapat tidaklah
sepadan. Nilai batas ketebalan ini yang disebut sebagai ketebalan optimum isolasi atau
"optimum thckness of insulation", yaitu ketebalan isolasi di mana biaya panas hilang,

kaesa 22
ditambah biaya pemasangan isolasi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu
mempakan biaya yang paling minimal.
Pertimbangan ketebalan optimum bahan isolasi ini didasarkan atas pertimbangan
terhadap faktor-faktor berikut:
n Harga bahan bakar (harga bahan bakar ditambah biaya tenaga kerja, pemeliharaan,
dan Iain-lain,

n Jumlah jam operasi per tahun


n Kandungan panas bahan bakar
n Efisiensi pembakaran bahan bakar
ft Suhu rata-rata disekitarnya (dalam keadaan udara tenang)
n Suhu operasi permukaan
n Diameter pipa/ketebalan permukaan
n Perkiraan biaya isolasi terpasang

2.7.4 Kerugian panas meiaiui dinding pipa berisolasi


Mekanisme perpindahan panas dari fluida yang ada di dalam pipa ke udara bebas
melalui tiga cara (konduksi, konveksi, dan radiasi). Jika isolasi yang digunakan hanya
terdiri dari satu lapis maka sistem tersebut terdiri dari empat lapis yakni:
n Lapisan tipis dari fluida yang ada di dalam pipa, perpindahan panasnya berlangsung
secara konveksi.

n Lapisan pipa, perpindahan panasnya berlangsung secara konduksi.


fi Lapisan isolasi, perpindahan panasnya berlangsung secara konduksi.
n Lapisan tipis udara dibagian permukaan luar isolasi, perpindahan panasnya
berlangsung secara konveksi dan radiasi.

Untuk jenis fluida, pipa, dan isolasi yang diketahui, maka besarnya laju perpindahan
panas yang hilang sangat tergantung pada tebalnya isolasi.
Dengan menganggap pipa berisolasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar (1) berikut,
di dalam pipa dialirkan steam dengan suhu ts dan suhu udara di sekelilingnya t^
Perbedaan suhu keselumhan adalah ts - ta.

kaesa 23
n Tahanan panas pada lapisan steam (steam film) yang mengembun di dinding bagian
dalam pipa pada tj sangat kecil, karena perbedaan suhu antara ts dan tj sangat kecil
dan hampir sama.
n Tahanan panas pada dinding pipa juga sangat kecil, karena perbedaan suhu antara t!
dan t2 sangat kecil dan hampir sama.
fi Tahanan panas pada isolasi tergantung pada harga konduktivitas panas dan perbedaan
suhu antara t2dan t3.
fi Tahanan panas pada lapisan udara cukup kecil dan harganya tergantung pada
koefisien perpindahan panas dan perbedaan suhu antara t3dan ta.

f
r
T i.iv >:^U-r^ :>>
ts
i , ' "' -

';}.^;:IJ\:''\ ''
L

<
* V >

Gambar (2-1): Aliran panas melalui penampang pipa berisolasi

Tahanan panas untuk lapisan udara tetap diperhitungkan meskipun panas mengalir
secara konveksi alami dan radiasi. Secara keselumhan, aliran panas dari lapisan dalam
pipa ke udara luar biasanya disebut sebagai kemgian panas. Dan besarnya panas yang
mengalir pada keselumhan lapisan harganya sama untuk setiap lapisan, dan masing-
masing dapat dihtung dengan menggunakan persamaan sepeti berikut:

Aliran panas melalui lapisan fluida di dalam pipa yang berlangsung secara konveksi

q =hs arD, (t, - t,) (2-1)

kaesa 24
Aliran panas melalui dinding pipa yang berlangsung secara konduksi

2 ;rk.
(t, - t2) (2-2)
In

Aliran panas melalui lapisan isolasi yang berlangsung secara konduksi

2;rk2
(t2 -13) (2-3)

Id,.

Aliran panas melalui lapisan udara yang berlangsung secara radiasi dan konveksi

q = hP ttD, (t, - i,) (2-4)

dan secara keselumhan perubahan suhu dapat dinyatakan

In In
1 Id, J + +
i
(2-5)
+
t, -t. = q
h. ttD,
*s "-"\
2 xk. Ink, ha "^i
7rD

Keempat tahanan yang dinyatakan dalam kumng, tahanan pertama dan kedua biasanya
diabaikan, sehingga persamaanmenjadi.

*(t, " t.) (2-6)


in 5*
Id
-+ !
2k, haD3

kaesa 25
dimana: q = laju perpindahan panas yang hilang, Btu/hr.ft panjang pipa
Di = diameter dalam pipa, ft
D2 = diameter luar pipa, ft
D3 = diameter isolasi pipa, ft
ki = thermal conductivity pipa, Btu/hr.ft2.F/ft
k2 = thermal conductivity isolasi, Btu/hr.ft2.F/ft
ha =film coefficient ofheat transfer udara, Btu/hr.ft2.F
ts = suhu steam, F
ti= suhu lapisan fluida di dalam pipa, F
t2 = suhu interface antara pipa dan isolasi, F
t3 = suhu permukaan luar isolasi, F
ta = suhu udara luar, F

Contoh: Aliran panas melalui dinding pipa berisolasi


Sebuah pipa baja standard 2 in digunakan untuk mengalirkan steam yang suhunya 300 F.
Pipa tersebut diisolasi stebal 0,5 in dengan menggunakan rock wool yang mempunyai
thermal conductivity k = 0,033 Btu/hr.ft2.F/ft. Hitung besarnya panas yang hilang per
foot panjang pipa jika suhu udara disekitarnya 70 F.

Penyelesaian:
Anggapt3 =150F - t3 -ta= 150 - 70 =80 F -> ha =2,23 Btu/hr.ft2. F/ft
^(tl-ta) 3,14(300-70) 104,8 Btu/hr.ft
D_"\ , , 3,375
In In
X) V 1 U1 ^W 4- 1
2k +hD 2x0,033 2,23x3,375/12

Check suhu t3:

2nk2 , v 2x3,14x0,033 ( ' >.


q = 104,8 = 2 (t2 - t3) = ' ' (300 - t3)
^03^1 v" '" t_(
In
3,375
In
.Dj 2,375

t3 = 123,5 F (tidak sesuai)

kaesa 26
Anggapt3=125F -> t3-ta= 125 - 70 =55 F -> ha =2,10 Btu/hr.ft2. F/ft
*(*! " t.) _ 3,14 (300 - 70) = 103,2 Btu/hr.ft
"3,375
ln^ In
VD2J + 1 ^2,375.
+
1

2 k, 2x0,033 2,10x3,375/12
haD3

Check suhu t3:

2 ;rk2 2x3,14x0,033
q = 103,2 (t2 -13) = (300 - t3)
3,375
In
Id,. 2,375.

t3 = 125 F (sesuai)

kaesa 27
3. POM PA

Pompa adalah suatu alat pengangkut untuk memindahkan zat cair dari satu
tempat ke tempat lain dengan memberikan gaya tekan terhadap cairan yang akan
dipindahkan. Gaya tekan yang diberikan inipada dasarnya untuk mengatasifriksi
yang timbul karena mengalimya cairan di dalam pipa saluran, beda elevasi
(ketinggian), dan tekanan yang harus dilawan.
Perpindahan zat cair dapat terjadi menurut arah horisontal maupun vertikal
Perpindahan zat cair yang mengarah mendatar, hambatan-hambatan yang timbul
berupa gesekan dan turbulensi. Hambatan yang dikarenakan gesekan akan
bertambah besar dengan pangkat dua dari kecepatan pengangkutannya dan
dengan bertambahnya panjang pembuluh. Hambatan yang dikarenakan
turbulensi temtama tergantung pada kecepatan pada fitting dan yang sejenisnya
yangsifatnya tidak terus-menerus dalam pembuluh. Padaperpindahan zat cair ke
arah vertikal, hambatan yang timbul terdiri dari hambatan-hambatan seperti
halnya pada arah horisontal dan hambatan yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan tinggi antara permukaan isap (suction) dan permukaan tekan
(discharge).
Berbagai macam pompa yang paling banyak dipakai untuk memindahkan zat cair
pada umumnya menggunakan pompa torak dan pompa sentrifugal, disamping itu
adapompa-pompa tertentu yang digunakan untuk keperluan khusus.

3.1. Klasifikasi pompa


Secara umum pompa dapat dikelompokkan seperti ditunjukkan dalam tabel (3-1).

Tabel (3-1): Klasifikasi Pompa

CENTRIFUGAL ROTARY RECIPROCATING

1. Centrifugal 1. Cam 1. Piston

2. Propeller 2. Screw 2. Plunger

3. Mixed Flow 3. Gear 3. Diaphragm

4. Periperal 4. Vane

5. Turbine 5. Lobe

Pompa sentrifugal memberikan tekanannya pada cairan yang dipindahkan akibat


gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh putaran impelernya, dan pada umumnya dapat

kaesa
digunakan untuk kapasitas yang tinggi dengan head yang rendah sampai menengah.
Agar tekanan discharge dapat tinggi, pompa dapat dilengkapi dengan impeller yang
dipasang secara bertingkat (multi stage) sebagai ganti sebuah pompa single stage.
Pompa rotary bekerja dengan memberi tekanannya yang diperoleh dari akibat gaya
aksial pada cairan yang melewatinya. Pompa reciprocating, karena gaya desaknya
memberikan tekanan pada cairan yang akan dipindahkan.

3.2 Pompa sentrifugal


Pada umumnya pompa sentrifugal mudah dikendalikan, alirannya stabil (tidak
membentuk pulsa), dan batas tekanan opersainya menyesuaikan sistem salurannya.
Secara umum pompa sentrifugal mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Rentang kapasitas, tekanan, dan karakteristik cairannya sangat luas
Kemudahannya disambung secara langsung ke motor, V-belt atau penggerak
lain.

Tempat yang dibutuhkan relatih kecil


Harganya relatifmurah
Sulit untuk mendapatkan aliran yang sangat rendah pada tekanan menengah
sampai sedang.

Pompa sentrifugal terdiri dari bagian utama bempa kipas (impeler) yang dapat
berputar di dalam sebuah casing (mmah pompa), casing tersebut dihubungkan
dengan saluran isap dan saluran tekan. Untuk pompa yang hams mengisap cairan
dibawah sumbu pompa, untuk menjaga agar di dalam casing selalu terisi cairan
maka pada bagian saluran isap hams dilengkapi dengan katup kaki (foot valve).
Impeler yang berputar akan memberikan gaya sentrifugal sehingga air yang ada
dibagian pusat impeler akan terlempar keluar dari impeler yang kemudian ditahan
oleh casing yang selanjutnya menimbulkan tekanan. Cairan bergerak sedemikian
mpa dan tems-menems dari saluran isap melalui pompa diteruskan ke saluran
tekan.

kaesa 29
3.2.1 Karakteristik Pompa Sentrifugal
Karakteristik pompa digambarkan sebagai hubungan antara laju alir dan head
(tekanan) pada berbagai kondisi. Beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik
pompa adalah kecepatan putaran dan diameter impeler. Dalam gambar (3-1)
menunjukkan pembahan kurva karakteristik pompa pada berbagai putaran.

. 1500rpm
*
120 -,
/
100 -
/ MOO rpm

C Ou "
/j 1inn rpm

bu -
1700rpni
o
ra
3 4D

on

n .

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Laju alir(Q), Ipm

Gambar (3-1): Hubunga Q dan H pada berbagai rpm

Kadang-kadang lebih menguntungkan atau ekonomis jika pompa dioperasikan


secara seri untuk mencapai tekanan yang diinginkan. Pada siatuasi seperti ini
kapasitas dibatasi oleh kapasitas pompa yang lebih rendah dari salah satu pompa
yang dioperasikan secara seri. Total tekanan terakhir adalah jumlah dari tekanan
masing-masing pompa, sehingga untuk dua buah pompa yang identik tekanan
akhirnya adalah dua kali dari tekanan satu pompa pada laju alir yang direncanakan.
Gambar (3-2) menunjukkan kurva karakteristik dari dua buah pompa yang
dioperasikan secara seri. Casing masing-masing pompa khususnya pompa terakhir
hams mempunyai ketahanan terhadap tekanan yang lebih tinggi untuk menahan
kenaikantekanan yang cukup besar.
Jika pompa yang dioperasikan secara seri dimaksudkan untuk menaikkan tekanan
pada laju alir yang relatif tetap, maka pompa yang dioperasikan secara parallel

kaesa 30
dimaksudkan untuk membagi beban diantara dua atau lebih pompa-pompa yang
lebih kecil dari pada satu pompa tunggal yang besar, atau untuk melakukan
penambahan kapasitas pada suatu sistem dalam waktu yang cukup singkat, atau
untuk beberapaalasan yang lain.

120 -j

100 -
Pompa 1 & 2 serie
e an
s^ 1
/
Pompa 2
E 60- pc
co
Pompa 1
40-
on

j 10 00 20 00 3000 4000 50 00 60 00

Laj u alir(Q), Ipm

Gambar (3-2): Hubungan Q dan H pada pompa seri

120

Pompa 1 & 2 parallel

Pompa 2

Pompa 1

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000


Laju alir (Q), Ipm

Gambar (3-3): Hubungan Q dan Hpada pompa parallel

kaesa 31
Gambar (3-3) menunjukkan kurva karakteristik dua buah pompa yang mempunyai
karakteristik sama diopersikan secara parallel. Masing-masing pompa memberikan
separo kapasitasnya pada kondisi tekanan system. Dalam susunan parallel dari dua
atau lebih pompa yang kurva karakteristiknya sama atau berbeda, laju alir dari
masing-masing pompa dijumlahkan dalam head yang sama pada suatu sistem.
Masing-masing pompa tidak hams memberikan jumlah aliran yang sama, tetapi ia
akan bekerja pada kurva karakteristiknya sendiri-sendiri, dan hams menyampaikan
tekanan yang diperlukan. Pada sebuah titik potong bersama pada bagian tekan dari
semua pompa, head akan menjadi sama untuk masing-masing pompa tanpa
memandang besarnya aliran. Kurva karakteristik dari masing-masing pompa hams
dinaikkan terus-menerus seperti yang ditunjukkan pada pompa tunggal
sebagaimana terlihat dalam gambar (3-3).

3.2.2 Hukum Affihitet


Untuk perubahan kecepatan pada diameter impeller dan efisiensi tetap, maka
kondisi dan karakteristik seperti berikut berubah secara serentak.

2 (3-1)
Q2 =Q vn,y

H2=H,N2 <3"2)
BHP2 = BHP, Bl] (3-3)

Kondisi-kondisi yang dinyatakan dengan subscript (2) menunjukkan kondisi bam


atau yang dikehendaki, dan kondisi-kondisi dengan subscript (1) menunjukkan
kondisi yang diketahui.
Untuk perubahan diameter impeller pada kecepatan dan efisiensi tetap, maka
perubahan laju alir dan BHP dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut:

....... - - - 32
kaesa

t";"VffiJ1 ^x-,^'"^-'"1^ 'B7g^r^^w'i^r!y?yv*^v7?g^^;J^^i'^,Ll^^ v^tWJ-Mr^<yw^'|i''fTf ^'yt^'fr'JL'JVi'^"^^wfr"


^mS (3-4)
H2 - H, 'O2 (3-5)
vd,y

BHP, = BHP. -*- (3-6)

dimana di adalah diameter impeler mula-mula (inch) dan subscript (2)


menunjukkan kondisi bam atau yang dikehendaki pada diameter impeller bam d2.
Semua pembahan-pembahan kinerja terjadi secara serentak ketika pembahan
terjadi dari kondisi (1) ke kondisi (2).

