Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap benda yang bergerak pasti mempunyai kecepatan. Jika benda itu
melakukan gerak translasi, maka benda mempunyai kecepatan linear. Sedangkan
benda yang melakukan gerak rotasi akan memiliki kecepatan sudut. Benda yang
melakukan gerak rotasi disebabkan oleh torsi. Jika torsi yang diberikan pada
benda yang diam lebih besar daripada torsi yang menghambat, maka benda
tersebut akan berputar. Kita sering menjumpai benda yang menggelinding dan
meluncur pada suatu bidang miring. Permasalahan yang sering muncul dalam
benak kita seperti mengapa gerak meluncur tersebut lebih cepat sampai di bawah
dibandingkan dengan benda yang menggelinding? Jika bola pejal dan silinder
pejal menggelinding pada bidang miring mana benda yang terlebih dahulu tiba di
dasar bidang miring tersebut? Terhadap permasalahan tersebut orang sering
mengatakan bahwa gerak meluncur lebih mudah untuk sampai di dasar bidang
miring. Demikian pula akan pertanyaan akan bola pejal dan silinder pejal yang
menyatakan bahwa silinder pejal akan lebih dahulu sampai di dasar bidang miring
karena silinder silinder akan lebih mudah meluncur.
Peristiwa gerak benda yang menggelinding tersebut sangat erat kaitannya
dengan konsep dinamika rotasi benda tegar. Benda tegar merupakan sistem benda
yang terdiri atas sistem benda titik yang jumlahnya tak terhingga dan jika diberi
gaya, jarak antara titik titik dalam sistem selalu tetap. Gerak benda tegar dapat
dianalisis sebagai gerak translasi dari pusat massanya, ditanbah dengan gerak
rotasi sekitar pusat massa ( Giancoli. 2001: 247).
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua benda yang dijumpai selalu
bergerak. Sebelum bergerak, benda pasti diam, demikian juga setelah bergerak,
mungkin benda akan berhenti. Di samping itu, ada juga benda yang selalu diam
atau dirancang untuk tetap diam. Salah satu contoh sederhana adalah jembatan.

1
Jembatan yang tidak dirancang dengan baik akan roboh jika tidak mampu
menahan beban kendaraan yang lewat di atas jembatan tersebut. Gedung yang
tidak dirancang dengan baik juga akan langsung roboh jika diguncang gempa
bumi berskala kecil atau besar. Jembatan dan gedung yang diam tersebut
memanfaatkan konsep kesetimbangan benda tegar.
Studi yang membahas mengenai gerak benda, konsep- konsep gaya dan
energy yang saling berhubungan membentuk satu bidang yang disebut mekanika.
Mekanika dibagi menjadi dua bagian yaitu kinematika dan dinamika. Kinematika
adalah ilmu yang mempelajari gerak tanpa menyebabkan penyebab geraknya,
sedangkan dinamika merupakan ilmu yang mempelajari gerak dengan
memperhatikan penyebab geraknya (Kamajaya. 2007: 166). Dinamika
berhubungan dengan gaya- gaya yang berkaitan dengannya dan sifat sifat benda
yang bergerak tersebut.
Pada konsep tentang benda tegar kami akan membahas mengenai titik berat,
kesetimbangan benda tegar, kinematika rotasi benda tegar, dinamika rotasi, torsi,
momen inersia, gerak menggilinding, usaha dan energy kinetic gerak rotasi,
momenrum sudut dan hukum kekekalannya, serta permasalahan pada dinamika
rotasi.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut adapun masalah-masalah yang muncul adalah
sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan titik berat?
2. Bagaimanakah konsep konsep yang berkaitan dengan kinematika rotasi
benda tegar dan hubunganya dengan kinematika gerak translasi?
3. Apakah yang dimaksud dengan dinamika rotasi, torsi dan momen inersia?
4. Bagaimana konsep sebuah benda jika bergerak menggilinding?
5. Bagaimana cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan dinamika
rotasi?
6. Apakah yang dmaksud dengan momen kopel?

2
7. Bagaimanakah keseimbangan benda tegar?
8. Bagaimana konsep usaha dan energi kinetik yang berlaku pada gerak rotasi
dan translasi?
9. Apakah yang dimaksud dengan momentum sudut dan hukum
kekekalannya?

1.3. Tujuan
1. Mampu menerapkan titik berat dalam hubungannya dengan keseimbangan
benda tegar.
2. Mampu memahami konsep yang berkaitan dengan kinematika rotasi benda
tegar serta hubunganya dengan kinematika gerak translasi.
3. Mampu memahami dinamika rotasi, torsi, dan momen inersia.
4. Mampu menganalisis konsep benda yang bergerak menggelinding.
5. Mampu menganalisis masalah dinamika gerak rotasi benda tegar untuk
berbagai keadaan.
6. Mampu memahami momen kopel.
7. Mampu memahami keseimbangan benda tegar.
8. Mampu menganalisis usaha dan energi kinetik yang berlaku pada gerak
rotasi dan translasi.
9. Mampu menganalisis hukum kekekalan momentum sudut pada gerak rotasi
.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai Kinematika dan Dinamika
Benda Tegar bagi mahasiswa khususnya mahasiswa kelas 1/B Pendidikan
Fisika.
2. Menambah modul pembelajaran mengenai Kinematika dan Dinamika
Benda Tegar.
3. Memberikan tambahan wawasan mengenai Kinematika dan Dinamika
Benda Tegar

3
BAB II
PEMBAHASAN
Benda tegar merupakan benda dengan bentuk tertentu yang tidak berubah,
sehingga jarak antar partikel partikel pembentuknya berada pada posisi yang tetap
relatif satu sama lain. Tentu saja pada kenyataanya benda apapun bisa bergetar atau
berubah bentuk ketika diberikan gaya. Namun efek ini seringkali kecil, sehingga
konsep benda tegar yang ideal sangat berguna bagi pendekatan yang baik. Gerak
benda tegar dapat dianalisis sebagai gerak translasi dari pusat massanya yaitu jika
lintasan semua titik tersebut sejajar, ditambah dengan gerak rotasi sekitar pusat
massa.

2.1 Titik Berat


Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik. Benda tegar akan melakukan gerak translasi apabila gaya yang
diberikan pada benda tepat mengenai titik berat. Titik berat merupakan titik dimana
benda akan berada dalam keseimbangan rotasi (tidak mengalami rotasi). Pada saat
benda tegar mengalami gerak translasi dan rotasi sekaligus, maka pada saat itu titik
berat akan bertindak sebagai sumbu rotasi dan lintasan gerak translasinya. Untuk
mengetahui letak titik berat suatu benda tegar untuk benda-benda yang memiliki
simetri tertentu, misalnya segitiga, kubus, balok, bujur sangkar, bola dan lain-lain
yaitu sama dengan letak sumbu simetrinya. Sedangkan untuk benda-benda yang
mempunyai bentuk sembarang letak titik berat dicari dengan perhitungan.
Dari pernyataan di atas, titik berat benda homogen (massa jenis tiap tiap bagian
benda sama) memiliki sifat sifat khusus sebagai berikut:
Jika benda homogen mempunyai sumbu simetri atau bidang simetri, maka titik
beratnya terletak pada sumbu simetri tersebut.
Letak titik berat benda pada benda padat bersifat tetap dan tidak tergantung pada
posisi benda.
Jika suatu benda homogen mempunyai dua bidang simetri, maka titik beratnya
terletak pada garis potong kedua benda tersebut.

4
a) Titik berat benda berbentuk linear (garis)
Titik berat benda berbentuk linear (garis) dapat dilihat pada Tabel 2.1

Nama Benda Gambar Benda Letak Titik Berat


Garis Lurus X0 1
Z x o= L
2
A B

Busur Lingkaran
tali busur AB
y 0=R
busur AB
Z R
R = jari-jari
A yo B
lingkaran

Busur Setengah Y
Lingkaran
2R
Z y 0=

A B
yo R

Tabel 2.1 (titik berat benda liner)

Untuk benda homogen yang merupakan gabungan dari benda- benda


berbentuk linear, titik beratnya dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut:

Li . x i (2.1)
x o=
L

Li y i
y o=
L
Keterangan:
i : panjang garis
xi , yi : titik berat masing masing benda

5
xo , yo : kordinat titik berat benda
Contoh soal:
Hitunglah letak titik berat benda homogen satu dimensi seperti gambar di
bawah jika panjang masing masing benda 6 cm dan 8 cm!
y

6 cm

8 cm x
cmcm
Jawab:
Bangun 1:
L1 = 6 cm, x1 = 0, y2 = . 6 = 3
Bangun 2:
L2 = 8 cm, x2 = .4, y2 = 0
L1 X 1 + L2 X 2 L1 Y 1 + L 2 Y 2
x 0= y 0=
L1 + L2 L1 + L2

( 6 ) ( 0 ) + ( 8 ) ( 4) ( 6 ) (3 )+ ( 8 ) (0)

6+ 8 6+8
32 24
= 2,28 = 1,7
14 14
Maka titik berat benda tersebut terletak pada (2,28 , 1,7)

b) Titik berat benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)


Titik berat benda homogen berbentuk luasan yang bentuknya teratur terletak
pada sumbu simetrinya. Untuk bidang segi empat, titik beratnya merupakan
perpotongan diagonalnya, dan untuk lingkaran terletak dipusat lingkaran. Titik
berat bidang homegen diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut:
Nama Benda Gambar Benda Titik Berat Keterangan

6
Segitiga C t = tinggi
1 z = perpotongan
y 0= t
Z
3
t
garis-garis berat
yo AD & CF

Jajaran Genjang D t = tinggi


1 z = perpotongan
C y 0= t
2
t diagonal AC dan
yo BD
A B
Juring Lingkaran
2 tali busur AB
y 0= R
3 busur AB
Z R=jari-jari lingkaran
R yo
Setengah X
4R
Lingkaran y 0=
Z 3
A R yo 0 R=jari-jari lingkaran
B
Tabel 2.2
(titik berat benda luasan)

Jika tebal diabaikan maka benda dapat dianggap berbentuk luasan (dua
dimensi), dan titik berat gabungan benda homogen berbentuk luasan dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:

Ai . xi
x o=
A (2.2)
Keterangan:
Ai . yi
x o , o=
yo :Koordinat
A titik berat benda
A y bidang
: Luas
xi : Absis titik masing masing benda
yi : Ordinat titik masing masing benda

7
Contoh soal:
Sebuah karton berbentuk huruf L dengan ukuran seperti pada gambar di
bawah.

Tentukan koordinat titik berat karton tersebut!


