Anda di halaman 1dari 91

KARAGENAN SEBAGAI BAHAN PENSTABIL PADA PROSES

PEMBUATAN MELORIN

CENDRAWASIH SYAFRILIANA PRIASTAMI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN

CENDRAWASIH SYAFRILIANA PRIASTAMI. C34070065. Karagenan


sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin. Dibawah
Bimbingan. WINI TRILAKSANI dan PIPIH SUPTIJAH.

Industri pangan yang saat ini berkembang cukup pesat salah satunya adalah
frozen dessert yang merupakan produk makanan beku pencuci mulut. Jenis frozen
dessert yang sering ditemui antara lain adalah es krim yang digemari masyarakat.
Kandungan lemak susu yang tinggi (high fat) pada es krim membuat konsumen
lebih selektif dalam memilih es krim. Alternatif produk yang dapat menggantikan
produk es krim ini adalah melorin atau es krim imitasi. Formulasi yang tepat
dalam pembuatan melorin sangat diperlukan agar didapatkan produk yang disukai
konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan zat yang melembutkan
dan menstabilkan emulsi yaitu hidrokoloid jenis karagenan. Larutan karagenan
dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel sehingga mencegah
pembentukan kristal es dan memperbaiki rasa pada industri es krim.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari formula yang tepat dan
mempelajari pengaruh penambahan konsentrasi susu kedelai dan nangka terhadap
karakteristik melorin serta mempelajari pengaruh penambahan karagenan terhadap
karakteristik melorin serta mendapatkan konsentrasi bahan penstabil yang paling
tepat untuk memperoleh produk melorin dengan karakteristik terbaik.
Karakteristik formula awal melorin dengan nilai sensori yang paling disukai
adalah melorin dengan konsentrasi susu kedelai 12,5% dan nangka 15%. Hasil
perangkingan pada penelitian utama dengan metode Bayes menghasilkan melorin
terpilih dengan penambahan karagenan 0,02% yang memiliki warna menarik,
tekstur kompak dan rasa yang disukai oleh panelis. Hasil uji fisik total padatan
terlarut 17,85% Brix, viskositas 20,00 cPs, overrun 64,15%, waktu leleh
17,5 menit dan stabilitas emulsi 81,28%. Hasil pengujian proksimat kadar air
86,15%, abu 0,3%, protein 0,51%, lemak 0,06% dan karbohidrat 13,00%. Melorin
memiliki kandungan serat yang cukup tinggi yaitu 3,17%.
KARAGENAN SEBAGAI BAHAN PENSTABIL PADA PROSES
PEMBUATAN MELORIN

CENDRAWASIH SYAFRILIANA PRIASTAMI


C34070065

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan
Melorin
Nama : Cendrawasih Syafriliana Priastami
NIM : C34070065

Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc) (Dr. Pipih Suptijah, MBA)


NIP. 196101281986012001 NIP. 195310201985032001

Mengetahui :
Ketua Departemen

(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil)


NIP. 195805111985031002

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karagenan


sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Cendrawasih Syafriliana P
C34070065
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr. Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen
pembimbing atas arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol selaku Ketua
Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4. Desniar, S.Pi M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi kepada penulis selama menempuh kuliah di THP.
5. Ayah, Ibu, Kakak dan Adik atas semua dukungan dan kasih sayang yang
diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir.
6. Ibu Ema, Ibu Rubiyah, Ibu Endang, Mas Zaky, Mas Ipul, Mba Lastri,
Pak Wahid yang telah membantu di laboratorium.
7. Adi, Ibel, QQ, Ka Yayan, Nabila, Nadya, Linda, Suhana, Mila, Nisa, Za
dan teman-teman lain, terima kasih telah memberikan bantuan selama
penelitian serta semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan
seminar dan sidang.
8. Teman-Teman THP 44, 43, 45 dan 46 atas persahabatan, kebersamaan,
bantuan, doa dan canda tawa yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih ada kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya. Terima kasih.

Bogor, Desember 2011

Cendrawasih Syafriliana P
C34070065
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 April 1989 di Jakarta,


merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Supriyatno dan Iryanti Puji Astuti. Pendidikan formal yang
ditempuh oleh penulis dimulai dari TK Budi Luhur Pd. Aren,
dilanjutkan ke SD Budi Luhur Tangerang dan lulus pada tahun
2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Budi Luhur Tangerang dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2004.
Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 108 Jakarta dan lulus pada
tahun 2007.
Tahun 2007 penulis diterima di Program Strata-1 Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan tahun berikutnya penulis diterima
di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis pernah
menjadi Asisten m.a. Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan
(2010/2011) dan Asisten m.a. Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah
Hasil Perairan (2010/2011). Penulis juga aktif dalam organisasi kegiatan dari
Fisheries Processing Club (2008/2010), kegiatan bersifat prestatif, salah satunya
adalah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Kewirausahaan pada
tahun 2009.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan judul Karagenan sebagai Bahan
Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin, dibimbing oleh Dr. Ir. Wini
Trilaksani, M.Sc dan Dr. Pipih Suptijah, MBA.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR. x
DAFTAR TABEL.. xii
DAFTAR LAMPIRAN.. xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 3
2..TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
2.1 Karagenan .............................................................................................. 4
2.2 Sifat Dasar Karagenan ........................................................................... 5
2.2.1 Kelarutan .................................................................................. 5
2.2.2 Stabilitas pH ............................................................................. 6
2.2.3 Viskositas.................................................................................. 6
2.2.4 Pembentukan gel....................................................................... 7
2.2.5 Sifat fungsional karagenan ....................................................... 8
2.3 Nangka ................................................................................................... 8
2.4 Susu Kedelai .......................................................................................... 10
2.5 Sistem Koloid......................................................................................... 11
2.6 Produk Emulsi ........................................................................................ 11
2.7 Es Krim .................................................................................................. 12
2.8 Mellorine ................................................................................................ 13
2.9 Bahan Tambahan Pangan (Essence) ...................................................... 14
2.9.1 Stabilizer dan emulsifier ........................................................... 14
2.9.2 Essence ..................................................................................... 14

3. METODOLOGI ............................................................................................ 15
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 15
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 15
3.3 Metode Penelitian................................................................................... 15
3.3.1 Tahapan penelitian pendahuluan .............................................. 15
3.3.2 Tahapan penelitian utama ......................................................... 16
3.4 Prosedur Analisis ................................................................................... 20
3.4.1 Uji organoleptik ........................................................................ 20
3.4.2 Analisis fisika ........................................................................... 20
3.4.3 Analisis kimia ........................................................................... 21
3.4.4 Penentuan Total Plate Count (TPC) ......................................... 26
3.4.5 Rancangan percobaan dan analisis data.................................... 27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 29


4.1 Penelitian Pendahuluan ......................................................................... 29
4.1.1 Karakterisasi karagenan ............................................................ 29
4.1.2 Karakterisasi sensori ................................................................. 30
4.2 Penelitian Utama ................................................................................... 37
4.2.1 Uji sensori ................................................................................. 37
4.2.2 Uji fisik ..................................................................................... 43
4.2.3 Penentuan produk melorin terbaik berbasis indeks kinerja ...... 52
4.2.4 Uji kimia ................................................................................... 53
4.2.5 Uji mikrobiologi ....................................................................... 56
4.3 Informasi Nilai Gizi .............................................................................. 57
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 59
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 59
5.2 Saran ....................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA.. ......... 60
LAMPIRAN........ .......... 65
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Struktur molekul karagenan ...................................................................... 5
2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) ................................................. 9
3 Diagram alir penelitian pendahuluan formula melorin ............................ 18
4 Diagram alir penelitian utama penambahan bahan penstabil .................... 19
5 Nilai rataan parameter warna melorin....................................................... 31
6 Nilai rataan parameter aroma melorin ...................................................... 32
7 Nilai rataan parameter tekstur melorin...................................................... 34
8 Nilai rataan parameter rasa melorin .......................................................... 35
9 Nilai rataan parameter mouthfeel melorin................................................. 36
10 Nilai rataan parameter warna melorin....................................................... 37
11 Nilai rataan parameter aroma melorin ...................................................... 38
12 Nilai rataan parameter rasa melorin .......................................................... 40
13 Nilai rataan parameter tekstur melorin...................................................... 41
14 Nilai rataan parameter mouthfeel melorin................................................. 43
15 Nilai rataan TPT melorin .......................................................................... 44
16 Nilai rataan parameter viskositas melorin................................................. 45
17 Nilai rataan parameter overrun melorin .................................................... 47
18 Nilai rataan waktu leleh ............................................................................ 48
19 Nilai rataan pH .......................................................................................... 50
20 Nilai rataan stabilitas emulsi ..................................................................... 51
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia dan zat gizi daging nagka ............................................. 10
2 Komposisi kedelai per 100 gram bahan ................................................... 10
3 Syarat mutu es krim (SNI01-3713-1995) ................................................. 13
4 Formula melorin dengan penambahan karagenan .................................. 16
5 Hasil analisis karakteristik karagenan ..................................................... 29
6 Karakteristik nilai kepentingan sensori .................................................... 52
7 Hasil pembobotan sensori ....................................................................... 53
8 Hasil analisis proksimat .......................................................................... 53
9 Hasil nilai uji TPC .................................................................................... 53
10 Informasi nilai gizi .................................................................................... 57
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Score sheet uji kesukaan (uji hedonik) ..................................................... 66
2 Hasil perangkingan dan uji Kruskal wallis .............................................. 67
3 Hasil uji lanjut Mutiple Comparison warna ............................................. 68
4 Hasil uji lanjut Mutiple Comparison aroma .............................................. 68
5 Hasil uji lanjut Mutiple Comparison rasa ................................................. 68
6 Hasil perangkingan dan uji Kruskal wallis ............................................... 69
7 Hasil uji lanjut Mutiple Comparison tekstur ............................................. 70
8 Hasil uji lanjut Mutiple Comparison mouthfeel ........................................ 70
9 Hasil Anova uji fisik ................................................................................. 71
10 Hasil uji lanjut Tukey total padatan terlarut.............................................. 72
11 Hasil uji lanjut Tukey viskositas melorin ................................................. 72
12 Hasil uji lanjut Tukey overrun .................................................................. 73
13 Hasil uji lanjut Tukey waktu leleh ............................................................ 73
14 Hasil uji lanjut Tukey pH .......................................................................... 74
15 Hasil uji lanjut Tukey stabilitas emulsi .................................................... 74
16 Indeks kinerja Bayes ................................................................................ 75
17 Total kadar serat pangan .......................................................................... 77
18 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) ............................................... 77
19 Dokumentasi kegiatan .............................................................................. 78
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan meningkatkan gizi masyarakat. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan
mempopulerkan aneka ragam jenis makanan. Hal ini didukung dengan
perkembangan teknologi pengolahan pangan yang semakin maju.
Industri pangan yang saat ini berkembang cukup pesat salah satunya adalah
industri frozen dessert. Industri ini merupakan jenis industri pengolahan pangan
yang bertujuan meningkatkan nilai ekonomi pangan. Frozen dessert merupakan
produk makanan beku pencuci mulut yang digemari masyarakat. Jenis frozen
dessert yang sering ditemui antara lain adalah es krim.
Es krim sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis dan
memiliki tekstur yang lembut. Es krim adalah jenis frozen dessert paling populer
dan juga paling tinggi kandungan lemaknya. Meskipun memiliki kandungan
lemak yang sangat tinggi, es krim tetap digemari oleh masyarakat di dunia. Salah
satu negara pengkonsumsi es krim terbanyak di dunia adalah Amerika. Produksi
es krim dunia pada tahun 2003 mencapai lebih dari satu miliar liter dan
dikonsumsi oleh miliaran konsumen per tahun (Astawan 2008).
Es krim di Indonesia telah dikenal sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini
pemasarannya sudah semakin meluas, walaupun untuk sebagian orang es krim
masih dianggap sebagai makanan mewah. Es krim adalah sejenis makanan semi
padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran
susu, lemak hewani maupun nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan tambahan
pangan lain dan bahan makanan yang diizinkan. Produk es krim yang beredar di
pasaran umumnya digolongkan atas tiga kategori yaitu economy, good average
dan deluxe. Perbedaan utama dari ketiga jenis es krim tersebut berdasarkan
kandungan lemak susu. Komponen es krim secara umum adalah lemak, padatan
susu tanpa lemak, gula, bahan penstabil dan bahan pengemulsi (Clarke 2004).
Kandungan lemak susu yang tinggi (high fat) pada es krim membuat
konsumen lebih selektif dalam memilih es krim. Kandungan lemak susu pada es
krim dapat mencapai 15 %. Apabila dikonsumsi secara berlebihan maka akan
2

