Anda di halaman 1dari 20

https://anggajatiwidiatama.wordpress.

com/2014/01/16/geologi-regional-halmahera-maluku-utara/

Fisiografi Pulau Halmahera

Menurut Supriatna (1980), Geologi daerah penelitian dibagi menjadi dua mandala yaitu mandala geologi
dan mandala fisiografi. Berdasarkan peta geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian utama, yaitu Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan busur kepulauan Gunung Api
Kuarter

Mandala Fisiografi Halmahera Timur

Mandala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan beberapa pulau kecil di
sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mandala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan
torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologikarst. Morfologi pegunungan
berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah
batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif
rendah dan lereng yang landai.

Gambar Fisiografi Pulau Halmahera (Supriatna, 1980)

Mandala fisiografi Halmahera Barat

Mandala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi mandala berupa
perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping berumur Neogen dan
morfologi karst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan
gunung api berumur Oligosen.

Mandala busur kepulauan gunung api kuarter

Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk
suatu busur kepulauan gunungapi Kuarter yang bagian pulaunya mempunyai kerucut gunungapi yang
masih aktif.

Geologi regional

Berdasarkan Supriatna (1980) Singkapan batuan ultrabasa dan batuan berumur kapur yaitu Formasi
Dodaga, dan batuan berumur Paleosen-Eosen yaitu Formasi Dorosagu yang tersebar cukup luas di
mandala Halmahera Timur. Batuan sedimen terendapkan di lingkungan laut dalam hingga dangkal diatas
batuan dasar ultrabasa. Setelah terjadi hiatus sejak Eosen akhir hingga awal Oligosen terbentuklah
kegiatan gunungapi yang menghasilkan produk vulkanik Formasi Bacan. Sementara itu di tempat lain
terbentuk pula batuan karbonat yaitu batugamping klastik, napal, dan batupasir gampingan dari Formasi
Tutuli. Setelah terjadi hiatus pada Miosen Bawah bagian atas, terbentuklah cekungan luas yang berpusat
di bagian tengah dan selatan Pulau Halmahera yang terisi batulempung, napal, dan batugamping, dan
konglomerat dari Formasi Weda. Pada Miosen akhir terbentuk batuan karbonat dari Formasi Tingteng.
Sementara itu pengendapan Formasi Weda masih berlangsung sehingga bagian tengah dan bagian atas
Formasi Weda menjemari dengan Formasi Tingteng.

Urutan formasi batuan pada daerah Halmahera dari tua kemuda dapat dilihat pada penjelasan dibawah
ini :

Satuan Batuan Ultrabasa

Terdiri dari serpentinit, piroksenit, dan dunit, umumnya berwarna hitam kehijauan, getas, terbreksikan,
memiliki komposisi asbes dan garnierit.

Formasi Dodaga

Berumur Kapur, tersusun atas perselingan lanau, serpih, batupasir, napal, dan batugamping. Batulanau
abu-abu dan serpih merah merupakan batuan yang dominan dan padanya terdapat radiolariaan.
Ketebalan rata-rata dari batuan ini adalah 15 cm. batugamping berwarna merah dan batupasir tufan,
memiliki ukuran butir halus dengan ketebalan lapisan antara 10-15 cm, dan umunya mengandung
rombakan batuan ultrabasa. Napal memiliki ketebalan berkisar 15-30 cm.

Foraminifera terdapat dalam batupasir, batugamping, dan napal yang terdiri dari famili rotaliporidae,
globotruncanidae, dan heterohelicidaeyang menunjukkan umur Kapur Atas (Siregar, 1976, komunikasi
tertulis; dalam Supriatna 1980).

Tebal formasi diperkirakan 150 meter. Satuan ini semula disebut seri Buli oleh Bessho (1944; dalam
Supriatna, 1980), dan kini disebut sebagai Formasi Dodaga berdasarkan singkapan di Sungai Dodaga di
lengan timur Pulau Halmahera.