Jawab:
Karton tersebut dibagi atas 2 bagian, yaitu bagian I dan II
Karton I
8
I
A1 = 8 x 2 = 16
x1 = . 2 = 1, y2 = . 8 = 4

0 2
Karton II
A2 = 4 x 2 = 8
II
x1= 2 + . 4 = 4 , y2 = . 2 = 1
2 6
Absis titik berat xo dan yo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2
( 16 .1 )+ ( 8 .1 )
x o= =2
16+ 8
( 16 . 4 ) +(8 .1)
y o= =3
16+8
Maka koordinat titik berat benda tersebut terletak pada (2,3)

8
c) Titik berat benda homogen berbentuk ruangan (dimensi tiga)
Titik berat benda berbentuk ruangan (dimensi tiga) dapat dilihat pada Tabel
2.3
Nama Benda Gambar Benda Titik Berat Keterangan
Prisma z1 = titik berat
Z2 z pada titik
bidang alas
tengah garis z1z2 z2 = titik berat
1
y 0= l bidang atas
2
ZZ1 l = panjang
yo
sisi tegak
Silinder t = tinggi silinder
Z2 R = jari-jari
1
y 0= t lingkaran alas
2
A = luas kulit
t A=2 R .t
Z silinder
y Z1
Limas 0 T
1 TT = garis tinggi
T ' z= T ' T
Z 3
ruang

Kerucut
T 1 TT = tinggi
z T ' = TT '
3
kerucut
Z T = pusat
A B
lingkaran alas
Setengah bola T
R = jari-jari
y Z 1
0 y 0= R
2

Tabel 2.3
(titik berat benda ruangan)

9
Letak titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga
dapat ditentukan dengan persamaan:

V i . x i (2.3)
x o=
V

V i . yi
o=
Contohsoal:
V
y Sebuah bola homogen berlubang, mempunyai jari-jari
y
2R. Bentuk rongga juga berbentuk bola dengan jari-jari R.
Seperti terlihat pada gambar. Berapakah titik berat
bola x berlubang ini jika diukur dari pusat koordinat dalam
sumbu X.

Jawab:
Misalkan bangun 1 ialah bola besar, maka
4 3
V 1= R
3
3
2R 4
4 8 R3
3,14 3
3
32
R3
3
x 1=0 , y 1=0
Dan lubang ialah bangun 2, maka;
4
V 2= R3
3

10
x 2=R , y 2=0
Sehingga titik berat benda tersebut dapat diperoleh melalui persamaan 2.3
V 1 X 1 +V 2 X 2 V 1 Y 1 +V 2 Y 2
x o= y o=
V 1 +V 2 V 1 +V 2
4 3 4 3 32 3 4 3
8 R 0 R R R 0 R 0
3 3 3 3

32 4 28
R3 R 3 R3
3 3 3
4 4
0 R 0
3
28 3
28 R
R3 3
3
4 3 1
R R
3 28 7
Jadi titik berat bangun bola berlubang diatas adalah(X,Y) = (-1/7 R, 0)

2.2 Kinematika Rotasi Benda Tegar


Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Benda tegar bergerak rotasi murni
jika setiap partikel pada benda tersebut bergerak dalam lingkaran yang pusatnya
terletak pada garis lurus yang disebut sumbu rotasi. Untuk menjelaskan gerak rotasi
benda tegar akan dimulai dengan memperkenalkan konsep konsep yang berkaitan
dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan sudut (rad/s),
percepatan sudut (rad/s2).

1) Posisi Sudut ()
Agar sebuah titik di (1) tepi roda berpindah dari
posisi (1) ke posisi (2), roda tersebut harus
R
berputar sebesar (2) ( lihat gambar 2.1). Jika
jarak tempuh linear s dari posisi 1 ke posisi 2

11
dan jari jari R diketahui, maka hubungan posisi sudut dengan jarak linearnya
adalah:

(2.4)
s = R
Gambar 2.1
Keterangan:
s: Perpindahan linear (m)
R: Jari jari Lingkaran (m)
: Perpindahan sudut (rad)

Bila gerak rotasi berlawanan dengan putaran jarum jam disebut sebagai arah
positif putaran, sehingga bila gerak rotasi berlawanan dengan jarum jam maka
jumlah bertambah, sedangkan bila gerak rotasi searah dengan putaran jarum jam
0
maka berkurang. Sudut dapat dinyatakan dengan radian (rad), derajat ( ),
ataupun dalam putaran. Hubungan antara satuan radian, derajat, dan putaran
adalah sebagai berikut:
Radian merupakan satuan geomatris murni tanpa dimensi fisis karena terjadi dari
perbandingan dua panjang. 1 putaran disamakan dengan keliling lingkaran (2
R ), maka untuk satu lingkaran penuh diperoleh

s 2 R 360
= = =2 rad =360 , rad = =180 , dan
R R 2

360
1rad = =57,3 .
2

2) Kecepatan Sudut ()
Kecepatan sudut didefinisikan sebagai perbandingan pergeseran sudut
dengan waktu tempuh dengan arah kecepatan sudut searah dengan pergeseran
sudut atau searah dengan sumbu putarnya. Pergeseran sudut partikel dalam selang

12
waktu t = t2 t1 adalah = 2 1 maka laju sudut rata rata (
dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.5)

= 2 1=
t 2t 1 t

Keterangan:
: kecepatan sudut rata rata (rad/s)
t : selang waktu (s)
: perpindahan sudut (rad)

Kecepatan sudut sesaat terjadi pada selang waktu t yang sangat


singkat yaitu mendekati nol sehingga perubahan kecepatannya sangat kecil.
Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

d (2.6)
= lim =
t 0 t dt

Untuk benda tegar, semua garis radial yang tetap dalam benda itu dan tegak
lurus terhadap sumbu rotasi akan menempuh sudut yang sama dalam waktu yang
sama, sehingga kecepatan sudut terhadap sumbu ini sama untuk semua partikel
dalam benda (Resnick. 1985: 319)

Gambar 2.2

13
Pada piringan yang berputar dengan sumbu putar pada poros, setiap titik
pada piringan tersebut mengalami kecepatan sudut yang sama, sedangkan
kecepatan linearnya berubah ubah tergantung pada letak titik tersebut. semakin
ke tepi (jari jari semakin besar), semakin besar kecepatan linearnya. Hubungan
antara kecepatan linear dengan kecepatan sudutnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
s R
v= =
t t

Karena = , maka hubungan antara kecepatan linear (v) dengan kecepatan
t
sudutnya ()

v = R (2.7)

Keterangan:
v : kecepatan linear (m/s)
: kecepatan sudut (rad/s)
R : jari jari lingkaran (m)

Contoh soal:
Posisi sudut benda yang bergerak melingkar beraturan memenuhi

= ( 2t 23 ) rad . Dari data itu tentukan kecepatan sudut rata-rata antara


t 1 =3 s sampai t 2=6 s !
Jawab:
Bila t 1 =3 s t 2 =6 s

1=(2 ( 3 )23) 2=( 2 ( 6 )23 )


15 rad 69 rad
21
=
2 1

14
6915

63
54
= 18 rad/s
3
3) Percepatan Sudut ()
Jika laju sudut partikel dalam benda tegar tidak konstan maka laju sudut
seluruh partikel di dalam benda tegar juga tidak konstan. Ini berarti benda tegar
tersebut mengalami percepatan sudut atau biasa juga disebut dengan percepatan
anguler. Percepatan sudut merupakan perubahan kecepatan sudut per satuan
waktu yang diperlukan untuk terjadinya perubahan tersebut. Jika pada saat t1,
kecepatan sudut tersebut adalah 1 dan pada saat t2 = ( t1 +t ) , kecepatan
sudutnya menjadi 2 = ( 1 + ) , percepatan sudut rata rata dapat dituliskan
sebgai berikut:

21 d
= = = (2.8)
t 2t 1 t dt

Keterangan:
: percepatan sudut rata rata (rad/s2)
: perubahan kecepatan sudut (rad/s)
t : perubahan waktu (s)
Sedangkan percepatan sudut sesaat didefinisikan sebagai percepatan sudut rata
rata untuk selang waktu t yang sangat kecil atau mendekati nol.