3.3 Pompa rotary


Ada banyak macam pompa rotary (positive displacement) yang digunakan di dalam
industri. Kebanyakan pompa-pompa jenis ini hanya cocok untuk memompakan
cairan yang lebih bersih dan bebas dari zat-zat padat. Beberapa pompa yang
dirancang dengan menggunakan komponen-komponen dari karet atau plastik pada
tekanan tertentu dapat dipakai untuk memompakan cairan yang mengandung
suspended solid. Pada umumnya pompa jenis ini dapat memompakan cairan dengan
viskositas sampai 500.000 SSU, dan dapat dioperasikan pada tekanan diatas 1.000
psi. Disamping itu dapat pula dipakai untuk cairan yang mengandung gas yang
terlamt.

Kapasitas pompa jenis ini umumnya rendah per unitnya, dan pada saat-saat tertentu
ia digunakan untuk metering (pengukuran).

3.3.1 Karakteristik Pompa Rotary


Karakteristik atau kinerja pompa rotary ditandai dengan ciri khasnya bahwa
alirannya sebanding dengan kecepatan putaran dan hampir tidak tergantung pada

kaesa 33
perbedaan tekanan. Besarnya laju alir dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti
berikut:

d" (\ E ^
V " n' liter/menit (3-7)
(1 -En) +En(p/Pl)

dimana:

d' = liquid displacement, liter/menit


d" = theoritical displacement, liter/menit
E = persen volume gas yang terlamt
p = tekanan atmosfir
pi = tekanan absolut pada saat memasuki pompa

BHP bembah secara langsung dengan tekanan dan kecepatan, untuk kecepatan dan
tekanan konstan BHP bembah dengan viskositas cairan yang dipompakan.

3.3.2 Pemilihan Pompa Rotary


Head pada bagian isap dan tekan ditentukan sama seperti pada pompa sentrifugal.
Total head dan kapasitas ditentukan untuk memilih pompa rotary yang wajar dari
pabrik-pabrik pembuatnya. Viskositas diutamakan dalam memilih pompa jenis ini,
dan kadang-kadang lebih baik memilih pompa yang lebih besar yang bekerja pada
kecepatan yang rendah dari pada suatu pompa yang lebih kecil pada kecepatan
yang tinggijika bersangkutan dengan cairanyang kental.
Internal slip yang terjadi dapat mengakibatkan menurunnya laju alir, dan naik
dengan tekanan. Adanya gas yang terlamt dapat mengakibatkan menurunnya laju
alir cairan dan menyebabkan aliran tidak stabil.

3.4 Pompa reciprocating


Pompa reciprocating termasuk pompa positive displacement yang bagian utamanya
bempa torak dan silinder. Torak digerakkan maju-mundur oleh pesawat penggerak

kaesa 34
yang bempa mesin uap atau motor listrik. Jumlah silinder dan torakyang terangkai
dalam satu unit pompamenunjukkan jenis pompa, satu piston (simplex), dua piston
(duplex), tiga piston (triplex). Gerakan piston dapat dinyatakan sebagai gerakan
tunggal (single acting) dan gerakan ganda (double acting). Pada pompa single
acting hanya melakukan kerja satu stroke setiap putaran, dan double acting dua
stroke setiap putaran.
Untuk pompa yang digerakkan oleh mesin uap, ukuran pompa dinyatakan dengan
menggunakan kode X" x Y" x Z", yang artinya:
X = diameter silinder mesin uap, inch
Y = diameter silinder pompa, inch
Z = panjang langkah (stroke), inch

Kinerja pompa reciprocating dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan


mudah-tidaknya pompa beroperasi dan pengaturannya. Dengan tergantung pada
jenis gerakan piston, aliran dapat membentuk pulsa-pulsa dan untuk mengatasi ini
hams dilengkapi dengan sebuah ketel angin.
Laju alir volumetris (qv m3/menit) sebuah pompa torak kerja tunggal tergantung
dari diameter silinder (D meter), panjang langkah (s meter), dan jumlah langkah
torak (n putaran/menit), yang besarnya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.

qv = - D2.s.n, m3 /menit..... (3-8)

Untuk pompa torak yang bekerja ganda, pada prinsipnya dapat menggunakan
mmus yang sama, akan tetapi hams memasukkan sebuah faktor. Pada sebuah
pompa kerja ganda hams diperhatikan bahwa dengan adanya batang torak, laju alir
pada salah satu sisi torak menjadi sedikit lebih kecil. Bila diameter batang torak
sama dengan d meter, maka pada satu sisi, luas torak yang bekerja dikurangi
dengan %/4.d2.

kaesa 35
Rumus dasarnya adalah:

qv = 2 - D2.s.n, m3 /menit (3-9)

bembah menjadi:

qv =^D2.,n)+(fD2.,n-^d2.,n
qv =^s.n(D2 +D2 - d2)
qv =- s.n(2D2 - d2), m3 /menit...... (3-10)

Pompa torak sangat cocok untuk bekerja dengan jarak isap yang besar. Dengan
jarak yang besar antara tempat pompa dan ujung isap di bawah sumbu pompa akan
memerlukan tenaga yang cukup besar pula. Pompa torak dapat juga memompakan
cairan yang mengandung gelembung-gelembung udara dalam jumlah besar dengan
baik sekali.

3.5 Tekanan pompa


Tekanan pompa adalah tekanan yang dibangkitkan oleh pompa untuk melawan
hambatan-hambatan karena gesekan selama pengaliran fluida dan ketinggian ujung
saluran tekan di mana cairan dikirim.

Tekanan (p) dinyatakan sebagai gaya (F) yang dibebankan setiap satuan luas (A)
yang besarnya dapat dihitung menumt persamaan berikut:

Tekanan hidrostatik adalah istilah yang sering dijumpai dalam operasi, yaitu
menyatakan tekanan yang ditimbulkan oleh zat cair dalam ketinggian tertentu. Jika

kaesa 36
sebuah tabung berisi zat cair yang mempunyai densitas (p) dengan ketinggian (h),
maka besarnya tekanan pada dasar tabung adalah

P = P-h (3-12)

3.6 Head pompa


Head pompa adalah besarnya tekanan atau energi yang diperlukan untuk
mengalirkan setiap satuan berat zat cair. Besarnya head pompa (H) hams mampu
melawan head total yang timbul akibat pengaliran fluida (dalam hal ini zat cair).
Head total yang ditimbulkan akibat pengaliran fluida terdiri dari: head karena
tekanan (pressure head), head karena kecepatan (kinetic head), head karena
ketinggian (potential head), dan head karena gesekan (friction head). Seperti yang
terlihat dalam gambar (3-4), secara matemaris besarnya head pompa dinyatakan
dalam bentuk persamaan seperti berikut:

H = hp + hk + hz + hf (3-13)

dimana:

H = head pompa, m
hp = head karena perbedaan tekanan antara sisi tekan dan sisi isap, m
hp = hpd - hps, m
hPd = head karena tekanan pada sisi tekan, m

hpd = -(3-14)
P

hps = head karena tekanan pada sisi isap, m

hps= =- (3-15)
P

hk = head kecepatan, m
hk = hkd - hks, m

kaesa
37
hkd = head kecepatan pada sisi tekan, m

*kd (3-16)
2g
Vd = kecepatan pada sisi tekan, m/s
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/s2

sisi isap sisi tekan


< >

poros

hP,
m
pompa
potnpa

Gambar (3-4): Head pompa

hks = head kecepatan pada sisi isap, m


2

hks = (3-17)
2g
vs = kecepatan pada sisi isap, m/s
hz = head statis, m

kaesa
38
Head ini mempakan perbedaan tinggi antara permukaan air di sisi tekan dan
sisi isap, tanda positif (+) dipakai apabila permukaan air di sisi tekan lebih
tinggi dari pada sisi isap.
hz = hzd - hzs (jika permukaan air di sisi isap lebih tinggi dari sumbu pompa).
h2 =hzd + ha O'ika permukaan air di sisi isap lebih rendah dari sumbu pompa).
hzd = head satatis di sisi tekan, m
hzs = head statis di sisi isap, m
hf = head karena gesekan (friksi), m
hf=hfd-hfs, m
hfd = head karena friksi pada sisi tekan, m
hfS = head karena friksi pada sisi isap, m

3.7 Net positive suction head (NPSH)


Kavitasi adalah gejala terbentuknya uap pada bagian isap pompa yang ditandai
tidak stabilnya tekanan pompa. Timbulnya uap di dalam bagian isap ini dapat
diakibatkan diantaranya oleh adanya naiknya suhu cairan sehingga tekanan uap
cairan naik, kebocoran pada bagian isap sehingga terbentuk gelembung-gelembung
udara, tersumbatnya pipa atau katup pada bagian isap. Kavitasi akan terjadi ketika
tekanan sisa di bagian isap pompa tidak mampu nenarik cairan.
Jika pompa mengalami kavitasi, maka akan timbul suara berisik dan getaran. Selain
itu kinerja pompa akan menumn secara tiba-tiba, sehingga pompa tidak dapat
bekerja dengan baik dan bahkan permukaan dinding saluran disekitar aliran yang
kavitasi akan mengalami kemsakan. Permukaan dinding lama kelamaan akan
terkikis, dan peristiwa ini disebut erosi kavitasi
Untuk menghindari terjadinya kavitasi hams diusahakan agar pada bagian isap
pompa tekanan statisnya lebih rendah dari tekanan uap jenuh cairan pada suhu
tertentu. Dalam hal ini perlu diperhatikan dua hal yang memegang peranan.
Pertama, tekanan yang ditentukan oleh kondisi sekitarnya di mana pompa di
pasang, dan kedua, tekanan yang ditentukan oleh keadaan aliran di dalam pompa.
Berkaitan denga hal tersebut, maka orang mendefinisikan suatu tekanan psitif yang

kaesa ~Q
tersisa pada bagian isap atau net positive suction head (NPSH) yang digunakan
sebagai ukuran keamanan pompa terhadap terjadinya kavitasi.
Pengertian NPSH ada dua macam, yaitu NPSH yang tersedia pada sistem (istalasi
yang diistilahkan sebagai NPSHA (NPSH available), dan NPSH yang diperlukan
oleh pompa yang diistilahkan sebagai NPSHr (NPSH required).

3.7.1 NPSHA

NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki oleh zat cair pada sisi isap pompa
(setara dengan tekanan mutlak pada sisi isap pompa) dikurangi dengan tekanan uap
jenuh zat cair di tempat tersebut. Dalam hal pompa yang mengisap zat cair dari
tempat terbuka (dengan tekanan atmosfir pada permukaan zat cair), maka besarnya
NPSH yang tersedia (NPSHA) dapat ditulis dalam bentuk persamaan seperti
berikut:

NPSHA = ^ - ^ - h^ - hfs (3-18)


P P

dimana:

pa = tekanan atmosfir, kg/m2


pv = tekanan uap jenuh cairan, kg/m2
p = densitas zat cair, kg/m3
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa NPSH yang tersedia mempakan tekanan
mutlak yang tersisa pada sisi isap pompa setelah dikurangi tekanan uap cairan.

3.7.2 NPSHR

Tekanan terendah di dalam pompa biasanya terdapat di suatu titik terdekat setelah
bagian masuk sudu impeler. Di tempat tersebut, tekanan lebih rendah dari tekanan
pada lubang isap pompa. Hal ini disebabkan oleh kemgian di bagian lubang isap,
kenaikan kecepatan aliran karena penampang yang menyempit, dan kenaikan
kecepatan aliran karena tebalnya sudu setempat.

kaesa 40
Untuk menghindari terjadinya penguapan zat cair, maka tekanan pada lubang
masuk pompa dikurangi penumnan tekanan di dalam pompa hams lebih tinggi dari
pada tekanan uap zat cair. Head tekanan yang besarnya sama dengan penumnan
tekanan ini disebut NPSH yang diperlukan (NPSHr). Besarnya NPSH yang
diperlukan berbeda untuk setiap pompa. Untuk suatu pompa tertentu, NPSH yang
diperlukan bembah menumt kapasitas dan putarannya. Agar pompa dapat bekerja
tanpa mengalami kavitasi, maka hams dipenuhi syarat berikut:

NPSHa > NPSHR

Harga NPSH yang tersedia dapat dihitung dari kondisi instalasi, sedangkan harga
NPSH yang diperlukan ditentukan oleh pabrik yang bersangkutan. Namun untuk
penaksiran secara kasar, NPSH yang diperlukan dapat dihitung dari konstanta
kavitasi (a) seperti berikut. Jika head pompa pada titik efisiensi maksimum
dinyatakan sebagai HN, dan NPSH yang diperlukan untuk titik ini Hsvn, maka s
dinyatakan sebagai

a = 5=*L (3-19)

3.8 Tenaga pompa


Tenaga (daya) pompa dapat dihitung berdasarkan besarnya tekanan dan laju alir
yang dihasilkan oleh kerja pompa. Jika beban seberat G N (Newton) ditarik keatas
denganjarak ketinggian H m, maka kerja (W) yang dilakukan adalah:
W = GxH,N.m

Berat zat cair yang dipindahkan dapat dinyatakan sebagai massa (kg) kali gravitasi:

G = m.g

kaesa
41
Tenaga (P) dapat didefinisikan sebagai laju kerja yang dilakukan, yakni kerja yang
dilakukan (W) per satuan waktu (t), satuan waktu yang digunakan adalah scond
(detik).

W
P = , N.m/s
t

atau

P = m^^, N.m/s (3-20)


t

Jika pompa bekerja dengan laju alir volumetrik (Q m3/s) dan densitas cairan p
kg/m3, maka besarnya massa cairan (mkg) dinyatakan sebagai berikut:

m - Q.p.t, kg (3-21)

Dengan demikian besarnya tenaga pompa dapat dinyatakan sebagai berikut:

P = Q.p.g.H, N.m/s (3-22)

Perlu diketahui bahwa konversi satuan: 1 Watt = N.m/s = 0,001 kW, oleh karena

itu

P = Q.p.g.H, Watt (3-23)

Tenaga yang dimaksud di atas adalah disebut tenaga hidrolik (Phdr), dan dinyatakan

Phdr = Q.p.g.H, Watt (3-24)

Tenaga yang dibutuhkan oleh pompa (tenaga poros pompa) sesungguhnya lebih
besar dari tenaga hidrolik, hal ini dikarenakan adanya kemgian gesek pada bagian

kaesa 42
poros pompa dan bagian-bagian lain yang bergerak. Perbandingan tenaga hidrolik
(Phdr) terhadap tenaga poros (Ppre) menunjukkan besarnya efisiensi pompa (riP).
Dengan demikian tenaga poros yang dibutuhkan oleh pompa dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:

= <***!, Watt (3.25)

Contoh

Sebuah pompa bekerja dengan laju alir 108 m3/jam dan head pompa 16 m. Zat cair
yang dipompakan tersebut mempunyai densitas 1.000 kg/m3. Jika diketahui daya
poros pompa sebesar 6 kW, tentukan besarnya efisiensi pompa tersebut.