menimbulkan kegemukan. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi


konsumen yang memperhatikan diet rendah lemak. Alternatif produk yang dapat
menggantikan produk es krim ini adalah melorin atau es krim imitasi.
Melorin adalah jenis makanan pencuci mulut berbentuk beku seperti es krim
yang sebagian atau seluruh lemak susunya diganti dengan lemak nabati dengan
kadar lemak rendah. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 % lemak, dengan
formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es krim
(Hubeis et al. 1996).
Produk melorin kurang disukai oleh konsumen karena memiliki tekstur yang
kurang lembut tidak seperti es krim pada umumnya. Tantangan dalam
memproduksi es krim rendah lemak berhubungan dengan fakta bahwa tidak
adanya atau terganggunya jaringan globula lemak. Hal ini dapat mengakibatkan
dampak serius bagi tekstur produk, karena kehalusan tekstur es krim ditentukan
oleh kandungan lemak susu (Aime et al. 2001).
Formulasi yang tepat dalam pembuatan melorin sangat diperlukan agar
didapatkan produk yang disukai konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan
penambahan zat yang melembutkan dan menstabilkan emulsi yaitu hidrokoloid.
Jenis hidrokoloid yang biasa digunakan adalah karagenan, terutama dari jenis iota
yang diformulasikan dengan gum memiliki sifat sineresis yang rendah sehingga
diharapkan dapat diaplikasikan dalam es krim, jelli, puding, air freshener, dan
lain-lain (Sinurat et al. 2006). Sifat-sifat ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
es krim sebagai penstabil. Aplikasi hidrokoloid sebagai penstabil pada es krim
dengan sediaan berbentuk tepung telah dilakukan pada beberapa penelitian
(Prihantoro 2000).
Karagenan belum diaplikasikan pada pengembangan produk diversifikasi
melorin sebagai bahan penstabil. Bahan penstabil dalam pembutan es krim
memiliki fungsi sebagai membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim
pada saat penyimpanan dan menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran
bahan baku es krim (Chan 2010).
Larutan karagenan dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel
sehingga mencegah pembentukan kristal es dan memperbaiki rasa pada industri es
krim. Oleh karena itu, penting dilakukan untuk menyediakan es krim alternatif
3

bagi penggemar es krim yang memperhatikan diet rendah lemak. Parameter mutu
yang menentukkan penerimaan produk melorin adalah tekstur dan rasa, sehingga
perlu diketahui jenis dan konsentrasi bahan tambahan pangan yang tepat dalam
menentukan tingkat tekstur dan rasa yang disukai.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian adalah mencari formula melorin yang tepat
dengan kombinasi susu kedelai, nangka serta penambahan bahan penstabil
karagenan terhadap karakteristik melorin.
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah
dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.
Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009).
Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida
Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan
berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).
Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-
galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan
tersebut terhubung oleh 3--D-galaktopiranosa (G-units) dan 4--D-
galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit
pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat
diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah
golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari
(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga
mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009).
Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan
dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan
bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang
umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan
semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut
Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan
mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan
refined karagenan (2%) (Fahmitasari 2004). Struktur molekul karagenan dapat
dilihat pada Gambar 1.
5

Gambar 1 Struktur molekul karagenan (a) kappa karagenan, (b) iota karagenan
dan (c) lambda karagenan (Hall 2009).

2.2 Sifat Dasar Karagenan


Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota dan
lambda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan
adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH.
2.2.1 Kelarutan
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut
lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik sedangkan
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut
pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan
mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih
hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-
galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik
karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Imeson 2010).
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari
gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis
potasium lebih sukar larut. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada
6

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat


thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk
gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).
2.2.2 Stabilitas pH
Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan
terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat
dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan
berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya
diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat
digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah
terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.
Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang
mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur
dan waktu.
2.2.3 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,
temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika
konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara
logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif
sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul
menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-
molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat
kental.
Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan
muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan
penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat
hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.
Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu
7

sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi


karagenan.
2.2.4 Pembentukan gel
Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau
mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,
tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat
elastis dan kekakuan.
Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada
saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat
thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk
gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).
Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel
akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil
(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix
(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini
akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks
akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang
kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi
dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis
(Fardiaz 1989).
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus
3,6 -anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat
akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota
karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu
seperti K+, Rb+ dan Cs+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan
akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis
ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono 2000).
8

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karagenan,
konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan
hidrokoloid.
2.2.5 Sifat fungsional karagenan
Karagenan berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan
lain-lain (Imeson 2010). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan,
obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.
Penambahan karagenan (0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai
stabilisator yang sangat baik. Penambahan karagenan dapat mencegah
pengendapan coklat pada susu coklat dan pemisahan es krim serta meningkatkan
kekentalan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996).
Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat, melindungi koloid, penghambat
sineresis dan flocculating agent. Karagenan termasuk senyawa hidrokoloid yang
banyak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu
cairan produk pangan (Distantina et al. 2009).

2.3 Nangka
Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh
dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus
buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Dalam bahasa
Inggris, nangka dikenal sebagai Jackfruit. Menurut Iswanto (2008), nangka
dengan nama latin Artocarpus heterophyllus memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus
9

Gambar 2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) (Anonim 2011).

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m,


batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun
yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar
4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Buah berwarna
kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda.
Daging buah nangka yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda
bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang
keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat
lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, tertutup oleh kulit biji yang
tipis coklat seperti kulit, endokrap yang liat keras keputihan, dan eksokrap yang
lunak.
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian
tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daging buah nangka yang tebal seringkali
diekstrak, dibersihkan, dan dijual dalam keadaan ekstrak segar. Beberapa produk
olahan daging buah nangka yang umum dijumpai adalah: jus, wajik, pasta, dodol,
keripik, sirop, dan produk awetan dalam kaleng. Saat ini juga telah dikembangkan
penelitian mengenai proses pembuatan bubuk konsentrat nangka yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sari buah, selai, jeli, atau bahan
pemberi flavor pada es krim dan berbagai jenis makanan lainnya. Kandungan gizi
buah nangka dapat dilihat pada Tabel 1.
10

Tabel 1 Komposisi kimia dan zat gizi daging buah nangka per 100 g bahan
Komposisi Satuan Konsentrasi (%)
Air (%bb) % 83,10
Protein (%bk) G 1,60
Lemak (%bk) G 0,02
Karbohidrat (%bk) G 7,30
Serat kasar (%bk) G 5,60
Vitamin A g 18,00
Vitamin B1 Mg 0,06
Vitamnin C Mg 7,90
Kalsium Mg 37,00
Fosfor Mg 26,00
Besi Mg 1,70
Abu G 2,20
Energi Mg 37,00
Sumber : Departement of Agricultural Malaysia 2001

2.4 Susu Kedelai


Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan
yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta
sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan
tekstil (BPPT 2002).

Tabel 2 Komposisi kedelai per 100 garam bahan


Komponen Kadar 100%
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7
Sumber: BBPT 2002

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang
hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan
asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai
mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak,
karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan
isoflavon (Koswara 2006).
11

Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak
mengandung kolesterol. Kandungan asam lemak tak jenuh diantaranya seperti
asam linoleat, asam linolenat dan asam oleat (Winarsih 2010). Susu kedelai
memiliki manfaat lain yaitu untuk mengatasi keluhan menopause pada wanita.
Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Susu
kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan
makanan serealia lainnya (BPPT 2002).

2.5 Sistem Koloid


Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, suatu larutan
didispersikan ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang
didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu micrometer (m). Zat
yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat
diskontinu (terputus-putus) sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Contoh
dari sistem koloid ini adalah sabun, susu, santan, jeli, selai , mentega dan
mayonaise (Purba 2006).

2.6 Produk Emulsi


Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil terdiri atas dua fase cairan yang
tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang
lain dalam bentuk butiran, sistem ini dibuat stabil dengan adanya suatu zat
pengemulsi (Pakki et al. 2008). Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama,
yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari
lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai
continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah
emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam
air.
Emulsifier merupakan bahan pembentuk pasta kental yang dibuat dari bahan
alami (Chan 2010). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan
tegangan permukaan antara kedua fase sehingga mempermudah terbentuknya
12

emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan


viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muctadi 1990).
Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida,
asam lemak dan gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida dan garam
asam lemak. Bahan pengemulsi ini dapat dijumpai pada produk-produk pangan
yang mengandung campuran minyak atau lemak dengan air. Contoh produk
emulsi yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding dan lainnya.

2.7 Es Krim
Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara
membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang
digunakan biasanya adalah kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan
tambahan seperti gula dan madu dengan atau tanpa stabilizer. Dari sistem tersebut
terbentuk sistem emulsi beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan akan
sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan termasuk stabilizer yang
digunakan (Sinurat et al. 2007). Mutu dan jumlah protein di dalam es krim cukup
tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu dan sisanya berasal dari
bahan penstabil.
Marshall dan Arbuckle (2000) mengklasifikasikan beberapa jenis es krim
komersial menjadi nonfat ice cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat
ice cream, soft serve ice cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet,
dan ice. Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut
Mc Sweeney & PF Fox (2009) komposisi es krim paling baik adalah 12 % lemak,
padatan susu tanpa lemak 11 %, gula 15 %, bahan penstabil dan pengemulsi 0.3 %
dan total padatan 38.3 %. Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim adalah
sebagai berikut.
13

Tabel 3 Syarat Mutu Es Krim (SNI 01-3713-1995)


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
1.1 penampakan - Normal
1.2 bau - Normal
1.3 rasa - Normal
2 Lemak % b/b Minimum 5,0
3 Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Minimum 8,0
4 Protein % b/b Minimum 2,7
5 Jumlah padatan % b/b Minimum 3,4
6 Bahan tambahan makanan
4.1 pewarna tambahan -
Negatif
4.2 pemanis buatan -
4.3 pemantap dan pengemulsi -
7 Cemaran logam
7.1 timbal (Pb) Mg/kg Maksimum 1,0
7.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimum 20,0
8 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maksimum 0,5
9 Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maksimum 2,0 x
9.2 MPN Coliform APM/g 105
9.3 Salmonella Koloni/25 g <3
9.4 Listeria SPP Koloni/25 g Negative
Negative
Sumber : BSN 1995

2.8 Melorin
Melorin atau es krim imitasi adalah adalah jenis makanan pencuci mulut
berbentuk beku seperti es krim dan berkadar lemak rendah yang berasal dari
lemak nabati (CFR 2010). Melorin biasanya menjadi pilihan camilan dingin dan
manis. Hal ini disebabkan karena melorin hampir menyerupai es krim, yang
membedakan hanya komposisinya. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 %
lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es
krim (Hubeis et al. 1996).
Melorin mengandung kadar lemak yang rendah. Lemak yang terkandung
hanya berasal dari sari buah dan sari kedelai. Lemak nabati yang digunakan dalam
melorin dapat berasal dari minyak kelapa, sari kedelai, minyak biji kapas, minyak
jagung atau tanaman lainnya (Yunita 1995).
14

2.9 Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan
pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas
daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi W 2008).
2.9.1 Stabilizer dan Emulsifier
Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan
produk, mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman
produk, memberikan ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki
sifat produk. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai
membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan
menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim
(Chan 2010).
Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk
mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan
menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung
yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut
akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema 2008).
Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar,
natrium alginat, pektin, karagenan dan karboksi metal selulosa (CMC).
2.9.2 Essence
Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut
menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Essence digolongkan
sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah,
mempertegas aroma dan rasa. Terdapat dua jenis essence yaitu essence alami dan
buatan. Essence alami diekstrak dari senyawa aroma yang terdapat pada bahan
pangan (ester volatil), sedangkan essence buatan berasal dari sintesis senyawa
yang menimbulkan aroma. Penambahan essence buatan bertujuan untuk
mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu
pemasakan lebih lama (Jufebryanti 2007).
3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011, bertempat
di Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Laboratorium
Organoleptik, Laboraturium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Pangan dan Gizi serta Laboratorium
Pusat Antar Universitas, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian penambahan karagenan dalam
proses pembuatan melorin antara lain: susu kedelai, air, gula, buah nangka,
essence nangka dan karagenan (0,00%; 0,02%; 0,04%; 0,06%; 0,08% dan 0,10%),
aquades, H2S04 pekat, NaOH 60%, N2S2O3 5%, HCl 0,02 N, dan H2BO3 4%. Alat
yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah baskom, pisau,
talenan, gelas ukur, toples, panci, timbangan digital, blender, soft ice cream
maker, refrigerator, freezer, kertas saring, aluminium foil, viscometer brookfield,
refraktometer, gelas piala, oven, desikator, labu Kjedahl, pipet dan pH meter.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan
tahap penelitian utama.
3.3.1 Tahapan penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari formula terbaik yang diberi
perlakuan dengan formulasi nangka dan susu kedelai dengan penentuan perbedaan
konsentrasi susu kedelai dan nangka. Formula terbaik ini didapatkan dari uji
oragnoleptik dengan 30 panelis semi terlatih dan akan diambil 1 formula melorin
terbaik.
16

3.3.2 Tahapan penelitian utama


Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat konsentrasi
bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Pengaruh terhadap mutu
melorin ditentukan dari tingkat penerimaan panelis berdasarkan uji organoleptik
serta analisis laboratorium terhadap beberapa sifat fisik dan kimia produk melorin.
Bahan penstabil yang digunakan adalah karagenan. Jenis bahan penstabil
tersebut dipilih karena karakteristik yang dimilikinya. Karagenan berperan penting
dalam mengontrol pembentukan kristal-kristal es dalam produk makanan beku,
mudah dilarutkan dan mempunyai daya ikat air yang tinggi. Tingkat konsentrasi
penstabil yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 4 Formula melorin dengan penambahan karagenan


