Anda di halaman 1dari 4

Neuroplastisitas

Tidak seperti pandangan umum, fungsi otak tidak terbatas dalam tempat tertentu.

Neuroplastisitas adalah konsep neurosains yang merujuk kepada


kemampuan otak dan sistem syaraf semua spesies untuk berubah secara struktural dan
fungsional sebagai akibat dari input lingkungan.[1] Plastisitas terjadi dalam berbagai
tingkatan, dari perubahan seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan
bersakal besar yang terlibat dalam pemetaan ulang kortikal sebagai tanggapan kepada
luka. Bentuk plastisitas yang paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan
pemulihan dari luka otak. Selama abad ke-20, para ilmuwan neurosains meyakini bahwa
struktur otak relatif tetap setelah periode kritis selama kecil. Keyakinan ini telah
diruntuhkan oleh penemuan-penemuan terbaru yang menunjukkan bahwa banyak aspek
otak yang tetap plastis bahkan hingga dewasa.[2]

Hubel dan Wiesel telah menunjukkan bahwa kolom dominasi okular di daerah visual
neokortikal terendah, V1, bersifat tetap setelah periode kritis. [3] Periode kritis juga
dipelajari berkenaan dengan bahasa; data yang didapat menunjukkan bahwa jalan
sensoris bersifat tetap setelah periode kritis. Namun, penelitian menentukan bahwa
perubahan lingkungan dapat mengubah perilaku dan kognisi dengan mengubah koneksi
antara neuron yang ada dan melalui neurogenesis di hipokampus dan bagian otak
lainnya, termasuk cerebellum.[4]

Penelitian selama beberapa dasawarsa[5] telah menunjukkan perubahan substansial


dalam wilayah pemrosesan neokortikal yang terendah, dan bahwa perubahan tersebut
dapat mengubah pola aktivasi neuron dalam menanggapi pengalaman. Penelitian
neurologis mengindikasikan bahwa pengalaman dapat mengubah struktur fisik otak
(anatomi) dan organisasi fungsional (fisiologi). Ilmuwan neurosains saat ini berupaya
merekonsiliasi penelitian periode kritis yang menunjukkan ketetapan otak dengan
penelitian terkini yang menunjukkan bagaimana otak bisa dan memang berubah. [6]

Etimologi

Gagasan ini pertama kali diusulkan pada tahun 1890 oleh William James dalam
tulisannya The Principles of Psychology, meskipun gagasan tersebut kemudian
diabaikan selama lima puluh tahun.[7] Orang pertama yang menggunakan
istilah plastisitas neuron adalah ilmuwan neurosains Polandia Jerzy Konorski.[8] Istilah
tersebut tidak punya definisi ilmiah spesifik, seperti yang diungkapkan oleh McEachern
dan Shaw:[1]

Dengan pentingnya neuroplastisitas, orang luar akan dimaafkan karena mengasumsikan


bahwa konsep tersebut terdefinisikan dengan baik dan bahwa ada kerangka dasar dan
universal yang mengarahkan hipotesis dan percobaan pada masa depan. Sayangnya,
hal tersebut tidak benar. Meski banyak ilmuwan neurosains yang menggunakan kata
neuroplastisitas sebagai istilah payung, istilah tersebut bermakna berbeda bagi berbagai
peneliti dalam berbagai subbidang ... Secara singkat, kerangka yang disetujui bersama
tidak ada.

Neurobiologi

Salah satu asas dasar dalam konsep mengenai bagaimana neuroplastisitas bekerja
berkaitan dengan konsep pemangkasan sinapsis, atau gagasan yang mengungkapkan
bahwa koneksi-koneksi dalam otak secara konstan dihilangkan atau dibuat kembali, dan
ini tergantung kepada bagaimana sinapsis tersebut digunakan. Jika ada dua neuron
terdekat yang menghasilkan impuls secara serentak, peta kortikal mereka mungkin akan
menjadi satu. Gagasan ini juga bekerja sebaliknya, misalnya neuron yang tidak
menghasilkan impuls serentak secara reguler akan membentuk peta yang berbeda.
Peta kortikal

Pengaturan kortikal, terutama sistem sensoris, seringkali dideskripsikan dalam


ranah pemetaan.[9] Misalnya, informasi sensoris dari proyek kaki ke satu situs kortikal dan
proyeksi dari target tangan di situs lain. Sebagai akibat dari pengaturan somatotopik input
sensoris tersebut terhadap korteks, perwakilan kortikal tubuh menyerupai peta
(atau homunculus).

Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, beberapa kelompok mulai meneliti
dampak menghilangkan sebagian input sensoris. Michael Merzenich, Jon
Kaas dan Doug Rasmusson menggunakan peta kortikal sebagai variabel
dependen mereka. Mereka menemukan bahwa jika input dihilangkan dari peta kortikal,
peta tersebut kemudian akan teraktivasi sebagai tanggapan kepada yang lain. Paling
tidak dalam sistem sensoris somatik, JT Wall dan J Xu telah menemukan mekanisme
yang mendasari plastisitas. Reorganisasi tidak emergen secara kortikal, tetapi muncul
dalam setiap tingkatan dalam hierarki pemrosesan; akibatnya muncul perubahan peta
dalam korteks serebral.[10]

Merzenich dan William Jenkins (1990) memulai penelitian yang berkaitan dengan
pengalaman sensoris sampai plastisitas kortikal dalam sistem somatosensori primata.
Mereka menemukan bahwa situs sensoris yang teraktivasi dalam perilaku
operan meningkatkan perwakilan kortikal mereka. Segera setelahnya, Ford Ebner dan
koleganya (1994) melakukan penelitian yang mirip dalam korteks barel (juga sistem
somatosensori) hewan pengerat. Penelitian hewan pengerat kemudian difokuskan oleh
Ebner, Matthew Diamond, Michael Armstrong-James, Robert Sachdev, Kevin Fox,
sehingga pencapaian dalam mengidentifikasi tempat perubahan di reseptor
NMDA ekspresi sinapsis kortikal, dan dalam menunjukkan pentingnya
input kolinergik dalam ekspresi normal, telah tercapai. Namun, penelitian terhadap
hewan pengerat tidak banyak berfokus kepada perilaku, dan Ron Frostig dan Daniel
Polley (1999, 2004) menunjukkan bahwa manipulasi perilaku dapat memberikan dampak
yang besar terhadap plastisitas kortikal dalam sistem tersebut.

Merzenich dan DT Blake (2002, 2005, 2006) menggunakan penanaman kortikal untuk
mempelajari evolusi plastisitas dalam sistem somatosensori dan pendengaran. Kedua
sistem tersebut menunjukkan perubahan yang mirip perihal perilaku. Saat suatu stimulus
secara kognitif berkaitan dengan pemerkuatan, representasi kortikalnya diperkuat dan
diperbesar. Dalam beberapa kasus, representasi kortikal dapat meningkat dua hingga
tiga kali lipat dalam waktu 1-2 hari pada saat perilaku motor sensoris yang baru diterima,
dan perubahan telah usai dalam waktu beberapa minggu.

Catatan kaki

1. ^ a b Shaw, Christopher; McEachern, Jill, ed. (2001). Toward a theory of


neuroplasticity. London, England: Psychology Press. ISBN 9781841690216.
2. ^ Rakic, P. (January 2002). "Neurogenesis in adult primate neocortex: an
evaluation of the evidence". Nature Reviews Neuroscience 3 (1): 65
71. doi:10.1038/nrn700. PMID 11823806.
3. ^ Hubel, D.H.; Wiesel, T.N. (February 1, 1970). "The period of susceptibility to
the physiological effects of unilateral eye closure in kittens". The Journal of
Physiology 206 (2): 419436. PMC 1348655. PMID 5498493.
4. ^ Ponti, Giovanna; Peretto, Paolo; Bonfanti, Luca; Reh, Thomas A. (2008). Reh,
Thomas A., ed. "Genesis of Neuronal and Glial Progenitors in the Cerebellar
Cortex of Peripuberal and Adult Rabbits". PLoS ONE 3 (6):
e2366. doi:10.1371/journal.pone.0002366. PMC 2396292. PMID 18523645.
5. ^ Chaney, Warren, Dynamic Mind, 2007, Las Vegas, Houghton-Brace
Publishing, pp 33-35, ISBN 0-9793392-0-0 [1]
6. ^ Chaney, Warren, Workbook for a Dynamic Mind, 2006, Las Vegas, Houghton-
Brace Publishing, halaman 44, ISBN 0 0979339219 [2]
7. ^ "The Principles of Psychology", William James 1890, Chapter IV, Habits
8. ^ LeDoux, Joseph E. (2002). Synaptic self: how our brains become who we are.
New York, United States: Viking. p. 137. ISBN 0670030287.
9. ^ Buonomano, Dean V.; Merzenich, Michael M. (March 1998). "CORTICAL
PLASTICITY: From Synapses to Maps". Annual Review of Neuroscience 21:
149186. doi:10.1146/annurev.neuro.21.1.149. PMID 9530495.
10. ^ Wall, J.T.; Xu, J.; Wang, X. (September 2002). "Human brain plasticity: an
emerging view of the multiple substrates and mechanisms that cause cortical
changes and related sensory dysfunctions after injuries of sensory inputs from
the body". Brain Research Reviews (Elsevier Science B.V.) 39 (23): 181
215. doi:10.1016/S0165-0173(02)00192-3. PMID 12423766.

Anda mungkin juga menyukai