Gambar Stratigrafi regional Pulau Halmahera (Supriatna, 1980)

Formasi Dorosagu

Terdiri dari perselingan batupasir, batulanau, batulempung, serpih, konglomerat, dan batugamping.
Secara umum formasi ini sangat kompak dan berlapis baik. Batupasir menjadi litologi yang dominan
menyusun, memiliki ketebalan lapisan rata-rata 10 cm dan terdapat banyak fosil foraminifera. Variasi
dari batupasir ini adalah batupasir gamping berbutir halus yang terdiri dari feldspar, kuarsa, dan
rombakan serpih merah; batupasir greywacke yang mengandung rombakan batuan ultrabasa; Batulanau
gampingan memiliki tebal rata-rata 5 cm, dan batupasir konglomeratan. Konglomerat dengan
komponen andesit, basalt serta batugamping, dan masa dasar pasir gampingan. Batugamping berbutir
halus hingga sedang, terdapat fosil foraminifera bentonik besar, dan sedikit glaukonit. Foraminifera yang
diidentifikasi antara lain Discocyclina sp, Operculina sp, Amphistegina sp, asterocyclina
sp, dan nummulites sp. yang menunjukkan umur Paleosen-Eosen (Kadar 1976, komunikasi tertulis;
dalam Supriatna 1980). Sentuhan satuan batuan yang lebih tua berupa ketidak selarasan, dan sesar naik.
Ketebalan satuan ini lebih kurang 400 meter. Nama satuan ini diambil dari Sungai Dorosagu pada lengan
timur laut Pulau Halmahera. Satuan ini awalnya dinamakan seri Saolat oleh Bessho (1944; dalam
Supriatna 1980).

Formasi Tutuli

Formasi Tutuli tersusun atas batugamping dengan sisipan napal dan batupasir gampingan, umumnya
berlapis baik. Formasi ini dibedakan dengan Formasi Tingteng dari sifat fisiknya yang jauh lebih keras.
Batugamping merupakan litologi dominan dari formasi ini dan memiliki beberapa warna dari abu-abu
tua, kuning kecoklatan, putih kotor, dan putih kemerahan. Ukuran butir halus sampai kasar, kompak,
kadang-kadang mengandung rombakan batuan basa, ultrabasa, dan batulanau. Batugamping pasiran
berbutir halus banyak mengandung fosil, koral, dan moluska. Napal memiliki ketebalan rata-rata satu
meter dan banyak terdapat foraminifera kecil. Napal tersebut tersisipi batupasir gampingan dengan
ketebalan 50 cm yang banyak mengandung foraminifera dan moluska. Foraminifera besar yang
ditemukan antara lain Lepidocyclina spp., Miogypsinoides sp., Cyclocypeus sp., Amphistegina
sp., danSpirocyclypeus., yang menunjukkan umur Oligosen Akhir-Miosen Awal dan lingkungan neritik
(Kadar, 1976, komunikasi tertulis).

Kontak dengan batuan Formasi Weda berupa sesar. Tebal satuan lebih kurang 600 meter. Satuan ini
semula di sebut Formasi Parapara oleh Bessho (1944; dalam Supriatna 1980), kini dinamakan Formasi
Tutuli, berdasarkan singkapan di Sungai Tutuli di lengan timur laut Pulau Halmahera.

Formasi Bacan

Tersusun atas batuan gunungapi berupa lava, breksi, dan tufa sisipan konglomerat dan batupasir.
Dengan adanya sisipan batupasir maka dapat diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen-Miosen
Bawah. Dengan batuan yang lebih tua yaitu Formasi Dorosagu yang dibatasi oleh bidang sesar dan
dengan batuan yang lebih muda yaitu Formasi Weda oleh bidang ketidakselarasan. Setelah
pengendapan Miosen Bawah bagian atas selesai, terbentuk cekungan luas yang berkembang sejak
Miosen Atas-Pliosen. Pada cekungan tersebut diendapkan Formasi Weda, satuan konglomerat, dan
Formasi Tingteng.

Formasi Weda

tersusun atas batupasir berseling dengan batulempung dan batulanau, napal, batugamping, dan
konglomerat. Batupasir terdiri dari batupasir arkosa, batupasir konglomerat, dan batupasirgraywacke.
Batulempung terdiri batulempung kehijauan, batulempung lanauan, dan batugamping
pasiran.batulempung mengandung gastropoda, bivalvia, koral, damar, dan batubara. Batugamping
berwarna putih tebal lapisan rata-rata 20 cm. Konglomerat memiliki komponen andesit piroksen,
batugamping, dan batupasir.