Konsentrasi Bahan Penstabil
Melorin control 0,00%
0,02%
Melorin penambahan 0,04%
karagenan 0,06%
0,08%
0,10%

Uji organoleptik digunakan untuk menentukan sampel melorin yang paling


disukai. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik (uji kesukaan) dengan sembilan
skala numerik menggunakan 30 orang panelis semi terlatih (Lampiran 1). Data
yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Package for
Social Science (SPSS) dan Tukey Test sebagai uji lanjut untuk menentukan sampel
produk yang berbeda nyata. Untuk mengetahui parameter mutu organoleptik yang
paling penting bagi produk melorin, diterapkan uji pembobotan (Bayes).
Setiap sampel juga dianalisis secara fisik dan kimiawi antara lain derajat
pengembangan, waktu leleh, total padatan terlarut (TPT), stabilitas emulsi, nilai
pH dan viskositas. Sebagai pelengkap, sampel produk terpilih dengan nilai
parameter mutu yang telah diketahui dianalisis kandungan gizinya dengan analisis
kimia yang mencakup analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, dan kadar serat pangan.
Penelitian utama terdiri atas proses pembuatan melorin dengan penambahan
bahan penstabil yaitu karagenan dengan 1 formulasi yang terbaik (hasil dari uji
17

organoleptik). Proses pembuatan melorin yang akan ditambahkan karagenan


sebagai bahan penstabil dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Alur proses
pembuatan melorin adalah sebagai berikut :
1) Buah nangka dipilih yang matang, masih segar, tidak rusak/cacat dan
tidak busuk. Buah yang telah dipilih dicuci dengan air bersih yang
mengalir kemudian ditiriskan.
2) Buah nangka yang telah dicuci, dibelah dan dipotong ukuran sedang.
3) Potongan-potongan buah nangka dihancurkan dengan menggunakan
blender dengan penambahan sedikit air (buah:air = 2:1).
4) Sementara menunggu pemblenderan buah nangka, karagenan dengan
masing-masing perlakuan dipanaskan dengan 50 ml air sampai
mendidih.
5) Kemudian air (sesuai perbandingan yang telah ditetapkan) dipanaskan
dan gula dicampur bersama hingga larut. Setelah itu, dimasukkan susu
kedelai dan bahan penstabil (karagenan) dicampurkan bersama buah
sambil terus diaduk-aduk selama 10 menit.
6) Bahan yang telah disatukan tersebut, kemudian didinginkan pada suhu
4 oC selama 24 jam.
7) Setelah itu, bahan-bahan yang telah disatukan dan didinginkan (nangka,
susu kedelai,bahan penstabil dan gula) diaduk dan dihomogenkan di
dalam ice cream maker selama 15 menit.
8) Melorin yang telah dihomogenkan, kemudian dikemas dalam cup.
9) Selanjutnya, melorin, dibekukan di dalam freezer dengan suhu -20 oC
selama 24 jam.
Diagram alir proses pembuatan melorin dapat dilihat pada Gambar 3.
18

Air, Susu kedelai, Gula, Buah nangka


Pelembut (vx), Esens

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah

Pencampuran

12,5% nangka 15% nangka 12,5% nangka 15% nangka


10% susu kedelai 10% susu kedelai 12,5% susu kedelai 12,5% susu kedelai

Pemasakan 90-95 C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan Soft Ice Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC

Melorin

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendahuluan formulasi melorin


19

Air, Susu kedelai, Gula, Buah nangka


Pelembut (vx), Esens

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah

Pencampuran
15% nangka; 12,5% susu
kedelai

Penambahan Bahan Penstabil (Karagenan)

0% 0,02% 0,04% 0,06% 0,08% 0,1%

Pemasakan 90-95 C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan Soft Ice Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC

Melorin

Gambar 4 Diagram alir penelitian utama penambahan bahan penstabil pada


......................melorin terpilih
20

3.4 Prosedur Analisis


3.4.1 Uji sensori (Rahayu 2001)
Uji sensori dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji
sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan
adalah skala numerik dengan 9 skala. Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS). Pengujian
organoleptik ini dilakukan untuk mencari perbandingan terbaik antara nangka,
susu kedelai dan gula untuk ditambahkan pada melorin.
3.4.2. Analisis fisika
Analisis fisika yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis padatan
total terlarut, viskositas, pengukuran overrun, pengukuran waktu leleh dan
stabilitas emulsi.

(1). Total padatan terlarut (Faridah et al. 2008)


Total padatan terlarut dari melorin diukur dengan menggunakan alat
Refraktometer ABBE. Sampel yang akan diukur diteteskan pada prisma
refraktometer. Nilai yang terbaca pada skala batas gelap dan terang menunjukkan
besarnya total padatan terlarut pada produk tersebut dalam satuan % Brix.

(2). Viskositas (Andrawulan dan Palupi 1991)


Viskositas diukur dengan menggunakan alat Brookfield Viscometer. Sampel
sebanyak 100 ml ditempatkan ke dalam gelas piala 100 ml. Dengan menggunakan
spindle 2 dan speed 30 rpm, dilakukan pengukuran viskositas sampel. Pengukuran
selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor
berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh viskositas sampel. Pembacaan
nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukan
kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

(3). Pengukuran Overrun (Marshall dan Arbuckle 2000)


Pengembangan volume melorindinyatakan sebagai nilai overrun dan
dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan pada
massa yang sama atau perbedaan massa es krim dan massa adonan pada volume
yang sama. Nilai overrun dihitung dengan rumus :
21

( )
Overrun = %
( )

Keterangan :
Wadonan = berat adonan melorin sebelum dibekukan
Wes krim = berat melorin setelah dibekukan

(4). Pengukuran waktu leleh (Roland et al. 1999)


Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap melorin yang telah dikeraskan
selama 24 jam. Waktu leleh diukur dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 7,5 g
melorin ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh gelas, lalu dibiarkan
mencair seluruhnya pada suhu (25 1) oC. Pengamatan dilakukan pada suhu dan
kelembaban yang sama.

(5). Stabilitas emulsi (AOAC 2005)


Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu
o
45 C selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah
0 oC selama 1 jam. Sampel dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 45 oC
selama 1 jam dan dibiarkan bobotnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap
kemungkinan terjadinya pemisahan emulsi. Jika terjadi pemisahan, emulsi
dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase
fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:


Stabilitas emulsi (%) = x 100%

Keterangan:
Berat fase yang tersisa = (berat emulsi pengovenan kedua + cawan) - berat cawan
Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) - berat cawan

3.4.3. Analisis kimia


Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar
abu, kadar air, protein, lemak, karbohidrat by difference, kadar serat pangan, dan
pH.
22

1). Analisis kadar abu (AOAC 2005)


Sampel basah sebanyak 4 g ditempatkan dalam wadah porselin kemudian
dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105 oC selama 8 jam. Kemudian sampel
yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap dengan
waktu selama 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC selama
3 jam lalu ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai
berikut :
()
Kadar abu = () %

2). Analisis kadar air (AOAC 2005)


Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 g
ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven
selama 3-4 jam pada suhu 105-110 oC. Cawan kemudian didinginkan dalam
desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah)
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = %

Keterangan :
A = Berat sampel mula-mula (g)
B = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

3). Analisis kadar protein (AOAC 2005)


Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel
sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan
K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl.
Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan
dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali
dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah
kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung
reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung
kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes
indikator (campuran metil merah 0,2 % dalam alkohol dan metilen blue 0,2 %
23

dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi
dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan
H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan
HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

% Nitrogen
mlHCl blankoxNHClx14.007 x100%
mgsampel

% = %

4). Analisis kadar lemak (AOAC 2005)


Sampel diekstrak dengan pelarut heksana. Kemudian pelarut yang
digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari sampel. Lemak tersebut
kemudian ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak
dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet.
Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan
diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama
minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di
dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5 jam.
Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan
ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

Beratlemak ( g )
% Lemak = x100%
Beratsampel ( g )
24

5). Analisis kadar karbohidrat by fifference (AOAC 2005)


Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu
dengan rumus sebagai berikut :
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)

6). Kadar serat pangan


Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penetuan
kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF).
Persiapan sampel
a) Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan proteleum benzene
pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel
melebihi 6-8%. Penghilangan lemak dari sampel bertujuan untuk
memaksimumkan degradasi pati.
b) Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat
menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk
menstabilkan enzim termamyl.
c) Sebanyak 100 L termamlyn dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama
15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl
dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan
menggelatinisasi terlebih dahulu.
d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 200 ml air
destilata dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan
menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin.
Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan
agar aktivitas enzim pepsin maksimum.
e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi
selama 60 menit.
f) Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pH diatur menjadi
6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk
memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.
25

g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu


ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil
diagitasi.
h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5
i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang
beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta
tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata
dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk
penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan
untuk menentukan serat pangan larut.
Penentuan serat pangan tidak larut (IDF)
a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton
kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap
(sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator
(D1).
b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 500 oC selama paling
sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang
setelah dingin (II).
Penentuan serat pangan larut (SDF)
a) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml
b) Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan
diendapankan selama 1 jam.
c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang
mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml
etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan aseton 2 x 10 ml.
d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam
(sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (D2).
e) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5
jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin
(I2).
26

Penentuan serat pangan total (TDF)


Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan
tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan
diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai
blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutam bila
menggunakan enzim dari kemasan baru.
Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF

Nilai IDF (%) = %


Nilai IDF (%) = %

Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%)

Keterangan :
W= Berat sampel (g)
B= Berat blanko bebas serat (g)
D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g)
I= Berat setelah diabukan (g)

7). Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)


Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Melorin diukur
sebanyak 10 ml kemudian dihomogenasi dengan 90 ml air destilat. Kemudian pH
homogenasi diukur dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah
dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.

3.4.4 Pengujian Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.03-2006)


Prinsip kerja dari uji mikrobiologi ini adalah perhitungan jumlah koloni
bakteri yang ada dalam melorindengan pengenceran sesuai keperluan dan
dilakukan secara duplo.Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan
mencampurkan 10 ml sampel dalam 90 ml larutan garam fisiologis sampai
homogen.
Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan sampel dengan
menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan
diaduk hingga homogen sehingga terbentuk seri pengenceran 10 -1. Pengenceran
yang dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10 -3. Pemipetan
27

dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam


cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.
Media agar PCA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan
supaya merata (metode cawan tuang), lalu didiamkan hingga media agar PCA
dingin dan padat.Cawan petri yang berisi agar PCA kemudian dimasukkan ke
dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 35oC dan diinkubasi selama
2 x 24 jam. Masa inkubasi berakhir, kemudian dihitung jumlah koloni bakteri
yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan
petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250.

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan model sebagai berikut :

ij = + i + ij
Dimana :
ij = respon yang diamati
= efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya
i = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
ij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji pada pembuatan melorin dengan penambahan


konsentrasi karagenan adalah sebagai berikut :
H0 = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda tidak berpengaruh nyata
terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.
Hi = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda berpengaruh nyata
terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.
Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam.
Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. Analisis
non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal
Wallis, yaitu :
a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh
perlakuan dalam satu parameter.
b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan
formula:
28

12
= 3( + 1)
( + 1)

T
Pembagi = 1 , dimana T = t 1 t(t + 1)
n 1 n(n + 1)

Keterangan:
n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan
Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H = H terkoreksi
29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan


Penelitian pendahuluan meliputi formulasi melorin terbaik yang akan
digunakan pada penelitian utama. Formulasi melorin dilakukan dengan pengujian
berbagai perbandingan komposisi nangka dan susu kedelai. Karakterisasi
karagenan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui standar mutu karagenan
yang digunakan.

