Th
Kasus aborsi merupakan dilema besar yang tentunya tidak mudah untuk dipecahkan. Karena
mencakup bermacam-macam aspek: legal, teologis, etis, sosial dan personal. Di dalamnya ada
yang pro dan kontra dalam penilaian etis terhadap kasus aborsi ini. Legalitas tindakan aborsi
adalah urusan kedua ketertarikaan antara pro-life dan golongan pro-chois. Masalahnya ada legal
atau tindakan kriminal, dan inilah inti kontroversi terhadap kasus ini.Golongan pro-aborsi
menitikberatkan hak-hak si ibu, yaitu privasi untuk memilih, dengan disertai berbagai
argumentasi dibelakangnya yang sifatnya lebih pragmatis misalnya karena alasan
tanggungjawab, finansial, aib, kecacatan; Mereka yang anti aborsi menitikberatkan hak-hak si
bayi yang belum dilahirkan, dan khususnya hak untuk hidup. Kaum anti aborsi menitikberatkan
perlunya pembelaan terhadap hak-hak bayi yang belum di lahirkan itu, yang tidak mampu
membela dirinya sendiri.
Masalah yang pokok dalam kasus aborsi ini adalah tentang hakikat janin, yaitu
bagaimana kita berpikir tentang janin dalam rahim ibunya? Mengenai pokok ini ada bermacam-
macam pemahaman yang berbeda. Ada yang menganggap bahwa saat menentukan
pemanusiaan embrio itu adalah pada suatu titik antara penghamilan dan kelahiran; ada yang
menganggap bahwa janin hanya sebagian dari tubuh wanita yang mengandungnya, sehingga
janin itu belum dapat dianggap makhluk insani; kelompok lainnya menganggap pembuahan atau
fusi saat yang menentukan makhluk manusia mulai berada.
Dalam pandangan Kristen, isu aborsi adalah isu moral dan teologis. Maka, untuk
menanggapi masalah ini, yang menjadi taruhannya adalah ajaran iman Kristen mengenai Allah
dan manusia. Maka paper ini akan mendalami isu aborsi ini dengan menganalisa aborsi,
kemudian mengungkap beberapa pandangan yang berkontroversi dalam menanggapinya, terakhir
tulisan ini akan memberikan argumentasi teologis sebagi sikap etis kristiani terhadap kasus
aborsi.
Pro-life
Tidak ada aborsi: Keyakinan bahwa janin itu benar-benar manusia. Argumentasi
alkitabiah yang dibangun antara lain: Lukas1:41,44; 2:12,16; Keluaran 21:22 bahwa bayi yang
belum dilahirkan disebut anak-anak dan diciptakan Allah (Maz139:13) menurut gambar-Nya
(Kejadian 1:27). Hidup mereka dilindungi undang-undang (Kel 21:22) sama seperti orang
dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi manusia sejak dalam rahim Maria (Mat. 1:20-21; Luk
1:26-27). Secara ilmiah sejak dari pembuahan jenis kelamin pria atau wanita sudah ditentukan
dan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kej 1:27). Anak-anak yang belum lahir memiliki
karakteristik pribadi seperti dosa (Mazmur 51:5,7) tetapi dikenal dekat dan pribadi oleh Allah
(Mzm 1349:15-16; Yer 1:5) bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan (Kej. 25:22-23;
Hak 13:2-7; Yes 49:1,5; Gal 1:15). Anak yang belum lahir disebut secara pribadi dengan kata
ganti orang yang sama seperti manusia lainnya (Yer 1:5). Secara ilmiah, bahwa ilmu
pengetahuan lewat teknologi kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual dimulai
pada saat pembuahan di mana seluruh informasi genetik ada. Pada saat terjadi pembuahan, ketika
sperma laki-laki (23 kromosom) dan sel telur wanita (23 kromosom) bersatu, manusia baru yang
kecil yang terdiri dari 46 kromosom muncul dan sejak saat itu sampai kematiannya tidak ada
informasi genetik baru yang ditambahkan. Semua yang ditambahkan di antara pembuahan
dankematian adalah makanan, air dan oksigen. Secara sosial, jelas bahwa embrio yang
dikandung adalah manusia yang memiliki orang tua manusia. Tindakan aborsi adalah tindakan
pembunuhan sama seperti pembunuhan anak bayi atau eutanasia karena melibatkan pasien yang
sama, prosedur yang sama dan berakhir dengan hasil yang sama.