d
= lim =
t 0 t dt (2.9)

Contoh soal:
2 rad
Sebuah benda berotasi dengan kecepatan sudut =( t + 2t3 ) Tentukan
s.
percepatan sudut saat t=5 s
Jawab:

15
Percepatan sudut bisa dicari menggunakan persamaan 2.8
d ( t 2 +2 t3 )
=
dt
2t +20
rad
t=5 s=2 ( 5 ) +2 = 12 2
s

Untuk rotasi dengan sumbu tetap, setiap patikel pada benda pejal tersebut
mempunyai kecepatan sudut yang sama dan percepatan sudut yang sama. Jadi
dan merupakan karakteristik keseluruhan benda pejal tersebut.Kita dapat
menggunakan persamaan 2.8 untuk menunjuukan bahwa percepatan sudut
berhubungan dengan percepatan linear tangensial (aT) dari partikel yang berotasi.

v
aT = =R
t t

(2.10)
a T =R

Keterangan:
aT : percepatan tangensial (m/s2)
R : jari jari lingkaran (m)
: percepatan sudut (rad/s2)
Arah percepatan tangensial ini selalu bersinggungan dengan busur
lingkaran. Selain itu di dalam gerak rotasi juga terdapat percepatan radial (asp),
yaitu percepatan yang arahnya menuju titik pusat lingkaran atau biasa disebut
dengan percepatan sentripetal:
2
v2 ( R )
a sp= =
R R

asp=2R (2.11)

16
Keterangan:
asp : percepatan setripetal/ radial (rad/s2)
: kecepatan sudut (rad/s)
R : jari jari lingkaran (m)

Pada gambar 2.3, titik P terletak di tepi piringan mengalami dua percepatan
linear, yaitu percepatan setripetal yang arahnya menuju pusat lingkaran dan
percepatan tangemsial yang arahnya tegak lurus dengan percepatan setripetal,
serta bersinggungan dengan busur lingkaran yang
P
berpusat di O. Maka percepatan linear total dari
sebuah partikel adalah jumlah vector dari dua
komponen percepatan tersebut.

a= aT 2 + asp 2
Gambar 2.3

2.2.1 Rotasi dengan laju sudut konstan


Untuk gerak rotasi benda tegar yang mempunyai laju sudut yang konstan,
pergeseran sudutnya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.5,
sehingga diperoleh hubungan 2= 1+ (t 2 +t 1 ) . Jika pada saat t =0 posisi
sudut partikel adalah 0 dan pada t2 = t posisi sudutnya adalah t, hubungan
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut

(2.12)
t = 0 +t

Pada gerak rotasi partikel atau benda tegar yang laju sudutnya konstan, laju
sudut sesaat sama dengan laju sudut rata ratanya.

2.2.2 Rotasi dengan percepatan sudut konstan

17
Definisi kecepatan sudut dan percepatan sudut dengan kecepatan dan
percepatan linear, dengan mengganti perpindahan linear s, mengganti v, dan
mengganti a. Karena persamaan-persamaan kinematika yang menghubungkan
, , dan bentuknya sama dengan persamaan-persamaan kinematika gerak
linear,maka dengan memakai analogi ini akan diperoleh kaitan sebagai berikut
untuk percepatan sudut konstan.

(2.13)
t = o +t

(2.14)
1
t =o + o t+ t 2
2

2 2 (2.15)
t =0 +2

2.3 Dinamika Rotasi Benda Tegar


Dinamika rotasi mempelajari mengenai gerak rotasi dengan memperhitungkan
pengaruh gaya yang menyebabkan benda itu bergerak. Telah diketahui bahwa
penyebab gerak translasi adalah gaya dan penyebab gerak rotasi adalah momen gaya.
Kedua gerak tersebut tidak dapat dipisahkan dengan Hukum II Newton.
Dalam pembahasan tentang dinamika benda tegar sangat berhubungan dengan
rotasi benda tegar dengan sumbu rotasi tetap dalam kerangka acuan inersia. Antara
massa inersia dalam gerak translasi sama pentingnya dengan momen inersia dalam
gerak rotasi. Istilah momen inersia ini juga biasa disebut dengan momen kelembaban
atau kelembaban rotasi yang sama halnya dengan istilah massa inersia atau
kelembaman translasi dalam gerak translasi. Dalam gerak rotasi terdapat hubungan
antara torsi, momen inersia, dan percepatan sudut sama halnya dengan hubungan
antara gaya, massa inersia, dan percapatan translasi dalam gerak translasi. Karena

18
partikel partikel pembentuk dalam benda tegar memiliki jarak yang tetap, maka
dapat dikatakan bahwa torsi tersebut bekerja pada benda tegar secara keseluruhan.

2.3.1 Momen gaya (Torsi)


Benda hanya dapat mengalami perubahan gerak rotasi jika pada benda
diberi momen gaya atau sering juga disebut torsi. Momen gaya didefinisikan
sebagai hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah
tegak lurus. Dimensi momen gaya (torsi) sama halnya dengan dimensi usaha
yaitu ML2T-2. Tatapi torsi dan usaha merupakan dua besaran fisis yang berbeda.
Perbedaannya antara lain torsi adalah besaran vector, sedangkan usaha adalah
besaran skalar. Satuan torsi yang digunakan antara lain Newton-meter (Nm)
atau kaki-pon.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari seperti pegangan pintu yang
diberikan gaya oleh tangan kita sehingga engsel di dalamnya dapat berputar dan
kincir yang berputar karena tertiup angin. Ketika membuka sebuah pintu,
pengaruh gaya yang diberikan tidak hanya tergantung pada besarnya gaya,
tetapi bergantung juga pada arah dan jarak titik gaya terhadap sumbu perputaran
pintu. Jika pintu diberikan gaya F1 yang arahnya tegak lurus dengan terhadap
pintu, makin besar F1 makin cepat pintu dibuka. Tetapi jika diberikan gaya
dengan besar yang sama pada titik yang lebih dekat dengan engsel, maka pintu
tidak akan terbuka sedemikian cepat. Sedangkan jika kita memberikan gaya
yang sejajar dengan (mendekati atau menjauhi) engsel, pintu tersebut tidak akan
berputar. Terlihat bahwa percepatan sudut pintu berbanding lurus tidak hanya
dengan besarnya gaya, tetapi juga dengan jarak tegak lurus dari sumbu rotasi ke
garis kerja yang disebut dengan lengan gaya.
Pada gambar 2.4, tirik O
F1
disebut sebagai sumbu rotasi, F adalah
engsel besar gaya yang diberikan, dan r
r=
disebut dengan lengan gaya. Adapun

O
19 Gambar 2.4
pengertian dari lengan gaya merupakan jarak yang tegak lurus dari sumbu rotasi
O terhadap garis gayanya.

Berdasarkan pernyataan tersebut besarnya gaya putar atau momen gaya


tidak hanya ditentukan oleh besanya gaya, tetapi juga lengan gaya. Secara
sistematis, momen gaya dirumuskan sebagai berikut:

(2.16)
=r F

Persamaan 2.16 menunjukkan bahwa momen gaya (torsi) yang


dihasilkan oleh sebuah gaya bukan hanya bergantung kepada besar dan arah
gayanya saja, tetapi juga bergantung kepada titik tangkap gaya relatif terhadap
titik asal, yaitu vektor r. jika garis gaya F melalui titik asal (sumbu rotasi),
maka r sama dengan nol dan momen gaya terhadap titik asal juga sama
dengan nol

F sin
F

r=

O Gambar 2.5

Jika gaya yang diberikan pada sebuah batang (Gambar 2.5) membentuk
sudut terhadap lengan gaya, maka faktor F sin merupakan komponen gaya
yang tegak lurus terhadap lengan gaya. Ini berarti bahwa gaya yang
menimbulkan momen gaya adalah gaya yang tegak lurus dengan lengan gaya.
Atau jika sin melekat pada lengan gaya (r sin ), maka lengan gaya yang
memberikan momen gaya adalah lengan yang tegak lurus terhadap garis gaya.
Hubungan antara momen gaya dan lengan gaya jika gaya membentuk sudut
terdadap lengan gaya adalah:

20
(2.17)
= r F sin

Keterangan:
: momen gaya (Nm)
R : lengan momen (m)
F : gaya yang bekerja (N)
: sudut antara garis gaya dengan lengan momen (o)
Karena momen gaya merupakan perkalian secara vector antara vector gaya dan
vector lengan gaya, maka momen gaya juga merupakan besaran vector.
1. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya searah dengan arah
putaran jarum jam atau menjauhi pembaca, maka momen gaya bernilai
positif (+).
2. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya berlawanan dengan arah
putaran jarum jam atau mendekati pembaca, maka momen gaya bernilai
negatif (-).
Gambar 2.7 menunjukkan adanya dua momen gaya yang bekerja pada
sebuah batang. Besarnya momen gaya yang ditimbulkan oleh F1 dan F2
terhadap titik B (sumbu rotasi)
F1
adalah:

A B 1=F 1 sin
1
2=F 2
F2 2
Gambar 2.7
Oleh karena arah rotasi yang
ditimbulkan oleh gaya F1 searah dengan arah putaran jarum jam, maka 1
bernilai positif, sedangkan 2 bernilai negatif karena arah rotasi yang
ditimbulkan F2 berlawanan dengan arah putaran jarum jam.