4.1.1 Karakterisasi karagenan


Karagenan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari CV Dinar.
Karagenan tersebut dianalisis terlebih untuk mengetahui mutu karagenan yang
akan dipakai dalam penelitian utama. Hasil analisis karakterisasi karagenan
meliputi kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis karakteristik karagenan
Parameter Hasil uji Standar*
Kadar Air 14,75 0,12 Max. 12
Kadar Abu 14,00 0,67 15-40
Viskositas 350,00 0,00 Min. 5 cPs
Gel strength 385,63 13,87 -
Keterangan: * = FAO 2007

Tabel 5 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan mutu karagenan telah


memenuhi standar mutu karagenan komersil, terutama untuk parameter kekuatan
gel dan viskositas. Karagenan yang digunakan merupakan hasil ekstraksi
campuran antara rumput laut jenis Euchema cottonii dan Euchema spinosum.
Viskositas karagenan hasil penelitian dari kombinasi kappa dan iota
karagenan berada di atas standar viskositas yang ditetapkan oleh FAO dan EU,
yaitu minimal 5 cPs. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan
sulfat yang ada pada karagenan. Kandungan sulfat dapat menyebabkan larutan
menjadi kental. Adanya sulfat akan menyebabkan terjadinya gaya tolak menolak
antar kelompok ester yang bermuatan sama dengan molekul air yang terikat dalam
karagenan. Viskositas larutan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai
30

polielektrolit. Gaya tolakan antar muatan negatif sepanjang rantai polimer, yaitu
gugus sulfat, akan mengakibatkan rantai molekul menegang (Warkoyo 2007).
Hasil analisis kekuatan gel karagenan adalah 385,63 (g/cm2). Konsistensi
gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jenis dan tipe karagenan,
kosentrasi dan adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan
hidrokoloid. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karagenan yaitu letak gugus
sulfat pada struktur molekulnya. Kadar gugus sulfat tersebut dapat mempengaruhi
kekuatan gel dari karagenan karena tingginya kadar sulfat dapat menyebabkan
terputusnya ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya menurun.
Ester sulfat terkandung dalam karagenan berkisar 25% untuk kappa karagenan,
serta 32% untuk iota karagenan, sedangkan lambda karagenan mengandung 35%
ester sulfat (Imeson 2010).
Kadar abu karagenan hasil analisis adalah sebesar 14,00%. Kadar abu yang
didapat lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh FAO (2007) yang berkisar
antara 15-40%. Menurut Winarno (1996), tingginya kadar abu karagenan
dipengaruhi oleh adanya garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut
seperti natrium, kalsium dan kalium.
Nilai kadar air karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar
14.75%. Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya simpan
produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid yang diinginkan rata-rata di bawah
20% untuk standar pasaran internasional (Angka dan Suhartono 2000).

4.1.2 Karakteristik sensori


Penelitian pendahuluan meliputi karakteristik sensori produk melorin.
Karakteristik sensori dilakukan untuk menentukan formula terbaik (yang
mempunyai daya terima tertinggi) dari produk melorin yang meliputi warna,
aroma, tekstur, rasa dan mouthfeel. Penilaian sensori menjadi parameter utama
dalam menentukan formula terbaik untuk penelitian utama.
(1) Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima
konsumen. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari
faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2008).
Warna melorin yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini berkisar antara
31

kuning pucat sampai kuning. Hasil pengujian sensori parameter warna melorin
menunjukkan nilai antara 5,80-6,83. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin
dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 12,5% (perlakuan C),
sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu
kedelai dan nangka masing-masing 10% dan 15% (perlakuan B). Nilai rataan
parameter warna melorin dapat dilihat pada Gambar 5.

7 6,83 b
6.8 6,60 a,b
nilai rataan warna

6.6
6.4 6,23 a,b
6.2
6 5,80 a
5.8
5.6
5.4
5.2
A B C D
Perlakuan

Gambar 5 Nilai rataan parameter warna melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
A :12,5 % nangka; 10 % susu kedelai
B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai
C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai
D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara


susu kedelai dan nangka pada melorin memberikan pengaruh nyata (p<0,05)
terhadap warna melorin yang dihasilkan (Lampiran 2). Hasil uji lanjut multiple
comparisons (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi susu
kedelai dan buah nangka pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C.
Namun perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.
Warna kuning pada melorin dihasilkan dari buah nangka yang digunakan.
Warna kuning disebabkan oleh salah satu faktor seperti tingkat kematangan.
Nangka akan berwarna kuning keemasan ketika matang. Pigmen warna kuning ini
dsebabkan pigmen yang tergabung dalam kelompok xanthofil. Xanthofil terdiri
dari beberapa macam dan yang paling umum adalah zeaxanthin. Zeaxanthin
adalah bagian utama karatenoid yang merupakan kelompok pigmen berwarna
32

kuning, orange, merah orange (Astawan & Andreas 2008). Semakin tinggi
konsentrasi buah nangka yang ditambahkan maka warna es krim yang dihasilkan
menjadi lebih kuning sehingga meningkatkan kesukaan panelis.
(2) Aroma
Aroma merupakan salah satu daya tarik bagi panelis dalam menentukan
nilai kesukaan terhadap suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat
bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap). Oleh karena itu penilaian sensori
tingkat kesukaan aroma perlu dilakukan dalam penelitian ini. Nilai rataan
parameter aroma melorin dapat dilihat pada Gambar 6.

8.00 7,00 c
7.00 b
6,60 b,c
6,10
Nilai rataan aroma

6.00
4,83 a
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A B C D
Perlakuan

Gambar 6 Nilai rataan parameter aroma melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai
B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai
C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai
D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan


berkisar antara 4,83-7,00. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan
konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 12,5%
(perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 12,5% dan
susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan
perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka mempengaruhi aroma pada
melorin. Gambar 5 menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi susu kedelai dan
nangka memberikan pengaruh nyata terhadap aroma melorin yang dihasilkan.
33

Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 4) yang dilakukan


menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan C dan
perlakuan D, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B.
Aroma es krim lebih banyak dipengaruhi oleh sumber lemak yang
digunakan. Lemak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lemak nabati,
yaitu susu kedelai. Susu kedelai memiliki asam lemak yang menyebabkan bau
langu. Asam lemak pada kedelai mempunyai sifat tidak larut air panas dan air
dingin serta sedikit menguap. Asam lemak tak jenuh pada kedelai yang tinggi
berpengaruh terhadap bau langu karena enzim lipoksidase. Enzim lipoksidase
akan menghidrolisis atau menguraikan lemak kedelai menjadi senyawa penyebab
bau langu yang tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Senyawa
tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat menyebabkan bau langu
(Winarsih 2010). Penambahan buah nangka dalam melorin selain sebagai
penambah energi, juga untuk menutupi bau langu dari susu kedelai. Semakin
tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan, maka aroma langu dari susu
kedelai dapat tertutupi, sehingga tingkat kesukaan panelis meningkat.
(3) Tekstur
Tekstur es krim dibentuk oleh rongga-rongga udara yang terdispersi di
dalam kristal-kristal es (sistem koloid berupa buih padatan) sehingga es krim
mempunyai konsistensi dan rasa yang unik. Tekstur es krim yang ideal adalah
halus dan partikel padatan terlalu kecil untuk dirasakan mulut.
Hasil pengujian sensori terhadap parameter tekstur menunjukkan nilai rataan
berkisar antara 5,93-6,43. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan
konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 10% (6,43). Nilai
rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 10 %
(perlakuan B) (5,93). Hasil pengujian Kruskall wallis yang dilakukan
menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka tidak
mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur melorin. Nilai rataan parameter
tekstur dapat dilihat pada Gambar 7.
34

7 6,37a 6,43a
6,03a 5,93a
6

Nilai rataan tekstur


5
4
3
2
1
A B C D
Perlakuan

Gambar 7 Nilai rataan parameter tekstur melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai
B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai
C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai
D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Salah satu bahan yang mempengaruhi mutu es krim adalah lemak. Lemak
sangat berperan dalam kelezatan tekstur es krim. Penggunaan susu kedelai sebagai
substitusi penggunaan lemak susu menyebabkan melorin memiliki tekstur tidak
menyerupai es krim. Hal ini disebabkan melorin dalam penelitian ini tidak
menggunakan lemak hewani sebagai sumber lemak. Melorin merupakan produk
dengan sifat-sifat menyerupai es krim, namun menggunakan sumber lemak selain
lemak susu dengan kadar minimal 6% (Hubeis et al. 1996). Lemak susu
merupakan bahan baku utama untuk membuat es krim. Marshall et al. (2003),
menyatakan bahwa lemak susu berperan dalam pembentukan tekstur es krim yang
lembut, sebagai sumber citarasa dan kalori, meningkatkan nilai gizi dan mencegah
pembentukan kristal es yang besar selama pembekuan es krim.
(4) Rasa
Rasa adalah turunan dari sebagian komponen yang terkait dalam air liur
selama makanan dicerna secara mekanis di mulut. Rasa merupakan sensasi yang
terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu
produk makanan yang ditangkap oleh indra pengecap. Suatu produk dapat
diterima oleh konsumen apabila memiliki rasa yang sesuai dengan yang
diinginkan. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa
35

kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain


(Winarno 2008).
Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara
5,00-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka
15% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh
melorin dengan konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C).
Hasil pengujian Kruskall wallis pada perbedaan konsentrasi susu kedelai dan
nangka memberikan pengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Nilai
rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 8.

8
6,73 c
7 5,97 b
Nilai rataan rasa

6 5,40 a,b
5,00 a
5
4
3
2
1
0
A B C D
Perlakuan

Gambar 8 Nilai rataan parameter rasa melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai
B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai
C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai
D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 5) menunjukkan bahwa


perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan C; perlakuan B dan perlakuan A.
Hal ini disebabkan rasa melorin tersebut sangat dipengaruhi oleh nangka dan susu
kedelai yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang tepat antara susu kedelai
dan nangka akan menghasilkan rasa melorin yang disukai oleh panelis. Daging
buah nangka memiliki cairan nektar yang manis. Menurut Sinurat (2007), panelis
lebih menyukai aroma dan rasa yang intesitasnya kuat daripada yang lemah.
36

(5) Mouthfeel
Mouthfeel merupakan salah satu parameter penting yang terdapat dalam es
krim. Parameter ini menjadi pertimbangan oleh konsumen menilai suatu produk.
Nilai rataan parameter mouthfeel dapat dilihat pada Gambar 9.

8
6,47a 6,73a
Nilai rataan mouthfeel
7 6,37a 6,43a
6
5
4
3
2
1
A B C D

Gambar 9 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai
B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai
C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai
D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori pada parameter mouthfeel berkisar antara 6,36-6,73.


Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 15% dan
susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi
nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall
Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan perlakuan konsentrasi nangka
dan susu kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
mouthfeel yang dihasilkan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Mouthfeel dan rasa
adalah contoh salah satu parameter yang penting dirasakan oleh panelis terlatih.
Zat yang mudah menguap disebabkan oleh reaksi transfer proton yang terkumpul
pada spektrometri untuk menentukan efek hidrokoloid pada bagian komponen
rasa (Escamilla et al. 2007). Ketika pelelehan terjadi di dalam mulut, partikel-
partikel es yang berukuran lebih besar tertinggal sebentar di dalam mulut dan
menciptakan sensasi dingin (Aime et al. 2001).
37

4.2 Penelitian Utama


Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi terbaik
bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Bahan penstabil yang
digunakan adalah karagenan. Karagenan yang digunakan sebelumnya telah
dianalisis. Tahap ini meliputi uji sensori, uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi
terhadap melorin.

4.2.1 Uji sensori


(1) Warna
Warna produk es krim harus menarik dan menyenangkan konsumen,
seragam, serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan. Nilai rataan parameter
warna melorin dapat dilihat pada Gambar 10.

7.00 6,50a 6,37a 6,20a 6,13a 6,10a 6,10a


6.00
Nilai rataan warna

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 10 Nilai rataan parameter warna.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02%
STK : karagenan 0,04%
SSU : karagenan 0,06%
NNT : karagenan 0,08%
CDR : karagenan 0,1%

Hasil pengujian sensori parameter warna melorin menunjukkan nilai rataan


antara 6,10-6,50. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi
karagenan 0,08% dan 0,1%, sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin
dengan konsentrasi karagenan 0% (kontrol). Hasil uji Kruskal wallis (Lampiran 6)
38

yang dilakukan dalam penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan


pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna yang dihasilkan.
Panelis tidak dapat membedakan warna antara perlakuan, karena tidak
digunakan pewarna khusus. Panelis umumnya menilai bahwa produk melorin
berwarna kuning, dimana warna ini didominasi oleh perpaduan nangka dan susu
kedelai. Hidrokoloid yang ditambahkan tidak mengandung bahan-bahan volatil
yang dapat menimbulkan aroma dan warna pada bahan pangan, akan tetapi
hidrokoloid dapat memberikan efek sinergis pada penambahan citarasa ke dalam
emulsi (Phillips & Williams 2000).
(2) Aroma
Aroma atau bau dapat dikenali bila berbentuk uap, umumnya bau yang
diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau
campuran empat bahan utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus
(Winarno 2008). Nilai rataan parameter aroma melorin dapat dilihat pada
Gambar 11.