Berdasarkan gabungan fosil foraminifera Formasi Weda memiliki kisaran umur Miosen Tengah hingga
Pliosen. Ketebalan formasi kurang lebih 650 meter dan memiliki hubungan menjemari dengan Formasi
Tingteng. Satuan ini semula di sebut seri Weda oleh Bessho (1944; dalam Supriatna 1980). berdasarkan
singkapan di Desa Weda di lengan timur laut Pulau Halmahera.

Formasi Tingteng

Tersusun atas batugamping dengan sisipan batupasir gampingan dan napal. Batugamping merupakan
batuan dominan dalam formasi ini. Batupasir gampingan berwarna putih kekuningan dan napal
berwarna putih. Satuan ini membentuk morfologi kars seperti yang terdapat di sekitar Subaim. Formasi
ini banyak ditemukan foraminifera besar dan kecil yang menunjukkan umur Miosen Atas- Pliosen.

Formasi ini tersebar di sekitar di sekitar Subaim, Dodaga, dan Labi-labi dengan ketebalan kurang
lebih 300 meter. Formasi Tingteng terletak tidak selaras di atas Formasi Tutuli dan mempunyai
hubungan yang menjemari dengan Formasi Weda. Nama satuan diambil dari nama Sungai Tingteng, di
lengan tenggara Halmahera.

Gambar Peta Geologi Halmahera (modifikasi Supriatna, 1980)

Tektonika Regional

Secara tektonik, Pulau Halmahera terletak di antara empat lempeng yaitu Lempeng Australia, Lempeng
Filipina, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Mindanao (Hall, 1999). Lempeng Australia terletak dibagian
selatan dan dibatasi di bagian selatan oleh sistem Sesar Sorong, yang merupakan zona transpresif
kompleks yang memanjang ke timur lebih dari 1500 km, dari Papua Nugini sepanjang batas utara Pulau
Papua hingga kearah barat sekitar 800 km menuju Sulawesi. Lempeng Filipina saat ini bergerak kearah
barat sekitar 12 cm per tahun (Moor, 1982; dalam Hall 1999). Batas lempeng Filipina (yang mencakup
Halmahera) adalah palung Filipina yang terkait dengan palung Halmahera.

Lempeng Eurasia memiliki batas timur di patahan Filipina selatan dan terus ke sesar Halmahera barat
(Silver dan Moore, 1978; dalam Hall 1988). Lempeng Eurasia di wilayah Asia Tenggara dan Filipina
merupakan daerah yang kompleks dan menyangkut banyak lempeng kecil yang bergerak semi-
independen. Salah satunya adalah lempeng Mindanao yang dibatasi oleh sesar Filipina di barat dan
Palung Filipina di sebelah timur.

Lengan timur dan lengan barat Pulau Halmahera merupakan dua mandala tektonik yang berbeda.
Perkembangan tektonik di lengan timur dapat dikenali berawal dari zaman Kapur Akhir dan zaman
Tersier Awal. Fragmen batuan ultrabasa dan serpih yang diduga berusia kapur terdapat dalam batuan
sedimen Formasi Dorosagu yang berumur Paleosen-Eosen. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi pada
akhir Eosen hingga Oligosen awal yang tercermin dari ketidakselarasan antara Formasi Dorosagu dan
Formasi Bacan yang berumur akhir Oligosen- Miosen Awal.

Kegiatan tektonik berikutnya terjadi pada Miosen Tengah, Pliosen-Plistosen, dan terakhir pada kala
Holosen. Kecuali pada kala Holosen kegiatan tektonik tersebut ditandai terutama oleh penyesaran naik
secara intensif serta pelipatan yang menjurus timur laut dan barat daya. Sesar normal juga banyak
terdapat, umumnya berjurus barat laut dan tenggara. Kegiatan terakhir berupa pengangkatan yang
terbukti oleh adanya terumbu yang terangkat sepanjang pantai.

Lengan barat pulau Halmahera sebagian besar tertutup oleh produk vulkanik muda, sehingga
perkembangan tektonikanya tidak dapat dikenali dengan baik. Batuan tertua adalah Formasi Bacan yang
berumur Oligosen-Miosen yang tersingkap di ujung utara Pulau Halmahera.

