Anda di halaman 1dari 3

RANGKUMAN TRAGEDI BERDARAH PHINEAS GAGE

KELOMPOK 7
ANGGOTA :
KIKY CORNELLIA ARTHA (150116041)
ROSMEYDA DWIGIVANI (150116215)
NISRINA SALSABILA AYU (150116223)

UNIVERSITAS SURABAYA
2017
Kasus Phineas Gage
Pada 1848, Phineas Gage, seorang mandor Rutland and Burlington Railroad, menjadi korban
sebuah kecelakaan tragis. Untuk meletakkan jalur baru, permukaan tanah harus diratakan dan
Gage mengepalai peledakannya. Tugasnya melibatkan pengeboran lubang di bebatuan,
menaburkan bubuk mesiu ke dalam setiap lubang, menutupnya dengan pasir, dan memadatkan
material itu ke bawah dengan besi pemadat besar sebelum meledakkannya dengan sumbu. Pada
hari naas itu, bubuk mesiu meledak ketika Gage sedang memadatkannya, melontarkan besi
pemadat setebal 3 cm sepanjang 90 cm masuk ke wajahnya, menembus tulang tengkoraknya, dan
otaknya, dan ke luar dari sisi lain kepalanya (Pinel, 2009).
Luar biasanya, nyawa Gage selamat dari kecelakaan itu, tetapi menjadikannya seorang laki-laki
yang sama sekali berubah. Sebelum kecelakaan, Gage adalah orang yang bertanggung jawab,
cerdas, secara social mudah menyesuaikan diri, dan sangat disukai oleh teman-teman dan sesame
pekerja. Begitu sembuh, kemampuan tubuh dan intelektualnya tampak sama seperti sebelumnya,
tetapi kepribadian dan kehidupan emosionalnya berubah total. Laki-laki yang sebelumnya
religious, terhormat, dan reliebel itu berubah menjadi laki-laki yang kurang sopan dan impulsive.
Kata-katanya yang kasar dan tidak senonoh melukai hati banyak orang. Ia menjadi sangat tidak
reliebel dan tak dapat diandalkan sehingga dengan cepat kehilangan pekerjaannya dan tidak
pernah bisa lagi mendapatkan posisi yang menyertakan tanggung jawab (Pinel, 2009).
Gage harus hidup berpindah-pindah, berkelana ke seantero negeri selama bertahun-tahun sampai
meninggal di San Fransisco. Kecelakaannya yang aneh dan kesembuhannya yang tampak sukses
menjadi headline di seluruh dunia, tetapi kematiannya tidak banyak diketahui dan diperhatikan
orang ( Pinel, 2009).
Gage dimakamkan di sebelah besi pemadat yang mencelakainya. Lima tahun kemudian,
neurology John Harlow mendapatkan izin dari keluarga Gage untuk menganggali kuburannya
untukmengambil tubuh dan besi pemadat celaka itu untuk dipelajari. Sejak itu tengkorak Gage
dan besi pemadat itu dipamerkan di Warren Anatomical Medical Museum di Harvard University
(Pinel, 2009).

Although not wicely accepted at the time, Dr. John Harlow suggested that Gages personality
change had been a result of damage to the prefrontal lobes of the brain.
Pada 1994, Damasio dan rekan-rekan sejawatnya mengusung kekuatan rekonstruksi
terkomputerisasi untuk mengungkap kasus Klasik Gage. Mereka mulai dengan mengambil
gambar Sinar-X tulang tengkoraknya dan mengukurnya dengan tepat, memberi perhatian khusus
pada posisi lubang masuk dan keluar besi bersejarah itu. Dari pengukuran-pengukuran ini,
mereka merekonstruksikan kecelakaan itu dan menentukan kemungkinan daerah kerusakan otak
Gage. Tampaknya kerusakan pada otak Gage mempengaruhi kedua lobus prefrontal medial,
yang sekarang diketahui mempunyai fungsi dalam perencanaan dan emosi (Pinel, 2009).
The case study of Phineas Gage was the first clue that suggested that the prefrontal lobe of the
brain are responsible for higher mental processes like personality, the ability to plan behaviours,
set goals and intention behavior.The case of Phineas Gage also highlights the early thinking on
what is known as the localisation of Function in the brain. In the other words it shows that some
behaviours can be localized to specific parts of the brain (Aleixo & Baillon, 2008)

Anda mungkin juga menyukai