7 6,67 a 6,67a 6,60a 6,57a 6,50a 6,47a

6
Nilai rataan aroma

1
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 11 Nilai rataan parameter aroma.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02%
STK : karagenan 0,04%
SSU : karagenan 0,06%
NNT : karagenan 0,08%
CDR : karagenan 0,1%
39

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan


berkisar antara 6,47-6,67. Nilai rataan aroma tertinggi dimiliki oleh melorin
dengan konsentrasi karagenan 0% (GSR) dan 0,02% (IPG). Nilai rataan aroma
terendah dimiliki oleh konsentrasi karagenan 0,1% (CDR). Hasil pengujian
Kruskall wallis (Lampiran 6) yang dilakukan penambahan konsentrasi karagenan
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma melorin.
Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai rataan tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
penambahan bahan penstabil, yang memerangkap sebagian komponen aroma di
dalam adonan, terutama bila adonan tersebut mempunyai kekentalan yang lebih
tinggi. Namun secara umum aroma yang dihasilkan berasal dari penambahan buah
nangka dan essens, sehingga penggunaan karagenan terhadap aroma tidak tampak.
(3) Rasa
Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia,
suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Rasa
dari suatu makanan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa bahan yang
digunakan dalam makanan tersebut.
Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara
6,27-6,67. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi
karagenan 0,02% (IPG). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan
konsentrasi karagenan 0,06% (SSU).
Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan penambahan karagenan tidak
berpengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Penambahan karagenan
terhadap rasa tampaknya kurang dikenali oleh panelis. Konsentrasi karagenan
yang ditambahkan termasuk rendah sehingga tidak berhasil dikenali oleh panelis.
Nilai rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 12.
40

7.00 6,60a 6,67a 6.57a 6,53a


6,40a 6,27a
6.00

Nilai rataan rasa 5.00

4.00

3.00

2.00

1.00
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 12 Nilai rataan parameter rasa.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02%
STK : karagenan 0,04%
SSU : karagenan 0,06%
NNT : karagenan 0,08%
CDR : karagenan 0,1%

Rasa yang dihasilkan ditimbulkan oleh gula, nangka dan susu kedelai. Rasa
es krim juga dipengaruhi oleh essens yang ditambahkan. Penambahan essens
bertujuan mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan
waktu pemasakan lebih lama (Jufrebriyanti 2007). Selain itu, rasa es krim
dipengaruhi pula oleh suhu produk saat disantap (Marshall dan Arbuckle 2000).
Es krim akan terasa lebih manis dengan meningkatnya suhu produk saat disantap.
(4) Tekstur
Tekstur suatu produk es krim dibentuk oleh kristal-kristal es yang
terdispersi didalam gelembung-gelembung udara sehingga es krim mempunyai
konsistensi dan rasa yang unik. Nilai rataan tingkat kesukaan panes terhadap
tekstur dapat dilihat pada Gambar 13.
41

7.00 6,47b
5,97a,b 6,10a,b 5,93a,b
5,90a,b
6.00
5,30a

Nilai rataan tekstur 5.00

4.00

3.00

2.00

1.00
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 13 Nilai rataan parameter tekstur.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


Yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02%
STK : karagenan 0,04%
SSU : karagenan 0,06%
NNT : karagenan 0,08%
CDR : karagenan 0,1%

Nilai rataan penilaian sensori terhadap parameter tekstur berkisar 5,30-6,47.


Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan kosentrasi karagenan 0,04%
dan nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0%
(kontrol). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 7) menunjukkan bahwa
penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin
dengan konsentrasi karagenan 0,04% (STK) namun tidak berbeda nyata terhadap
melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,06% (SSU); 0,08% (NNT)
dan konsentrasi 0,1% (CDR).
Tekstur produk es krim ditentukan oleh padatan dalam adonan, konsentrasi
gula dan kekentalan. Gula akan menghalangi pembekuan produk, karena molekul
gula akan menarik molekul air sehingga mengganggu pembentukan kristal-kristal
es. Gula dapat membantu mencegah pembentukan kristal es yang besar, sehingga
tekstur yang dihasilkan lebih lembut (Clarke 2004).
Faktor lain yang mempengaruhi tekstur es krim adalah penambahan bahan
penstabil dan pengemulsi (Aime et al. 2001). Penambahan bahan penstabil ke
42

dalam adonan es krim akan mencegah pembentukan kristal es yang besar,


memberikan ketahanan agar tidak cepat meleleh atau mencair dan memperbaiki
tekstur produk (Soukoulis et al. 2008). Tekstur es krim dipengaruhi oleh
viskositas. Semakin tinggi viskositas maka semakin rendah nilai overrun
sehingga, mengakibatkan tekstur melorin menjadi keras dan menurunkan
palatabilitas panelis.
(5) Mouthfeel
Mouthfeel adalah sensasi yang ditimbulkan ketika es krim masuk ke dalam
mulut. Apakah waktu meleleh dimulut cepat dan partikel es terasa lembut. Nilai
rataan mouthfeel berkisar antara 5,47-7,10. Rataan nilai tertinggi dimiliki oleh
melorin dengan konsentrasi karagenan 0%, sedangkan rataan terendah dimiliki
oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1%.
Hasil pengujian Kruskall Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan
perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan
hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 8) menunjukkan bahwa
penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin
dengan konsentrasi karagenan 0,06% (SSU); konsentrasi karagenan 0,08% (NNT)
dan konsentrasi 0,1% (CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
karagenan 0,02% (IPG) dan 0,04% (STK).
Penambahan karagenan berfungsi mengikat molekul air di dalam es krim
sehingga partikel es menjadi lebih kecil dan tidak terlalu terdeteksi oleh lidah saat
es krim dimakan. Hal ini menunjukkan semakin tingggi konsentrasi karagenan
yang ditambahkan, maka nilai parameter mouthfeel juga cenderung semakin
meningkat. Nilai rataan mouthfeel dapat dilihat pada Gambar 14.
43

8
7,10c
6,83b,c
7 6,40b,c
6,07a,b 6,17a,b

Nilai rataan mouthfeel


6 5,47a

1
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 14 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda(a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02%
STK : karagenan 0,04%
SSU : karagenan 0,06%
NNT : karagenan 0,08%
CDR ; karagenan 0,1%

Faktor-faktor yang mempengaruhi mouthfeel es krim antara lain jenis dan


jumlah bahan pengemulsi dan penstabil yang digunakan, proses pengadukan, serta
suhu dan waktu pembekuan (Marshall dan Arbuckle 2000). Konsentrasi
karagenan yang tinggi menyebabkan adonan es krim lebih kental dan lebih tahan
terhadap pelelehan sehingga ketika didalam mulut es krim tidak langsung cepat
meleleh. Walaupun menghasilkan perubahan tekstur dan mouthfeel yang
diinginkan penambahan hidrokoloid akan menyebabkan berkurangnya rasa dalam
es krim (Escamilla FJ et al. 2007).

4.2.2 Uji Fisik


1. Total padatan terlarut
Total padatan terlarut (TPT) merupakan bahan-bahan terlarut dalam air
yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 m.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Total padatan terlarut umumnya
44

dinyatakan dalam satuan persen gula sukrosa. Nilai rataan TPT dapat dilihat pada
Gambar 15.

20
17,85e
18 16,20d 15,85c 16,00c
15,25b
Nilai rataan TPT % Brix
16 14,80a
14
12
10
8
6
4
2
0
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 15 Nilai rataan TPT melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


Yang berbeda (a,b,c,d,e) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Berdasarkan Gambar 15, nilai rataan total padatan terlarut berkisar antara
14,8 %-17,85 %. Nilai rataan total padatan terlarut tertinggi dimiliki oleh melorin
dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG). Nilai rataan terendah dimiliki oleh
melorin dengan konsentrasi karagenan 0% (GSR).
Hasil pengujian Anova (Lampiran 9) menunjukkan perbedaan konsentrasi
karagenan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter TPT.
Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 10) yang dilakukan menunjukkan
bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% berbeda nyata terhadap melorin
dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,04% (STK); 0,06% (SSU); 0,08%
(NNT) dan konsentrasi 0,1% (CDR). Penambahan konsentrasi karagenan 0,08%
(NNT) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% (CDR). Penambahan
konsentrasi karagenan akan meningkatkan nilai total padatan terlarut. Padatan
45

terlarut yang terkandung dalam suatu produk mempengaruhi sifat fisik dan kimia
produk diantaranya titik beku, titik didih, viskositas dan kelarutan.
2. Viskositas
Viskositas merupakan hambatan suatu fluida untuk mengalir. Viskositas
adalah salah satu sifat penting dan berkaitan dengan daya buih serta proses
pemerangkapan udara. Viskositas adalah karakteristik fisik es krim yang memiliki
pengaruh utama terhadap kualitas sensori secara umum dan terhadap penilaian
tekstur (Aime et al.2001).
Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa Nilai rataan viskositas
tertinggi diperoleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1% (CDR). Nilai
terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi 0,06% (SSU). Nilai rataan
viskositas dapat dilihat pada Gambar 16.

35
30,25c
Nilai rataan viskositas (cPs)

30

25 21,75b
21,25b
20,00a 19,00a 19,25a
20

15

10

0
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 16 Nilai rataan viskositas melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


Yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Hasil pengujian Anova terhadap viskositas menunjukkan perbedaan


konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata pada melorin.
46

Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 11) yang dilakukan menunjukkan
bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% berbeda nyata terhadap melorin
dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,04% (STK): 0,06% (SSU) dan
konsentrasi 0,1% (CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
karagenan 0,08% (NNT).
Viskositas merupakan salah satu sifat penting dari karakteristik es krim,
untuk mendapatkan tekstur yang diinginkan. Nilai viskositas dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu komposisi (keberadaan lemak dan penstabil), jenis dan
kualitas bahan baku, proses serta penanganan adonan (pasteurisasi, homogenisasi,
dan aging), konsentrasi dan suhu. Nilai viskositas dari suatu es krim terutama
dipengaruhi oleh lemak dan alat penstabil (stabilizer) (Innocente et al. 2002).
Salah satu fungsi bahan penstabil adalah meningkatkan viskositas.
Konsentrasi bahan penstabil yang digunakan dalam penelitian ini dalam
konsentrasi rendah, sehingga nilai viskositas yang dihasilkan juga rendah.
Hidrokoloid merupakan zat yang dapat larut dalam air, memiliki molekul yang
tinggi dan polisakarida yang berat,selain itu memiliki variasi fungsi dalam sistem
makanan seperti meningkatkan viskositas, membentuk struktur gel, mengontrol
kritaliasai, menghambat sineresis, memperbaiki tekstur, enkapsulasi dan lain-lain
(Dickinson 2003; Sahin & Ozdemir 2004).
3. Overrun/ Derajat Pengembangan
Overrun atau derajat pengembangan merupakan persentase rasio
pengembangan produk. Nilai rataan overrun berkisar antara 45,07-66,95. Nilai
rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 66,95%,
sedangkan nilai terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi 0%.
Hasil pengujian Anova menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap overrun melorin. Berdasarkan hasil uji
lanjut Tukey (Lampiran 12) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi
karagenan 0% (CDR) berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi
karagenan 0,02% (IPG); konsentrasi karagenan 0,04% (STK) dan konsentrasi
0,06% (SSU). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,08%
(NNT) dan 0,1% (CDR). Nilai rataan overrun dapat dilihat pada Gambar 17.
47

80
64,15b 66,95b
70 63,55b

Nilai rataan overrun


58,31a,b 58,16a,b
60
50 45,07a
40
30
20
10
0
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 17 Nilai rataan overrun melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan


penstabil yang digunakan maka adonan semakin kental dan tegangan permukaan
menjadi lebih tinggi, sehingga produk sukar mengembang. Penggunaan berbagai
jenis konsentrasi bahan penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap nilai overrun .
Menurut Arbuckle dan Marshall (2000) nilai overrun yang baik untuk
produk es krim berkisar antara 28,00%-30,00%. Jika kekentalan adonan
meningkat maka daya pengembangan (overrun) akan menurun
(Sofjan et al. 2004). Nilai overrun pada kebanyakan industri es krim dan makanan
beku pencuci mulut (frozen dessert) lain dipasaran adalah 90-95%, kecuali es
krim khusus yang memiliki overrun lebih rendah (Smith JC & Yiu 2004). Nilai ini
dapat dicapai dengan proses pembekuan yang optimal.
4. Waktu Leleh
Waktu leleh adalah waktu yang dibutuhkan oleh es krim sampai meleleh
sempurna pada suhu ruang. Pengukuran waktu leleh dilakukan pada suhu ruang
(25 C). Kecepatan pelelehan ini sebagai salah satu parameter untuk mengetahui
48

kualitas melorin. Menurut Marshall dan Arbuckle (2000), es krim yang


berkualitas tinggi adalah es krim yang resisten terhadap pelelehan.
Nilai rataan uji waktu leleh melorin dari enam perlakuan yang dihasilkan
berkisar antara 17,5 menit sampai 19,5 menit. Nilai rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan penambahan konsentrasi karagenan 0,1%, sebesar 19,5 menit dan Nilai
rataan terendah terdapat pada es krim penambahan konsentrasi karagenan 0%
(kontrol), sebesar 17,5 menit. Nilai rataan waktu leleh pada es krim dapat dilihat
pada Gambar 18.