Secara geologi dan tektonik Halmahera cukup unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan empat
lempeng, yaitu Eurasia, Mindanao, Pasifik dan Indo-Australia yang terjadi sejak Zaman Kapur. Di selatan
Halmahera pergerakan miring sesar Sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo-Australia, struktur
lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada Formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-
Pliosen Awal. Sumbu lipatan berarah utara-selatan, timur laut-barat daya, dan barat laut-tenggara.

Gambar Gambaran Tektonik Indonesia Timur (Hall, 2001)

Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik umumnya berarah utara-selatan dan barat laut-
tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada Kapur Awal dan Tersier Awal, ketidakselarasan antara batuan
berumur Paleosen-Eosen dengan batuan berumur Eosen-Oligosen Awal, mencerminkan kegiatan
tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunungapi. Sesar naik akibat tektonik terjadi
pada zaman Eosen-Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada zaman Holosen berupa pengangkatan
terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batugamping.

http://suarageologi.blogspot.co.id/2014/05/cekungan-buli-bay-.html

Geologi Cekungan Buli Bay (Halmahera -


Maluku Utara)
Geologi Regional
Nama Cekungan : Paleogene Oceanic Fracture - Neogene Back Arc Basin.

Klasifikasi Cekungan : Cekungan sedimen dengan status belum ada penemuan.

Cekungan Buli Bay merupakan salah satu cekungan dikawasan timur Indonesia, terletak di
sekitar Pulau Halmahera, pada koordinat 128.5-130.4 BT dan 0-1 LU
Peta lokasi Cekungan Buli Bay.

Geometri Cekungan Buli Bay memanjang dengan arah barat - timur. Sebelah utara dan timur
cekungannya dibatasi oleh Samudera Pasifik, sebelah barat dibatasi oleh tinggian Pulau
Halmahera dan yang menjadi batas sebelah selatan dari cekungan ini adalah Laut Halmahera.
Peta anomaly gaya berat menunjukan kontras densitas yang dapat dijadikan batas cekungan.
Peta anomaly gaya berat Cekungan Buli Bay.
Luas total Cekungan Buli Bay kurang-lebih 15.360 km2, keseluruhan cekungan ini menempati
sebagian wilayah perairan di sebelah timur Pulau Halmahera. Batuan dasar cekungan ini
berumur Tersier. Memiliki ketebalan sedimen antara 1 2 km dengan kedalaman cekungan
antara 0 2000 m.
Tektonik dan Struktur Geologi
Halmahera terletak pada komplek tektonik dimana terdapat tiga lempeng utama yang saling
berinteraksi. Lempeng-lempeng tersebut terdiri dari Lempeng Laut Filipina, Lempeng Australia,
dan Lempeng Eurasia. Dibagian timurlaut, Lempeng Laut Filipina bergerak kearah barat.
Kemungkinan pusat pemekaran berada di daerah Palung Ayu yang disubdusikan dibawah
Halmahera bagian utara, sepanjang jalur pemekaran Palung Phillippine di bagian tenggara.

Lempeng Australia yang berada di sebelah selatan bergerak kearah timurlaut. Pergerakan ini
mengarah ke Sesar Sorong yang merupakan batas sebelah selatan wilayah Halmahera. Sesar
Sorong sendiri merupakan sesar geser mengarah mengiri.

Selama terjadinya proses tumbukan antara Lempeng Australia bagian utara dengan Lempeng
Laut Filipina, fragmen-fragmen dari lempeng benua terbagi-bagi dan bergerak sepanjang Sesar
Sorong di bagian barat. Batugamping autochtonous Miosen dari Lempeng Australia,
kemungkinan diendapkan di lingkungan pemekaran cekungan, yang terbawa dan terbentuk pada
pembentukan Cekungan Weda dan Cekungan Tomuri di bagian barat. Posisi tektonik dari
cekungan selama proses tersebut adalah pada busur belakang dengan lokasi busur magmatik
berada pada lengan bagian barat.