21
Jika pada sebuah benda bekerja dua atau lebih momen gaya, maka momen gaya
total di sekitar sumbu benda merupakan penjumlahan vector semua momen
gaya yang bekerja.

(2.18)
= ( rF )

Contoh soal:
Pada batang AD seperti pada gambar, bekerja gaya F1, F2, F3. Hitunglah momen
gaya yang dialami batang tersebut, jika :
a. Batang berputar di A.
b. Batang berputar di B.
c. Batang berputar di C.
Jawab:
a. a = F r F1=40N F2=100 F3=50N
= F2 AC + F 3 AD N

= 100 2+50 4
= 200+200 A B C D
=400Nm 1m 1m 2m

b. c = F d
= F 1 AC+ F3 CD
= 40 2+50 2
= 80+100
=20Nm
c. b = F d
= F 1 AB+ F 2 BC + F 3 BD
= 40 1+100 1+50 3
= 40+100+150
=210Nm

22
2.3.2 Momen inersia (kelembaban)
Sesuai dengan Hukum I Newton bahwa setiap benda memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan keadaan geraknya. Jika benda dalam
keadaan diam, benda cenderung untuk tetap diam. Demikian pula dengan benda
yang sedang bergerak lurus beraturan, benda akan cenderung untuk
tetapbergerak lurus beraturan. Kecenderungan untuk mempertahankan
keadaannya inilah yang disebut dengan inersia.
Konsep Hukum I Newton tersebut juga berlaku untuk benda benda
yang sedang berotasi, seperti halnya planet planet dalam tata surya
mempunyai kecenderungan untuk tetap mempertahankan keadaan gerak
rotasinya. Kecenderungan ini disebut sebagai momen inersia. Momen inersia
selain bergantung pada kandungan zat di dalamnya atau massa benda juga
bergantung pada bentuk benda posisi massa tersebut ke sumbu putarnya.
Semakin jauh posisi massa benda ke pusat rotasinya, semakin besar momen
inersia benda tersebut.

A. Momen inersia benda diskrit (partikel)


Perhatikan gambar 2.6. sebuah partikel bermassa m berputar
mengelilingi sebuah sumbu yang berjarak r dari m. maka momen inersia
(kelembaban inersia) partikel
r r m
tersebut dapat dirimuskan
sebagai berikut:

Gambar 2.6
I = mr2
(2.19)
Keterangan:
I : momen inersia (kgm2)
m : massa partikel (kg)
r : jarak antara partikel dengan subu rotasi(m)

23
Perhatikan gambar 2.7! Untuk benda tegar yang tersusun dari banyak
partikel dengan masing-masing massa m1, m2, m3, ..., mN dan berjarak
tegak lurus terhadap titik poros masing-masing r1, r2, r3, ..., rN maka
momen inersia sistem partikel tersebut adalah:
I = m1 r12 + m2 r22 + m3 r32 + + mN rN2

2 (2..20)
= m n r n
n

m r
r1
1 2 m2

m3
r
3

Gambar 2.7

B. Momen inersia benda tegar


Jika sebuah benda terdiri atas partikel partikel yang dapat dianggap
terpisah satu sama lain, momen inersianya dapat ditentukan dengan
persamaan 2.20. Berbeda dengan benda tegar yang memiliki satu kesatuan
massa yang kontinu (tidak terpisahkan antara satu sama lain) dan bentuknya
teratur. Pada benda tegar, massa benda terkonsentrasi pada pusat massanya dan
tersebar pada jarak yang sama dari titik pusat massa benda. Oleh karena itu,
momen inersia benda tegar dapat dihitung menggunakan teknik integral
sebagai berikut; dengan r adalah jarak tegak lurus elemen massa dm ke sumbu
putar:

= r 2 dm (2.21)

24
Benda benda tegar yang bentuknya teratur, diaantaranya batang, silinder dan
bola. Berikut ini akan ditunjukkan cara menghitung momen inersia beberapa
benda tegar:
a. Sebuah batang dengan panjang , dan massa m, yang berputar terhadap
sumbu melalui pusat massa.
m
Dari persamaan 2.21, diasumsikan bahwa r = x dan dm = dx , dengan

batas integralnya adalah x1 dan x2 sehingga diperoleh:
+1

2 +1

( )|

m m 1 3 2
=
1
x 2 dx=
3
x 1

2
2

1
= m 2
12

b. Untuk sumbu putar yang terletak di ujung batang dengan panjang , dan
massa m, akan didapatkan x1 = 0 dan x2 = sehingga momen inersia
batang akan menjadi:

=
m
0 ( )|
x 2 dx= m 13 3
0

m 1 3 1 2
= ( )
3
= m
3

Besarnya momen inersia sebuah benda yang bentuknya teratur


bergantung pada massa benda, bentuk benda, dan letak sumbu putarnya.

25
Momen inersia dari beberapa bentuk benda dengan posisi sumbu tertentu
dapat dilihat pada Tabel 2.4

Gambar Nama Letak Sumbu Momen Inersia

batang melalui pusat 1


= m 2
12

batang melalui ujung 1


= m 2
3

2
cincin tipis melalui pusat =m R
silinder

silinder melalui pusat 1


= m R2
2
pejal silinder

Silinder Seperti tampak 1 1


= m R2 m R2
4 12
pejal pada gambar

26
silinder melalui pusat 1
= m( R12+ R 22)
2
berongga

bola pejal melalui pusat 2


= m R2
5

bola pejal melalui salah 7


= m R2
5
satu garis
singgung

bola Melalui pusat 2


= m R2
3
berongga

Tabel 2.4
(momen inersia benda tegar)
Teorema Sumbu Sejajar
Momen inersia sebuah benda diukur relatif terhadap suatu sumbu. Oleh
karena itu, besar momen inersia sebuah benda pasti berubah, ketika kita
mengukur momen inersia tersebut pada sumbu yang berbeda. Terdapat suatu
teori yang dapat menentukan besar momen inersia suatu benda terhadap sumbu
yang tidak melalui pusatnya, tetapi masih sejajar dengan sumbu yang melalui
pusat tadi. Teori ini dikenal sebagai teorema sumbu sejajar. Teorema sumbu
sejajar menyatakan bahwa jika sumbu putar tidak terletak pada pusat massa,
tapi sejajar dengan sumbu yang melalui pusat massa, maka momen inersia
terhadap sumbu tersebut dapat dihitung.
Perhatikan gambar di bawah ini!

27
Gambar 2.8
(teorema sumbu sejajar)

Dengan titik pm adalah titik pusat massanya. Momen inersia benda terhadap
sumbu di titik P dan momen inersia terhadap sumbu yang sejajar tetapi melalui
titik pusat massanya terkait sebagai berikut:
p = r 2 dm= r r dm (2.22)
r
r pm +

r =r pm + r dan r r =( r pm+ r )
Sehingga
I p = ( r 2 pm +r 2 +2 r pm r ) dm (2.23)
suku pertama tidak lain adalah Mr2pm (M adalah massa total benda), suku kedua
adalah momen inersia terhadap pusat massa, sedangkan suku ketiga lenyap
(karena tidak lain adalah posisi pusat massa ditinjau dari pusat
massa). Sehingga persamaanya menjadi:

(2.24)
I p =I pm + M r2pm
Keterangan:
Ip : momen inersia terhadap sumbu baru (kgm2).
Ipm : momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat (kgm2).
M : massa seluruh benda (kg).
rpm : jarak antara sumbu baru dengan sumbu yang melalui pusat (m).

28
Contoh soal:
Hitunglah momen inersia sebuah roda
20 cm berbentuk silinder pejal yang memilki
diameter 20 cm dan massa 50 kg. Jika pusat
m = 50 kg putaran ditepi roda sejajar dengan
sumbunya.

d=R

Jawab:
1
Momen inersia silinder yang mealui titik pusat adalah I = M R2 , sehingga
2
momen inersia yang sejajar dapat diperoleh melalui persamaan 2.24:
1
I = m R2 +50 ( 0,1 )2
2
1
50 ( 0,1 )2 +50 ( 0,1 )2
2
1
50 0,01+50 0,01
2
0,25+0,5
2
0,75 Kgm
Teorema sumbu tegak lurus
Teori ini hanya berlaku pada benda benda yang mempunyai luasan (lempeng
tipis), karena ketebalan benda yang demikian dianggap nol. Perhatikan gambar
2.9 berikut ini!

29
Gambar 2.9
(teorema sumbu tegak lurus)

z= m r 2

m ( x 2+ y 2)
2 2
m x + m y

z= x + y
(2.25)

Jadi momen inersia terhadap suatu sumbu sama dengan jumlah momen inersia
terhadap dua sumbu yang saling tegak lurus.
Contoh soal:
Keempat massa seperti tampak pada gambar,
A 3m
dihubungkan oleh kawat yang massanya dapat
diabaikan. Tentukanlah momen inersta sistem jika
sumber putarnya: 2m 2m
a) Melalui pusat lingkaran 0 tegak lurus pada bidang b
gambar
1m A
b) Melalui AA
Jawab:
a. I O =m1 R12+ m2 R 22+ m3 R 32+ m4 R42
2 2 2 2
m b +2 m b +2 m b +3 m b
2
8 mb

30
2 2
b. I A A =m 2 R2 +m3 R3
'

2 2
2 m b +2 m b
2
4 mb

2.3.3 Hukum II Newton (hubungan torsi dengan percepatan sudut)


Percepatan sudut dari benda yang berotasi sebanding dengan momen
gaya (torsi) yang diberikan padanya.

