RISIKO PJK :
Terapi Farmakologis
Saat ini sudah terdapat lima jenis obat untuk terapi dislipidemia yaitu golongan
statin, resin, fibrat, asam nikotinat, dan ezetimibe. Dalam praktek sehari-hari,
pemilihan jenis obat tergantung kepada jenis dislipidemia yang akan diterapi.
Terapi farmakologis selain mempertimbangkan efektifitasnya, juga efek
samping dan segi ekonomisnya. Karena kolesterol-LDL adalah sasaran utama
terapi dislipidemia, maka statin sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan
ezetimibe merupakan pilihan terapi rasional untuk menurunkan kadar
kolesterol-LDL. Sementara itu, golongan fibrat dan asam nikotinat digunakan
dalam keadaan dislipidemia kombinasi, terutama setelah kadar kolesterol-LDL
mencapai target. Fibrat digunakan pada pasien dengan dislipidemia kombinasi
(dikombinasikan dengan statin), hipertrigliseridemia, atau isolated low HDL-
cholesterol. Kebanyakan obat terapi dislipidemia dapat dikombinasi
penggunaannya.
Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid akibat
interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Walau terdapat bukti hubungan
antara kolesterol total dengan kejadian kardiovaskular, hubungan ini dapat
menyebabkan kesalahan interpretasi di tingkat individu seperti pada wanita
yang sering mempunyai konsentrasi kolesterol HDL yang tinggi. Kejadian
serupa juga dapat ditemukan pada subjek dengan DM atau sindrom metabolik di
mana konsentrasi kolesterol HDL sering ditemukan rendah. Pada keadaan ini,
penilaian risiko hendaknya mengikutsertakan analisis berdasarkan konsentrasi
kolesterol HDL dan LDL. Terdapat bukti kuat hubungan antara kolesterol LDL
dengan kejadian kardiovaskular berdasarkan studi luaran klinis9 sehingga
kolesterol LDL merupakan target utama dalam tatalaksana dislipidemia.
Kolesterol HDL dapat memprediksi kejadian kardiovaskular bahkan pada
pasien yang telah diterapi dengan statin10 tetapi studi klinis tentang hubungan
peningkatan konsentrasi kolesterol HDL dengan proteksi kardiovaskular tidak
meyakinkan.11-14 Bila target kolesterol LDL sudah tercapai, peningkatan
kolesterol HDL tidak menurunkan risiko kardiovaskular berdasarkan studi klinis
yang ada.13 Peran peningkatan konsentrasi TG sebagai prediktor terhadap
penyakit kardiovaskular masih menjadi perdebatan. Hubungan antara TG puasa
dengan risiko kardiovaskular yang didapat berdasarkan analisis univariat
melemah setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor lain terutama kolesterol
HDL. Konsentrasi TG yang tinggi sering disertai dengan konsentrasi kolesterol
HDL rendah dan konsentrasi small, dense LDL yang tinggi sehingga
diperkirakan pengaruh hipertrigliseridemia terhadap risiko kardiovaskular
secara tidak langsung disebabkan oleh konsentrasi kolesterol HDL rendah dan
konsentrasi small, dense LDL tinggi. Beberapa penelitian melaporkan
konsentrasi TG tidak puasa memprediksi risiko penyakit kardiovaskular lebih
baik dari konsentrasi puasa, tetapi mengingat sampai saat ini masih
diperdebatkan penggunaannya pada praktek klinis maka TG yang dipakai untuk
prediksi kejadian kardiovaskular adalah TG yang diperiksa saat puasa. Beberapa
jenis dislipidemia campuran yang berhubungan dengan terbentuknya lipid
aterogenik dapat menimbulkan penyakit kardiovaskular prematur. Termasuk di
sini adalah meningkatnya kolesterol VLDL yang dimanifestasikan dengan
peningkatan TG, meningkatnya small, dense LDL, dan berkurangnya kolesterol
HDL. Kolesterol VLDL berkorelasi tinggi dengan lipid aterogenik sehingga
masuk akal untuk digunakan dalam memprediksi risiko kardiovaskular bersama
dengan kolesterol LDL. Jumlah kolesterol LDL, VLDL, dan IDL disebut
sebagai kolesterol non-HDL yang pada dasarnya adalah lipid yang mengandung
apoB. Mengingat dalam praktek klinis kolesterol IDL masuk ke dalam
pengukuran kolesterol LDL maka konsentrasi kolesterol non-HDL besarnya
sama dengan penjumlahan kolesterol VLDL dan LDL. Dalam prakteknya,
kolesterol non-HDL dihitung dengan mengurangkan kolesterol HDL terhadap
kolesterol total (Kolesterol non-HDL = Kolesterol Total Kolesterol HDL).
Konsentrasi kolesterol non-HDL berkorelasi kuat dengan konsentrasi apoB.
Walau tidak ditujukan sebagai target terapi primer, berbagai studi luaran klinis
memeriksa apoB bersama dengan kolesterol LDL. Berbagai studi prospektif
menunjukkan apoB mampu memprediksi risiko kardiovaskular lebih baik dari
kolesterol LDL terutama pada keadaan di mana terdapat hipertrigliseridemia
yang menyertai DM, sindrom metabolik, dan PGK. Walau terdapat
ketidakserasian hasil penelitian tentang kekuatan hubungan antara apoB dan
kolesterol non-HDL dalam memprediksi penyakit kardiovaskular,18,22
kolesterol non-HDL dapat dianggap mewakili lipid aterogenik karena
konsentrasinya berkorelasi baik dengan konsentrasi apoB. Pada saat ini belum
ada penelitian yang menempatkan apoB atau kolesterol non-HDL sebagai target
terapi primer obat penurun lipid. Pada keadaan konsentrasi TG