Aborsi telah dinyatakan bersalah oleh banyak masyarakat dan orang-orang moralis. Jika
aborsi diterima maka kita mengakui diskriminasi dan berarti kita juga dapat menyingkirkan
mereka yang cacat jasmani, para lansia, korban AIDS, pecandu obat-obatan maupun mereka
yang terlantar. Kritik dilontarkan atas pandangan bahwa janin benar-benar manusia. Misalnya,
bagaimana jika hidup sang ibu terancam? Bagaimana jika janin tidak sampai ke uterus untuk
berkembang? Tidakkah kita berkewajiban menyelamatkan semua sel telur yang dibuahi agar
tidak terjadi aborsi spontan, karena janin tidak sampai ke uterus? Bukankah hidup kembar
identik dimulai sesudah pembuahan? Bagaimana dengan bayi yang tidak sempurna secara
genetik, karena hanya mempunyai 45 kromosom (Syndrome Turner) atau yang memiliki 47
(Syndrome Down) ? Embrio bukanlah seorang pribadi manusia, tetapi hanya dalam keberadaan
sebagai manusia.
Jawaban Geisler atas kritik itu sangat jelas. Aborsi secara medis dapat dibenarkan untuk
kasus kehamilan tubal dimana pilihannya nyawa ibu atau bayinya. Geisler berpendapat bahwa
secara moral dibenarkan mengambil setiap tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan
nyawa sang ibu. Artinya adalah aborsi yang dilakukan bukan seperti yang dimaksudkan karena
beberapa alasan: pertama, tujuannya bukanlah untuk membunuh bayi; maksudnya adalah untuk
menyelamatkan nyawa sang ibu. Kedua, ini adalah masalah nyawa ganti nyawa, bukan satu
situasi dimana ada permintaan untuk aborsi. Ketivhga, ketika hidup seseorang terancam, seperti
sang ibu, seorang memiliki hak untuk mempertahankannya atas dasar membunuh untuk membela
diri. John Stott mengatakan, Menurut tradisi kristiani, nyawa seseorang boleh dicabut demi
melindungi nyawa orang lain, misalnya dalam ikhtiar bela diri; tetapi tidak berhak membawa
maut ke dalam suatu situasi dimana tidak ada maut dan ancaman maut.
Kematian atau aborsi spontan dimana janin tidak sampai ke uterus, bukanlah
tanggungjawab moral kita dan berbeda dengan aborsi buatan (karena permintaan). Aborsi
spontan atau kematian alamiah karena keguguran bukan tugas moral kita mencampurinya.
Kembar identik manusia sejak pembuahannya sampai pembelahannya tetap manusia 100%
dengan masing-masing yang memiliki 46 kromosom. Akhirnya tidak ada perbedaan
mendasarantara keberadaan sebagai manusia dan menjadi pribadi manusia, yang ada hanyalah
perbedaan fungsional. Geisler menutup uraiannya dengan menyimpulkan bahwa kekudusan
hidup merupakan fokus utama perdebatan soal aborsi sehingga kewajiban kita melindungi
kekudusan hidup manusia
Konsep Teologis
Alkitab memberi nilai yang tinggi atas hidup manusia. Dalam Ul 5 :117 tertulis "Jangan
Membunuh" dan dalam Kel 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi),
khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat
dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur,
maka orang tersebut harus ganti rugi, dan kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka
harus nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup,
termasuk hidup binatang (lih Ul 22:6,7). Alkitab juga memberitahukan kepada kita bahwa
kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, dalam Mat 1:20 dituliskan bahwa Yesus
dikandungoleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang
seutuhnya pada saat konsepsi.