25.0
Nilai rataan waktu leleh (menit)

19,5b
20.0 18,0a,b 18,5a,b
17,5a,b 17,5a,b
16,0a
15.0

10.0

5.0

0.0
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 18 Nilai rataan waktu leleh.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Hasil pengujian Anova menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan


memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey
(Lampiran 13) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0%
(GSR) berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1%
(CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG);
0,04% (STK); 0,06% (SSU) dan 0,08% (NNT).
Waktu leleh pada es krim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis
dan jumlah bahan yang digunakan sebagai penstabil. Semakin tinggi konsentrasi
49

penstabil yang digunakan, resistensi pelelehan semakin besar sehingga kecepatan


pelelehan akan semakin lambat.
Bahan penstabil merupakan senyawa-senyawa hidrokoloid yang berperan
meningkatkan kekentalan dari adonan es krim terutama pada keadaan sebelum
pembekuan. Penambahan bahan penstabil dengan presentase yang tinggi akan
membuat adonan menjadi lebih kental, sehingga meningkatkan resistensi
pelelehan (Winarno 1996).
5. pH
Nilai pH es krim dipengaruhi oleh protein susu, garam-garam mineral, dan
CO2 terlarut (Marshall dan Arbuckle 2000). Nilai pH atau keasaman es krim
dinyatakan sebagai asam laktat yang dibentuk dari laktosa susu oleh bakteri asam
laktat. Nilai pH normal es krim adalah 6,30.
Nilai rataan pH melorin berkisar antara 6,63-6,84. Nilai rataan tertinggi
terdapat pada perlakuan penambahan konsentrasi karagenan 0,06% dan 0,08%,
sebesar 6,84 dan nilai rataan terendah terdapat pada es krim penambahan
konsentrasi karagenan 0% (kontrol) sebesar 6,63 menit.
Hasil pengujian Anova menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH. Berdasarkan hasil uji lanjut
multiple comparisons (Lampiran 14) menunjukkan bahwa penambahan
konsentrasi karagenan 0% tidak berbeda nyata terhadap melorin dengan
konsentrasi karagenan 0,02% (IPG) dan konsentrasi karagenan 0,04% (STK),
serta berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,06% (SSU); 0,08% (NNT)
dan 0,1% (CDR). Nilai rataan pH pada es krim dapat dilihat pada Gambar 19.
50

8
6,63a 6,66a 6,73a,b 6,84b 6,84b 6,80b
7

Nilai rataan pH
5

1
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 19 Nilai rataan pH melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


yang berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Keasaman yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena akan menaikkan


kekentalan, mengurangi pengembangan dan menimbulkan citarasa yang tidak
disukai. Keasamaan atau pH es krim juga dipengaruhi oleh jumlah Padatan Susu
Tanpa lemak (PSTL) didalam adonan. Nilai pH normal es krim yang
menggunakan PSTL sebanyak 9 % adalah 6,35 (Marshall et al. 2003). Nilai pH
melorin hasil penelitian tanpa menggunakan PSTL lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai pH es krim yang menggunakan PSTL. Hal ini dikarenakan melorin
dalam penelitian tidak menggunakan PSTL, selain itu diduga karena adanya
penambahan karagenan. Ini disebabkan karena karagenan mempunyai pH yang
bersifat netral (7) dibandingkan susu yang mempunyai pH 6,96 sehingga dapat
meningkatkan nilai pH (Suryaningrum et al. 2002).
51

6. Stabilitas Emulsi
Stabilitas emulsi adalah suatu tingkat ukuran dimana suatu cairan
berkumpul atau bersatu. Nilai rataan stabilitas emulsi dapat dilihat pada
Gambar 20.

100 96.4a
95
Nilai rataan stabililtas emulsi (%)

90 86.65a 87.13a
85 83,00a
81.25a 81.28a
80
75
70
65
60
55
50
GSR IPG STK SSU NNT CDR
Kode

Gambar 20 Nilai rataan stabilitas emulsi.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript


menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
GSR : kontrol
IPG : karagenan 0,02 %
STK : karagenan 0,04 %
SSU : karagenan 0,06 %
NNT : karagenan 0,08 %
CDR : karagenan 0,10 %

Tingkat perubahan emulsi dapat diukur dengan menentukan distribusi dan


ukuran partikel minyak dalam emulsi (Huang X et al. 2001). Nilai rataan stabilitas
emulsi berkisar antara 81,25-96,4. Nilai rataan tertinggi diperoleh oleh melorin
dengan penambahan konsentrasi karagenan 0,1% dan nilai rataan terendah
diperoleh melorin tanpa penambahan konsentrasi karagenan. Hasil pengujian
Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap stabilitas emulsi. Semakin kecil dan seragam
ukuran globula lemak maka stabilitas adonan semakin meningkat (Clarke 2004).
Salah satu cara untuk memepertahankan kestabilan emulsi es krim adalah
dengan meningkatkan kekentalannya. Peningkatan kekentalan dapat dilakukan
52

dengan penambahan fase terdispersi atau mengurangi fase pendispersi. Karagenan


dapat digunakan untuk menstabilkan sistem suspensi atau emulsi
(Erungan AC et al. 2009). Pemisahan fase yang terjadi akibat penggabungan
globula-globula fase internal dapat dihindari dengan penggunaan bahan
pengemulsi atau penstabil yang baik (Innocente et al. 2002).

4.2.3 Penentuan penambahan karagenan pada produk melorin terbaik


berbasis indeks kinerja
Penentuan produk terbaik pada penelitian utama menggunakan metode
bayes. Metode ini diketahui dengan cara menentukan total nilai kepentingan
tertinggi pada masing-masing perlakuan. Kriteria meliputi kriteria sensori yang
terdiri dari warna, aroma, rasa, tekstur dan mouthfeel. Karakteristik dan nilai
kepentingan parameter sensori dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik dan nilai kepentingan melorin dengan pertimbangan


parameter sensori
No. Parameter Dasar pertimbangan kepentingan Nilai
kepentingan
1 Aroma Aroma yang ada pada karagenan 4
mempengaruhi nilai aroma
2 Warna Warna yang ada pada karagenan 4
mempengaruhi nilai warna
3 Rasa Rasa yang ada pada karagenan sangat 5
mempengaruhi nilai rasa
4 Tekstur Penambahan karagenan mempengaruhi 4
nilai tekstur
5 Mouthfeel Penambahan karagenan sangat 5
mempengaruhi nilai pelelehan dimulut

Pemberian nilai kepentingan tersebut dilakukan dengan pengisian kuisioner.


Nilai alternatif tertinggi diperoleh dari perkalian antara nilai bobot dengan nilai
score menunjukkan produk terbaik (Lampiran 16). Hasil pembobotan melorin
dengan penambahan karagenan parameter sensori dapat dilihat pada Tabel 7.
53

Tabel 7 Hasil pembobotan parameter sensori


Perlakuan
Parameter
0% 0,02% 0,04% 0,06% 0,08% 0,10% Nilai bobot
Warna 6 5 4 3 2 1 0.18
Aroma 6 5 4 3 2 1 0.23
Tekstur 1 4 6 5 2 3 0.18
Rasa 5 6 2 1 4 3 0.18
Mouthfeel 1 2 3 4 5 6 0.23
Total nilai 3.80 4.33 3.78 3.23 3.04 2.86
Peringkat 2 1 3 4 5 6

Berdasarkan pemilihan melorin terbaik berbasis indeks kinerja perlakuan


penambahan karagenan 0,02% merupakan perlakuan terbaik karena memiliki total
nilai terbesar. Oleh karena itu, melorin dengan perlakuan karagenan 0,02% akan
dilanjutkan dengan pengujian karakteristik kimia dan mikrobiologi.

4.2.4 Uji Kimia


Karakteristik kimia yang diuji meliputi analisis kadar air, protein, abu,
lemak, karbohidrat dan serat pangan dari melorin. Hasil analisis proksimat dapat
dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8 Hasil analisis uji proksimat melorin 0,02%


Es krim
Parameter Hasil uji SNI vanilaa Velvab(%)
(%)
Kadar air 86,15 1,03 - - 70,28
Kadar abu 0,30 0,01 - - 0,25
Kadar protein 0,51 0,01 Min. 2,70 4,10 0,41
Kadar lemak 0,06 0,07 Min.5,00 196,70 0,05
Kadar karbohidrat 13,00 1,02 - 20,70 29,01
Kadar serat pangan 3,17 0,03 - - 0,70
Keterangan: a Arbuckle 1986
b
Nugraha 2003

(1) Kadar air


Presentase kandungan air yang terdapat pada bahan pangan disebut kadar
air. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan
daya awet makanan. Selain itu, kadar air merupakan karakteristik yang sangat
mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan (Winarno 2008).
54

Hasil analisis kadar air melorin didapatkan 86,15%. Kandungan kadar air
yang tinggi pada produk melorin dikarenakan, ikatan air dalam bentuk gel pada
karagenan dapat terhidrolisis sehingga dapat meningkatkan kadar air pada produk
(Imeson 2010). Selain itu, susu kedelai juga menyumbangkan sebagian besar
kadar air. Menurut Koswara (2006), kandungan kadar air susu kedelai per
100 gram mencapai 87%.
(2) Kadar abu
Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar dan
menjadi zat yang tidak dapat menguap selama pengabuan
(Suryaningrum et al. 2005). Kadar abu yang dihitung merupakan campuran dari
berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung
didalamnya. Hasil analisis kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
sebesar 0,3%. Rendahnya kadar abu melorin karena konsentrasi karagenan yang
digunakan adalah konsentrasi karagenan terendah yaitu 0,02%. Karagenan
merupakan polisakarida yang mempunyai kadar abu yaitu berkisar antara 1530%
(Suryaningrum et al. 2005). Kadar abu ini disumbangkan dari penambahan bahan
pengemulsi dan penstabil (karagenan dan VX). Karagenan selain sebagai bahan
penstabil juga dapat menyumbangkan kadar abu pada melorin, karena adanya
garam dan mineral yang menempel pada rumput laut.

(3) Kadar protein


Kadar protein di dalam bahan pangan umumnya menentukan mutu bahan
pangan itu sendiri. Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi
tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar di dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Hasil analisis
kadar protein adalah 0,51%. Hasil ini berada dibawah standar SNI yaitu minimal
2,7%.
Protein dalam es krim merupakan bagian dari padatan susu tanpa lemak
(PSTL), sedangkan protein yang terkandung dalam produk melorin hanya berasal
dari susu kedelai. Protein sendiri secara khusus berperan dalam mengembangkan
struktur dari es krim termasuk didalamnya berperan dalam emulsifikasi adonan,
whipping properties dan peningkatan kapasitas pengikatan air. Keunggulan dari
protein pada susu kedelai adalah proteinnya tidak menimbulkan alergi dan
55

mempunyai susunan asam amino esensial paling lengkap. Selain itu, protein susu
kedelai mirip dengan susu sapi sehingga sangat baik digunakan sebagai pengganti
susu sapi.
(4) Kadar lemak
Lemak merupakan komponen yang cukup penting didalam es krim. Melorin
memiliki kadar lemak yang rendah berasal dari lemak nabati, sehingga tekstur
melorin tidak seperti es krim pada umumnya. Hasil analisis kadar lemak pada
melorin adalah 0,06%. Hal ini diduga karena karagenan tidak mengandung lemak
(Suryaningrum et al. 2005). Lemak yang terdapat dalam melorin disumbangkan
hanya dari susu kedelai.
Lemak dalam es krim dapat memperbaiki tekstur atau meningkatkan
kehalusan es krim yang dihasilkan (Marshall & Arbuckle 2000). Hal ini yang
menyebabkan lemak dapat memberikan tekstur yang lembut, flavor dan citarasa
pada es krim. Kandungan lemak yang rendah pada melorin dapat dinikmati oleh
para pecinta es krim yang takut akan kandungan lemak tinggi yang biasanya
terdapat dalam es krim. Melorin dapat menjadi alternatif untuk menikmati es krim
dengan kadar lemak yang rendah.
(5) Kadar karbohidrat
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada
makanan dan pengatur metabolisme. Hasil analisis kadar karbohidrat pada
melorin adalah 13%. Karbohidrat sebagian besar disumbangkan oleh buah
nangka. Buah nangka memiliki karbohidrat sebesar 24,01% per 100 gram bahan
dan energi 94 kkal (Nuriana 2009). Nangka dapat digunakan sebagai bahan
pangan alternatif penambah energi, karena adanya kandungan gula sederhana
seperti fruktosa dan sukrosa (Zulfian 2011).
(6) Kadar serat pangan
Hasil analisis kadar serat pangan melorin adalah 3,17% (Lampiran 17).
Serat pangan yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup besar. Serat pangan pada
melorin berasal dari penambahan karagenan dan buah nangka. Serat pangan dari
rumput laut memiliki keunggulan dibandingkan serat pangan dari buah dan
sayuran. Serat pangan dari rumput laut mengandung phycosidic group contohnya
sulfuric group yang memiliki perbedaan efek fisikokimia dan fisiologi, seperti
56

kapasitias mengikat air dan minyak, kapasitas swelling, mengikat vitamin dan
mineral (Santoso et al. 2004).
Serat dapat melancarkan pencernaan dengan membentuk zat seperti gelatin
dan dapat meningkatkan kadar air dalam feses. Menurut Wisten & Messner
(2005), konsumsi serat dapat membantu metabolisme lemak sehingga dapat
menurunkan kadar kolesterol darah dan gula darah. Serat karagenan merupakan
hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut Euchema cottonii yang mengandung
total serat pangan 25,05% (Matanjun et al. 2009).