Penyelesaian:
Q = 108 mVjam = 0,03 m3/s
H=16m

p= 1.000 kg/m3
g = 9,81 m/s2
Pprs = 6 kW = 6.000 Watt = 6.000 N.m/s
Q.p.g.H 108x1.000x9,81x16 non/
= VHS = : = 0,7848 atau 78,48 %
P, 6.000

kaesa
43
4. KOMPRESOR

Kompresor merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan
gas untuk keperluan transportasi maupun untuk tujuan tertentu. Kompresor
menarik gas melalui bagian isap kemudian menekan dan mengirimnya ke sebuah
bejana penampung sementara pada tekanan yang cukup tinggi. Gas dari sebuah
bejana penampung sementara dialirkan melalui sebuah pipa ke suatu tempat
dimana gas bertekanan akan digunakan.
Kompresor udara biasanya mengisap iidara dari atmosfir, namun ada pula yang
mengisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfir.
Dalam hal ini kompresor bekerja sebagai penguat (booster). Sebaliknya ada pula
kompresor yang mengisap gas yang bertekanan lebih rendah daripada tekanan
atmosfir, dalam hal ini kompresor disebut sebagai pompa vakum. Untuk menekan
gas, kompresor melakukan kerja sesuai dengan laju alir gas dan tekanan yang
dikehendaki, oleh karena itu sebuah kompresor harus digerakkan oleh mesin
penggerak mula (primeover).
Penggunaan udara bertekanan (compressed air) di dalam industri sangat luas
sekali seperti untuk penggerak instrument, penggerak alat-alat mekanik sistem
hidrolis, penyemprot cat, pengemasan minuman dalam botol, pencucian filter
padaperusahaan air minum, sand blasting, dan lain sebagainya.

4.1 Klasifikasi kompresor


Menumt cara kerjanya, secara umum kompresor dapat diklasifikasikan seperti
berikut:

Positive displacement
0 Reciprocating (torak)
0 Rotary (putar)
Non-positive displacement
0 Centrifugal
0 Axial flow

4.1.1 Kompresor Reciprocating


Kompresor jenis ini paling banyak digunakan di dalam isndustri. la dapat
digerakkan dengan menggunakan motor listrik, turbin gas, turbin uap, atau motor
bakar. Kompresor reciprocating dapat dipasang dengan cara tunggal atau

kaesa
bertingkat. Jumlah tingkat ditentukan oleh perbandingan tekanan (pressure ratio)
p2/pi. Kompresor reciprocating dapat digolongkan menurut:
a) Dilihat dari langkahnya
Single acting
Double acting
b) Dilihat dari tingkatnya
Single stage
Multi stage
c) Dilihat dari posisi silindernya
Vertikal

Horisontal

Miring
d) Dilihat dari media pendinginnya
Pendingin air
Pendingin udara
e) Dilihat dari tekanan yang dihasilkan
Tekanan rendah

Tekanan sedang
Tekanan tinggi

Pada kompresor multi stage, intercooler dipasang di antara stage-stage dimaksud


untuk menyerap panas yang ditimbulkan akibat gas yang dikompresikan dan
menumnkan suhu hingga mendekati suhu gas pada saat memasuki kompresor.
Pendinginan yang demikian akan menumnkan volume gas yang akan memasuki
silinder berikutnya sehingga tenaga kompresi yang diperlukan juga menjadi lebih
kecil. Kompresor jenis reciprocating dapat disediakan dalam ukuran besar dan
tenaganya sampai ratusan kW, kompresor ini dapat bempa satu, dua, tiga, atau
empat stageuntuktekanan setinggi 2.300 sampai 3.300 bar.

kaesa 45
Kebanyakan kompresor menggunakan minyak pelumas untuk melumasi silinder. Di
dalam beberapa kompresor, walaupun sedikit kontaminasi minyak terhadap gas
atau udara yang ditekan, namun hal ini untuk suatu pemakaian kompresor yang
khusus sangat dihindari. Sebagai contoh misalnya udara bertekanan yang
digunakan untuk menggerakkan instmmen, salah satu syaratnya adalah hams bersih
dan kering, oleh karena itu ia lebih disukai jika untuk keperluan ini menggunakan
non-lubricated compressor (kompresor yang tidak menggunakan pelumasan pada
silindernya).

4.1.2 Kompresor Rotary


Kompressor ini termasuk jenis positive displacement, dan mempunyai laju alir
volumetris yang konstan, disamping itu sebagai variabelnya adalah tekanan
discharge. Volume dapat dimbah hanya dengan membah kecepatan atau by
passing. Tekanan discharge akan bembah sesuai dengan tahanan yang ada pada
sistem discharge-nya.
Rotary compressor diklasifikasikan sebagai berikut:
Straight lobe type
Screw type
Sliding vane type
Liquid piston type
Rotary piston type
Kompresor jenis rotary mempunyai kemampuan tekan sekitar 7 sampai 9 bar.

4.1.3 Kompresor sentrifugal


Jenis kompresor ini secara luas banyak digunakan untuk menangani gas dengan
kapasitas besar pada tekanan antara 0,5 sampai ratusan psi. Kompresor sentrifugal
jenis turboblower banyak digunakan untuk variasi yang besar, misalnya untuk
pendinginan, pengeringan, penyediaan udara pembakaran, pengadukan dan aerasi,
ventilasi.

kaesa 46
Prisip kerja centrifugal compressor sama seperti pompa sentrifugal, perbedaan
pokonya adalah bahwa compressor digunakan unmk menangani fluida
compressible sedangkan pompa untuk menangani fluida incompressible. Untuk
memilih ukuran kompresor sentrifugal hams memperhatikan kondisi-kondisi seperti
berikut:

Tekanan barometrik terendah

Tekanan intake terendah

Suhu intake maksimum

Ratio of specific heat (harga y)tertinggi


Specific gravity terendah
Tekanan discharge maksimum
Sesuai dengan namanya, kompresor ini bekerja atas dasar gaya sentrifugal, yaitu
tekanan yang ditimbulkan sebagai akibat gaya sentrifugal yang diberikan.
Kebanyakan turboblower bekerja pada kecepatan 3.500 rpm atau lebih tinggi,
bahkan ada juga yang mencapai 30.000 rpm. Turboblower biasanya digerakkan
oleh motor listrik atau turbin gas maupun uap. Jika kompresor dioperasikan pada
tekanan konstan, kinerja kompresor sangat dipengaruhi oleh kapasitasnya.

4.1.4 Kompresor Aksiial


Axial compressor telah banyak dikembangkan pemakaiannya untuk gas turbine dan
aircraft jet engine. Penggunaannya di dalam industri kebanyakan untuk stationary
instalation dengan kapasitas rendah, tetapi untuk suatu unit yang besar digunakan
untuk blast firnace, gas booster dan wind tunnel service.
Axial compressor umumnya mempunyai efisiensi dan kapasitas yang lebih tinggi
dibanding dengan centrifugal compressor, Disamping itu ia mempunyai ukuran
yang kecil, ringan dan tidak memakan biaya untuk kondisi yang sama bila
dibanding dengan centrifugal compressor. Kekurangan kompresor jenis ini adalah
rentang operasinya terbatas, kemungkinan terjadinya korosi dan erosi lebihbesar.

kaesa
47
Kompresor jenis ini mempunyai bagian yang berputar (rotating element) yang
terdiri dari sebuah single dmm yang ditahan beberapa deret blade yang semakin
pendek dan mempunyai penampang berbentuk airfoil. Di antara setiap deret blade
ada sebuah deretan tetap yang membalikkan arah dan melakukan beberapa tingkat
konversi dari head kecepatan menjadi tekanan.

4.2 Kelebihan masing-masing kompresor


Kelebihan kompresor sentrifugal terhadap kompresor reciprocating:
Biaya instalasi murah
Biaya pemeliharaan murah
Kontinyuitas operasi dapat di andalkan
Efisiensi kompresinya lebih tinggi pada compression ratio di bawah 2.
Tidak memerlukan perhatian yang khusus (karena sedikit bagian-bagian
yang bergesek).
Kapasitas yang mampu dihasilkan relatif besar.
Dapat langsung dihubungkan dengan penggerak yang berkecepatan
tinggi

Kelebihan kompresor reciprocating terhadap kompresor sentrifugal:


Kapasitas dan tekanannya dapat diatur secara fleksibel.
Efisiensi kompresinya tinggi pada compression ratio di atas 2.
Mampu menghasilkan tekanan yang relatif tinggi
Mampu menangani kapasitas yang kecil
Tidak mudah dipengamhi oleh komposisi gas/udara serta densitasnya.

4.3 Spesifikasi kompresor


Dalam menentukan spesifikasi kompresor, yang terpenting adalah kapasitas aliran
gas yang dikeluarkan serta tekanan kerjanya. Jika kedua hal ini sudah ditetapkan,
daya kompresor dapat dihitung menumt cara yang akan dibahas pada bab-bab

kaesa 4g

^^r-^-^ir^'r^!^T'^Tr"nr'
berikutnya. Karena itu untuk memilih sebuah kompresor udara untuk suatu
keperluan misalnya, hams terlebih dahulu diketahui jumlah udara dan tekanan yang
diperlukan oleh peralatan yang akan dilayaninya. Jika kebutuhan tersebut tidak
ditentukan dengan benar, maka kompresor yang dibeli dapat terlalu kecil sehingga
tidak berguna, atau terlalu besar sehingga menimbulkan pemborosan.

4.3.1 Persyaratan dalam pembelian kompresor


Dalam pembelian sebuah kompresor, perlu dikemukakan dengan jelas persyaratan-
persyaratan berikut ini kepada pabrik pembuatnya.
a) Maksud penggunaan kompresor
b) Tekananisap
c) Tekanan keluar
d) Jenis dan sifat-sifat gas yang ditangani
e) Suhu dan kelembaban udara
f) Laju alir gas yang ditangani
g) Peralatan untuk mengatur kapasitas aliran (jenis, otomatis atau manual, berapa
tingkat).

h) Cara pendinginannya (dengan udara atau dengan air). Luas permukaan, suhu,
dan tekanan air pendingin bila menggunakan air pendingin.
i) Sumber tenaga (frekuensi, tegangan, kapasitas, sumber daya)
j) kondisi dan lingkunan tempat instalasi
k) Putaran penggerak mula
1) Jenis penggerak mula (motor listrik atau motor bakar)
m)Jenis kompresor
Pelumasan minyak atau bebas minyak
Kompresor reciprocating atau centrifugal
Jumlah tingkat kompresi
Permanen atau portable
n) Jumlah kompresor

kaesa .n
49
Apabila dari butir-butir di atas ada yang tidak dapat ditentukan oleh pemakai, maka
pabrik pembuat kompresor yang bersangkutan hams dimintai nasehat.

4.3.2 Kapasitas
Pada kompresor reciprocating, kapasitas atau laju alir volumetris yang tertulis di
dalam katalog menyatakan perpindahan torak (swept volume) dan bukan laju
volume yang dihasilkan. Hal ini sering menimbulkan salah pengertian, sehingga
perlu kejelasan. Laju alir gas mempakan hasil perkalian antara perpindahan torak
dan efisiensi volumetris. Adapun kompresor rotay, apa yang tertulis di dalam
katalog pada umumnya menyatakan volume sesungguhnya yang dihasilkan.
Pada kapasitas normal, kompresor mempunyai efisiensi adiabatik keselumhan yang
maksimum. Apabila kompresor dioperasikan pada kapasitas atau beban yang lebih
rendah, maka efisiensinya akan menumn. Karena itu pemilihan kapasitas
kompresor hams dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam pemakaiannya nanti
kompresor akan dapat dioperasikan pada atau di sekitar titik normalnya. Selain itu,
apabila kebutuhan udara atau gas sangat berfluktuasi, sebaiknya dipilih kompresor
dengan kapasitas normal sebesarpuncakkebutuhan.

4.3.3 Tekanan

Dalam menentukan tekanan kompresor yang diperlukan hams diingat bahwa gas
atau udara hams disalurkan ke tangki tekan dan peralatan yang memerlukannya.
Karena itu besarnya tekanan kompresor hams diambil sama dengan tekanan yang
diperlukan oleh peralatan yang bersangkutan ditambah dengan kemgian tekanan di
pendingin akhir dan di pipa-pipa saluran. Sebagai contoh, sebuah instalasi atau
peralatan memerlukan tekanan 5,5 kgf/cm2. Kemgian tekanan di pendingin akhir
0,2 kgf/cm2 dan di dalam pipa 0,5 kgf/cm2. Maka kompresor yang dipilih hams
dapat memberikan tekanan yang lebih besar dari (5,5 + 0,2 + 0,5 = 6,2) kgf/cm2.
Dari perhitungan ini kemudian dapat dicari (dari dalam katalog) kompresor yang
mempunyai tekanan normal sedikit lebih tinggi dari 6,2 kgf/cm2. Tekanan
kompresor yang diambil tidak boleh jauh melebihi tekanan kerja sistem, sebab

kaesa en
apabila kompresor bekerja dengan tekanan jauh di bawah tekanan normalnya maka
efisiensi adiabatis keselumhannya akan menjadi terlalu rendah. Variasi tekanan
yang masih dapat dianggap tidak memgikan adalah tidak lebih dari 20 % di bawah
tekanan spesifikasi kompresor. Dengan variasi sebesar ini efisiensi kompresor tidak
terlalu banyak berkurang dari harga maksimumnya.

4.3.4 Kinerja kompresor


Apabila kapasitas dan tekanan udara atau gas yang diperlukan sudah ditetapkan,
maka kompresor yang sesuai hams dipilih. Apabila terdapat beberapa kompresor
yang dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka untuk menentukan mana
yang akan dipilih perlu dilakukan pertimbangan ekonomis. Kompresor yang
mempunyai efisiensi tinggi akan memberikan ongkos operasi yang rendah. Namun
kompresor yang efisiensinya tinggi harganya juga mahal.
Kinerja kompresor dapat digambarkan dalam bentuk kurva yang menunjukkan
hubungan antara kapasitas, daya poros, efisiensi volumetris, dan efisiensi adiabatik
terhadap tekanan keluar. Kurva seperti ini sangat berguna untuk membandingkan
kinerja kompresor terhadap yang lain. Beberapa hal yang perlu diperhitungkan
dalam pemilihan kompresor adalah seperti berikut:
a) Biaya investasi: harga kompresor, motor penggerak, peralatan dan instalasi
listrik, peralatan pembantu, biaya pembangunan gedung, pondasi, dan Iain-lain.
b) Biayaoperasi: biayatenaga listrik, bahan bakar (untuk penggerak dengan motor
bakar), minyak pelumas dan air pendingin.
c) Biaya pemeliharaan: biaya pengganti suku cadang, perbaikandan overhaul.