Lebih lanjut deformasi sesar mendatar berhubungan dengan zona active Sesar Sorong dan ini
berhubungan dengan splay yang merupakan suatu sesar berpasangan. Kondisi tersebut mungkin
menyebabkan pembukaan dari busur belakang seperti sebuahpull apart basin. Sejarah stratigrafi
Halmahera merupakan hasil dari patahan dan pengangkatan sedimen-sedimen hasil fluktuasi
genang laut. Sedimen-sedimen tersebut berpotensi sebagai batuan induk, reservoir, dan batuan
penutup, yang penting dalam pembentukan dan penjebakan hidrokarbon.
Tektonik Halmahera (dimodifikasi dari Hamilton, 1979).
Stratigrafi Regional
Stratigrafi Cekungan Halmahera Timur diawali dengan pengendapan batuan dasar yang berupa batuan
ophiolit, yang lebih dikenal dengan East Halmahera Ophiolite Batuan dasar ini diendapkan pada umur
Jurasik Tengah. Pada umur Kapur Atas sampai Paleosen di cekungan ini diendapkan batugamping
Formasi Gao. Formasi ini didominasi endapan batugamping. Batuan lain yang dijumpai pada endapan
formasi ini adalah batupasir. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah lingkungan batial.

Breksi Formasi Dodoga diendapkan pada umur Paleosen. Formasi ini didominasi oleh endapan breksi.
Diperkirakan endapan ini diendapakan pada lingkunagan bathyal sampai deep marine (laut dalam).
Diatas breksi Formasi Dodoga diendapkan endapan batugamping Formasi Gelendongan. Formasi ini
diendapakan pada umur Eosen. Batuannya didominasi oleh endapan batugamping, dengan lingkungan
pengendapan nya adalah deep marin (laut dalam).

Formasi Paniti diendapkan pada umur Eosen diatas endapan batugamping Formasi Gelendongan secara
tidak selaras. Formasi Paniti memiliki litologi yang terdiri dari batupasir, batulempung, dan sedikit
batugamping. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

Kemudian pada umur Oligosene diendapkan secara tidak selaras Formasi Jawali dengan endapannya
berupa konglomerat. Konglomerat Formasi Jawali diendapkan pada lingkungan transitional. Formasi
Subaim diendapkan diatas Formasi Jawali pada umur Miosen. Formasi ini terdiri dari endapan
batugamping massive dan perlapisan batugamping koral. Lingkungan paparan laut dangkal menjadi
tempat penngendapan formasi ini. Pada umur Pliosen pada sedimentasi cekungan ini terjadi perubahan
fasies dari Formasi Subaim menjadi endapan Formasi Soolat. Formasi ini terdiri dari endapan
batulempung gampingan, serpih dan sedikit batugamping. Pada umur Kuarter di cekungan ini
diendapkan endapan Quarternary Reff. Formasi ini terdiri dari endapan batugamping dengan lingkungan
pengendapan nya adalah laut dangkal.
Stratigrafi Cekungan Halmahera Timur (dimodifikasi dari Pertamina-BEICIP, 1992).

Sistem Petroleum
Sejarah tektonik dan sedimentasi cekungan sangat penting diketahui untuk menentukan hidrokarbon
potensial di suatu cekungan. Evolusi cekungan merefleksikan pergerakan dan interaksi dari lempeng.
Analisis cekungan merupakan suatu proses dengan tujuan mengetahui karakteristik dari suatu cekungan
sebagai tempat endapan sedimen yang mungkin terdapat unsur-unsur penting untuk terakumulasinya
hidrokarbon. Unsur-unsur penting tersebut seperti keberadaan batuan induk, reservoir, batuan penutup,
pola struktur untuk migrasi hidrokarbonnya, dan jebakan.

Batuan Induk
Batuan induk yang potensial di daerah Kepala Burung diharapkan terbentuk di cekungan Halmahera
Selatan. Dua interval batuan induk yang menghasilkan minyak di daerah Kepala Burung Papua berupa
serpih pada Formasi Ainim yang memiliki kecenderungan untuk menghasilkan gas dan sedikit minyak.
Batuan berumur Jura Awal-Tengah dari Formasi Yefbie yang ekivalen dengan Formasi Kopai dari
Kelompok Lower Kembelangan yang mengindikasikan kecenderungan yang lebih banyak menghasilkan
minyak dibanding dengan batuan induk Permian; serpihnya memiliki TOC 6,2 % berasal dari material
sapropel yang dapat menghasilkan minyak dan gas. Batuan induk Tersier yang ada pada cekungan-
cekungan di daerah Kepala Burung melibatkan Grup Upper Kembelangan (Paleosen-Eosen) yang
mengandung TOC sekitar 0,6-1,2% yang berasal dari material sapropel dan cenderung menghasilkan
minyak.