Alkitab juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau
manusia. Mzm 139:13-16 mencatat tentang Daud, yang pada waktu dikandung sudah merupakan
manusia dalam pemeliharaan Allah. Yer 1:5 mencatat "Sebelum Aku membentuk engkau dalam
rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi
bangsa-bangsa. Juga dalam ayat yang lain yakni Mzm 51:7 Daud mengaku bahwa sifat dosanya
sudah ada sejak ia masih dalam kandungan.
Dalam Kej 1:26,27; 2:7 tertulis bahwa Allah menjadikan manusia menurut gambar dan
rupa-Nya, yang menunjukkan bahwa hidup ini kudus dan sangat berharga di hadapan Allah yang
telah menciptakannya. Maka dalam hal ini secara tegas Alkitab tidak membenarkan Aborsi,
alasannya:
1. Hidup manusia semata-mata Karunia Allah
2. Tuhan mempunyai rencana keselamatan bagi setiap insan yang lahir ke dunia ini.
3. Manusia tidak berhak untuk mencabut hak hidup dari pada fetus ataupun embrio, yang
berhak hanyalah Allah; jangan kita merampas hak Allah.
Oleh sebab itu, Sikap etis Kristiani dalam menanggapi masalah aborsi ini, pertama-tama
harus dilihat dari prerogatif Allah, karena masalah memberi hidup atau mengambil hidup adalah
urusan Allah. Semua orang Kristen percaya bahwa Allah yang mahakuasa adalah Allah pencipta
segala sesuatu, pemberi hidup, pemelihara dan pengambil hidup. Dialah yang memberi nafas dan
segala sesuatu kepada manusia, artinya bahwa hidup dan mati manusia adalah bagian dari Allah.
Selanjutnya, bagi kita sebagai orang Kristen meyakini bahwa terjadinya kehidupan
manusia itu bukan acakan atau terjadi secara otomatis, melainkan merupakan karya keterampilan
kreatif Allah. Seperti dikatakan dalam Mazmur 139:13, Engkaulah yang membentuk buah
pinggangku dan menenun aku dalam kandungan ibuku, artinya bahwa, kehidupan manusia itu
terjadi oleh karena ada penyebab yaitu Allah. Dia yang membentuk manusia, dan ia mengenal
sejak sebelum dalam kandungan (Yer.1:5). Selanjutnya, bahwa kehidupan manusia merupakan
kontinuitas (kesinambungan) artinya bahwa manusia mempunyai identitas yang sama baik di
dalam maupun di luar kandungan, sebelum maupun sesudah kelahiran, sebagai janin, bayi,
pemuda, dan orang dewasa tetap sebagai pribadi yang sama. Kehidupan janin insani adalah
suatukehidupan insani, dengan potensi menjadi makhluk manusia yang seutuhnya. Dorothy I.
Marx dalam bukunya Itu kan Boleh?, beliau mengatakan bahwa saat pertemuan merupakan saat
penentuan kehidupan fetus dalam hal-hal: a) Sifat pembawaan yang kelak diperolehnya dari
orangtuanya. b) Bakat-bakat serta IQ yang kelak dinyatakannya. c) Sifat-sifat pribadi yang kelak
dimilikinya. d) Tinggi badannya kelak. e) Warna mata dan rambutnya. f) Kekuatan fisiknya dan
mutu kesehatannya. Berdasarkan hal ini, maka dapar dikatakan bahwa: pertama, walaupun janin
berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan dan mengalami suatu proses pembentukan
dan pertumbuhan, namun kepribadiannya sudah terbentuk sejak ia mulai
dikandung; kedua,walaupun janin berada di dalam kandungan selama 9 bulan, dan belum dapat
disebut "Manusia Seutuhnya", tetapi peri-kemanusiaan sudah ada sejak ia mulai dikandung.
Maka dalam hal ini, tindakan Aborsi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dibenarkan dan
merupakan suatu pembunuhan.