Biasanya kompresor yang berdaya 300 kW atau kurang dibuat secara masal
menumt model-model standard. Kompresor semacam ini harganya lebih murah,
dapat dipesan dalam waktu singkat, suku cadang mudah didapat, sehingga sangat
ekonomis. Karena itu jika tekanan dan kapasitasnya agak berbeda dengan yang
diperlukan, seringkali masih dapat menguntungkan secara keselumhan.

kaesa
51
4.4 Single stage compressor
Diagram p-V sebagai mana yang ditunjukkan dalam gambar (4-1) memberikan
ilustrasi langkah kerja reciprocating compressor single-stage-single-acting (S-S-S-
A) dengan clearance nol. Dalam gambar tersebut menunjukkan ada tiga
kemungkinan langkah kerja kompresor pada saat melakukan kompresi, yakni:
Isothermic compression
Polytropic compression
Adiabatic compression

Adiabatic, pV = konstan

Polytropic, pVn = konstan

Isothermic, pV = konstan

A' C, C C'2 B'

V2

Gb. (4-1): Diagram p-V S-S-S-A Reciprocating Compressor

Dalam diagram p-V menggambarkan bahwa luas daerah yang dibatasi oleh garis
perubahan tekanan dan perubahan volume menunjukkan besarnya langkah kerja
yang dilakukan oleh kompresor. Kerja maksimum dilakukan di sepanjang lintasan
kompresi adiabatic dan kerja minimum dilakukan di sepanjang lintasan isothermis.

kaesa 52
4.4.1 Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi isothermis
Gas diisap masuk sepanjang langkah isap (suction stroke) AB pada tekanan pi.
Pada akhir langkah isap udara ditekan di sepanjang langkah baliknya pada suhu
konstan. Selama langkah kompresi tekanan naik hingga mencapai pi yang cukup
untuk membuka katup tekan pada Ci, setelah itu tidak ada lagi kenaikan tekanan
meskipun langkah kompresi masih berlangsung. Pengiriman terjadi sepanjang sisa
langkah balik CiD, yakni pada volume V2.
Kerja yang dilakukan (W) untuk setiap siklus dinyatakan sebagai berikut:

W = luasABC,D = A'DC^i +'C1.BB'C1 - A'ABB'

W=p2 V2 +p, V, In ^V, - Pl V, =Pl V, In V,Vl


= p, V, In r = m'RT,-lnr...,..; ......(4-1)

4.4.2 Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi polytropis


Kompresi polytropis sebagaimana ditunjukkan garis BC dalam gambar (4-1) pada
akhir kompresinya garis CD menunjukkan volume gas yang dikirim sebesar V2.
Kerjayang dilakukan setiap siklus dinyatakan seperti berikut:

W = luasABCD = AC'CD + CCBB' - ABB'A'

P2 V2 - p, V, n
w =. p2 v2 + "2 2 f1 ' - p, V, = - ^ p2 V2 - Pl V,
n - 1 n - 1

n-l n-l

Mr (~ \
n n
P,V, 2l - 1 mRT, (4-2)
n-1 n-l \VxJ

4.4.3 Kerja yang dilakukan sepanjang kompresi adiabatis


Kompresi adiabatic ditunjukkan oleh garis BC2 dalam gambar (4-1). Dalam hal ini
volume udara yang dikirim ditunjukkanoleh garis C2D.

kaesa 53
Kaerja yang dilakukan untuk setiap siklus sepanjang kompresi adiabatic dapat
diselesaikan dengan cara yang sama seperti pada kompresi polytropis. Indeks
polytropis n diganti dengan indeks adiabatis y.

W = PiV, fPi i r
r
mRT (4-3)
r-\ Ui- r-\ VPi^

4.5 Tenaga teoritis yang diperlukan kompresor


Tenagateoritis yang diperlukan komproses sesuai dengan laju kerja yang dilakukan
oleh kompresor dalam menangani gas. Jika N menyatakan kecepatan langkah
kompresor (rpm), maka:
nw = jumlahlangkah kerja kompresor per menit.
= N (bila single acting compressor)
= 2 N (bila double acting compressor)

4.5.1 Tenaga isotermis (Pi)


Kerja yang dilakukan oleh kompresor pada proses kompresi isotermis dinyatakan
dalam bentuk persamaan seperti berikut:
W = p,.V,lnr

Kerja isotermis yang dilakukan per menit:


W = nw.p,.V, lnr

Tenaga isotermis,
p = nw.p,.V1lnr kW
6.120

atau

_ nw.m.R.T, lnr
kW (4-4)
i 6.120

kaesa 54
Jika Qi dinyatakan sebagai laju alir volumetris gas (nrVmenit) pada kondisi isap,
dan w dinyatakan sebagai laju alir massa gas (kg/menit, maka persamaan (4-4)
dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pl - h^l kW
6.120

atau

w.B.T.1.,
(4-5)
6.120

dimana:

Pi = tenaga isotermis, kW
pi = tekanan gas memasuki kompresor, kgf/cm2
Qi = laju alir volumetris gas memasuki kompresor, m3/menit.
r = rsaio kompresi, Vi/V2 atau p2/pi
w = laju alir massa gas memasuki kompresor, kg/menit
R = konstanta gas, kgf.m/(kg.m.K)
Ti = suhu mutlak gas saat memasuki kompresor, K

4.5.2 Tenaga politropis (Pp)


Tenaga politropis adalah tenaga teoritis yang diperlukan sesuai dengan kondisi
operasi kompresor yang sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut indicated horse
power (tenaga yang ditunjukkan sesuai kondisi kompresor yang sebenarnya. Dalam
kenyataannya tenaga politropis lebih besar dari tenaga isotermis, hal ini
dikarenakan adanya pembahan suhu gas selama proses kompresi berlangsung.
Tenaga politropis yang dilakukan oleh kompresor dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
n-l

w =
n
Pi-Qi ^ r -i kW
n-l 6.120 vp,j

atau

kaesa
55
n-l

n
Mr
W w.R.T, l - 1 (4-6)
n^l -Pi>

4.5.3 Tenaga adiabatis (Pa)


Tenaga adiabatis adalah tenaga teoritis maksimum yang dilakukan oleh kompresor.
Dalam hal ini digambarkan sebuah kompresor yang bekerja tanpa adanya
pendinginan dan kompresor terisolasi sempurna, sehingga tidak terjadi pelepasan
panas. Karena tanpa adanya pendinginan, maka suhu gas yang dikompresikan naik
secara maksimal.

Tenaga adiabatis yang dilakukan kompresor dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan berikut:

f ~ "\
r P. Q, 1 kW
y-\ 6.120 \V\J

atau

r-i
y w. R. T,
kW (4-7)
y-\ 6.120

4.6 Efisiensi kompresor


Efisiensi kompresor dapat dinyatakan dalam berbagai macam istilah sesuai dengan
proses kompresinya.

(a). Efisiensi kompresor atau efisiensi isotermis


Efisiensi isotermis atau disebut juga efisiensi kompresor adalah perbandingan
antara tenaga isotermis terhadap tenaga politropis. Besarnya efisiensi isotermis
secara matematis dapat dihitung menumt persamaan seperti berikut:
_ tenaga isotermis
Tic = xl00% (4-8)
tenaga politropis

kaesa 56
(b). Efisiensi mekanik

Efisiensi mekanik adalah mempakan perbandingan antara tenaga politropis


terhadap tenaga poros penggerak. Besarnya efisiensi mekanik secara matematis
dapat dihitung menumt persamaan seperti berikut:

tenaga politropis
*lm = - -xl00% (4-9)
tenaga poros penggerak v '

(c). Efisiensi keseluruhan (overall)


Efisiensi keselumhan (overall efficiency) adalah mempakan perbandingan antara
tenaga isotermis terhadap tenaga poros penggerak. Besarnya efisiensi keselumhan
secara matematis dapat dihitung menumt persamaan seperti berikut:

tenaga isotermis
Ho = 7 -xl00% (4-10)
tenaga poros penggerak v '

(4). Efisiensi adiabatis

Efisiensi adiabatis adalah mempakan perbandingan antara tenaga adiabatis terhadap


tenaga poros penggerak. Besarnya efisiensi adiabatis secara matematis dapat
dihitung menumt rumus seperti berikut:

tenaga adiabatis
*!. = 7 " 7x100% (4-11)
tenaga poros penggerak ;

Contoh

Sebuah kompresor mengisap udara dengan laju alir 42,5 m3/menit ke dalam silinder
pada tekanan 1,05 kgf/cm2 absolut. Udara dikompresi secara politropis dengan
mengikuti persamaan p.V1'3 = konstan hingga mencapai tekanan 4,2 kgf/cm2
absolut sebelum dikirim ke reservoar.
Jika dianggap besarnya efisiensi mekanik 80 %, maka hitung:

kaesa' 57
(a). Tenaga politropis
(b). Tenaga poros penggerak
(c). Efisiensi keselumhan

Penyelesaian:
QI = 42,5 m3/menit
pl = 1,05 kgf/cm2 = 1,05 x 104 kgf/m2
p2 = 4,2 kgf/cm2 = 4,2 x 104 kgf/m3
hm = 80 % = 0,8
n=l,3

(a). Tenaga politropis


n-l

n p,.Q, *V
W = - 1 kW
n-l 6.120 VP,^

1,3- 1

1,3 1,05 x 104 x 42,5 4,2 1 1.3


W = - 1 = 119 kW
1,3-1 6.120 1,05.

(b). Tenaga poros penggerak


Kita tahu bahwa efisiensi mekanik

tenaga politropis
Tim = xl00%
tenaga poros penggerak

_ tenaga politropis _ 119


Tenaga poros 148,8 kW
*!. 0,80

(c). Efisiensi keseluruhan


Kita tahu bahwa tenaga isotermis yang dilakukan oleh kompresor dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan:

kaesa 58
m p^Q.lnr kw
6.120

p, 4 2
dimana r = = ? = 4
P, 1,05

I,05xl04x42,5xln4=l()ikw
6.120

Efisiensi keselumhan

tenaga isotermis ,
Tl0 = x 100%
tenaga poros penggerak
101
Ti0 = x 100% = 67,9%
148,8

kaesa
59
5. HEAT EXCHANGER

Pada umumnya industri yang mengolah bahan baku menjadi produk-produk


tertentu dengan menggunakan prinsip konservasi energi, baik itu energi listrik,
energi kimia, energi kinetik, energi potensial, maupun energi panas dan lain
sebagainya. Dalam industri pengolahan minyak dan gas bumi, sebagai sumber
energi adalah digunakan energi panas yang sangat diperlukan dalam proses
pemanasan dan pendinginan sejumlah fluida. Kedua proses ini merupakan
bagian yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengolahan yang diharapkan,
agar industri menghasilkan produk-produkyang efisien dan ekonomis.
Proses pemanasan dan pendinginan dalam industri minyak dan gas bumi
berlangsung secara terus menerus, salah satunya dengan menggunakan media
pemanas atau pendingin. Jikaperpindahan panas antarafluida yang dipanaskan
denganfluida yang didinginkan tidak mengalami pencampuran dan hanya terjadi
perpindahan panas dari fluida panas ke fluida dingin, maka alat ini sering
disebutalatpenukarpanas (HeatExchanger).
Alat penukar panas dalam arti yang luas dapat diartikan bahwa panas yang
diberikan oleh fluida panas akan diserap oleh fluida dingin, sehingga hampir
tidak ada kehilangan panas. Perpindahan panas ini terjadi karena adanya
kecenderungan energi panas yang mengalir dari fluida yang bersuhu tinggi
menuju ke fluida yang bersuhu rendah. Sehingga fluida yang lebih panas akan
turun suhunya danfluida yang lebih dingin akan naiksuhunya.
Jika alat penukar panas ini dioperasikan secara terus menerus untuk proses
pengolahan, maka semakin lama akan semakin berkurang jumlah panas yang
dipindahkan, karena adanya problem operasi baik itu kondisi operasi maupun
kondisi peralatan itu sendiri. Sehingga semakin menyimpang dari kondisi yang
diinginkan menurut perancangannya. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh
mana penyimpangan kondisi-kondisi operasi, perlu diketahui kinerja dari alat
penukar panas setelahdioperasikan beberapa waktu.

5.1 Definisi

Alat penukar panas adalah suatu peralatan yang dapat memindahkan panas dari
satu bagian ke bagian yang lain, dengan adanya macam-macam zat baik itu zat
padat, zat cair, maupun gas. Kebanyakan alat penukar panas menggunakan dua
fluida, dimana antara dua fluida tersebut tidak terjadi pencampuran. Sehingga alat
penukar panas dapat juga di artikan bahwa panas yang diberikan oleh fluida dingin.
Prinsip perpindahan panas pada dasamya adalah mengalimya energi panas dari
fluida yang bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah, sehingga fluida panas
akan menumn suhunya dan fluida yang dingin akan naik suhunya. Macam-macam

kaesa
alat penukar panas banyak sekali, berdasarkan fungsinya dalam proses jenis alat
penukar panas dapat dibedakan antara lain seperti berikut:

(1). Heat Exchanger berfiingsi untuk memanaskan fluida dingin dengan


menggunakan fluida panas yang didinginkan, yang keduanya adalah fluida
proses yang dapat bempa cair atau gas.
(2). Cooler berfiingsi untuk mendinginkan fluida cair atau gas dengn menggunakan
media pendingin air atau udara.
(3). Condenser berfiingsi untuk mengondensasikan atau mengembunkan sebagian
uap atau campuran uap menjadi cairan, biasanya menggunakan media
pendingin air.

(4). Heater berfiingsi untuk memanaskan fluida cair atau uap dengan
menggunakan steam atau air panas.
(5). Evaporator berfungsi untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
steam atau media pemanas lainnya.
(6). Chiller berfungsi untuk mendinginkan fluida pada suhu rendah (dibawah suhu
atmosfir), dan sebagai pendinginnya biasa digunakan air, propane, freon,
amonia, dan sebagainya.
(7). Reboiler berfungsi untuk menguapkan atau mendidihkan kembali suatu fluida
dengan media pemanas yang dapat bempa steam atau media lainnya.
(8). Air Cooled Exchanger (Air Cooler) berfungsi untuk mendinginkan fluida
pada suhu ambient, dengan media pendingin udara.
(9). Furnace berfungsi untuk memanaskan cairan atau gas dengan media pemanas
api secara langsung (panas pembakaran).

5.2 Tipe dan bentuk H.E


Tipe dan bentuk heat exchanger yang digunakan sebagai suatu alat penukar panas
pada dasarnya ada dua, yakni Double pipe exchanger dan Shell and Tube
Exchanger. Kedua tipe ini dapat dijelaskan dibawah ini.

61
5.2.1 Double pipe exchanger
Double pipe exchanger seperti yang terlihat dalam gambar (5-1) adalah tipe
exchanger yang paling sederhana yang digunakan bila aliran fluida tidak terlalu
besar. Double pipe exchanger terdiri dari dua bagian pipa yang konsentris, dua
sambungan "Tee" yaitu "return head" dan "return bend". Pipa sebelah dalam
dihubungkan dengan pipa sebelah luar dengan "packing gland" dan aliran fluida
masuk pipa sebelah dalam melalui koneksi yang dipasang diluar. Sambungan "Tee"
mempunyai lubang tempat aliran keluar dan masuk dari pipa luar. Dua pipa bagian
dalam disambung pada "return bend" yang biasanya terbuka.

-Return Bend

Flange
JTfT
~73T.

.-A.

Lt
Shell
-Tube
M
A .t

Gambar (5-1): Double Pipe Exchanger

Bila double pipe exchanger ini terdiri dari 2 saluran maka exchanger ini disebut
Hairpin. Exchanger double pipe banyak digunakan, karena mudah dibuat dari
pipa-pipa standar dan murah harganya. Tetapi mempunyai kelemahan bahwa luas
permukaan perpindahan panasnya kecil dan sering terjadi kebocoran. Sehingga
apabila untuk memindahkan sejumlah panas yang besar memerlukan pipa yang
panjang atau perlu exchanger jenis ini yang banyak dalam hal ini akan
membutuhkan tempat yang luas.

62
Untuk memperbaiki perpindahan panas dan mengurangi perbedaan tekanan yang
terjadi pada exchanger, maka beberapa double pipe exchanger disusun secara seri
atau paralel. Dan susunan paralellah yang memberikan perbedaan tekanan yang
lebih rendah dibanding susunan seri.

5.2.2 Shell and tube exchanger


Dalam rangka memperbaiki kemampuan heat exchanger agar ukurannya lebih kecil
tetapi kemampuannya besar, maka dipilih dengan cara mengembangkan double
pipe exchanger, dimana pipa yang bagian dalam diperkecil diameternya, tapi
jumlahnya diperbanyak. Hal ini untuk memperoleh luas permukaan perpindahan
panas yang besar. Tipe shell and tube exchanger ada bermacam-macam, karena
dapat dimodifikasi bagian-bagiannya berdasarkan perbedaan dalam pemakaian, sifat
perpindahan panas, dan sistem pekerjaan yang dilaksanakan.
Menumt standar TEMA (Tabular Exchanger Manufacturer Association) dibagi
menjadi tiga kelas berdasarkan perencanaan dan cara pembuatnya, yaitu:
(1). Kelas R, yang direncanakan dan digunakan dalam proses pengolahan minyak
dan gas bumi.