Percepatan sudut sebanding dengan torsi total (jumlah semua torsi yang
berkerja pada benda. Hal ini berhubungan dengan hukum II Newton untuk
gerak translasi yaitu a F /m .
Perhatikan gambar 2.10! partikel dengan
massa m berotasi membentuk lingkaran dengan
F jari jari r di ujung sebuah tali atau tongkat yang
r
massanya dapat diabaikan, kemudian ada gaya F
yang bekerja padanya seeperti terlihat pada
m
gambar. Torsi yang mengakibatkan percepatan
sudut adalah =r F . Jika menggunakan
Gambar 2.10 hukum II Newton untuk besaran linear,

F=ma . Dengan menghubung percepatan linear dan percepatan sudut


sesuai persamaan 2.10 diperoleh:
F=ma
F=mr
Jika dikalikan kedua sisi dengan r, diperoleh bahwa =Fr dinyatakan
dengan:
=mr 2 (2.26)
Persamaan tersebut menunjukkan hubungan langsung antara percepatan sudut
dan torsi. Kuantitas mr2 menyatakan inersia rotasi partikel atau disebut dengan
momen inersia.

31
Sebuah benda tegar yang berotasi, seperti roda yang berotasi sekitar
sumbu yang menembus tengahnya. Kita bisa menganggap bahwa roda tersebut
terdiri atas banyak partikel yang berada pada berbagai jarakdari sumbu rotasi.
Persamaan 2.26 berlaku untuk setiap partikel pada benda, sedangkan untuk
banyak partikel dengan cara menjumlahkan untuk semua partikel yang
menghasilkan jumlah berbagai torsi yang merupakan torsi total.
=( mr 2) (2.27)
Besarnya percepatan sudut tersebut sama untuk semua partikel benda. Jumlah
m r 2 menyatakan jumlah massa setiap partikel pada benda yang dikalikan
dengan kuadrat jarak partikel tersebut dari sumbu rotasi yang disebut momen
inersia (inersia rotasi) dari benda yang sesuai dengan persamaan 2.20.
Dengan menggabungkan persamaan 2.20 dan 2.27 maka diperoleh:

(2.28)
=I

Persamaan 2.28 sesuai dengan Hukum II Newton yang berlaku untuk


rotasi benda tegar sekitar sumbu tetap. Momen inersia untuk gerak rotasi
memainkan peran yang sama dengan peran massa pada gerak translasi. Inersia
rotasi sebuah benda tidak hanya bergantung dari massanya saja, tetapi juga pada
bagaimana massa tersebut terdistribusi relatif terhadap sumbunya. Sebagai
contoh silinder yang mempunyai diameter lebih panjang akan mempunyai
inersia rotasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang berdiameter lebih
pendek dengan massa yang sama. Silinder yang berdiameter lebih panjang akan
lebih sulit mulai berotasi dan lebih sulit untuk diberhentikan

Contoh soal:

32
Sebuah roda berbentuk silinder pejal homogen dengan jari-jari 50cm dan 300kg.
Pada saat berputar, roda tersebut memiliki momen gaya sebesar 375 Nm.
Hitunglah percepatan angulernya!
Jawab:
1 2
I= m R
2
1
300 ( 0,5 )2
2
2
37,5 Kg m
=I
375=37,5
375
=
37,5
rad
10
s2

2.4 Gerak Menggelinding


Gerak menggeinding sebuah bola atau roda banyak ditemui dalam kehidupan
sehari hari seperti sebuah bola menggelinding melintasi lantai atau roda atau ban
sepeda yang berputar sepanjang jalan. Menggelinding tanpa slip bergantung pada
gesekan statik antara benda yang menggelinding dan lantai. Gesekan bersifat statik
karena titik kontak benda yang menggelinding dengan lantai berada dalam keadaan
diam pada setiap saat.
Gerak menggelinding dengan slip dapat dipandang melibatkan dua gerak,
yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa. Perhatikan
gambar 2.11! Setiap bagian dari silinder melakukan dua gerak sekaligus, yaitu gerak
bersama pusat massa dengan kecepatan o, dan gerak melingkar dengan kecepatan
sudut . Titik P menyatakan titik singgung silinder dengan lantai, O menyatakan
pusat massa, dan Q menyatakan bagian paling atas silinder.

33
Q

Gambar 2.11

(silinder pejal melakukan gerak menggilinding)

Jika silinder menggelinding tanpa selip, maka kecepatan titik P terhadap tanah
bernilai nol atau tidak terjadi gerak relatif antara silinder dengan tanah. Jadi titik P
berada dalam keadaan diam, sedangkan kecepatan o adalah resultan dari kecepatan
pusat massa o , dan kecepatan tangensial t = R yang arahnya berlawanan
dengan arah o, sehingga
p = o R = 0 (2.29)

dan kecepatan pusat massa memenuhi persamaan


o = R (2.30)
Menyatakan bahwa jika silinder hanya bergerak rotasi, maka kecepatan gerak pusat
massa sama dengan kecepatan tangensial pinggir silinder.
Kecepatn titik Q memenuhi persamaan
Q = o + R = o + o = 2o = 2 R
(2.31)
Oleh karena titik P memiliki kecepatan p = 0, titik O memiliki kecepatan o =
R, dan titik Q memiliki kecepatan o = 2 R, maka gerak silinder dapat
dianggap sebagai gerak rotasi murni terhadap titik P dengan kecepatan sudut
. titik singgung P disebut sumbu sesaat dari gerak menggelinding. Jika gerak
menggelinding dipandang dari segi kombinasi gerak pusat massa dan gerak rotasi
terhadap pusat massa, maka energi kinetik gerak menggelinding memenuhi
persamaan
(2.32)
Eko = Mo2 + I o
2

34
Tampak pada ruas kanan, suku pertama menyatakan energi kinetik rotasi murni
dengan sumbu melalui pusat massa, dan suku kedua menyatakan energi kinetik gerak
translasi murni dengan kecepatan pusat massanya.
Namun, jika gerak ini dipandang sebagai gerak rotasi murni terhadap sumbu
sesaat P, maka energi kinetiknya memenuhi persamaan
Eko = I o
2
(2.33)
Momen inersia terhadap sumbu pusat P memenuhi persamaan
Ip = Ml2 + Io (2.34)
l adalah jarak pusat massa ke sumbu sesaat P, maka l = R, sehingga
Ip = MR2 + Io (2.35)
Sehingga energi kinetik pusat massa dan energi kinetik rotasi terhadap pusat massa
memenuhi persamaan:
(2.36)
Ekp = Ip o
2
= (MR + Io)
2
o
2

Persamaan 2.32 berlaku untuk setiap benda yang bergerak dan berotasi
mengelilingi sumbu yang tegak lurus pada geraknya, baik geraknya
menggelinding di atas permukaan ataupun tidak. Persamaan tersebut juga
menunjukkan adanya efek gabungan gerak translasi dan rotasi. Efek gabungan gerak
translasi pusat massa dengan rotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa benda,
setara dengan efek rotasi murni dengan laju sudut yang sama dengan terhadap sumbu
yang melalui titik kontak benda yang menggelinding. Dengan demikian gerak
menggelinding dapat dikatakan sebagai gabungan gerak rotasi dan translasi atau
gerak rotasi saja yang bergantung pada sumbu rotasi yang digunakan.
Jika dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka
ketika slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut. Perlambatan sudut
yang terjadi dikerjakan oleh torsi yang dihasilkan oleh gaya gesekan kinetik antara
permukaan bidang dan permukaan benda yang menggelinding tersebut. Sebagai
contoh jika kita mngerem ban terlalu keras sehingga ban selip.

35
Contoh soal:
Sebuah roda berbentuk silinder pejal homogen
digantung pada sumbunya seperti pada gambar. Pada
tepi roda dililitkan tali. Tali tersebut ditarik vertikal R
kebawah dengan gaya 15N. Apabila roda tersebut
memiliki massa 8Kg dan jari-jari 20cm, maka tentukan
percepatan tali tersebut. F
Jawab:
=F R
15 0,2 Momen inersia katrol
3 Nm 1
I = m R2
2
Maka:
a= R
=I
a=18,75 0,2
1 2
3= m R 2
2 a=3,75 m/s
1
3= 8 ( 0,2 )2
2

36
3
= =18,75
0,16

2.5 Penyelesaian Masalah Dinamika Rotasi


Untuk memecahkan persoalan dinamika rotasi, apabila di dalamnya
terdapat bagian sistem yang bergerak translasi maka pemecahannya dapat
dilakukan dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi benda bagian dari sistem sebagai obyek pembahasan dan
kelompokkan mana yang bergerak translasi dan yang bergerak secara rotasi.
2. Tentukan sumbu koordinat yang memudahkan untuk penyelesaian
berikutnya.
3. Gambar diagram gaya benda bebas untuk masing-masing benda.
4. Gunakan persamaan F =m a untuk gerak translasi dan =

untuk gerak rotasi.
5. Padukan persamaan persamaan pada langkah 4 untuk penyelesaian akhir.

Kasus 1:
Benda A massa m dihubungkan dengan tali pada sebuah roda putar berjari-jari R dan
bermassa M. Bila mula-mula benda A diam pada ketinggian h1 kemudian dilepas
sampai pada ketinggian h2, tentukan tegangan tali dan percepatan linier benda A
sepanjang geraknya.