Maka yang seharusnya kita pikirkan bahwa baik ibu yang mengandung maupun anak
yang dikandung, sebagai dua makhluk manusia yang masing-masing berada dalam dua tahap
pertumbuhan yang berbeda. Penghuni rahim ibu bukan produk pembuahan, melainkan seorang
anak yang belum dilahirkan. John Stott, bahkan lebih lanjut mengatakan bahkan pengertian
kehamilan itu sendiri hanya menunjuk kepada suatu proses saja, yang sedang berlangsung
dalam tubuh si ibu. Jadi, janin bukan sebagian dari tubuh ibunya, bukan pula makhluk insan yang
potensial, melainkan sudah suatu kehidupan insani, yang meskipun belum matang, mempunyai
potensi untuk bertumbuh menuju kepenuhan dari kemusiaan individualnya
yang sudahdimilikinya. Stephen Schwarz, dalam menanggapi isu aborsi ini menegaskan
demikian,
On the whole, apart from the rare instances where there are live births, abortion is the killing
of the child. it is a deliberate and intentional killing, either because one wants the child dead, or
because on chooses a method of removal that in fact constitutes killing.
Mark Belz, dalam bukunya, Suffer The Little Children: Christians, Abortion, and Civil
Disobedience, menyatakan sikapnya terhadap kasus aborsi:
We oppose abortion because we believe that abortion is the destruction of human life. But it is
not just abortion in general and human life in general. We beliece that each abortion is the
taking of the life of an individual human being.
KESIMPULAN
Aborsi dalam kaitannya dengan kekristenan merupakan suatu isu moral dan teologis.
menjadi rumit untuk diputuskan. Aborsi bisa dilakukan karena berbagai alasan yang mendasar
dan mendesak, misalnya karena korban perkosaan, demi keselamatan ibu, karena masalah
financial dan sebagainya. Maka, tindakan aborsi seringkali dijadikan pilihan terakhir ketika
permasalahan mengenai janin. Isu sentral dari kasus ini adalah hakikat janin dalam kandungan
ibunya, yaitu bagaimana kita berpikir tentang janin dalam rahim ibunya. Kasus aborsi dalam
lingkup etika ditanggapi secara berbeda-beda. Ada yang berlaku pro-choice yang
menitikberatkan hak-hak si ibu, yaitu privasi untuk memilih. Akibatnya aborsi dijadikan sebagai
sesuatu yang legal. Tanggapan lain adalah pro-life, yang menitikberatkan hak-hak si bayi yang
belum dilahirkan, dan khususnya hak untuk hidup. Kedua pandangan ini secara kristiani
mempunyai dasar alkitabiah yang mendukung akan posisi-posisi mereka.
Lalu bagaimana etika Kristen menyingkapi masalah ini? Ternyata, berdasarkan
argumentasi Alkitabiah aborsi bukanlah pilihan Kristen. Alkitab tetap memandang bahwa
tindakan aborsi adalh suatu pelanggaran terhadap Firman Allah dan hukum-hukum Allah.
Danmanusia yang melakukannya bisa dianggap sebagai orang yang menggantikan posisi Allah
sebagai permilik manusia, yang mana dengan berani menentukan siapa yang berhak untuk hidup
dan yang berhak untuk mati. Akhirnya, secara kristiani, aborsi bukanlah pilihan kristiani dan
Allah membenci tindakan aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Belz, Mark. Suffer The Little Children: Christians, Abortion, and Civil Disobedience. Illinois:
Crossway Books, 1989
Davis, John Jefferson. Abortion and the Christian: What Every Believer Should Know. New
Jersey: Presbyterian and Reformed Publisher co, 1984
Geisler, Norman L. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
2000
Gorman, Michael J. & Brooks, Ann Loar. Holy Abortion?: A Theological Critique of the
Religious Coalition for Reproductive Choice. Oregon: Wipf and Stock Publishers, 2003
Marx, Dorothy I. Itu Kan Boleh?. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, tt
Salim, Peter. The Contemporary English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press,
1991
Schwarz, Stephen. The Moral Question of Abortion. Chicago: Loyola University Press, 1990
Stott, John. Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani: Penilaian Atas Masalah Sosial
dan Moral Kontemporer, terj G.M.A. Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1996
Verkuyl, J. Etika Kristen: Etika Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
Wenberg, Robert N. Life in the Balance: Exploring the Abortion Controversy. Grand Rapids,
Michigan: Willian B. Eerdmans Publishing Company, 1985
Zimbelman, Ernie. Human sexuality and evangelical Christians. Lanham: University Press of
America, tt
DEKRIMINALISASI ABORSI
Aborsi adalah salah satu dari banyak isu kontroversial dalam hukum. Permasalahan etisnya
berada dalam kerangka berpikir bahwa aborsi adalah pembunuhan manusia, terlepas mahluk
yang dibunuh masih berupa janin. Persoalan tentang apakah janin ini sudah pantas disebut
manusia atau belum, sangat bergantung pada kapan gumpalan darah dan/atau daging itu
memiliki nyawa yang terpisah dari ibunya. Dalil-dalil agama akan berseliweran di sini, berusaha
menyampaikan doktrin-doktrinnya. Kendati ada tolok ukur yang berbeda tentang kapan sebuah
janin sudah memiliki nyawa, para ahli etika berkeyakinan bahwa setiap calon manusia itu telah
memiliki hak untuk dilahirkan begitu terjadi konsepsi (the right to be born after conception).