4.2.5 Uji Mikrobiologi


Salah satu bahaya yang terdapat dalam produk pangan adalah mikroba.
Produk makanan selain memiliki rasa yang enak, warna yang menarik, flavor
yang baik, juga harus terbebas dari bahaya mikroba sehingga aman untuk
dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis mikroba secara keseluruhan
yaitu melalui analisis angka lempeng total (total plate count). Hasil uji
mikrobiologi tertera pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai uji TPC melorin


Produk TPC (cfu/g) SNI01-3713-1995
Melorin 0,02 % 1,4 x 102 Maks. 2,0 x 105

Nilai rataan TPC melorin pada Tabel 9 telah memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan oleh BSN dalam SNI01-3713-1995. Kerusakan bahan pangan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan dan aktivitas mikroba
(bakteri, kapang dan khamir) serta aktivitas enzim-enzim dalam bahan pangan.
Salah satu cara mencegah pertumbuhan mikroba adalah dengan mengganggu
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup mikroba dapat diganggu dengan cara
mengubah suhu, kadar air, pH, kadar oksigen, Komposisi substrat serta
penggunaan bahan pengawet antimikroba (Dewandari 2009).
Produk frozen dessert seperti melorin merupakan media pertumbuhan
mikroba yang bagus bagi bakteri karena kandungan nutrisinya yang tinggi, nilai
pH yang hampir netral (pH 6-7) dan durasi penyimpanannya yang lama. Beberapa
bakteri patogen yang dapat bertahan pada bahan pangan bahkan pada suhu rendah
57

contohnya adalah Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Campylobacter spp.


and Yersinia spp. (Robinson 2002).
Proses pemasakan dan pembekuan merupakan tahapan utama yang dapat
mengeliminasi sebagian besar potensi bahaya mikrobiologis. Pemasakan
merupakan proses yang dapat mematikan hampir semua bakteri patogen pada susu
kedelai. Proses pembekuan selanjutnya juga dapat mencegah pertumbuhan flora
yang masih tersisa. Ancaman bahaya mikrobiologis potensial yang terdapat pada
produk akhir setelah proses pemasakan dapat terjadi akibat kontaminasi bahan dan
prosedur penanganan yang kurang baik (Food and Environmental Hygiene
Department HKSAR 2001).

4.3 Informasi Nilai Gizi


Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah taraf konsumsi zat gizi esensial, yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup memenuhi kebutuhan hampir
semua orang sehat (Almatsier 2003). Kecukupan gizi adalah jumlah masing-
masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi oleh seseorang agar dapat hidup sehat.
Informasi nilai gizi melorin perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Informasi gizi melorin


Takaran saji 75 g
Per sajian kemasan
Energi total 55 kkal
% AKG
Karbohidrat 3,26 g 3%
Protein 0,64 g 1%
Lemak 0 0%
Serat pangan 7,50 g 10%
*Berdasarkan kebutuhan 2000 kalori/hari

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa melorin dengan penambahan


karagenan 0,02% dapat menyumbangkan energi sebesar 55 kkal. Widya Nasional
Pangan dan Gizi VIII (2004), menyatakan bahwa kebutuhan minimal energi
adalah 2000 kkal, karbohidrat 300 g, protein 60 g, lemak 62 g, dan serat 25 g.
Melorin dapat menyumbangkan karbohidrat sebesar 3,26 g dan protein 0,64 g.
Menurut Jahari & Sumarno (2002), kebutuhan serat yang dianjurkan untuk
penduduk Indonesia sekitar 25 g/orang/hari untuk 2100 kkal. Tabel 10
58

menunjukkan bahwa serat pangan melorin yang dihasilkan hanya sebesar 7,5 g.
Serat pangan tidak digolongkan sebagai sumber zat gizi karena tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan (Dwiyitno 2011).
Melorin biasanya dijadikan sebagai makanan penutup yang disebut dessert,
sehingga dalam memenuhi kebutuhan serat pangan tidak cukup dengan hanya
mengkonsumsi melorin. Karagenan memiliki nilai Acceptable Daily Intake (ADI)
sebesar 0-75 mg/kg berat badan (SCF 2003). Melorin mengandung serat pangan
yang cukup tinggi sehingga hal ini dapat dijadikan pangan alternatif bagi pecinta
es krim yang memperhatikan diet.
58

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Formula melorin terpilih adalah dengan perbandingan susu kedelai 12,5% dan
nangka 15%. Penambahan susu kedelai dan nangka pada produk melorin
memberikan pengaruh nyata terhadap parameter warna, rasa dan aroma.
2. Karagenan 0,02% merupakan bahan penstabil yang paling tepat dalam
pembuatan melorin dengan hasil karakteristik fisik secara berturut-turut:
viskositas 20,00 cPs, overrun 64,15%, pH 6,66 , total padatan terlarut
17,85%Brix, waktu leleh 17,5 menit dan stabilitas emulsi 81,28%.
Karaktristik kimia meliputi kadar air 86,15%, kadar protein 0,51%, kadar abu
0,30%, kadar lemak 0,06%, kadar karbohidrat 13,00% dan kadar serat pangan
3,17%, serta Total Plate Control (TPC) 1,4x102 cfu/ml. Melorin dapat
menyumbangkan energi 55 kkal, karbohidrat 3%AKG, protein 1%AKG dan
serat pangan 10%AKG dengan serving size 75 gram. Melorin dapat dijadikan
produk alternatif menggantikan produk es krim yang rendah lemak dan tinggi
serat.

2.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian awal pada produk baru, sehingga perlu
dilakukan penelitian selanjutnya dengan penambahan beberapa tambahan pangan
lain seperti padatan susu tanpa lemak (PSTL) agar diperoleh tekstur yang lebih
baik dan perlu diteliti spesifikasi mutu bahan baku karagenan yang digunakan.
60

DAFTAR PUSTAKA

Aime DB, SD Arntfield, LJ Malcolsom, D Ryland. 2001. Textural analysis of fat


reduced vanilla ice cream products. J. Food Research International.
34:237-246.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Andrawulan W dan Palupi VS. 1991. Metode dan Teknologi dalam Penelitian
Mutu Praktikum Analisa Fisika dan Kimia. Pelatihan Singkat
Pengendalian Mutu Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2011. Buah nangka (Artocarpus heterophyllus). www.wordpress.com
[12 Februari 2011]
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical of Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist.
Arlington, Virginia, USA : Published by The Association of Official
Analytical of Chemist, Inc.
Astawan M dan Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 105-106
Astawan M. 2008. Ada penjinak virus di dalam es krim!. www.depkes.go.id
[17 Februari 2011].
[BPPT] Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. 2002. [terhubung berkala]. http: www.warintek.ristek.go.id
[11 Februari 2011].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3713-1995. Es Krim. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional.
2006. SNI 01-2332.3-2006. Cara
Pengujian Bakteri TPC. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[CFR] Code of Federal Regulations. 2010. Frozen Dessert: Requirements for
Specific Standardized Frozen Desserts. http: www.hhs.gov
[1 April 2011]
Cahyadi W. 2008. Bahan Tambahan Makanan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Chan LA. 2010. Membuat Es Krim. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Hal 11-12
Clarke C. 2004. The Science of Ice Cream. England: TJ International Ltd,
Padstow, Cornwall.
61

Department of Agricultural Malaysia. 2001. Fruit Technology : Jackfruit.


http:agrolink.moa.my [18 Februari 2011].
Dewandari KT, Mulyanti I, Amiarsi D. 2009. Pembekuan cepat puree mangga
arumanis dan karakterisasinya selama penyimpanan. J. Pascapanen.
6 (1): 27-33.
Distantina S, Fadilah, Danarto YC, Wiratni, Fahrurrozi M. 2009. Penentuan
viskositas intrinsik karaginan dari rumput laut Euchema cottonii.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dwiyitno. 2011. Rumput laut sebagai sumber serat pangan potensial. Buletin
Pascapanen & Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 6 (1): 9-15
Erungan AC, Sri P, Syeni BA. 2009. Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin
Lotion. J. Pengolahan Hasil Perikanan. 12 (2): 129-144.
Escamilla FJ, AL Kelly, CM Delahunty. 2007. Mouthfeel and flavor of fermented
whey with added hydrocolloids. International Dairy J. 17: 308-315.
Fahmitasari Y. 2004. Pengaruh penambahan tepung karagenan terhadap
karakteristik sabun mandi cair [skripsi]. Bogor: Departemen
Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan.
Faridah S. 2008. Mikrobiologi Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Carrageenan. Dalam:
http://apps.fao.org/jecfa/additive_specs/htm. [12 Juli 2011].
Fennema. 2008. Food Chemistry. Fourth edition. New York and Basel. Inc
Food and Environmental Hygiene Department HKSAR. 2001. Microbiological
Risk Assessment Of Ice-Cream : An Evaluation Of Microbiological
Surveillance of Ice-cream. Hongkong: Food and Environmental
Hygiene Department.
Hall SR. 2009. Biotemplating (Complex Structures From Natural Materials).
Singapore: Imperial College Press. Hal 65-66
Huang X, Y Kakuda, W Cui. 2001. Hydrocolloids in emulsions: particle size
distribution and interfacial activity. J. Food Hydrocolloids. (15): 533-
542
Hubeis Musa, Nuri A, Winda Y. 1996. Kajian teknologi dan financial produksi es
krim (melorin) skala kecil. Buletin Teknologi dan Industri Pangan.
7 (1):1-7.
Imeson AP. 2000. Carrageenan. Di dalam Phillips GO, Williams PA (Eds).
Handbook of Hydrocolloids. Boca Raton: CRC Press.
Imeson A. 2010. Food Stabilisers,Thickeners and Gelling Agents. Inggris:
Blackwell Publishing.
62

Innocente N, D Comparin, C Corradini. 2002. Proteose-peptone whey fraction as


emulsifier in ice-cream preparation. International Dairy J. 12: 69-74.
Iswanto AH. 2008. Kekuatan bahan sambung pada tiga kombinasi kelas kuat
kayu. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatra Utara.
Jahari AB dan Sumarno I. 2002. Status gizi penduduk Indonesia. Majalah
Pangan. 38 (11):20-29.
Jufebryanti U. 2007. Karakteristik fisik dan kimia permen jelly dari rumput laut
Euchema spinosum [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Koswara, S. 2006. Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai.
www.ebookpangan.com [2 April 2011].
Marshall R.T and Arbuckle W.S. 2000. Ice Cream. Chapman and Hall. New
York.
Marshall RT, H Doouglas, Richard W Hartel. 2003. Ice Cream 6th Edition. USA:
Kluwer Academic/Plenum Publisher.
Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, dan Muhammad K. 2009. Nutrient
content of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa
lentillifera and Sargassum polycystum. J Appl Phycol. 21: 7580.
Mc Sweeney PLH and PF Fox. 2009. Advanced Dairy Chemistry Volume 3.
USA: Springer. Hal 100
Muchtadi T.R. 1990. Emulsi Bahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fateta, IPB, Bogor.
Nugraha Romi. 2003. Pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap
mutu produk velva labu jepang (Curcubita maxima L) [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nuriana W. 2009. Pemanfaatan limbah biji nangka sebagai tepung dan keripik.
J. Agritek. 9 (2):1-7.
Pakki E, Mirawati, Muhammad DH. 2008. Stabilitas fisik emulsi ganda tipe air
dalam minyak dalam air (A/M/A) menggunakan emulgator sorbitan
monooleat dan polisorbat 80. Majalah Farmasi dan Farmakologi.
12 (2): 37- 41.
Phillips GO and PA Williams. 2000. Handbook of Hydrocolloid. England:
Woodhead Publishing Limited.
Prihantoro TW. 2000. Pengkajian pengembangan produk baru es krim powder
untuk penderita diabetes mellitus di PT Sanghiang Perkasa, Jakarta
[laporan magang]. Bogor: Program Studi Supervisor Jaminan Mutu
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Purba Michael. 2006. Kimia 2. Jakarta: Erlangga
Rahayu WP. 2001. Penutun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
63