Pembahasan 1:
Analisis rotasi
Setelah benda A dilepas dari roda yang
berputar dengan percepatan sudut ,
dalam hal ini gaya penggerak rotasinya
adalah gaya tegangan tali T. Dari hukum
II Newton untuk gerak rotasi =I
,
hubungan torsi dengan gaya(tegangan tali)
yaitu =T R dan definisi momen inersia roda
Gambar 2.12
1
terhadap sumbunya yaitu = M R2 , diperoleh
2
TR=I
1 2
TR= M R
2
1 1
T = MR= Ma (2.37)
2 2

Analisis Translasi
Benda A merupakan bagian sistem yang melakukan gerak translasi, sehingga
percepatan linier benda A sama dengan percepatan linear roda, yaitu a=R ,
sehingga gaya tegangan tali dapat dinyatakan seperti persamaan 2.37
Sepanjang gerakan benda A berlaku Hukum II Newton sehingga persamaanya
menjadi:

m gT =ma
1
m g M a=m a
2
1
(
a m+ M =ma
2 )
2 m+ M
a ( 2
=mg)
2m
a= (
2 m+ M
g ) (2.38)
Untuk menentukan tegangan tali T, masukan persamaan 2.38 ke persamaan 2.37
sehingga:
1 2m
T= M
2 (
2 m+ M
g )
M
T= (
2 m+ M
mg ) (2.39)

Masalah dinamika translasi dapat juga diselesaikan secara mudah dan cepat dengan
hukum kekekalan energi mekanik, demikian juga secara analogi masalah dinamika
rotasi dapat juga diselesaikan dengan menggunakan hukum kekekalan energi
mekanik. Adapun energy mekanik pada benda yang melakukan gerak rotasi dan gerak
translasi adalah sebagai berikut:

(2.40)
1 1
=mgh+ m v 2+ I 2
E M2:
Kasus 2 2
Sebuah silinder pejal bermassa M dan berjari-jari R diletakkan pada bidang miring
dengan kemiringan terhadap bidang horisontal yang mempunyai kekasaran tertentu.
Setelah dilepas silinder tersebut menggelinding, tentukan kecepatan silinder setelah
sampai di kaki bidang miring!

Pembahasan 2: Gambar 2.13


a) Penyelesaian secara dinamika
Silinder menggelinding karena bidang miring mempunyai tingkat kekasaran
tertentu. Momen gaya terhadap sumbu putar yang menyebabkan silinder berotasi
dengan percepatan sudut ditimbulkan oleh gaya gesek f, yang dapat ditentukan
sesuai dengan persamaan 2.37
Pada gerak menggelinding tersebut pusat massa silinder bergerak translasi,
sehingga berlaku hukum kedua Newton.
Mg sin f =Ma (2.41)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.37 ke dalam persamaan 2.41 maka
diperoleh percepatan silinder di dasar bidang miring yang memenuhu persamaan
sebagai berikut:
1
Mg sin Ma=Ma
2
2
a= g sin (2.42)
3
2 2
Dengan menggunakan hubungan v =v o +2 as dan mengingat kecepatan
silinder saat terlepas vo = 0 da h = s sin , maka diperoleh persamaan:
2 4
( )
v 2=2as=2 g sin s = g h
3 3

v=
4
3
gh (2.43)
Terlihat bahwa kecepatan benda menggelinding lebih lambat jika dibandingkan
bila benda tersebut tergelincir (meluncur) tanpa gesekan yang kecepatannya
adalah v = 2 g h
b) Penyelesaian menggunakan hukum kekekalan energi mekanik
Pada gerak menggilinding barlaku hukum kekekalan energi mekanik. Karena
mula mula silinder dalam keadaan diam, maka energi mekanik silinder pada
kedudukan 1 adalah:
E1=E p =Mg(h+ R)
1
(2.44)
Pada saat silinder berada pada kedudukan 2, energi kinetiknya merupakan
jumlah energi kinetik translasi dan energi kinetik rotasi, sehingga berlaku
persamaan:
E2=E p + E k + EkR
2 2 2

1 1
E2=MgR + M v 2+ I 2 (2.45)
2 2
1 2 v
Dengan memasukkan momen inersia silinder I= M R dan = ke
2 R
dalam persamaan 2.45, kecepatan silinder setelah sampai di ujung kaki bidang
miring besarnya adalah:
E2=E 1
1 1
MgR+ M v 2 + I 2=Mg h+ MgR
2 2
1 1 1 v2
Mg h= M v2 +
2 2 2(M R2 2
R )
v=
4
3
gh (2.46)

2.6 Momen Kopel


Kopel adalah pasangan 2 buah gaya yang sejajar dan yang sama besar, tetapi
arahnya berlawanan. Besarnya kopel dinyatakan dengan momen kopel (M). Momen
kopel dinotasikan dengan M, satuannya N.m. Momen kopel merupakan besaran
vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel terhadap suatu benda dapat menyebabkan
benda berotasi. Momen kopel didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu
gayanya dengan jarak yang tegak lurus antara kedua gaya itu. Secara sistematis,
dirumuskan:

d
(2.47)
M =F d
Kopel termasuk besaran vektor, oleh sebab itu ada kopel positif dan ada kopel
negatif.
Momen Kopel positif : searah dengan putaran jarum jam

(2.48)
Momen Kopel negatif : berlawanan arah dengan putaran jarum jam

(2.49)
Keterangan:
M = Momen kopel, satuannya N.m
F = Gaya, satuannya newton (N)
d = jarak antara kedua gaya, satuannya meter (m)
Jika pada sebuah benda, bekerja beberapa buah kopel yang sebidang,
maka resultan momen kopelnya sama dengan jumlah aljabar dari masing-
masing momen kopel. Kopel memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kopel dapat dipindahkan dalam bidangnya asalkan besar dan arah momen
kopel tetap.
contoh : dipindahkan menjadi

d
2. Sebuah kopel dapat diganti dengan kopel yang lain, asakan besar dan arahnya
sama.
10N
diganti menjadi 5N

2m
4m
10N
5N
3. Dua buah kopel yang sebidang dapat dijumlahkan menjadi sebuah kopel yang
baru.
Contoh 1:
5N 3N 8N

2m + 2m = 2m
Contoh 2: 5N 8N
5N 5N
3N
3N 2N
+ = =
2m 2m 2m 2m
3N 2N
5N 3N 5N
4. Sebuah gaya F dan sebuah kopel M yang sebidang dapat dijumlahkan menjadi
sebuah gaya yang besar dan arahnya sama dengan gaya F semula, tetapi garis

M
kerjanya bergeser sejauh d= dari gaya F semula.
F

10N 10N 10N 10N 10N

+ = = A
2m 2m 2m
10N 10N
2.7 Keseimbangan Benda Tegar
Sebuah benda tegar berada dalam keadaan setimbang mekanis bila, relatif
terhadap kerangka Inersia apabila:
1. Percepatan linier pusat massanya nol.
2. Percepatan sudutnya mengelilingi sembarang sumbu tetap dalam kerangkan acuan
ini juga nol.
Kedua persyaratan di atas tidak mengharuskan benda dalam keadaan
diam terhadap pengamat, asalkan benda tersebut tidak mengalami percepatan
(a=0). Persyaratan pertama membolehkan benda bergerakan pada pusat
massanya dengan kecepatan konstan (v = konstan), begitu pula dengan
persyaratan kedua benda tidak harus diam namun berotasi dengan kecepatan
sudut konstan pula ( = konstan). Jika benda benar-benar dalam keadaan
diam ( v = 0 dan = 0), maka benda dikatakan dalam keadaan seimbang
statik (static equilibrium).
Gerak translasi ditentukan oleh persamaan:
Feks = M a
Feks = 0 (2.50)
Maka syarat ( 1 ) untuk keadaan setimbang adalah:
F = F1 + F2 + = 0
Dengan menghilangkan indeks pada Feks, persamaan vektor ini memberikan tiga
persamaan skalar sesuai dengan koordinat cartesius yaitu pada sumbu x, y, z:
Fx = F1x + F2x + = 0
Fy = F1y + F2y + = 0
Fz = F1z + F2z + = 0
Pada gerak rotasi ditentukan oleh persamaan:
eks = I
eks = 0 (2.51)
Maka syarat ( 2 ) untuk keadaan setimbang adalah:
= 1+ 2 + = 0
Dengan menghilangkan indeks pada eks, persamaan vektor ini memberikan tiga
persamaan skalar sesuai dengan koordinat cartesius yaitu pada sumbu x, y, z:
x = 1x + 2x + = 0
y = 1y + 2y + = 0
z = 1z + 2z + = 0
Syarat-syarat sebuah benda dalam keadaan setimbang/diam yaitu:
a. jika pada sebuah benda bekerja suatu gaya F.

F F

Gambar
Syarat 2.14
setimbang:
Pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F yang besarnya sama dengan gaya
F itu tetapi arahnya berlawanan.
b. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada satu bidang datar dan garis
kerjanya melalui satu titik.