Apabila pegangan etis di atas digunakan maka apapun alasannya, aborsi tetap terlarang secara
moral. Aborsi adalah pembunuhan! Namun, pegangan etis ini ternyata juga tidak tunggal. Kaum
utilitarian menawarkan kompromi. Menurut mereka, aborsi bisa jadi akan lebih bermanfaat
daripada membiarkan janin itu tumbuh, padahal ia bakal lahir sebagai bayi yang tidak
dikehendaki (unexpected child). Pandangan inilah yang rupanya diikuti oleh Pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Menurut Pasal 31
dari peraturan ini, tindakan aboris hanya dapat dilakukan berdasarkan: (a) indikasi kedaruratan
medis; atau (b) kehamilan akibat perkosaan. Khususnya untuk huruf (b) tersebut lalu diatur lagi
pada ayat berikutnya, bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila
usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid
terakhir. Kategori yang pertama, yakni kedaruratan medis dikenal dalam terminologi hukum
sebagai abortus provocatus therapiticus. Kedaruratan itu ditandai dengan adanya ancaman
nyawa dan kesehatan ibu dan/atau janin. Bisa juga karena janin tersebut menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan atau tidak dapat diperbaiki, sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan.
Tampaknya aborsi kategori kedaruratan media ini tidak akan banyak menimbulkan kontroversial,
kendati tetap menyisakan problema etis. Lain halnya dengan kategori kedua, yaitu hamil akibat
perkosaan. Sekalipun aborsi jenis kedua ini dibatasi jangka waktunya yaitu harus dalam kurun
waktu 40 (empat puluh) sejak haid terakhir, aborsi ini bukan termasuk aborsi terapetis. Alasan
pembolehannyaa lebih ke arah psikologis si ibu.
Untuk menghindari penyelundupan hukum oleh orang-orang yang ingin melakukan aborsi
dengan pura-pura hamil akibat diperkosa, maka Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun
2014 mensyaratkan adanya surat keterangan dokter (untuk menentukan usia kehamilan), dan
keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain (untuk menentukan adanya dugaan perkosaan).
Tentu saja, filter pengaman tersebut masih mudah ditembus karena pemantauan atas kerja para
profesional tersebut masih tergolong rawan di Indonesia. Ada bukti bahwa dokter-dokter tertentu
berkeyakinan bahwa praktik aborsi yang mereka tangani untuk remaja-remaja yang hamil di luar
nikah adalah bagian dari penyelamatan terhadap masa depan remaja tersebut. Cara berpikir
demikian seharusnya tidak lagi bisa ditoleransi setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
61 Tahun 2014 ini.
Hal lain yang ingin disinggung dalam tulisan singkat ini adalah soal sifat limitatif yang dimuat di
dalam Pasal 31. Kata hanya di dalam rumusan pasal tersebut memperlihatkan pembatasan
untuk dua jenis aborsi itu saja. Tidak boleh lebih daripada itu. Sebagai contoh, apabila ada isteri
yang hamil karena kegagalan menggunakan alat kontrasepsi, tidak bisa diterima sebagai alasan
untuk minta dilakukan aborsi. Tindakan aborsi jenis ini adalah abortus provocatus criminalis.