(2). Kelas C, digunakan pada proses industri secara umum.


(3). Kelas B, digunakan untuk melayani dalam proses kimia.
Untuk membedakan masing-masing shell and tube exchanger, maka dibuatlah tanda
yang menyatakan perbedaan dengan menggunakan tiga humf, yaitu:
(1). Humf pertama menunjukkan jenis head pada bagian ujung depan, dengan
notasi:

A = removable channel and cover

B = bonnet (integral cover)


C= integral with tube sheet removable cover)
D = specialhigh pressure closures
(2). Humf kedua menyatakan bentuk shell atau tabung, dengan notasi:
E = one pass shell
F = 2 pass shell with longitudinal baffle

63
G = split flow
H = doble split flow
J = divided flow

K = kettle type reboiler

STATIONARY HEAD TYPES SHELL TYPES REAR HEAD TYPES

-jy FIXED TUBE SHEET


LIKE "A" STATIONARY HEAD
ONE PASS SHELL

REMOVABLE CHANNEL M
AND COVER
FIXED TUBE SHEET
LIKE "B" STATIONARY HEAD
2 PASS SHELL
WITH LONGITUDINAL BAFFLE

B N
T
FIXED TUBE SHEET
LIKE "C" STATIONARY HEAD
I

BONNET SPLIT FLOW


(INTEGRAL COVER)

X OUTSIDE PACKED
FLOATING HEAD

H
~L 1"
DOUBLE SPLIT FLOW

FLOATING HEAD
WITH BACKING DEVICE
INTEGRAL WITH TUBE SHEET
REMOVABLE COVER

i r
DEVIDEDFLOW

FULL-THROUGH
FLOATING HEAD

SPECIAL HIGH PRESSURE t r


CLOSURES KETTLE TYPE REBOILER U TUBE BUNDLE

Gambar (5-2): Type Shell, Front head, dan Rear head Exchanger

64
(3). Humf ke tiga menunjukkan jenis head pada bagian ujung belakang, dengan
notasi:

L = fixed tube sheet like "A" stationary head


M = fixed tube sheet like "B" stationary head
N = fixed tube sheet like "C" stationary head
P = outside packed floating head
S = floating head with backing device
T = full through floating head
U = U-tube bundle

Beberapa hasil penggabungan atau kombinasi dari ketiga pengelompokan tersebut,


maka dapat diketahui tipe head dan bentuk shell, misalnya:
(a). Tipe AES adalah kombinasi dari A channel removable cover, E one pass shell,
dan S floating head with backing devide.
(b). Type BEM adalah kombinasi dari B bonnet (integral cover), E one pass shell,
dan M fixed tube shell like "B" statinaryhead.
(c). Type AEP adalah kombinasi dari A channel and removable cover, E one pass
shell, dan P out side packed floating head.
Tipe-tipe yang lain dari shell and tube exchanger didasarkan pada pengaturan dan
modifikasi dari bagian-bagiannya, yang secara umumadalah:

(a) Stationary Tube - Sheet Exchanger


Jenis alat penukar panas yang paling sederhana adalah jenis "Fixed or Stationary
Tube-Sheet Exchanger". Jenis ini terdiri dari yang shell dilengkapi dengan 2 nozzle
dan tube-sheet diujungnya yang berfungsi untuk memasang channel dengan tutup
channel. Tube dipasang diantara ke dua tube sheet dan dilengkapi dengan baffle
dalam shellnya. Peranan baffle disini untuk membuat agar aliran dalam keadaan
turbulen, dengan turbulensi yang cukup akan memperbesar laju perpindahan panas.
Jarak antara pusat ke pusat baffle disebut " baffle pitch atau baffle sapcing".
Karena jarak antara baffle dapat direnggangkan atau disempitkan, maka kecepatan

65
masa tidak tergantung pada diameter shell. Baffle spacing biasanya tidak lebih
besar dari jarak yang setara dengan seperlima dari diameter dalam shell. Ada
beberapa macam baffle yang dapat digunakan untuk menjaga turbulensi aliran,
tetapi kebanyakan yang digunakan adalah segmental baffle. Segmental baffle
bempa plat yang berlubang dan biasanya tingginya 75 %dari diameter dalam shell,
atau sering disebut sebagai 25 % cut baffle.

Hot Fluid
Cold Fluid
Inlet
Outlet

Gambar (5-3): Fixed Head Tubular Exchanger

Jenis baffle lain yang juga digunakan untuk menjaga turbulensi adalah "disk and
dougnut baffle".

(b) Stationary Tube-Sheet Exchanger dengan Integral Channel


Pengembangan dari stationary tube-sheet exchanger adalah stationary tube-sheet
exchanger dengan integral channel yang mana tube sheet dimasukkan dalam shell.
Pada exchanger ini kadang-kadang dipasang thermal expansion antara shell dan
tube yang bertujuan untuk mengatasi ketegangan (thermal stress) yang terjadi
karena perbedaan panas antara kedua fluida yang ada di dalam shell dan tube.
Thermal expansion dapat menggunakan sebuah expansion joint yang dipasang di
bagian shell. Disarankan untuk perbedaan suhu yang amat tinggi antara fluida

66
panas dan fluida dingin hendaknya menggunakan expansion joint. Karena dalam
kenyataan dilapangan banyak dijumpai kemsakan peralatan penukar panas
diakibatkan oleh thermal stress yang kurang mendapatkan perhatian.

Hot Fluid Cold Fluid


Inlet Outlet

H -Shell iExpansion joint "t


iTube
JifL] L

*2
Cold Fluid Hot Fluid
Inlet Outlet

Gambar (5-4): Fixed Tube Sheet dengan integral Channel

(c) Fixed Tube-Sheet 1-2 Exchanger


Di dalam alat penukar panas jenis ini fluida yang mengalir di dalam tube, mengalir
melalui separo dari jumlah tube dan kemudian setelahberbalik arah di bagian ujung
exchanger fluida mengalir melalui separo dari tube yang lain. Exchanger 1-2
adalah exchanger yang salah satu fluida mengalir melalui 1 (satu) pass di dalam
shellnyadan fluida lainnya mengalir melalui 2 (dua) pass di dalam tubenya.
Exchanger ini hanya menggunakan sebuah channel yang dibagi menjadi dua bagian
dimana bagian pertama sebagai aliran masuk dan bagian ke dua untuk aliran keluar.
Disebelah ujung dipasang bonnet untuk membalikkan arah aliran fluida yang
melalui tube dari pass 1 ke pass 2. Salah satu kelemahan exchanger fixed tube sheet
mempunyai permukaan luar pipa yang sulit dibersihkan, hal ini dikarenakan tube
dipasang si dalam shell secara tetap.
Tetapi bagian dalam tube dapat dibersihkan dengan melepas tutup channel,
pembersihannya dapat dilakukan dengan menggunakan air dan disikat yang

67
dimasukkan dalam tube. Persoalan yang sering dirasakan pada exchanger jenis ini
adalah terjadinya ekspansi di dalam pass yang menimbulkan thermal stress pada
tube-sheet.

Hot Fluid
Cold Fluid
Inlet
Outlet

i4-
T2 ,t
H
Hot Fluid Cold Fluid
Outlet Inlet

Gambar (5-5): Fixed Head 1-2 Exchanger

(d) Removable-bundle Exchanger


Terdiri dari sebuah stationary tube-sheet yang dijepit antara shell dan channel serta
bundle tube yang dapat dicabut dari shell. Pada bagian ujung terdapat floating
tube-sheet atau floating head yang dapat bergerak bebas. Tutup floating head
dilekatkan pada tube-sheet dan selumh bundle dapat dicabut dari channel. Floating
head untuk menghilangkan terjadinya ekspansi, floating head ini juga disebut pull
through floating head.
Tutup floating head dipasang pada tube-sheet dengan dibaut. Susunan baut yang
melingkar akan mengurangi jumlah tube yang dapat dipasang dalam shell dan
mengurangi aliran antara bindle dan shell. Untuk mengurangi kemgian ini
digunakan split ring floating head 1-2 exchanger. Walaupun exchanger ini agak
mahal pembuatannya, tetapi mempunyai beberapa keuntungan. Floating head
tube-sheet dipasang antara floating head cover dengan split ring.

68
Hot Fluid Cold Fluid
Inlet Outlet

.4* .T
Hot Fluid Cold Fluid
Outlet Inlet

Gambar (5-6): Pull Through Floating Head 1-2 Exchanger

Hot Fluid Cold Fluid


Inlet Outlet

i- Shell i2^. fyjK


-Tube

Hot Fluid Cold Fluid


Outlet Inlet

Split Ring-

Gambar (57): Floating Head 1-2 Exchanger

Type dari split ring bermacam-macam, namum mempunyai tujuan yang sama yaitu
menambah permukaan dibanding dengan pull through floating head pada
ukuran-ukuran yang sama. Channelnya dapat menggunakan removable channel
cover atau nonremovable channel cover.

69
Hot Fluid Cold Fluid
Inlet Outlet

s
jE

Hot Fluid Cold Fluid


Outlet Inlet

Gambar (5-8): Packed Floating Head 1-2 Exchanger

Hot Fluid Cold Fluid


Inlet Outlet

"t

3E

.t
Hot Fluid Cold Fluid
Outlet Inlet

Gambar (2-9): Ubend 1-2 Exchanger

(e) U Bend Exchanger


Jenis exchanger ini terdiri dari susunan tube yang melingkar dan membentuk humf
U yang dipasang pada tube-sheet. Tube-sheet dapat bergerak bebas, sehingga tidak
memerlukan floating tube-sheet, floating head cover, shell flange, dan removable
shell cover. Baffle dipasang pada ikatan tube dengan susunan berbentuk segi empat
atau segitiga. Lengkungan (belokan) pipa minimum 3-4 kali diameter luar tube, hal

70
ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan deformasi pada permukaan tube. Dengan
demikian pada bagian tengah tidak dipasang tube.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi karena kebocoran pada
roller (tempat lekatnya tube pada tube-sheet) antara cairan satu dengan lainnya,
maka dipasang dua buah tube-sheet. Bila terjadi kebocoran, bocoran cairan yang
akan keluar ke udara sebelum bercampur dengan fluida yang lain.

5.3 Bagian-bagian shell and tube exchanger


Shell and tube exchanger terdiri dari beberapa bagian, dengan fungsinya yang
berbeda-beda. Bagian-bagian yang penting dalam exchanger diantaranya:

a. Tube b. Shell c. Baffle


d. Tie rod and spacer e. Pass

5.3.1 Tube

Tube adalah mempakan komponen utama yang memegang peranan penting dalam
perpindahan panas yang terjadi dalam shell side dan tube side. Tube berfungsi
untuk pembatas dan sekaligus penghantar panas dalam exchanger. Tube yang
digunakan dalam exchanger dan kondenser berbeda dengan pipa pada umumnya.
Diameter dari tube mempakan diameter luarnya, sedang ketebalan tube tergantung
nomor BWG (Birmingham Wire Gage). Bahan tube dapat dibuat dari baja,
tembaga, admiralty, logam muth, 70-30 tembaga-nickel, alumunium-pemnggu, dan
stainless steel. Diameter tube yang banyak digunakan dari 3/8 - 1 inchi. Untuk
fluida yang kotor dapat digunakan tube dengan diameter 1 1/4 inchi. Panjang tube
bergerak antara 8-20 feet, tetapi yang paling banyak digunakan adalah 16 feet.
Macam-macam tube yang digunakan pada heat exchanger meliputi:
(a). Tube polos, tube ini paling banyak digunakan dalam exchanger,
(b). Tube bersirip adalah tube yang pada bagian luarnya diberi ship dengan tujuan
untuk menambah luas perpindahan panas. Tube ini ada dua macam yaitu,
Circular dan Lengitudinal type.

71
Tube-tube dalam exchanger diatur dengan jarak dan jenis susunan tertentu. Jarak
terdekat antara pusat tube dengan pusat tube lainnya disebut tube pitch. Tube yang
dipasang pada tube sheet mempunyai susunan tertentu, diantaranya:

(a). Square pitch (bujur sangkar), baik untuk pressure drop yang rendah, tetapi
mempunyai koefisien perpindahan panas yang kecil.

00000 Pitch

(KKHK^
(KKKK5
0000 0>- OD Tube

Pitch

(a), Square Pitch (b). Triangular Pitch Vertical

(c). Triangular Pitch Horizonta (d). Diamond Square Pitch

Gambar (5-10): Bentuk Sususnan Tube pada Tube Sheet

(b). Triangular pitch "non fouling atau fouling service", mempunyai pressure drop
sedang sampai tinggi dengan koefisien perpindahan panas yang lebih baik
dibanding squarepitch.
(c). Triangular pitch horizontal (segitiga horizontal), mempunyai koefisien
perpindahan panas yang tidak begitu besar, tetapi lebih baik dari pada square
pitch, baik untuk kondisi fouling, dan mempunyai pressure drop sedang sampai
tinggi.

72
(d). Diamond square pitch (belah ketupat), mempunyai koefisien perpindahan
panas yang baik dan pressure drop-nya rendah, tetapi tidak serendah square
pitch.

Untuk square pitch biasanya digunakan diameter tube (OD) 3/4 inchi dengan jarak
1 inchi, dan diameter tube (OD) 1 inchi dengan jarak 1 1/4 inchi. Sedang untuk
triangular pitch diameter tube (OD) 3/4 inchi dengan jarak 15/16 inchi, diameter
tube (OD) 3/4 inchi dengan jarak 1 inchi, dan diameter tube (OD) 1 inchi dengan
jarak 1 1/4 inchi.

5.3.2 Shell

Shell berfungsi untuk mendapatkan mangan shell side dimana proses stream yang
satu mengalir didalamnya, menahan tekanan kerja fluida. Disamping itujuga untuk
menempatkan dan mengikat tube sheet dan shell side baffle sehingga kokoh dalam
shell. Sebagai penyangga, shell hams mempunyai ketebalan yang cukup, agar kuat
menerima beban karena beratnya sendiri, getaran akibat getaran fluida, dan tekanan
serta korosifitas dari aliran fluida.

Shell dibuat dari pipa baja dengan diameter nominal IPS (Iron Pipe Standart)
minimum 12 feet. Pipa diameter 12-24 feet mempunyai diameter luar sebenarnya
sama dengan diameter nominalnya, dengan tebal pipa 3/8 feet yang mampu
menahan tekanan operasi diatas 300 psi. Shell yang lebih tebal digunakan untuk
exchanger yang mempunyai tekanan operasi yang lebih tinggi. Shell yang
diameternya lebih dari 24 feet dibuat dengan mengerol plat baja. Pada bagian shell
ini terdapat lubang masukan dan keluaran guna mengalimya fluida dalam shell.

5.3.3 Baffle

Baffle berfungsi sebagai penyangga terhadap tube, menjaga jarak antara


masing-masing tube, menahan vibrasi yang ditimbulkan oleh aliran fluida.
Disamping itu pengaturan arah aliran fluida pada shell side, karena jika aliran
semakin turbulen berarti penyerapan panas akan semakin sempuma atau

73
perpindahan panas akan semakin efektif. Untuk membuat aliran yang turbulen
tersebut dapat dengan cara memasang perintang (baffle) disebelah luar tube atau
didalam "return head" dan "return end" dari exchanger. Sehingga aliran fluida
berbelok-belok searah dengan tube.
Jarak antara baffle satu dengan baffle lainnya disebut baffle pitch atau baffle
spacing. Baffle spacing biasanya lebih kecil dari diameter dalam shell dan lebih
besar dari setengah diameter dalam shell. Kelonggaran (clearance) antara tube pada
baffle adalah 1/32 feet untuk jarak antar baffle lebih kecil dari 36 ft dan 1/64 feet
untuk jarak antar baffle lebih besar dari 36 ft.
Ada beberapa macam baffle yang digunakan dalam head exchanger, diantaranya
adalah:

a. Segmental baffle
Baffle ini paling banyak digunakan dan sangat populer, karena dapat bempa
vertical segmental cut, horizontal segmental cut, dan rorated segmental cut. Baffle
ini dibuat dari plat baja yang dilobangi dan mempunyai tinggi 75 % dari diameter
shell.