Reservoir
Karbonat berumur Miosen (Formasi Subaim) yang ada pada Teluk Weda memiliki ketebalan hingga 700
kaki berdasarkan refleksi dari karakter seismik. Batuan karbonat ini diharapkan diendapkan pada
lingkungan dangkalan dengan energi tinggi dan dapat berupa gundukan rendah karena batuan dengan
tipikal sama yang ditemukan di Cekungan Salawati memiliki properti reservoir yang baik. Potensi
reservoir yang lain dimiliki oleh batupasir yang berada di bagian paling atas Grup Weda (Formasi Soolat)
yang pada umumnya tipis dan mengandung fragmen litik.

Perangkap
Jebakan hidrokarbon di Cekungan Halmahera Selatan adalah jebakan stratigrafi, struktur dan kombinasi
keduanya yang terbentuk pada fase syn-rift dan tereaktivasi pada fase tektonik tumbukan.

Batuan Penyekat / Seal


Serpih tebal intraformasional yang ada di cekungan Bintuni diharapkan hadir juga di Cekungan
Halmahera untuk menutupi reservoir Pra-Tersier. Penyekat yang diharapkan hadir untuk batuan karbonat
terumbu berumur Miosen adalah serpih karbonatan dan batulempung karbonat laut dalam. Bagian Top
dari batuan penyekat untuk batuan karbonat yang ada pada paparan akan disediakan oleh unit yang
sama untuk unit batugamping terumbu yang lebih tua sementara untuk batugamping yang lebih muda
ditutupi oleh sedimen klastik berukuran halus pada Grup Weda. Unit-unit ini ekivalen dengan Formasi
Klasaman dan Klasafet yang menutupi reservoir Formasi Kais di Cekungan Salawati. Batuan penutup
lain yang ada pada cekungan ini adalah batugamping terumbu yang memiliki kisaran umur Pliosen.
Berdasarkan identifikasi seismik batuan penutup dari batugamping terumbu memiliki resiko kebocoran
karena hanya ditutupi oleh sedimentasi tipis Plistosen.

Pembentukan Minyak, Migrasi, dan Akumulasi


Properti batuan tiap horizon di Cekungan Buli Bay diambil dari Cekungan Salawati karena kurangnya
data. Untuk model sistempetroleum properti batuannya diambil dari sumur TBF 1-X di Cekungan
Salawati. Minyak di berada dalam kondisi mlai matang (ekivalen dengan RO 0,5 - 0,7%) pada 23,34 jtl
(Awal Miosen) dan mencapai top Formasi Roabiba pada 21,02 jtl.. Waktu pembentukan menengah (RO
0,7-1,0%) tercapai pada 19,54 jtl (Awal Miosen) belum mencapai Formasi Roabiba hingga saat ini.
http://mentarigeologi.blogspot.co.id/2015/10/geologi-regional-halmahera.html
FISIOGRAFI
Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu
Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.

Mandala Fisiografi Halmahera Timur


Mandala Halmahera Timur meliputi Lengan Timur Laut, Lengan Tenggara dan beberapa pulau kecil di
sebelah Timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan
torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng
terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang
landai.

Mandala Fisiografi Halmahera Barat


Mandala Halmahera Barat bagian Utara dan lengan Selatan Halmahera. Morfologi mandala berupa
perbukitan yang tersusun atas Batuan Sedimen, pada Batugamping berumur Neogen dan morfologi karst
dan di beberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur
oligosen.

Mandala Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter


Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk
suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut guugunung api yang
masih aktif.
Gambar : Fisiografi Regional Pulau Halmahera

STRATIGRAFI
Urutan Formasi batuan pada daerah Halmahera dari tua ke muda dapat dilihat pada penjelasan dibawah
ini :

Satuan Batuan Ultrabasa ; terdiri dari Serpentinit, Piroksenit dan Dunit umumnya berwarna hitam
kehijauan, getas, terbreksikan mengandung asbes dan Garnierit. Satuan batuan ini hubungannya dengan
satuan yang lebih muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik.