Demikian juga, konsep perkosaan di dalam perkawinan (marital rape) juga tidak boleh
dimasukkan ke dalam denotasi dari Pasal 31. Padahal, konon sejumlah penggagas KUHP
menginginkan agar delik perkosaan dalam perkawinan ini bisa diakomodasikan di dalam
rancangan kodifikasi hukum pidana Indonesia yang baru.
akulah malaikat jalanan yang lahir di surga di bawah bayang-bayang bintang sembilan dan atas
restu Allah... (sory bos..g' ada niat sombong atau takabbur loh..)he...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini Aborsi, transplantasi dan operasi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari
tingginya angka aborsi transplantasi dan operasi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia
sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat
besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu pembunuhan.
Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup
sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan
kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk
komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering
tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi
karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak
aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan
kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat
kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-
obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO
memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing
negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita
meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di
Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000
sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia
diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran
bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Sementara ada isu-isu dan nilai-nilai etis yang berlaku secara umum dalam beberapa bidang bioetika,
ada pula isu-isu etis khusus untuk masing-masing persoalan biomedis. Makalah ini dimulai dengan
mendaftar masalah-masalah yang cukup spesifik terkait dengan pencangkokan organ, yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok persoalan etis besar. Tulisan ini tak berpretensi untuk menjawab
semua persoalan pelik tersebut, namun sekadar mengajukan beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan etis terkait. Pembahasan etika di makalah ini
ingin dipusatkan pada etika yang bersumber dari agama (tanpa menafikan adanya upaya-upaya
menawarkan etika sekular untuk menjawab persoalan etis pencangkokan organ). Karena itu, bagian
kedua mencoba menjawab sebagian kecil dari persoalan-persoalan tersebut, dengan mengambil contoh
kasus tanggapan Islam terhadap teknologi medis ini. Meski ada konsensus yang cukup mengesankan
dalam Islam ketika merespon pencangkokan organ, tanggapan tersebut dianggap kurang lengkap karena
hanya terfokus kepada satu dari tiga kelompok masalah etis pencangkokan organ. Secara khusus, satu
masalah yang tak cukup banyak mendapat perhatian adalah mengenai isu keadilan distributif. Di bagian
akhir diberikan beberapa catatan mengenai dua isu umum dan mendasar dalam bioetika yang perlu
diperbincangkan, khususnya dalam konteks Indonesia .
Ada berbagai upaya dari manusia untuk mengikuti trand mode dan untuk memper cantik dir yaitu
dengan cara Operasi plastik atau dikenal dengan "Plastic Surgery" atau dalam bahasa arab "Jirahah
Tajmil" ,adalah bedah/operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian di
dalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang,
bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh.
Maka dari latar belakang diatas kami penulis mengambil judul Seputar Aborsi, Tranplantasi dan Operasi
dalam Konteks Islam dan kesehatan.
B. BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini saya akan membahas masalah-masalah dalam dunia aborsi, transplantasi dan
operasi. Dalam masalah-masalah ini terdapat dua sudut pandang, yaitu dari segi kesehatan dan dari
agama islam
Dalam segi/aspek kesehatan, masalah yang saya angkat ialah sebagai berikut:
1. Apakah definisi/pengertian dari aborsi, transplantasi dan operasi?
2. Apa yang sebenarnya terjadi dalam masalah aborsi, transplantasi dan operasi ?
3. Apa akibat aborsi, transplantasi dan operasi ini untuk hidup manusia secara keseluruhan?
Dalam segi/aspek agama islam, masalah yang saya angkat ialah sebagai berikut:
1. Apa yang dikatakan al-Qur`an mengenai kasus aborsi, transplantasi dan operasi?
2. Apa yang dikatakan oleh ajaran islam ?
3. Apa tanggapan agama islam tentang kasus aborsi, transplantasi dan operasi?
C. TUJUAN
- Dalam pembuatan makalah ini, saya akan menjelaskan pengertian, jenis-jenis dan masalah-masalah
pada aborsi, transplantasi dan operasi dalam segi/aspek kesehatan dan dalam segi/ aspek islam.