Robinson RK. 2002. Dairy Microbiology Handbook: The Microbiology of Milk


and Milk Product. New York: Willey-Interscience.
Roland AM, Phillips LG, Boor KJ. 1999. Effect of fat content on the sensory
properties, melting, color, and hardness of ice cream. J. Dairy Sci.
82: 32-38.
[SCF] Scientific Comittee on Food. 2003. Opinion of the Scientific Committee
on Food on Carrageenan. expressed on 5 March 2003. Health &
Consumer Protection Directorate-General. European Commission.
Sahin H, Ozdemir F. 2004. Effect of some hydrocolloids on the rheological
properties of different formulated ketchups. J. Food Hidrocolloids.
18:1015-1022.
Santoso J, Yoshie Y, Suzuki T. 2004. Mineral Fatty Acid and Dietary Fiber
Compositions in several Indonesian seaweeds. J. Ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 11 (1): 45-51.
Sinurat E, Murdinah, Utomo BSB. 2006. Sifat fungsional formula kappa dan iota
karaginan dengan gum. J. Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan 1: 1-8.
Sinurat E, Rosmawaty Peranginangin, Singgih W. 2007. Pengaruh konsentrasi
kappa-karagenan pada es krim terhadap tingkat kesukaan panelis.
J. Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 2 (2):81-89
Smith JC and Yiu H Hui. 2004. Food Processing: Principles and Applications.
USA: Blackwell Publishing. Hal. 293
Sofjan RP, Hartel RW. 2004. Effects of overrun on structural and physical
characteristics of ice cream. International Dairy J. 14: 255-262.
Soukoulis C, Iason Chandrinos, Constantina Tzia. 2008. Study of the functionality
of selected hydrocollids and their blends with k-carrageenan on
storage quality of Vanilla ice cream. Food Science and Technology
41: 1816-1827.
Suryaningrum, T.D, Murdinah dan M. Arifin. 2002. Penggunaan kappa-karaginan
sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan
tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 8 (6): 33-43
Suryaningrum D, Basmal J, Nurochmawati. 2005. Studi Pembuatan Edible Film
dari Karaginan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (4):1-13.
[WNPG] Widya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Angka Kecukupan Gizi
dan Acuan Label Gizi. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi
Daerah dan Globalisasi. 17-19 Desember 2004. Hal 21.
Warkoyo dan P. Hudayatwoko. 2007. Uji Fungsional Karaginan pada Susu
Pasteurisasi: Kajian Jenis dan Konsentrasi Karaginan. J. Protein.
Vol.15 (2): 120-129.
Winarno. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Edisi I. Pustaka Sinar.
2008 . Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.
64

Winarsih H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah. Yogyakarta: Kanisius


Wisten A and Messner T. 2005. Fruit and fibre (Pajala porridge) in the
prevention of constipation. Scand. J. Caring Sci. 19:71-76
Yunita W. 1995. Kajian teknologi dan finansial produk es krim (melorin) skala
kecil [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Zulfian R. 2011. Buah Nangka Mengandung Banyak Zat Gizi.
http:www.beritaterkinionline.com [ 22 Juli 2011]
65

LAMPIRAN
66

Lampiran 1 Score sheet uji kesukaan (uji hedonik) melorin

UJI KESUKAAN
Nama panelis :
Tanggal pengujian :
Jenis produk : Melorin
Instruksi : Nyatakan penilaian anda sesuai kriteria

Kode Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa Mouthfeel
A
B
C
D
Kriteria:
1 = amat sangat tidak suka
2 = sangat tidak suka
3 = tidak suka
4 = agak tidak suka
5 = biasa/netral
6 = agak suka
7 = suka
8 = sangat suka
9 = amat sangat suka
67

Lampiran 2 Hasil perankingan dan uji Kruskal Wallis organoleptik pada penelitian
pendahuluan

Ranks

Kode N Mean Rank


Warna A 30 56.80
B 30 72.55
C 30 44.53
D 30 68.12
Total 120
Rasa A 30 67.48
B 30 49.57
C 30 38.35
D 30 86.60
Total 120
Aroma A 30 60.10
B 30 72.88
C 30 27.73
D 30 81.28
Total 120
Mouthfeel A 30 58.18
B 30 56.28
C 30 58.52
D 30 69.02
Total 120
Tekstur A 30 55.22
B 30 52.23
C 30 67.37
D 30 67.18
Total 120

Test Statistics(a,b)

Warna Rasa Aroma Mouthfeel Tekstur


Chi-Square 12.345 38.296 43.129 2.785 5.028
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .006 .000 .000 .426 .170
a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: Kode
68

Lampiran 3 Hasil uji lanjut Multiple Comparison terhadap parameter warna


Warna

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Kode 1 2 1
C 30 5.80
A 30 6.23 6.23
D 30 6.60 6.60
B 30 6.83
Sig. .054 .220
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Lampiran 4 Hasil uji lanjut Multiple Comparison terhadap parameter aroma


Aroma

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Kode 1 2 3 1
C 30 4.83
A 30 6.10
B 30 6.60 6.60
D 30 7.00
Sig. 1.000 .315 .514
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Lampiran 5 Hasil uji lanjut Multiple Comparison terhadap parameter rasa

Rasa

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Kode 1 2 3 1
C 30 5.00
B 30 5.40 5.40
A 30 5.97
D 30 6.73
Sig. .363 .100 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
69

Lampiran 6 Hasil perankingan dan uji Kruskal Wallis organoleptik pada penelitian utama
Ranks

Kode N Mean Rank


Warna GSR 30 74.90
IPG 30 85.08
STK 30 73.75
SSU 30 71.20
NNT 30 72.57
Total 150
Aroma GSR 30 71.92
IPG 30 80.38
STK 30 77.08
SSU 30 71.08
NNT 30 77.03
Total 150
Tekstur GSR 30 55.68
IPG 30 75.95
STK 30 94.12
SSU 30 79.72
NNT 30 72.03
Total 150
Rasa GSR 30 79.85
IPG 30 78.50
STK 30 77.50
SSU 30 73.38
NNT 30 68.27
Total 150
Mouthfeel GSR 30 49.92
IPG 30 68.57
STK 30 76.40
SSU 30 84.57
NNT 30 98.05
Total 150

Test Statistics(a,b)

Warna Aroma Tekstur Rasa Mouthfeel


Chi-Square 2.070 1.076 13.179 1.512 21.746
df 4 4 4 4 4
Asymp. Sig. .723 .898 .010 .824 .000
a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: Kode
70

Lampiran 7 Hasil uji lanjut Multiple Comparison terhadap parameter tekstur

Tekstur

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Kode 1 2 1
GSR 30 5.30
NNT 30 5.90 5.90
CDR 30 5.93 5.93
IPG 30 5.97 5.97
SSU 30 6.10 6.10
STK 30 6.47
Sig. .117 .467
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Lampiran 8 Hasil uji lanjut Multiple Comparison terhadap parameter mouthfeel

Mouthfeel

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Kode 1 2 3 1
GSR 30 5.47
IPG 30 6.07 6.07
STK 30 6.17 6.17
SSU 30 6.40 6.40
NNT 30 6.83 6.83
CDR 30 7.10
Sig. .246 .161 .246
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
71

Lampiran 9 Hasil uji Anova terhadap data uji fisik


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Viskositas Between
178.417 5 35.683 428.200 .000
Groups
Within Groups .500 6 .083
Total 178.917 11
TPT Between
10.974 5 2.195 877.933 .000
Groups
Within Groups .015 6 .003
Total 10.989 11
pH Between
.082 5 .016 13.808 .003
Groups
Within Groups .007 6 .001
Total .089 11
Overan Between
609.495 5 121.899 8.423 .011
Groups
Within Groups 86.834 6 14.472
Total 696.329 11
tLeleh Between
13.667 5 2.733 4.100 .058
Groups
Within Groups 4.000 6 .667
Total 17.667 11
S. emulsi Between
32.333 8 4.042 4.547 .120
Groups
Within Groups 2.667 3 .889
Total 35.000 11
72

Lampiran 10 Uji lanjut Multiple comparison uji Total Padatan Terlarut

TPT

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Konsentrasikaragenan 1 2 3 4 5 1
0% 2 14.8000
0.06 % 2 15.2500
0.08 % 2 15.8500
0.1 % 2 16.0000
0.04 % 2 16.2000
0.02 % 2 17.8500
Sig. 1.000 1.000 .147 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 11 Uji lanjut Multiple comparison uji viskositas

Viskositas

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Konsentrasikaragenan 1 2 3 1
0.04 % 2 19.0000
0.06 % 2 19.2500
0.02 % 2 20.0000
0% 2 21.2500
0.08 % 2 21.7500
0.1 % 2 30.2500
Sig. .087 .559 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
73

Lampiran 12 Uji lanjut Multiple comparison uji overrun

Overan

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Konsentrasikaragenan 1 2 1
0% 2 45.0700
0.1 % 2 58.1600 58.1600
0.08 % 2 58.3050 58.3050
0.06 % 2 63.5450
0.02 % 2 64.1500
0.04 % 2 66.9450
Sig. .086 .315
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 13 Uji lanjut Multiple comparison uji waktu leleh


tLeleh

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Konsentrasikaragenan 1 2 1
0% 2 16.0000
0.02 % 2 17.5000 17.5000
0.04 % 2 17.5000 17.5000
0.06 % 2 18.0000 18.0000
0.08 % 2 18.5000 18.5000
0.1 % 2 19.5000
Sig. .137 .271
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
74

Lampiran 14 Uji lanjut Multiple comparison uji pH


pH

Tukey HSD
N Subset for alpha = .05
Konsentrasikaragenan 1 2 1
0% 2 6.6350
0.02 % 2 6.6600
0.04 % 2 6.7350 6.7350
0.1 % 2 6.8000
0.08 % 2 6.8400
0.06 % 2 6.8450
Sig. .165 .119
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 15 Uji lanjut Multiple comparison uji stabilitas emulsi

s.emulsi

Tukey HSD
N Subset
Perlakuan 1 1
0% 2 81.2500
0,02% 2 81.2750
0,04% 2 83.0000
0,06% 2 86.6500
0,08% 2 87.1250
0,1% 2 96.4000
Sig. .058
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 15.533.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.
75

Lampiran 16 Penilaian Indeks kinerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori Indeks
kepentingan
nilai
Parameter analis
kepentingan
Warna 4
Aroma 5
Teksttur 4
Rasa 4
Mouthfeel 5

x/y warna rasa aroma tekstur mouthfeel


warna 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
rasa 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00
aroma 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
tekstur 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
mouthfeel 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00

Pengkalian dengan matriks sekawan (matriks AxA = B)

1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
1.25 1.00 1.25 1.25 1.00 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00
1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80
1.25 1.00 1.25 1.25 1.00 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00

Hasil perkalian Matriks AxA= Matriks B

5.00 5.00 4.00 5.00 4.00


6.25 6.25 6.05 6.25 5.00
5.00 5.00 4.00 5.00 4.00
5.00 5.00 4.00 5.00 4.00
6.25 6.25 5.00 6.25 5.00

Pengkalian dengan matriks sekawan (matriks BxB = C)

5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00
6.25 5.00 7.25 6.25 5.00 6.25 5.00 7.25 6.25 5.00
5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00
5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00
6.25 5.00 6.25 6.25 5.00 6.25 5.00 6.25 6.25 5.00
76

Hasil perkalian matriks BxB = matriks C

125.00 100.00 129.00 125.00 100.00


161.25 129.00 166.25 161.25 129.00
125.00 100.00 129.00 125.00 100.00
125.00 100.00 129.00 125.00 100.00
156.25 125.00 161.25 156.25 125.00

Pembobotan

Penjumlahan nilai bobot


125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181
161.25 129.00 166.25 161.25 129.00 746.75 0.233
125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181
125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181
156.25 125.00 161.25 156.25 125.00 723.75 0.226
3207.500

Perangkingan

Parameter 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1


Warna 6 5 4 3 2 1
Aroma 6 5 4 3 2 1
tekstur 1 4 6 5 2 3
Rasa 5 6 2 1 4 3
Mouthfeel 1 2 3 4 5 6
Total nilai 3.80 4.33 3.78 3.23 3.044 2.86
Ranking 6 1 2 4 3 5
77

Lampiran 17 Total kadar serat pangan

Berat
Sampel SMTL (%) SML (%) TSM (%) Rataan sd
sampel
1.6268 1.2540 1.9363 3.1903
0,02% 3.1669 0.03
1.5206 1.2627 1.8808 3.1435
0.0035 0.0027
Blanko
0.0037 0.0035
0.0036 0.0031

Keterangan:
SMTL = Serat makanan tak larut
SML = serat makanan larut
TSM = Total serat makanan

Lampiran 18 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) melorin

Sampel Karbohidrat Kadar Protein Kadar Lemak Serat Pangan


Melorin 13,00% 0,51% 0,06% 3,17%

*Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari


a. Karbohidrat : 50-60%
Kebutuhan kalori karbohidrat = 60/100x2000kkal =1200 kkal
Kebutuhan karbohidrat perhari =1200 kkal/4 = 300 gram/hari
b. Protein : 10-20 %
Kebutuhan kalori protein = 12/100 x 2000 kkal =240 kkal
Kebutuhan Protein Perhari = 240 kkal/4 = 60 gram/hari
c. Lemak : kurang dari 30% dari total kalori
Kebutuhan Kalori lemak = 28/100 x 2000 kkal = 560 kkal
Kebutuhan lemak perhari = 560 kkal/9 =62,22 gram
d. AKG serat makanan perhari 20 %
Kecukupan serat makanan = 10-14g/1000 kkal
Tingkat penyediaan 19-30 g/kap/hari

Presentasi AKG untuk melorin dengan penambahan karagenan

- % AKG Karbohidrat = 13,00/1,33/300 x 100% = 3,26 % = 3%


- % AKG Protein = 0,51/1,33/60 x 100 % = 0,64% = 1 %
- % AKG lemak = 0,06/1,33/62,22 x 100 % = 0,07% = 0%
- % AKG serat = 3,17/1,33/25 x 100 % = 9,5338 % = 10 %
78

Lampiran 19 Dokumentasi kegiatan

Anda mungkin juga menyukai