F4 y
F2

F1
x

F3
Gambar 2.15 Syarat setimbang:
1. Gaya resultanya harus sama
dengan nol.
2. Kalau dengan pertolongan sumbu-sumbu x dan y, haruslah :
Fx = 0 ; Fy = 0
c. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu bidang
datartetapi garis-garis kerjanya melalui satu titik.
y F1
F2

z Syarat setimbang :
Dengan pertolongan F3 sumbu-sumbu x, y dan z, haruslah :
Gambar
Fx = 0 ; F2.16
y = 0 ; Fz = 0

2.6.1 Jenis-jenis Keseimbangan


Bila ditinjau keseimbangan benda tegar dalam pengaruh gaya eksternal
yang konservatif, maka akan terdapat hubungan antara gaya yang bekerja
dengan energi potensialnya, yaitu pada arah x, y, z :
U U U
Fx = x ; Fy = y ; Fz = z
Keadaan seimbang terjadi ketika pada nilai Fx = 0, kondisi ini tidak lain
adalah syarat titik ekstrem untuk fungsi energi potensial U (x), begitu pula
dengan Fy atau Fz sama dengan nol benda akan berada dalam keseimbangan
dalam arah -y atau -z. Andaikan saja titik seimbang ini kita pilih sebagai posisi
x= 0. Fungsi energi potensial dapat diekspansikan (sebagai deret pangkat dalam
x) di sekitar titik ini.
U(x) = U0 + a1x + a2x2 + a3x3 + . . .
Telah diketahui bahwa:
U
Fx = | x=0 = 0
x
maka a1 = 0. Gaya yang bekerja pada benda apabila benda digeser dari titik
keseimbangannya, tergantung pada nilai a2,
Fx = 2a2x 3a3x2 + . . .
Untuk nilai x disekitar x = 0, Fx dapat didekati hanya dengan suku pertamanya,
sehingga
Fx 2a2x
Maka :
a2 > 0 maka pergeseran kecil dari titik seimbang, memunculkan gaya yang
mengarahkan kembali ke titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan stabil (tetap/mantap)
a2 > 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, memunculkan gaya
yang menjauhkan dari titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan labil (goyah/tidak tetap)
a2 = 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, tidak akan
memunculkan gaya. Keseimbangan ini disebut keseimbangan netral
(indiferen/sebarang)
Beberapa contoh aplikasi:
Untuk benda yang digantung
Keseimbangan Stabil:
Sebuah papan persegi
empat panjang digantungkan pada
sebuah sumbu mendatar di Z
( sumbu tegak lurus papan ). Titik
berat X dari papan terletak
vertikal di bawah titik gantung Z,
sehingga papan dalam keadaan ini
setimbang stabil. Jika ujung A
papan di putar sedikit sehingga
titik beratnya semula (X) menjadi (X),
Gambar 2.17 maka kalau papan dilepaskan ia akan
berputar kembali kekeseimbangannya semula.
Hal ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan gaya berat W dan
gaya tegangan tali T yang berputar kekanan. ( W = T ), sehingga papan
tersebut kembali kekeseimbangannya semula yaitu seimbang stabil.

Keseimbangan Labil:
Kalau titik gantung Z tadi
sekarang berada vertikal di bawah
titik berat X maka papan dalam
keadaan seimbang labil Kalau ujung A
X
A papan diputar sedikit naik kekiri
sehingga titik beratnya sekarang ( X )
A
di bawah titik beratnya semula ( X ),
W maka kalau papan dilepaskan ia akan

berputar turun ke bawah, sehingga
Gambar 2.18
akhirnya titik beratnya akan berada
vertikal di bawah titik gantung Z. Hal ini disebabkan karena adanya suatu
koppel dengan gaya berat W dan gaya tekanan ( tegangan tali ) T yang
berputar kekiri ( W = T ), sehingga papan turun ke bawah dan tidak
kembali lagi kekeseimbangannya semula.

Keseimbangan netral:
Apabila titik gantung Z tadi sekarang
berimpit dengan titik berat X, maka papan
dalam keadaan ini setimbang indiferen.
Kalau ujung A papan di putar naik, maka
A Z X
gaya berat W dan gaya tekanan T akan tetap
pada satu garis lurus seperti semula ( tidak
A
terjadi koppel ) sehingga papan di putar
W
bagaimanapun juga ia akan tetap seimbang
pada kedudukannya yang baru.

Gambar 2.19

1. Untuk benda yang berada di atas bidang datar


Keseimbangan Stabil:
N Sebuah balok
diletakkan di atas bidang
datar, maka ia dalam
X keadaan ini seimbang stabil,
X
gaya berat W dan gaya
normal N yang masing-
A B
W W masing bertitik tangkap di X
( titik berat balok ) dan di A
Gambar 2.19 terletak pada satu garis lurus.
Kalau balok tersebut diputar naik sedikit dengan rusuk B sebagai
sumbu perputarannya, maka gaya
normal N dalam keadaan ini akan pindah ke B, dan dalam keadan ini
akan timbul suatu koppel dengan gaya-gaya W dan N yang berputar ke
kanan ( W = N ) sehingga balok tersebut kembali keseimbangannya
semula yaitu seimbang stabil
Keseimbangan Labil:
Sebuah balok
N
miring yang bidang
A diagonalnya AB tegak
lurus pada bidang
X X
alasnya diletakkan
diatas bidang datar,
B
maka ia dalam keadaan
WW
ini setimbang labil, gaya
berat W dan gaya normal N yang
Gambar 2.20
masing-masing melalui rusuk B dari
balok tersebut terletak pada satu garis lurus. Titik tangkap gaya normal
N ada pada rusuk N. Kalau balok tersebut diputar naik sedikit dengan
rusuk B sebagai sumbu putarnya, maka gaya normal N yang berputar
kekiri ( W = N ), sehingga balok tersebut akan turun kebawah dan
tidak kembali lagi kekeseimbangannya semula.

Keseimbangan Netral:
Apabila bola
N N dipindah / diputar, maka
gaya berat W dan gaya
normal N akan tetap pada
Z Z
satu garis lurus seperti
semula ( tidak terjadi
koppel ), sehingga bola
W W
berpindah / berputar
bagaimanapun juga ia akan tetap seimbang pada kedudukan yang baru.

Gambar 2.21
Contoh soal:
Sebuah benda digantung dengan tali
seperti pada gambar disamping. Jika
massa beban pada gambar disamping
C
60o adalah 5 kg, dan beban berada dalam

TBC keadaan setimbang, serta gaya

B gravitasi bumi yang berada di tempat


A TAB
itu adalah 10 m/s, maka tentukan
tegangan tali AB dan BC.

Jawab: TBC sin 60


F y =0 TB
C
60o TBC cos
TA 60
B
T = 50 N
T W =0
T =W
T =m. g
T =50 N
Maka,
F y =0 F x =0
T BC sin 60T =0 T BC cos 60T AB=0
1 100 1
T BC 3=50
2 3 2()
=T AB
50 100
T BC = = N 50
1 3 T AB = N
3 3
2

2.8 Usaha dan Energi Kinetik gerak Rotasi


1.7.1 Usaha
Pada gerak rotasi usaha memiliki definisi yang sama dengan gerak linier.
Namun lintasan yang ditempuh berupa lingkaran sepanjang d s , dengan
jari-jari R.

(2.52)
dW = F d s
Namun dapat dituliskan d s = d
R , sehingga persamaan
tersebut akan menjadi :
dW = F d R = R F d
= d (2.53)
2.7.2 Energi Kinetik Rotasi
Energi kinetik pada suatu partikel maupun yang terdiri dari banyak
partikel yaitu :
1
Ek = mi ( v v )
i 2

(2.54)
Atau dapat juga ditulis
1
Ek = mi v2i (2.55)
i
2
Untuk benda tegar yang berotasi berlaku kecepatan sudut , jadi

kecepatan setiap partikel yaitu :

vi = R i (2.56)
Sehingga besar kelajuannya adalah
vi = Ri (2.57)
Ri merupakan jarak dari partikel ke sumbu rotasi. Karena benda tegar
merupakan sistem banyak partikel yang jarak antara partikel-partikel
penyusunnya konstan. Sehingga energi kinetik sistem partikel memenuhi
persamaan:
1
Ek
mi (
R i).(

R i)
i
2
(2.58)
Besarnya dapat ditulis sebagai
1
Ek = mi | R i|2
2
(2.59)
Jika dipakai besaran kelajuan untuk menggantikan kecepatan agar
persamaannya lebih sederhana, maka
1
Ek = mi v2i (2.60)
2
vi = Ri, maka memenuhi persamaan
1
Ek = mi ( Ri)2 (2.61)
i
2
1
Ek =
i
2 (mi Ri2) 2 (2.62)
Dengan meninjau kembali rumus momen inersia yaitu, I = mi Ri2,
maka diperoleh persamaan
1
Ek = I 2 (2.63)
2
Pada persamaan vi =
R i berlaku untuk sembarang sumbu yang
bukan utama, karena besarnya kelajuan vi = Ri, besarnya torsi L = I
. Jika rotasinya bekerja pada sumbu utama, maka persamaannya
L
Ek =
2I
Benda tegar yang berotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa dan
pada saat yang sama benda tegar relatif bergerak translasi terhadap
pengamat. Energi kinetik suatu benda dalam suatu acuan kerangka inersia
adalah sebagai berikut:
1
Ek = M vc2 + Ek,c (2.64)
2
1
Dengan M adalah massa total, vc adalah kelajuan pusat massa, dan
2
Mvc2 adalah energi kinetik translasi. Jika bendanya berputar, Ek,c adalah
energi kinetik rotasi yang relatif terhadap pusat massa yang ditujukan oleh