- Menambah wawasan tentang kesehatan dan agama islam mengenai aborsi, transplantasai dan operasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aborsi
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Womens Health oleh Institute for Social, Studies and Action,
Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai
20 minggu.
Jadi, gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah terjadi keguguran janin; melakukan
abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang
dikandung itu). Secara umum, istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu
dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat
janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
I. Aborsi Konteks Medis / Kesehatan
Menurut batasan atau definisi, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan dimana buah kehamilan itu
tidak mempunyai kemungkinan hidup di luar kandungan. Sedangkan dunia kedokteran berpendapat
bahwa janin yang lahir dengan berat badan yang sama atau kurang dari 500 gram tidak mungkin hidup
di luar kandungan, meskipun ada laporan kedokteran yang menyatakan bahwa ada janin di bawah 500
gram yang dapat hidup. Karena janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia kehamilan 20
minggu, maka kelahiran janin dibawah 20 minggu tersebut sebagai aborsi.
Ada negara tertentu yang memakai batas 1000 gram sebagai aborsi, menurut Undang-Undang di
Indonesia, kematian janin di bawah 1000 gram tidak perlu dilaporkan dan dapat dikuburkan di luar
Tempat Pemakaman Umum.
Dari cara terjadinya aborsi, ada dua macam aborsi, aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi
buatan (abortus provocatus). Aborsi spontan terjadi sendiri tanpa campur tangan manusia, sedang
aborsi buatan adalah hasil dari perbuatan manusia yang dengan sengaja melakukan perbuatan
pengguguran. Abortus yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 12 minggu disebut abortus dini.
a. Abortus Spontaneus
Insiden abortus spontan diperkirakan 10% dari seluruh kehamilan. Namun angka ini mempunyai dua
kelemahan, yaitu kegagalan untuk menghitung abortus dini yang tidak terdeteksi, serta aborsi ilegal
yang dinyatakan sebagai abortus spontan.
Insiden abortus spontan sulit untuk ditentukan secara tepat, karena sampai sekarang belum diterapkan
kapan sebenarnya dimulainya kehamilan? Apakah penetrasi sperma kedalam sel telur sudah merupakan
kehamilan? Apakah pembelahan sel telur yang telah dibuahi berarti mulainya kehamilan? Atau
kehamilan dimulai setelah blastocyst membenamkan diri kedalam decidua? Atau setelah janin
bernyawa?
Dengan pemeriksaan tes yang dapat mendeteksi Human Chorionic Gonadotropin maka frekuensi
abortus akan menjadi lebih tinggi (20% - 62%).
1. Penyebab abortus spontan
Lebih dari 80% abortus terjadi pada usia kehamilan 12 minggu. Setengah di antaranya disebabkan
karena kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus meningkat dengan makin tingginya usia ibu serta
makin banyaknya kehamilan. Selain itu kemungkinan terjadinya abortus bertambah pada wanita yang
hamil dalam waktu tiga bulan setelah melahirkan.
Pada abortus dini, pengeluaran janin/embrio biasanya didahului dengan kematian janin/embrio.
Sedangkan abortus pada usia yang lebih lanjut, biasanya janin masih hidup sebelum dikeluarkan.
Kelainan Pertumbuhan Zygote.
Penyebab paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
(pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta. Ternyata 50% - 60% dari
abortus ini berhubungan dengan kelainan kromosom.
Faktor Ibu.
Penyakit pada ibu biasanya terjadi pada janin dengan kromosom yang normal, paling banyak pada usia
kehamilan 13 minggu. Beberapa macam infeksi bakteria atau virus dapat menyebabkan abortus.
Penyakit ibu yang kronis biasanya tidak menyebabkan abortus, meskipun dapat menyebabkan kematian
janin pada usia yang lebih lanjut atau menyebabkan persalinan prematur. Kelainan pada uterus (rahim)
dapat menyebabkan abortus spontan.