Satuan Batuan Beku Basa ; terdiri dari Gabbro Piroksen, Gabbro Hornblende dan Gabbro Olivin.
Tersingkap di dalam batuan Ultrabasa.

Satuan Batuan Intermediet ; terdiri dari batuan Diorite Kuarsa dan Hornblende, tersingkap juga dalam
batuan Ultrabasa.

Formasi Dodaga ; berumur Kapur, tersusun oleh Serpih berselingan dengan Batugamping dan sisipan
Rijang. Selain itu ditutupi pula oleh batuan yang berumur Paleosen Eosen yaitu Formasi Dorosagu,
Satuan Konglomerat dan Satuan Batugamping.
Formasi Dorosagu ; terdiri dari Batupasir berselingan dengan Serpih Merah dan Batugamping. Formasi
ini berumur Paleosen Eosen. Hubungannya dengan batuan yang lebih tua (Ultrabasa) adalah
ketidakselarasan dan sesar naik. Tebal Formasi ini adalah + 250 m.

Satuan Batugamping ; berumur Paleosen Eosen, dipisahkan dengan batuan yang lebih tua (Ultrabasa)
oleh ketidakselarasan dan yang lebih muda oleh sesar. Tebal satuan ini + 400 m.

Satuan Batuan Konglomerat ; tersusun oleh batuan Konglomerat sisipan batupasir, Batulempung dan
batubara. Satuan ini ini berumur kapur dan tebalnya lebih dari 500 meter. Hubungannya dengan batuan
yang lebih tua (ultrabasa) dan formasi yang lebih muda (Formasi Tingteng) adalah ketidakselarasan
sedangkan dengan satuan batugamping hubungannya menjemari. Setelah pengendapan sejak Eosen Akhir
Oligosen Awal selesai, baru terjadi aktifitas gunung api Oligosen Atas Miosen Bawah, membentuk
bagian-bagian yang disatukan sebagaiFormasi Bacan.

Formasi Bacan ; tersusun atas batuan Gunung Api berupa Lava, Breksi dan Tufa sisipan Konglomerat dan
Batupasir. Dengan adanya sisipan Batupasir maka dapat diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen
Miosen Bawah. Dengan batuan yang lebih tua (F ormasi Dorosagu) dibatasi oleh bidang sesar dan dengan
batuan yang lebih muda (Formasi Weda) oleh bidang ketidakselarasan. Setelah pengendapan miosen
bawah bagian atas selesai, terbentuk cekungan luas yang berkembang sejak Miosen Atas-Pliosen. Pada
cekungan tersebut diendapkanFormasi Weda, satuan konglomerat, dan Formasi Tingteng.

Formasi Weda ; terdiri dari Batupasir berselingan Napal, Tufa, Konglomerat dan Batugamping. Berumur
Miosen Tengah Awal Pliosen. Bersentuhan secara tidak selaras dengan Formasi Kayasa yang berumur
lebih muda dan hubungannya dengan Formasi Tingteng adalah menjemari.

Satuan Konglomerat ; berkomponen batuan Ultrabasa, Basal, Rijang, Diorit dan Batusabak. Tebalnya +
100 m, menutupi batuan Ultrabasa secara tidakselaras berumur Miosen Tengah Pliosen Awal.

Formasi Tingteng ; tersusun oleh Batugamping hablur dan Batugamping pasiran, sisipan Napal dan
Batupasir. Berumur Miosen Akhir Pliosen Awal, tebal + 600 m. setelah pengendapan Formasi
Tingteng, terjadi pengangkatan pada kuarter sebagaimana ditunjukkan oleh Batugamping terumbu di
pantai lengan timur Halmahera.
Gambar : Peta Geologi Regional Pulau Halmahera

TEKTONIK
Secara geologi dan tektonik Halmahera cukup unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan 3
lempeng, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo- Australia yang terjadi sejak zaman kapur. Di selatan Halmahera
pergerakan miring sesar Sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo-Australia struktur lipatan berupa
sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu
lipatan berarah Utara-Selatan, Timur Laut - Barat Daya, dan Barat Laut-Tenggara.

Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik umumnya berarah Utara-Selatan dan Barat Laut-
Tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada Kapur Awal dan Awal Tersier, ketidakselarasan antara batuan
berumur Paleosen-Eosen dengan batuan berumur Eosen-oligosen Awal, mencerminkan kegiatan
tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunung api. Sesar naik akibat tektonik terjadi
pada jaman Eosen- Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada jaman Holosen berupa pengangkatan
terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batugamping.
Perkembangan tektonik pada lengan timur diperkirakan terjadi pada akhir Kapur dan awal Tersier.
Mandala lengan timur terdiri atas batuan tua ultrabasa dan serpih merah yang diduga berumur Kapur
terdapat dalam batuan sedimen Formasi Dorosagu yang berumur Paleosen-Eosen. Kegiatan tektonik
lanjutan terjadi pada awal Eosen Oligosen. Ini diketahui dari ketidak selarasan antara Formasi
Dorosagu dan Formasi Bacan (batuan vulkanik berumur akhir Oligosen Miosen Awal (Oligo-Miosen).
Mandala Timur terdiri dari hampir seluruhnya relatif batuan tua dibanding Mandala Barat.

Pada Miosen Tengah, Plio-Plistosen dan akhir Holosen terjadi kegiatan tektonik berupa perlipatan, sesar
naik secara intensif dengan arah utama UUT SSB. Sesar normal berarah BUB TUT dan ini terjadi pada
fase tektonik akhir, memotong semua sesar naik.

Pada Mandala Geologi Barat karakteristiknya jauh berbeda dari yang di jelaskan diatas. Batuan tertua di
daerah ini adalah Formasi Bacan berumur Oligo-Miosen, tersingkap di ujung utara P. Halmahera dan
sebagian P. Doi. Sesar yang dapat teramati adalah sesar Normal. Menurut Katili (1980) dalam Bukunya
Geotectonic of Indonesia membagi kawasan Halmahera bagian utara menjadi dua zona yaitu : Lengan
Mandala Timur dinamakan zona subduksi dan Lengan Mandala Barat (utara) sebagai zona busur
magmatic.
Gambar : Tektonik Regional Pulau Halmahera

http://kpmb.blogspot.co.id/2013/04/kondisi-
geologi-pulau-halmahera.html

Kondisi Geologi Pulau Halmahera


Fisiografi

Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku


Utara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi
Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur,
Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.

a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur


Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan beberapa pulau kecil
di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng
terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologikarst. Morfologi
pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun
pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping
dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai.
b. Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi mendala
berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping berumur Neogen dan
morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan
batuan gunung api berumur Oligosen .
c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di
sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api
kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.

Stratigrafi
Pulau Halmahera terletak di antara pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat lempeng mikro yang
sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng (Australasia, Eurasia, dan Pasifik).
Halmahera memiliki sejarah tektonik yang mirip dengan Sulawesi, terlihat dari bentuknya yang
menyerupai huruf K. Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya
secara tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang
sangat berbeda. Lengan timur Halmahera memiliki batuan ultrabasa sebagai batuan dasar
dan batuan sedimen di atasnya dari Formasi Dodoga dan Formasi Dorosagu yang
berumur Eosen. Setelah ada jeda waktu sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen
Awal, terjadi aktivitas vulkanik yang menghasilkan material vulkanik. Sementara itu
terbentuk batuan sedimen dan batuan karbonat. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur
mengalami pengangkatan dan erosi. Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona
tumbukan antara busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng
samudra Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen
telah menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan
(? Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan
Formasi Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini (Gambar 2.1). Formasi-formasi
ini dipisahkan oleh ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup panjang
(Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai dasitik dan batuan
vulkaniklastik. Dari hasil dating (40Ar/39Ar) terhadap batuan basaltikandesit dari Formasi
Gosowong didapatkan umur dengan kisaran 5,4Ma sampai 2,6Ma. Kisaran waktu yang besar ini
mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses tektonik yang luas paska pengendapan,
intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi 13 Gosowong.
Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen Akhir) seharusnya
digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong (Majoribanks,1998, dalam Olberg
dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi
Kayasa.

Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik sampai
andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian besar piroksen,
bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini memiliki komponen
andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abuabu gelap; bertekstur afanitik
sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak terpilah dengan baik, sebagian
umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan berumur Pliosen.
Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan diorit kuarsa,
yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga

Anda mungkin juga menyukai