Baffle ini juga disebut 25 % cut baffle, karena yang terpotong 25 % dari diameter
shell. Horizontal segmental cut baffle biasanya hanya digunakan untuk fluida gas
atau cairan saja, karena jika campuran antara gas dan cairan akan memberikan
akumulasi gas dan cairan yang dapat menghambat perpindahan panas. Demikian
juga kotoran-kotoran akan mengendap pada bagian bawah yang akan menutup
bagian luar tube dan bagian dalam dari shell. Untuk fluida-fluida yang membawa
kotoran atau mudah membentuk fouling lebih baik digunakan vertical cut
segmental baffle.

b. Disc and Doughnuts baffle


Aliran dalam shell untuk jenis baffle ini adalah seragam di sepanjang peralatan
exchanger. Walaupun aliran satu fase, baffle type ini dapat sama efektif-nya dengan
baffle segmental, tetapi pada kenyataannya tidak banyak digunakan, karena fluida

74
yang digunakan hams bersih, jika tidak maka akan terbentuk sendimen disekitar
dougnut. Kotoran akan cendemng mengumpul dibagian belakang baffle dan akan
mengurangi laju perpindahan panas.

c. Oriface baffle

Baffle jenis ini hanya untuk keperluan atau rancangan khusus, dimana fluida hams
benar-benar bersih. Pressure drop yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan
baffle jenis lain. Aliran turbulen dicapai lewat annulus yang diameternya 1/16 feet
lebih besar dari tube-nya.

d. Longitudinal baffle
Baffle jenis ini digunakan untuk membagi aliran dalam shell menjadi dua bagian
atau lebih, yang akan memberikan kecepatan lebih tinggi untuk perpindahan panas
yang lebih baik. Baffle ini hams dipasang cukup rapat menempel pada shell.
Disamping keempat jenis baffle tersebut, dalam exchanger juga dilengkapi dengan
impengement baffle yang dipasang dibagian inlet untuk melindungi tube dari
benturan butiran-butiran cairan atau padatan yang dapat menyebabkan msaknya
tube. Dengan membagi aliran fluida tersebut maka akan terdistribusi secara merata,
sehingga tidak mengenahi bagian yang sama dari tube, tetapi hal ini akan
mengurangi kecepatan aliran.

5.3.4 Tie Rod dan Spacer


Tie rod dan spacer dipergunakan untuk mengikat sistem baffle plate menjadi satu
dan tetap pada posisinya. Material untuk tie rod dan spacer hams sama dengan
material baffle plate. Jumlah dan besarnya tie rod ditentukan dengan standard.
Secara umum fungsi daripada tie rod yaitu:

(a). Mempertahankan panjang tube antara kedua tube sheet,


(b). Mempertahankan jarak antara baffle palte.

75
(c). Menjaga dan mempertahankan sambungan tube, agar tidak mengalami
pembahan bentuk sewaktu diadakan pengangkatan atau pengeluaran tube
bundle untuk perbaikan.

5.3.5 Pass

Pass dalam shell and tube exchanger berfungsi untuk menentukan atau mengatur
arah aliran dan kecepatan fluida. Dengan dipasangnya pass pada channel, maka
arah aliran dalam tube tidak melewati selumh lubang tube, tetapi akan melewati
sebagian tergantung jumlah pass yang ada. Disamping itu dengan adanya pass akan
menambah kecepatan aliran. Semakin banyak pass yang dipasang pada head
exchanger semakin tinggi kecepatannya dan akan semakin besar pula pressure
dropnya dan semakin jauh penyimpangan aliran counter current, sehingga semakin
kecil koreksi suhunya.
Dengan semakin banyaknya pass berarti semakin berat tube bundle, dan apabila
terjadi kebocoran-kebocoran sulit untuk memindahkannya. Untuk mendapatkan
aliran counter current yang sempuma, dibutuhkan single pass exchanger. Bila
beban panas yang dibutuhkan besar dilakukan pemasangan secara paralel, tetapi hal
ini kurang menguntungkan. Ditinjau dari segi operasinya, single pass exchanger
mempunyai keuntungan sebagai berikut:

(a). Terjadi aliran berlawanan arah


(b). Pembersihan atau perbaikan dapat dikerjakan sewaktu-waktu dengan
menghentikan operasi, tanpa banyak berpengaruh pada kondisi operasi di
plant, karena beban terbagi merata pada exchanger yanglain.
(c). Tube bundle mudah diambil dan dibersihkan, karena tidak terlalu besar.

Ketebalan plate pass pada channel atau bonnet pada diameter kurang dari 24 feet,
tebalnya 3/8 feet untuk carbon steel dan 1/4 feet untuk alloy material. Untuk
diameter lebih dari 24 feet, tebalnya 1/2 feet untuk carbon steel dan 3/8 feet untuk
alloy material.

76
5.4 Perpindahan panas
Peristiwa perpindahan energi dalam bentuk panas banyak dijumpai didalam industri
kimia maupun industri-industri yang lain. Ilmu perpindahan panas tidak hanya
membahas bagaimana energi panas itu dipindahkan dari satu benda ke benda lain,
tetapi juga meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi kondisi
tertentu. Mekanisme perpindahan panas ada tiga cara yang dalam prakteknya dapat
berlangsung secara serempak yakni, konduksi, konveksi dan radiasi.

5.4.1 Perpindahan panas konduksi


Perpindahan panas dengan cara konduksi adalah perpindahan yang dilakukan
melalui suatu benda yang diam seperti yang terjadi pada dinding, perhatikan
gambar (5-11). Jika pada kedua bagian permukaan dinding tersebut terdapat
gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan panas dari bagian yang bersuhu tinggi
ke bagian yang bersuhu rendah.

Permukaan panasl Ipermukaan dingin


I

->*2

Gambar (5-11): Aliran Panas Melalui Dinding

Pada peristiwa perpindahan panas secara konduksi laju perpindahan panasnya


berbading dengan gradien suhunya, secara matematis dapat ditulis seperti berikut:

77
-dt
dQ = kA (5-1)
dx

dimana dQ adalah laju perpindahan panas dan dt/dx disebut gradien suhu kearah
perpindahan panas. Konstanta k disebut konduktivitas atau hantaran termal benda
yang dilalui aliran panas, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum
kedua termodinamika, yaitu bahwa panas mengalir ke tempat yang lebih rendah
skala suhunya. A adalah luas penampang yang dilalui panas.

Tabel (5-1): Konduktivitas termal pada 0 C

BAHAN KONDUKTIVITAS TERMAL


W/m.C Btu/h.ft.F
LOGAM:
Tembaga (murni) 385 223
Aluminium (murni) 202 117
Nikel (murni) 93 54
Besi (murni) 73 42
Baja karbon, 1 % C 43 25
Timbal (murni) 35 20,3
Baja khrom-nikel (18 % Cr, 8 % Ni) 16,30 9,4
BUKAN LOGAM
Magensit 4,150 2,400
Marmer 2,080 1,200
Glass wool 0,038 0,022
ZAT CAIR
Air 0,556 0,327
Amonia 0,540 0,312
Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085
Freonl2, CC12F2 0,073 0,042
GAS
Hidrogen 0,175 0,101
Helium 0,141 0,081
Udara 0,024 0,014
Uap air (jenuh) 0,021 0,012
Karbon dioksida 0,015 0,008

78
5.4.2 Perpindahan panas konveksi
Perpindahan panas dengan cara konveksi adalah perpindahan yang dilakukan antara
bagian fluida yang relatif lebih panas ke bagian yang lebih dingin dengan
percampuran. Sebagai gambaran pemanasan air yang dilakukan didalam sebuah
bejana seperti tampak dalam gambar (5-12). Air yang berada dibagian bawah
bejana relatif lebih panas dan densitasnya (kerapatannya) lebih kecil, sebagai
akibatnya air yang densitasnya lebih kecil cendemng naik sedangkan yang lebih
berat cendemng tumn dan terjadilah percampuran. Selama percampuran ini terjadi
maka terjadi pula perpindahan panas dari fluida yang relatif panas ke fluida yang
lebih dingin.
Perpindahan panas konveksi yang terjadi secara bebas (alami) seperti yang
digambarkan diatas disebut konveksi alamiah (natural convection). Sedangkan
apabila pencampuranya dilakukan dengan bentuan alat seperti pengadukan dan lain
sebagainya maka perpindahan panas konveksi seperti ini disebut konveksi paksa
(forced convection).

Gambar (5-12): Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas dengan cara konveksi dapat dijelaskan dengan persamaan


berikut.

79
dQ = hAdt (5-2)

dimana h disebut koefisien perpindahan panas (heat transfer coefficient) yang


besarnya tergantung pada jenis dan sifat fluida serta kondisi aliran fluida, perkiraan
nilai koefisien perpindahan panas konveksi h ditunjukkan dalam tabel (5-2).

Tabel (5-2): Koefisien perpindahan panas konveksi

BAHAN KOEF. PERP. PANAS KONV.


W/m.C Btu/h.ft.F
Konveksi bebas, t = 30 C:
Plat vertikal, tinggi 0,3 m di udara 4,5 0,79
Silinder horisontal, 0 5 cm di udara 6,5 1,14
Silinder horisontal, 0 2 cm di dalam air 890 1,57

Konveksi paksa:
Aliran udara 2 m/s di atas plat D 0,75 m 12 2,1
Aliran udara 35 m/s di atas plat 0,75 m 75 13,2
Udara 2 atm mengalir dim tabung 0 2,5 cm 65 11,4
Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 0 2,5 cm 3500 616
Air mendidih di dalam bejana 2500-35000 440 - 6200
Air mendidih mengalir dari pipa 5000 -100000 880 - 17600
Pengembunan uap air, 1 atm di luar tabung 4000-11300 700 - 2000

Jika persamaan (5-2) diintegralkan, maka bentuk persamannya menjadi

dQ = h A At (5-3)

5.4.3 Perpindahan panas radiasi


Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan panas
terjadi melalui bahan antara, panas juga dapat berpindah ke daerah-daerah hampa.
Pembahasan disini dibatasi pada radiasi termal (thermal radiation).
Jika panas dipancarkan dari suatu sumber ke suatu benda yang terkena sasaran
maka sebagian panas akan diserap oleh benda tersebut dan sebagian lainnya
dipantulkan kembali. Berdasarkan hukum termodinamika kedua Boltzmann

80
menetapkan bahwa laju perpindahan panas yang mana suatu sumber meberikan
panasnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

dQ = oedAT4 (5-4)

dimana c adalah konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta


Stefan-Boltzmann yang nilainya sekitar 5,669 x 10"8 W/m2.K4 atau 0,1714 x 10"8
Btu/hft2. R4. Persamaan (3-4) disebut hukum Stefan-Boltzmann tentang radiasi
termal, dan beriaku hanya untuk benda hitam. s adalah emisivitas yaitu suatu faktor
pengali untuk benda yang tidak hitam. Beberapa harga faktor emisivitas untuk
berbagai permukaan ditunjukkan dalam tabel (5-3) berikut.

Tabel (5-3): Faktor emisivitas berbagai permukaan

BAHAN FAKTOR EMISIVITAS, 6


T(K) 8

Aluminium gosokan 500 0,039


Besi gosokan 450 0,052
Besi teroksidasi 373 0,740
Tembaga gosokan 353 0,018
Papan asbestos 296 0,960
Minyak cat, semua warna 373 0,92 - 0,96
Air 273 0,950

5.5 Perpindahan panas melalui dinding pipa


Pada keadaan mantap (steady state) laju perpindahan panas dinyatakan sebagai
berikut:

Q = UAAt (5-5)

dimana: Q = laju perpindahan panas, Btu/j


U = koefisien perpindahan panas, Btu/j.ft2.F
A = luas permukaan pemanas, ft2

81
At = perbedaan suhu, F

T2 T, T2 T,
*"^/ \ Fluida panas f \' "*!r \ Fluida panas / \
-1>M Fluida dingin | (] =H Fluida dingin
D-

x L x L
(a). Counter Flow (b). Parallel Flow

Gambar (5-13): Arah Aliran Fluida

Seperti yang terlihat didalam gambar (5-13), jika suhu proses untuk kedua fluida
diketahui maka besarnya laju perpindahan panas dapat dihitung berdasarkan neraca
panas seperti brikut:

Q = wc(t2 -t,) = WC(T, -T2) (5-6)

dimana: w = laju masa fluida dingin, lb/j


W = laju masa fluida panas, lb/j
c = panasjenis fluida dingin, Btu/lb.F
C = panasjenis fluida panas, Btu/lb.F
t = suhu fluida dingin, F
T = suhu fluida panas, F

82
5.5.1 Koefisien perpindahan panas
Gambar (5-13) menunjukkan arah aliran dua fluida yang saling melakukan
pertukaran panas. Suhu kedua fluida bervariasi dari saat masuk sampai keluar.
Dalam hal seperti ini tahanan yang terjadi karena adanya lapisan (film) fluida dan
dinding pipa itu sendiri dinyatakan sebagai berikut:

R=r +r +f <5-7>
dimana: R = tahanan panas, j.ft2.F/Btu
hi = koefisien film dibagian dalam pipa dalam, Btu/j.ft2.F
h0 = koefisien film dibagian luar pipa dalam, Btu/j.ft2.F
L = panjang pipa, ft
k = konduktivitas termal, Btu/j.ft2.F

Persamaan (5-7) juga dapat ditulis seperti berikut

l-
U ll;
+tk + J-
h
(5.8)
^ J

Jika luas permukaan luar A yang digunakan sebagai acuan, maka harga h; hams
dikalikan dengan (A/A). Karena harga L/k umumnya sangat kecil, maka dalam
prakteknya dapat diabaikan sehingga persamaan (5-8) dapat disusun kembali
seperti berikut:

U=h,(A,/A) +h7 (5"9)

5.5.2 Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD)

83
Biasanya kedua fluida yang melakukan pertukaran panas akan mengalami
pembahan suhu yang pembahannya tidak linier jika diplot seperti yang terlihat
dalam gambar (5-13). Untuk menumnkan perbedaan suhu antara kedua fluida perlu
diambil anggapan-anggapan sebagai berikut:
a) Koefisien perpindahan panas U adalah konstan disepanjang lintasan
aliran.

b) Laju masa fluida konstan.


c) Panas jenis kedua fluida konstan disepanjang lintasan aliran.
d) Tidak ada pembahan fase seperti penguapan atau pengembunan.
e) Panas yang hilang diabaikan.

Jika a" adalah luas permukaan persatuan panjang pipa (ft2/ft) dan T - t adalah
perbedaan suhu (At = T -1), maka persamaan (5-6) dapat disusun kembali dalam
bentuk diferensial seperti berikut.

Q = U(T - t)a" dL (5-10)

diamana a"dL = dA.