2. Pembagian abortus spontan
Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang mengancam akan terjadi
aborsi. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan.
Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya aborsi, namun buah
kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada
dalam rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan
perlu dilakukan pengosongan rahim secepatnya.
Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian
biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Missed Abortion. Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang telah mati tertahan
dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Penderitanya biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak
mendapat haid. Kebanyakan akan berakhir dengan pengeluaran buah kehamilan secara spontan dengan
gejala yang sama dengan abortus yang lain.
b. Abortus Therapeuticus
Abortus therapeuticus adalah pengakhiran kehamilan pada saat dimana janin belum dapat hidup demi
kepentingan mempertahankan kesehatan ibu. Menurut Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat
dibenarkan. Keadaan kesehatan ibu yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya kehamilan adalah
penyakit jantung yang berat, hypertensi berat, serta beberapa penyakit kanker.
Di beberapa negara, termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat perkosaan atau insect, dan
pada keadaan dimana bayi yang dikandungnya mempunyai cacat fisik atau mental yang berat. Di
negara-negara Eropa, aborsi diperbolehkan apabila ibu menderita campak Jerman (German Measles)
pada trimester pertama.
Elective Abortion
Aborsi sukarela adalah pengakhiran kehamilan pada saat janin belum dapat hidup namun bukan karena
alasan kesehatan ibu atau janin. Pada masa kini, aborsi jenis inilah yang paling sering dilakukan. Di
Amerika Serikat, terjadi satu aborsi sukarela untuk tiap 3 janin lahir hidup.
Eugenic Abortion:
pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang
muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan
secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada
peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan
dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4
(empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para
ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami,
pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat
puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya
haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. Wallahu alam [M. Shiddiq al-Jawi]
Dan dari pemaparan tentang operasi plastic diatas, maka jelaslah bahwa operasi plastik itu diharamkan
menurut syara' dengan keinginan untuk mempercantik dan memperindah diri, dengan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Operasi plastik merubah ciptaan Allah Swt
2. Adanya unsur pemalsuan dan penipuan
3. Dari sisi lain, bahwa negatifnya lebih banyak dari manfaatnya, karena bahaya yang akan terjadi sangat
besar apabila operasi itu gagal, bisa menyebabkan kerusakan anggota badan bahkan kematian.
4. Syarat pembedahan kosmetik yang dibenarkan Islam; memiliki keperluan untuk tujuan kesehatan
semata-mata dan tiada niat lain; tidak dari benda yang najis/diharamkan dan diakui doktor profesional
yang ahli dalam bidang itu bahwa pembedahan akan berhasil dilakukan tanpa risiko, bahaya dan
mudarat.
Sebelum menutup makalah ini, saya ingin menekankan bahwa Allah Swt. Tidak lah menciptakan
makhluknya dengan sia-sia, "Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun
tubuhmu." Sesungguhnya Allah Swt. Menciptakan kalian dalam keadaan sempurna dan seimbang satu
sama lainnya dengan sebaik-baik penciptaan. "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya ." Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk Allah mensyukuri apa-apa yang
telah diberikan kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta
Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawaid Al Fiqhiyah, Saadiyah
Putera, Jakarta
Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam
Mulia, Jakarta
KERANGKA KONSEP
1. Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
(hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur. (Wikipedia, 2009)
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi
dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28
minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi
dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Merupakan abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang
ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia
gravidarum yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini,
sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya
pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu. Aborsi
provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk
menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten,
serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan.
Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya
pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama
dan hukum di lain sisi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu
yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil
hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa
janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi
dan lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial
kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan dan kasih sayang yang seharusnya
didapatkan oleh anak yang tumbuh dan besar dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup
kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di
sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia
melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum,
masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi
atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan,
UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi manusia (HAM). Keadaan seperti di
atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul
praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis
informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang
kemudian menimbulkan komplikasi komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan
kematian.
Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya
Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning,
Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati,
Al-Izzah, Bangil
Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta
Pencarian dari www.google.com yang diakses pada tanggal 7 Desember 2007, dengan rincian sebagai