Tidak seperti pandangan umum, fungsi otak tidak terbatas dalam tempat tertentu.
Hubel dan Wiesel telah menunjukkan bahwa kolom dominasi okular di daerah visual
neokortikal terendah, V1, bersifat tetap setelah periode kritis. [3] Periode kritis juga
dipelajari berkenaan dengan bahasa; data yang didapat menunjukkan bahwa jalan
sensoris bersifat tetap setelah periode kritis. Namun, penelitian menentukan bahwa
perubahan lingkungan dapat mengubah perilaku dan kognisi dengan mengubah koneksi
antara neuron yang ada dan melalui neurogenesis di hipokampus dan bagian otak
lainnya, termasuk cerebellum.[4]
Etimologi
Gagasan ini pertama kali diusulkan pada tahun 1890 oleh William James dalam
tulisannya The Principles of Psychology, meskipun gagasan tersebut kemudian
diabaikan selama lima puluh tahun.[7] Orang pertama yang menggunakan
istilah plastisitas neuron adalah ilmuwan neurosains Polandia Jerzy Konorski.[8] Istilah
tersebut tidak punya definisi ilmiah spesifik, seperti yang diungkapkan oleh McEachern
dan Shaw:[1]
Neurobiologi
Salah satu asas dasar dalam konsep mengenai bagaimana neuroplastisitas bekerja
berkaitan dengan konsep pemangkasan sinapsis, atau gagasan yang mengungkapkan
bahwa koneksi-koneksi dalam otak secara konstan dihilangkan atau dibuat kembali, dan
ini tergantung kepada bagaimana sinapsis tersebut digunakan. Jika ada dua neuron
terdekat yang menghasilkan impuls secara serentak, peta kortikal mereka mungkin akan
menjadi satu. Gagasan ini juga bekerja sebaliknya, misalnya neuron yang tidak
menghasilkan impuls serentak secara reguler akan membentuk peta yang berbeda.
Peta kortikal
Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, beberapa kelompok mulai meneliti
dampak menghilangkan sebagian input sensoris. Michael Merzenich, Jon
Kaas dan Doug Rasmusson menggunakan peta kortikal sebagai variabel
dependen mereka. Mereka menemukan bahwa jika input dihilangkan dari peta kortikal,
peta tersebut kemudian akan teraktivasi sebagai tanggapan kepada yang lain. Paling
tidak dalam sistem sensoris somatik, JT Wall dan J Xu telah menemukan mekanisme
yang mendasari plastisitas. Reorganisasi tidak emergen secara kortikal, tetapi muncul
dalam setiap tingkatan dalam hierarki pemrosesan; akibatnya muncul perubahan peta
dalam korteks serebral.[10]
Merzenich dan William Jenkins (1990) memulai penelitian yang berkaitan dengan
pengalaman sensoris sampai plastisitas kortikal dalam sistem somatosensori primata.
Mereka menemukan bahwa situs sensoris yang teraktivasi dalam perilaku
operan meningkatkan perwakilan kortikal mereka. Segera setelahnya, Ford Ebner dan
koleganya (1994) melakukan penelitian yang mirip dalam korteks barel (juga sistem
somatosensori) hewan pengerat. Penelitian hewan pengerat kemudian difokuskan oleh
Ebner, Matthew Diamond, Michael Armstrong-James, Robert Sachdev, Kevin Fox,
sehingga pencapaian dalam mengidentifikasi tempat perubahan di reseptor
NMDA ekspresi sinapsis kortikal, dan dalam menunjukkan pentingnya
input kolinergik dalam ekspresi normal, telah tercapai. Namun, penelitian terhadap
hewan pengerat tidak banyak berfokus kepada perilaku, dan Ron Frostig dan Daniel
Polley (1999, 2004) menunjukkan bahwa manipulasi perilaku dapat memberikan dampak
yang besar terhadap plastisitas kortikal dalam sistem tersebut.
Merzenich dan DT Blake (2002, 2005, 2006) menggunakan penanaman kortikal untuk
mempelajari evolusi plastisitas dalam sistem somatosensori dan pendengaran. Kedua
sistem tersebut menunjukkan perubahan yang mirip perihal perilaku. Saat suatu stimulus
secara kognitif berkaitan dengan pemerkuatan, representasi kortikalnya diperkuat dan
diperbesar. Dalam beberapa kasus, representasi kortikal dapat meningkat dua hingga
tiga kali lipat dalam waktu 1-2 hari pada saat perilaku motor sensoris yang baru diterima,
dan perubahan telah usai dalam waktu beberapa minggu.
Catatan kaki