Dari persamaan neraca panas, persamaan (5-6) dapat disusun kembali dalam
bentuk difernsial seperti berikut:

dQ = WCdT = wcdt (5-11)

dimana Q adalah batas dQ yang bembah dari 0 sampai Q. Pada setiap titik
disepanjang pipa, panas yang diberikan oleh fluida panas sama dengan panas yang
diterima oleh fluida dingin. Untuk panjang pipa dari L = 0 sampai L = X, dengan
memperhatikan gambar (5-6) untuk counterflow maka:

WC(T - T2) = wc(t - t,) (5-12)

84
atau

T =T2 -^ (t - O (5-13)
2 WC V "

Dari persamaan (6-10) dan (5-11) dengan mensubstitusikan T didapat persamaan

dQ = wcdt = U T22 J!!^


wc
(t - tl)
wi n V /
-t a" dL
WC

atau

U a" dL dt
(5-14)
wc wc f wc
t, +
WC WC J

Dengan mengintegralkan persamaan (5-14) dengan batasan dL antara 0 dan L, dt


antara ti dan t2 diperoleh

UA
wc wc
fa.T'T -l'
- t
(4-15)
i2 i,

WC

Dari persamaan (5-12)

wc Tl " T2
WC t2-t,

dan disubstitusikan kedalam persamaan (5-15)

UA
wc
^Ti -T2 . x m5^
T2 - t,
t2 -t,

t2 -t, T, -t3
In
(T, - t2) - (T2 - t.) T2 - t

85
Karena w c (t2 - ti) = Q, At2 = Ti - t2 dan At! = T2 - ti, maka dengan
mensubstitusikan ke dalam persamaan diatas diperoleh:

Q=UA^4^ (5-16)
ln^-
At,

atau

Q = UAAt = UAxLMTD (5-17)


dan

At =LMTD - ft -*') -&-''> - ^ ;At' (5-18)


In hJLh. in *k
T2 - t, At,

Untuk aliran parallel: At2 = Ti - ti dan Ati = T2 -12, sehingga persamaan diatas
dapat disusun kembali seperti berikut:

A, . LMTD - ^ -'> ft "'') =At> -/' (5-19)


lnZ..-A ln*k
T2 - t2 At,

Contoh

Suatu fluida panas memasuki sebuah alat penukar panas berbentuk pipa pada suhu
300 F dan keluar pada suhu 200 F, sedangkan fluida dingin masuk pada suhu 100
F dan keluar pada 150F. Hitung LMTD untuk counterflow maupun parallel flow.

Penyelesaian:
a). Counterflow:
Fluida panas Fluida dingin Selisih suhu
T! = 300F t2=150F At2 = T1-t2=150F
T2 = 200F ti = 100F Ati = T2-ti=100F

86
At2 - At, _ 150 - 100
150
In
At, 100

b). Parallel flow:


Fluida panas Fluida dingin Selisih suhu

Ti = 300F "ti = 100F At2'= T! - ti = 200 F


T2 = 200F t2=150F Ati = T2 -12 = 50 F

LMTD, *,-*. 200-50.


, At, ,200
In A- In
At, 50

LMTD untuk suhu proses yang sama, dalam parallel flow lebih rendah dari pada
dalam counterflow.

87
6.FURNACE

Furnace (dapur) adalah suatu ruangan yang digunakan sebagai tempat


pembakaran bahan bakar dan sekaligus memindahkan panas dari hasil
pembakaran ke fluida yang ingin dipanaskan. Bahan bakar yang dibakar dapat
berbentuk padat, cair, atau gas, oleh karena itu furnace dilengkapai peralatan
pembakaran seperti stoker atau burner. Dalam perencanaan sebuahfurnace tidak
dapat dilakukan tanpa melibatkan ketergantungan peralatan yang lainnya. Demi
keberhasilan dalam merencanakan sebuah dapaur harus memperhatukan faktor-
faktor yangpenting seperti:
Tipe dari alat pembakaran (combustion equipment).
Sifat bahan bakar yang digunakan, khususnya ash content (kandungan abu).
Sistem tarikan udara yang dikehendaki.
Penyediaan udara dan derajat pemanasan awal (degree ofpreheating).
Jenis ketel uap dan susunan bafelnya.
Setelah data-data yang diperlukan cukup, maka seorang perancang harus
menyelasaikan lebih dulu beberapa persoalan yang timbul sebelum memberikan
hasil yang cukup. Persoalan-persoalan tersebut diantaranya adalah:
Berapa ukuran yang dikehendaki agar volume furnace memenuhi.
Bentuk dan tipe apa yang kemungkinan paling sesuai dengan ketelnya
(stocker, burner, ash equipment dan lain sebagainya).
Jenis dinding apa yang cocok dengan kondisi setempat.
Volume furnace ditentukan berdasarkan pada satu satuan pancaran panas yang
disebut heat release rate. Untuk ini diambil nilai kalori tinggi (higher heating
value) dari bahan bakar perjam di dalam furnace yang dibagi dengan volume
furnace efektif. Kemudian volume furnace dapat ditentukan dengan dasar panas
yang dilepaskan setiap jamnya dibagi dengan heat release rate.
Heat release ini tidak cukup ditarik dari suatu kesimpulan berdasarkan teori
saja, tetapi disamping itu juga ada suatu data yang dapat memberikan suatu
rekomendasi tentang heat release rate yang telah berhasil digunakan di dalam
perencanaan. Jumlah panas yang dilepas (heat release rate) oleh furnace dipilih
oleh perancang tergantung pada bahan bakar dan pengalaman sebelumnya yang
menggunakan jenis bahan bakar dan furnace yang sama.

6.1 Konstruksi Furnace

Bagian-bagian uatama heating section sebuah furnace adalah radiant section dan
convection section. Radiant section adalah bagian yang menerima panas langsung
dari nyala api atau radiasi, dan convection section adalah bagian yang menerima
panas dari gas panas hasil pembakaran yang menuju ke cerobong asap (stack).

kaesa
Gambar (6-1) menunjukkan skema sederhana susunan tube dan arah aliran fluida di
dalam furnace. Beberapa bentuk susunan seperti itu disebut:
(a). Large BoxType (g). Large isoflow (petrochem)
(b). Separate-Convection (Lumnus) (h). Small isoflow (Petrochem)
(c). Down-Convection (i). Equiflux (UOP)
(d). Straight-Up (Born) (j). Double-Upfired (UOP)
(e). A-Frame (Kellog) (k). Radiant Wall (Selas)
(f). Circular (De Florez)
Dari sekian macam furnace tersebut adahal-hal yang berbeda seperti berikut:

(1). Flame Impingement


Nyala yang terlalu besar dapat menyebabkan impingement atau overheating pada
tube tertentu yang dekat dengan nyala api. Tetapi tube yang cepat terkena adalah
tube yang berada di atas bridgewall seperti dalam gambar (c) dan tube yang paling
bawah seperti dalam gambar (j) atau (d). Seperti dalam gambar (j), hal ini dapat
dihindarkan jika kapasitasnya besar, yaitu untuk furnace yang lebih luas.

(2). Hot Tube


Laju penyerapan panas cendemng tinggi pada saat memasuki convection section
karena panas diberikan secara radiasi dan konveksi, perhatikan black tube pada
gambar (a), (c), (d), (e), dan (j). Feed yang lebih rendah suhunya diumpankan pada
convection section, dan kadang-kadang steam atau air dipanaskan di daerah ini
juga. Tube yang paling dekat dengan nyala api akan menerima jumlah panas paling
besar, perhatikan black tube pada gambar (d), (f), (g), (h), dan (j).

(3). Oil Firing


Bahan bakar minyak cendemng menghasilkan nyala yang besar, khususnya yang
menggunakan burner besar. Furnace seperti dalam gambar (a), (b), (c), dan (e)
paling baik dan cocokuntuk oil firing meskipun ukurannya besar.

K36S3 oq
In
To stack

QPPQQOOOOJ
I
To stack
r r ? wmmm

Out < Burners t |1|| Burners o


M-t-
(a). Large Box Type (b).Separate-Convection (Lummus)

Id stack

t.
fflfif <In

OOOO
06660000000c

<In
Out <

u u:
Burners
Out Out Burners Out

tt- -Ttt-
(c). Down-Convection (d). Stralght-Up(Born) (e). A-Frame (Kellogg)

To stock To stack
To stack
I ^ I ir preheat
Air_
[55351
}- n<In
In-
%
0000

u u u u
Burners

(f). Circular (De Florez) (3). Large Isoflow (Petrochem) (h). Small Isoflow (Petrochem)

Burners 'Burners

>Out
'Burners

Burners'

(i).Equiflux (UOP) (j). Double-Up Fired (UOP) (k). RadiantWall (Selas)

Gb. (6-1): Basic Types of Pipestill Heaters

kaesa 90
(4). Heat Distribution
Distribusi panas satu fase kurang memberikan panas yang baik, di samping itu laju
panasnya bervariasi cukup luas pada bagian-bagian yang berada dalam furnace
seperti gambar (b) dan (c). Meskipun demikian furnace vertikal dapat
dipertahankan distribusi panasnya yang seragam.

(5). Two Coil Heating


Furnace seperti dalam gambar (c) tidak cocok untuk two-coil flow meskipun
berdasarkan eksperimen memungkinkan untuk two-coil flow. Susunan dua coil
yang simetris dapat disiasati untuk kebanyakan furnace, tetapi jika suatu perbedaan
laju input diperlukan dalam masing-masing coil, maka furnace dengan center
bridgewall yang paling efektif.

(6). Control of Rates


Furnace seperti dalam gambar (i) dan (k) cocok untuk pengendalian yang teliti laju
panas masuk dan untuk operasi pada suhu 1.000 - 1.500 F. Laju penyerapan panas
yang sangat rendah dapat dipertahankan pada jenis circular (f), (g), dan (h).

(7). Capacity
Furnace seperti dalam gambar (c), (d), (h), (i) dan (k) dapat dirancang untuk
kapasitas kecil, dan jenis (a), (b), (c) dan (j) sangat cocok untuk kapasitas besar.

(8). Stack
Furnace seperti dalam gambar (a), (b), (c), dan (e) memerlukan stack yang tinggi,
tetapi hampir tidak ada stack yang tinggi (kecuali untuk melepas gas pada level
yang tinggi) diperlukan untuk memberikan draft yang cukup.

(9). Cost
Bentuk konstmksi atap furnace seperti dalam gambar (a), (b), dan (c) adalah
sangat mahal. Dinding-dinding yang tidak tertutupi dengan tube seperti (a), (b),

kaesa 9J
(c), dan (e) cendemng terjadi pemanasan yang berlebihan (overheat) dan hams
mempunyai konstmksi yang lebih baik.

6.2 Radiasi

Evaluasi penyerapan panas radiasi khususnya di dalam furnace dan distribusinya ke


selumh bagian-bagian mang radiasi tidak mudah untuk dilakukan. Meskipun
demikian bukan berarti tidak dapat dilakukan. Banyak para ahli seperti Wohlenberg
dan Hottel telah mengembangkan metoda-metoda untuk memprediksi besarnya
penyerapan panas radiasi sebagaimanayang terjadi di dalam sebuah furnace. Stefan
telah memberikan mmus dasar tentang perpindahan panas radiasi yang dinyatakan
sebagai berikut: ' >

Q = b AT4 (6-1)
dimana: Q = panas yang ditransfer, Btu/hr
b = konstanta radiasi, untuk black body nilainya 1,72 x 10"9 Btu/(F.ft2.hr)
perhatikan tabel (6-1).
A = luas permukaan radiasi, ft2
T = suhu absolut, R

Tabel (6-1): Konstanta Radiasi


Bahan b x 109
Perfect black body 1,72
Brass, matte 0,374
Cast ison, rough and highly oxidized 1,57
Clay 0,65
Copper 0,278
Ceramics ware, unglazed 1,34
Field soil 0,63
Granite, smooth but not polished 0,745
Lampblack 1,56
Lime mortar, rough 1,51
Sheet iron, matte oxidized 1,55
Sheet iron, polished 0,466

kaesa
92
Suatu permukaan tidak dapat meradiasikan semua panas ke permukaan yang lain
karena permukaan yang lebih dingin juga meradiasikan panas. Oleh karena itu
persamaan (6-1) dapat dimodifikasi menjadi:
Q = Net Heat Transfer = b A(T24 - T,4) '.. (6-2)

6.2.1 Radiation Absorpeion Rate


Radiasi antara permukaan zat padat tergantung pada perbedaan suhu dan konstanta
yang harganya tergantung pada jenis bahan dan kondisi permukaan. Radiasi dari
nyala api sebagaimana di dalam furnace diatur oleh hukum yang sama kecuali
ukuran dan kondisi nyala yang akan dievaluasi secara empiris.
Faktor-faktor yang mempengamhi radiasi dari nyala api adalah:
(1). Persentase total panas yang diserap sebagai panas radiant.
(2). Perbandingan antara udara dan bahan bakar (fuel-oil ratio).
(3). Susunan dan jarak permukaan yang melakukan penyerapan.
(4). Jenis bahan bakar.
Hubungan antara faktor-faktor tersebut telah dipelajari oleh Wilson, Lobo dan
Hottel yang dinyatakan:

R=~^pr
1+ ia-K
.'
4.200

dimana: R = fraksi pancaran panas yang diserap oleh permukaan dingin


G = air-fuel ratio

Q= total panas yang dihasilkan oleh nyalaapi, Btu/hr (terdiri dari panas
pembakaran bahan bakar, panas sensibel udara, gas yang
disirkulasikan, bahan bakar dan atomizing steam).
AcP = luas dinding furnace yang dipasangi tube, ft2
a = faktor pengali luas permukaan (a = 0,986 untuk dua baris tube),
Gambar (6-2).

kaesa
93
1.5 2 2.5 3 3,5 4 4.5 5 5,5 6

Ratio CTC/Tube diameter

Gambar (6-2): Distribusi radiasi terhadap tube


yang terpasang di depan dinding

Jika dinding furnace yang dipasangi tube mempunyai panjang (L, ft), center-to-
center spacing (C, in) dan jumlah tube per baris (N), maka besarnya luas dinding
furnace yang dipasangi tube dapat dihitung dengan persamaan berikut:

ACD = LxNx (6-4)


p 12

Dan luas tube terproyeksi (A) untuk tube yang mempunyai diameter (D, in) dan
jumlah baris (n) dinyatakan sebagai berikut:

A = LxnxNx (6-5)

Dari persamaan (6-4) dan (6-5) diperoleh:

kaesa
94
A = nACD
cP
c

atau

Acp =-x n D
(6-6)

Jika q dinyatakan sebagai panas yang diserap per sqft luas tube terproyeksi, maka
besarnya total panas radiasi yang diserap:

R.Q = A.q

dan selanjutnya

Q-f-^^S. (6.7)
Jika persamaan (6-4) dan persamaan (6-7) digabung, maka diperoleh

R
rG,/x
Q x
n
D
1+ iR a C
4.200

dan selanjutnya

D iA (1 - R) 17.640.000
llox7J
C J =
X =
n
R

xX 2;
G2 (6"8)

Kebanyakan furnace mempunyai harga D/C = 0,5 dan n = 2, dan secara empiris
yang diplot dalam Gambar (6-3) dinyatakan dalam persamaan berikut.

1.014q' .= (1 -RR)2 x 17.640.000


ftX
(6-9)

kaesa
95
Khusus q' dalam Gambar (6-3) dapat dikoreksi ke q yang mempunyai harga jumlah
baris dan tube spacing dengan menggunakan persamaan berikut:

x-) =f(R)= 1,014 q'


atau

q=. 1,014 (x|) q' (6-10)


60000
\
55000 \ ^.
v \
CD
u.
50000

'.
V.
V
\
\\

\
0%* r excess air
(0
45000
D

a.
40000
',
s \-.30 %\ ' V
35000
.90
\.60 %\
%\.
\ ". \
a.
ra
i_
30000
* v. \
a>
en
25000
% \ \\
'-.
s 20000 \ \ \- \
\ \
= 15000 \
CO
\ ^S \
" 10000 .. Gp ada 3i ) % eiccessair

1
"-y
'--.
^S \ <^
5000 11 0 API fuel 17 S-
s fueP * "*^ "^T:
' ! "c
0 ii 1- I
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

% panas yang diserap di bagian radiant

Gambar (6-3): Laju penyerapan radiant

Faktor a dapat diperoleh dari gambar (6-2) tetapi untuk susunan tube normal,
seperti misalnya dua deret tube dengan sepasi pusat ke pusat sekitar 2 kali diameter
tube, harga a adalah 0,986.

kaesa
96
Secara umum, center-to-center spacing untuk tube dan perkiraan panjang ekivalen
belokan untukmenghitung friksi ditunjukkan dalam tabel (6-2).