1
v2 2
. Dengan Ic adalah momen inersia relatif terhadap sumbu
2 c
rotasi yang melalui pusat massa. Sehingga energi kinetik total benda
memenuhi persamaan
1 1
Ek = M vc2 + I 2 (2.65)
2 2 c
Sesuai dengan hukum kekekalan energi memenuhi persamaan yaitu :
Ek + Ep = Konstan
Maka persamaan tersebut menjadi :
1 1
Ek = Mi vc2 + I 2 + Ep = Konstan (2.66)
2 2 c

2.9 Momentum Sudut dan Kekekalannya


2.9.1 Momentum Sudut
Jika momentum linear adalah momentum yang dimiliki oleh benda-
benda yang bergerak pada lintasan lurus, maka momentum sudut merupakan
momentum yang dimiliki oleh benda-benda yang melakukan gerak rotasi.
Dikatakan sudut, karena ketika melakukan gerak rotasi, setiap benda
mengitari sudut tertentu.Dalam hal ini, benda berputar terhadap poros alias
sumbu rotasi.
Persamaan-persamaan kinematika dan dinamika untuk gerak rotasi
analog dengan persamaan-persamaan untuk gerak linier
biasa menggunakan variabel sudut yang sesuai. v
Contohnya ada pada energi kinetik rotasi yang R
m
1 2
dirumuskan sebagai I yang analog dengan Ek Gambar 22
2

1 2
translasi = m v . Cara yang sama juga dapat digunakan pada momentum
2
linier p=mv yang memiliki analogi rotasi. Besaran tersebut disebut
momentum sudut L. Jika benda yang bergerak rotasi, memiliki massa dan
kecepatan, maka dikatakan benda itu memiliki momentum linier. Jika
momentum linier dikalikan jari-jarinya, maka diperoleh momentum sudut
yang besarnya dirumuskan:
L=m v R (2.67)
atau L=m( R) R
2
mR
menjadi (2.68)

L=I
Keterangan :
L = momentum sudut (kg m2 rad/s)
i = momen inersia (kg m2)
= kecepatan sudut (rad/s)
m = massa (kg)
v = kecepatan linier (m/s)

Momentum sudut merupakan besaran yang vekor yang arahnya dapat


ditentukan dengan kaidah/ aturan tangan kanan, yang berbunyi :
Jika ibu jari tangan kanan menyatakan arah momentum sudut, maka
arah genggaman jari yang lain menyatakan arah gerak rotasinya

2.8.2 Hukum II Newton versi Momentum untuk Gerak Rotasi

Hukum II Newton tidak hanya dituliskan dalam persamaan

p
F=ma , namun dalam pembahasan momentum ini, F= t .

Dengan cara yang serupa, ekivalen rotasi Hukum II Newton juga dapat
dirumuskan sebagai =I , sehingga dalam momentum sudut
dirumuskan:
L
= t (2.69)
Persamaan ini menyatakan bahwa laju perubahan momentum sudut
sama dengan torsi total yang bekerja pada benda tegar. Laju perubahan
momentum sudut = perubahan momentum sudut yang terjadi selama selang
waktu tertentu. Misalnya mula-mula sebuah benda tegar diam (momentum
sudutnya = 0). Setelah dikerjakan Torsi, bnda tegar tersebut berotasi dengan
kecepatan sudut tertentu. Ketika berotasi, benda tegar itu mempunyai
momentum suut. Jadi selama selang waktu tertentu, benda mengalami
perubahan momentum sudut dari nol atau tidak ada menjadi ada. Dalam hal
ini terjadi pertambahan momentum sudut.
Dalam pesamaan diatas, merupakan torsi total yang bekerja
untuk merotasikan benda, dan L merupakan perubahan momentum sudut
dalam waktu t . Persamaan =I merupakan suatu kasus khusus
pada persamaan 2.69 apabila momen inersianya konstan. Jika sebuah benda
memiliki kecepatan sudutnya 0 pada waktu t=0, dan kecepatan sudut
pada saat t , makapercepatan sudutnya menjadi:
0
= = (2.70)
t t
Kemudian dari persamaan 2.65 didapatkan:
II I ( )
= Lt = t 0 = t 0 =I t =I (2.71)

2.8.3 Hukum Kekekalan Momentum Sudut


Momentum sudut merupakan konsep penting dalam fisika, karena
momentum sudut merupakan dasar dari hukum kekekalan momentum sudut.
Hukum itu berbeda dengan prinsip. Bila dalam fluida kita mengenal prinsip
archimedes, pascal dll. Maka prinsip itu hanya berlaku untuk kondisi tertentu
saja. Karena hukum berlaku universal alias umum.
Momentum sudut pada kondisi tertentu juga disebut besaran yang
kekal. Pada persamaan 2.69 dapat dilihat apabila = 0, maka
L/ t juga bernilai 0. Hal tersebut merupakan hukum kekekalan
momentum sudut yang menyatakan :
Momentum sudut total pada benda yang berotasi tetap konstan
jika torsi total yang bekerja padanya sama dengan nol.

Jika pada benda yang bergerak rotasi tidak bekerja momen gaya,
maka momentum sudut dari benda itu tidak berubah terhadap waktu, ini
berarti momentum sudut kekal. Jika momentum sudut awal dinyatakan
dengan L0 dan momentum sudut akhir dinyatakan dengan Lt, maka berlaku :
L0=Lt (2.72)
atau
I 0 0 =I t t (2.73)
Persamaan diatas didapat dengan menggunakan persamaan Hukum
II Newton untuk gerak rotasi versi momentum, yaitu :
L
= t
I I
= t t 0 =0
0=I t t I 0 0
I t t =I 0 0=konstan
Keterangan :
I 0 0= momentum sudut awal

Contoh penerapan Hukum kekekalan momentum sebagai berikut:


1. Seseorang berdiri dengan membawa beban pada setiap tangannya di atas
sebuah piringan yang berputar. Pada awal gerakannya, kedua tangan
direntangkan. Momen inersia orang akan besar karena beban jauh dari
sumbu putar (badan). Akibatnya kecepatan sudut orang menjadi kecil.
Jika beban yang dibawa tersebut dirapatkan, momen inersianya akan
berkurang karena jarak beban ke sumbu putar berkurang. Ini
menyebabkan kecepatan sudut yang dialami beban bertambah besar.
2. Bumi berputar mengelilingi matahari karena adanya gaya gravitasi oleh
matahari pada bumi, yaitu Fg sepanjang garis yang menghubungkan Bumi
(B) dan Matahari (M). momen gaya ( oleh Fg dan r segaris = 0
sehingga =F g r sin =0 . Jadi momentum sudut Bumi terhadap
Matahari selama berputar adalah konstan.
3. Tegaknya sebuah gasing yang sedang berputar juga dapat dijelaskan
dengan hukum kekekalan momentum sudut. Vector momentum sudut (L)
yang sedang berotasi arahnya vertical ke atas. Selama gasing berotasi
dapat diasumsikan arah L tidak berubah jika tidak ada momen gaya luar
yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saat berotasi gasing dapat
berdiri tegak.
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
1. Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik.
2. Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Konsep konsep yang
berkaitan dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan
sudut (rad/s), percepatan sudut (rad/s2).
3. Dinamika rotasi mempelajari mengenai gerak rotasi dengan
memperhitungkan pengaruh gaya yang menyebabkan benda itu bergerak.
Dinamika benda tegar sangat berhubungan dengan rotasi benda tegar dengan
sumbu rotasi tetap dalam kerangka acuan inersia. Momen gaya didefinisikan
sebagai hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah
tegak lurus. Sedangkan Momen inersia selain bergantung pada kandungan
zat di dalamnya atau massa benda juga bergantung pada bentuk benda posisi
massa tersebut ke sumbu putarnya. Semakin jauh posisi massa benda ke pusat
rotasinya, semakin besar momen inersia benda tersebut.
4. Gerak menggelinding dengan slip dapat dipandang melibatkan dua gerak,
yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa. Jika
dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka ketika
slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut.
5. Momen kopel merupakan besaran vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel
terhadap suatu benda dapat menyebabkan benda berotasi. Momen kopel
didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu gayanya dengan jarak yang
tegak lurus antara kedua gaya itu.
6. Keseimbangan benda tegar dibedakan menjadi:
Keseimbangan stabil
Keseimbangan netral
Keseimbangan labil
7. Usaha dalam rotasi benda tegar dirumuskan dengan persamaan:
dW = d
Sedangkan untuk energi kinetic benda tegar dirumuskan dengan persamaan:
1 1
Ek = Mi vc2 + I 2 + E p
2 2 c
Momentum sudut merupakan momentum yang dimiliki oleh benda-benda
yang melakukan gerak rotasi. Momentum sudut merupakan besaran yang
vekor yang arahnya dapat ditentukan dengan kaidah/ aturan tangan kanan,
yang berbunyi :
Jika ibu jari tangan kanan menyatakan arah momentum sudut, maka
arah genggaman jari yang lain menyatakan arah gerak rotasinya
8. Hukum kekekalan momentum sudut yang menyatakan :
Momentum sudut total pada benda yang berotasi tetap konstan jika torsi
total yang bekerja padanya sama dengan nol

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya para mahasiswa lebih fokus dalam memahami materi mengenai
Benda Tegar.
2. Hendaknya para mahasiswa berlatih menerapkan teori-teori dalam
kinematika dan dinamika gerak benda tegar untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan teori kinematika gerak lurus.

Anda mungkin juga menyukai