Tabel (6-2): Minimum Spacing of tube

Tube, Minimum spacing, in Equivqlent length


o.d., in Box type Streamlin of bends, ft
Lightest Heaviest Lightest Heaviest Box type Streamline

2 3,75 4,87 4,50 5,87 13,3 6,7


3 5,00 6,37 5,75 6,75 20,0 10,0
4 6,00 7,75 6,75 8,25 26,7 13,3
5 7,12 9,25 8,25 9,75 33,3 16,7
6 8,25 10,50 - - 40,0 20,0

Tabel (6-3): Bahan bakar dan properties-nya

Peyerapan
Fuel Heating value Flue gas panas
Gross Net lb/lb fuel Btu/f2 pro.
H2-rich reformer gas 641 569 26,6 13.200

Methane 1.009 909 23,5 17.100

Dry natural gas 1.160 1.051 23,2 17.700

Wet cracked gas 2.058 1.893 22,0 19.700

Wet natural gas 1.360 1.239 21,0 21.600

24,4 API topped crude 19.358 18.168 19,7 24.800

9,2 API cracked tar 18.274 17.324 18,8 27.400

7,6 API residue fuel oil 17.970 17.075 18,4 28.600

Bituminous coal 13.533 13.098 13,6 54.700

Jenis bahan bakar yang digunakan juga mempunyai pengamh yang cukup
signifikan, tabel (6-3) didasarkan pada nalisis bahan bakar. Faktor penyerapan

kaesa
97
radiant dan laju penyerapan per ft2 projected area dihitung untuk 30 % excess air
ketika setengah dari panas yang dibebaskan diserap di dalam mang radiasi.
Pengamh persentase udara berlebihan ditunjukkan dalam gambar (6-3). Laju panas
radiasi untuk dua macam bahan bakar, yakni refinery gas (G pada 30 % excess air)
dan bahan bakar berat (heavy fuel) ditunjukkan untuk 0 hingga 90 % excess air.
Grafik tersebut dapat digunakan secara langsung dalam perancangan furnace
sederhana, tetapi tidak dapat digunakan untuk furncace yang menggunakan air
preheat atau flue-gas recirculation.

Contoh 18-1: Rate of absorption in the Radiant Section


Sebuah furnace menggunakan 7.110 lb/hr cracked gas (yang mempunyai heating
value 20.500 Btu/lb atau 1.900 Btu/cuft). Radiant section mempunyai luas
terproyeksi 1.500 sqft dan tube dengan diameter luar 5 in yang dipasang dengan
jarak pusat-ke-pusat 10 in. Tube terdiri satu baris yang mempunyai panjang 40 ft.
Air-fuel ratio 21 dengan excess air 30 %. Hitung, berapa persen panas yang diserap
dari panas yang dipancarkan di dalam radiant section, dan berapa Btu/hr panas
yang diserap untuk setiap sqft luas terproyeksi.

Penyelesaian:
- Panas yang dipancarkan di dalam ruang radiasi (Q)

Q = 7.110x20.560 = 146.000.000

- Faktor pengali luas permukaan (a)

C 10
C =10 in; D = 5in; = = 2
D 5

Jumlah baris, n = 1 baris


Dari Gambar (6-2) diperoleh harga a = 0,88

kaesa no
Jumlah tube (N)

A = 1.500 sqft; L = 40 ft

A 1-500 nnt ,
N = = = 90 buah
LxnxD/12 40x1 5/12

Luas dinding yang dipasangi tube (AcP)

A C 1.500 10 ^nnn*2
Ac = x = x = 3.000 ft2
p n D 15

Luas permukaan tube efektif(a.AcP)

a.Acp = 0,88x3.000 = 2.640 ft2

Fraksi pancaran panas yang diserap (R)

Air - fuel ratio, G = 21

r= ^== = . 1 =04596
GrOl 146.000.000 -
. . V-K i + V 2.640
4.200 4-20

Panasyang diserap di dalam radiant section (R.Q)

R.Q = 0,4596 x 146.000.000 = 67.101.600 Btu/hr

Panas yang diserap per sqft luas terproyeksi (q)

kaesa
99
R.Q 67.101.600 AAAn /,
q = = = 44.734 Btu/hr.sq. ft
A 1.500 H

Hasilnya dapat dicek dengan menggunakan Gambar (6-3).


Pada R = 0,4596; Excess Air = 30 %, dan rata-rata bahan bakargas mempunyai
G = 21,5.

q' = 24.000 Btu/hr.sq. ft (untuk dua baris)

Koreksi untuk satu baris:

q = 1,014 I^x-Jq' = 1,014 Ix^^J x24.000 =42.831 Btu/hr.sq.ft

Haraga q di atas untuk bahan bakar gas dengan G = 21,5, maka garis untuk gas
khusus dalam contoh ini yang mempunyai harga G = 21 hams dikoreksi dengan
menganggap garis tersebut terletak 1/8 jarak diantaragaris gas dan garis fuel oil:

12.000
q = 42.831 + = 44.331 Btu/hr.sq. ft

6.2.2 Metoda Lobo-Evans

Metoda perancangan furnace yang secara teoritis dikembangkan oleh Lobo dan
Evans melibatkan banyak hubungan yang suatu pengembangan teoritis tidak dapat
dijelaskan di sini, meskipun demikian dapat dijelaskan dengan menggunakan grafik
seperti dalam Gambar (6-2), (6-4) sampai (6-9). Hal ini dapat diterapkan hanya
pada perancangan yang telah selesai untuk melihat bagaimana perilakunya.
Tahapan perhitungan yang diberikan melibatkan penentuan faktor-faktor seperti
berikut:

kaesa
100
(1). Effective surface (a.Acp):
Hal ini telah dibahas dan dinyatakan sebagaimana dalam persamaan (6-4) dan
Gambar (6-2).

100 -,

i 1 ~B ~
90 p11 * -

80 i ih 6

i 1
70 4 W si
s >
a o 60 't 1 ' si3
S
s =
o a.
50
ill f
Ml
a u
ft 40 *
Mh V
3 <E

3 a 30 -1 a
CO

20 w,rft. h ~
io 4 v/'''l N-
0 *"? *?'/'// Ml 1 "^r^
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600

Suhu,F

Gambar (6-4): Theoritical radiant equation

4600

W7// 410
3600

-3100

2600

2100

r: 1600
1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 4400

Pseudo flame temperature, f FF

Gambar (6-5): Pseudo flame temp, for cracked gas fuel

kaesa
101
(2). Mean Length of Radiant Beam (L):
Hal ini telah dievaluasi oleh Hottel sebagaimana ditunjukkan dalam tabel (6-4).
Panjang rata-rata dinyatakan dalam istilah ratio of length, width, dan height,
dan dalam istilah diameter dan height.

(3). Partial pressure of C02 and H20 (P):


Hal ini mempakan fungsi carbon-hydrogen ratio bahan bakar dan persentase
Excess air sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (6-8).

4600

4100

3600

-3100 *

2600

-2100

1600
1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 4400

Pseudo flame temperature, f FF

Gambar (6-6): Pseudo flame tenmp. for oil fuel

(4). Flame Emissivity (PF):


Hal ini berkaitan dengan PL (hasil perkalian tekanan parsial dan panjang rata-
rata, atmospheric-feet of radiating gas cloud, Gambar (6-7) dengan bantuan
suhu gasyang ditetapkan padabridge wall (tg) dan suhu dinding tube (ts).

(5). Effective Refractory Area (AR):


Luasrefraktori efektifadalah luas total dinding (AT) dikurangi luas permukaan
efektif(a.AcP), AR = AT - a.AcP.

kaesa
102
(6). Exchange Factor ($):
Overall exchange factor dievaluasi dalam Gambar (6-9) dalam istilah flame
emissivity (PF) dan perbandingan AR terhadap (a.AcP).

RQ
(7). Rate of Heat Absorption Factor
U-Acp.^J
Q adalah total panas yang dipancarkan per jam dan R adalah fraksi panas yang
diserap oleh radiant surface. Dengan demikian RQ adalah Btu yang diserap
per jam di dalam radiant section. Hal ini dapat dievaluasi secara langsung
dengan menetapkan harga RQ yang dikehendaki atau suatu harga laju radiant
absorptionyang sesuai dengan harga q dari persamaan (6-9) atau tabel (6-5).

a.
+

ii
_i
a.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Gambar (6-7): Flame emissivity

(8). Check of Gas Temperature (tg):


Pada tahap ini suhu gas yang ditetapkan (tg) dari butir (4) di atas dapat dicek
dengan menggunakan Gambar (6-4) dengan bantuan harga (RQ/a.AcP.$ pada

kaesa
103
sekala sebelah kanan. Jika tg error karena lebih dari 100 F, maka harga PF dan
(f> (butir 4 dan 6 di atas) hams direvisi.

(9). Pseudo Flame Temperature (t'F):


Suhu ini dapat dihitung dari Gambar (6-5) atau (6-6) dengan menggunakan %
excess air. Ingat bahwa jika udara dipanaskan awal (diatas 60 F) suatu
koreksi lebih lanjut diperlukan pada Gambar (6-5) atau (6-6). Suhu terkoreksi
= tF-60F.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

% Excess air in fuel gas

Gambar (6-8): Combustion data on cracked gas and oil fuel

(10). Rate of Heat Liberation Factor


^0.98QN
,a.Acp.^
Hal ini dapat dievaluasi dari Gambar (6-4) dengan menghubungkan t'F dengan suhu
dinding tube (ts) dan pembacaan laju pancaran panas pada sekala kiri. Karena
semua faktor telah diketahui maka harga Q dapat dihitung.

kaesa
104
o

o_o_oo ooooooooooo
To To to cj "^ *. "01 "in "a> ~<j> Si Vi "00 "co "to
tn tn en ui oi en ui

Exchange Factor - 4

Gambar (6-9): Overall exchange factor

Contoh 18-2: Rate of Absorption by Lobo-Evan


Berapa total panas masuk diperlukan dan radiant absorption untuk furnace dan
kondisi operasinya seperti berikut:

Data Furnace:

Ukuran ruang pembakaran 15 ft x30 ft

x40ft

Tube, outside diameter (D) 5 in

Center-to-center spacing (C) 10 in

Jumlah tube, tersusun dalam satu baris (N) 90

Luas tube, outside (A) 4.710 sq.ft


Total luas dinding yg terbuka ke convect. section 200 sq.ft (AT) 4.300 sq.ft

Kondisi operasi:

kaesa
105
Net heat input ke coil (QR) = 70.650.000
Btu/hr

Radiant rate pada outside area yang dikehendaki (q) = 15.000


btu/sq. ft.hr
Fuel, cracked gas (Net HV) = 20.560
Btu/lb

Excess Air = 30 %

Suhu udara meninggalkanpreheater = 460 F


Suhu dindingtube yang diestimasi (t3) = 1.000 F

Penyelesaian:
(1). Effective surface (a.Acp):
C/D = 10/5 = 2 > dari Gambar (6-2) > a = 0,88
fLxNxC^ f40x90xl0^| ^nnn ^

a.Acp = 0,88 x 3.000 = 2.640 sq.ft

(2). Mean Length of Radiant Beam (L):


Perbandingan ukuran 15/15 x 30/15 x 40/15 = 1 - 2 - 2,67

Berdasarkan tabel (6-4) > L = 2 / 3 Vl5x 30x40 = 17,5ft

(3). Partial pressure of COz and H20 (P):


Excess air = 30 %

Jenis bahan bakar cracked gas


Dari Gambar (6-8) > P = 0,22 atm

(4). Flame Emissivity (PF):


PL = 0,22 atm x 17,5 ft = 3,85 atm.ft
Suhu dinding tube (ts) yang diestimasikan = 1.000 F

kaesa
106
Suhu bridge wall (tg) yang diasumsikan = 1.800 F
Dari Gambar (6-7) > PF = 0,495

(5). Effective Refractory Area (AR):


AR = AT - a.AcP = 4.300 - 2.640 = 1.660 sq.ft.

(6). Exchange Factor (0):


AR 1.660
R - = 0,628
a.Acp 2.640
PF = 0,495

Dari Gambar (6-9) - 0=0,56

(7). Rate of Heat Absorption Factor


f RQ ^

R.Q = Aq = 4.710 x 15.000 = 70.650.000 Btu/hr

f RQ ^ ( 70.650.000
= 47.788 Btu/hr. sq.ft
va.Acp.^y V2.640 x 0,56^

(8). Check of Gas Temperature (tg):

f RQ ^ = 47.788 Btu/hr.sq.ft

ts= 1.000 F

Dari Gambar (6-4) -> tg = 1.850 F (mendekati 1.800 F yang


diasumsikan)

(9). Pseudo Flame Temperature (t'F):


Excess air = 30 %

Suhu air preheat terkoreksi = 460 - 60 = 400 F

kaesa
107
Suhu bridge wall (gas) = 1.850 F
Dari Gambar (6-5) > t'F = 3.600 F

(10). Rate of Heat Liberation Factor


^0.98QN
.a.Acp.^
t'F = 3.600 F

ts= 1.000 F

Dari Gambar (6-4)


'_098_qJ = 97.000
,a.Acp.^

Dengan demikian panas yang dipancarkan:

97.000 x a.Kcp.(j) 97.000x2.640x0,56


= 146.000.000Btu/hr
0,98 0,98

R.Q 70.650.000
R = - = = 0,484
Q 146.000.000

R.Q 70.650.000 ,_ ; ,
q = = Ttkv/TTi = 47100Btu/sq- ft luas terproyeksi

Outside Area
Catatan: ProjectedArea =
n

kaesa
108
3 /

i;
DAFTAR PUSTAKA

ji " 1. CHARLESS E. LITTLEJOHN &GEORGE F. MEENAGHAN, "An


| ' Introduction to Chemical Engineering", Reinhold Publishing Corporation, New
j| York, 1971.
j I 2. D.Q. KERN, "Process Heat Transfer", Mc Graw-Hill International Book
] ; Company, 1950
i i
3. ERNEST J. HANLEY & HERMAN BIEBER, "Chemical Engineering
Calculation", McGraw-Hill Book Company Inc, 1959.
4. GEORGE P. BYRNE JR, "Standars of TEMA", Cenire de Documentation,
* i 1959
I !
5. MAX S. PETERS & KLAUS D. TIMMERHAUS, "Plant Design and
Economics for Chemical Engineers, McGraw-Hill Book Company Inc, 1987.
6. VILBRANDT &DRYDEN, "Chemical Engineering Plant Design", 4th edition,
I
j\ McGraw-Hill Kogakusha, LTD, 1981.
] 7. WALTER L. BADGER & JULIUS T. BANCHERO," Introduction to
j Chemical Engineering", McGraw-Hill Book Company Inc, 1987.
jj 8. WARREN L. Mc CABE &JULIAN C. SMITH, "Unit Operations ofChemical
J' Engineering", McGraw-Hill Book Company Inc. 1985.
J 9. WILLIAM C. TURNER, E.E.,M.E.,P.E, "Thermal Insulation Handbook"
| 1 McGraw-Hill Book Company, New York, 1981.
\ i
I!
1 !

Anda mungkin juga menyukai