Anda di halaman 1dari 16

II.1.

7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian jumlah faktor resiko koroner pada pasien untuk menentukan kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III :

Tabel Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai Faktor Resiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun. Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun. Kebiasaan merokok Hipertensi atihipertensi) Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol HDL 60mg/dl maka mengurangi satu faktor resiko (140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

Setelah menemukan banyaknya faktor resiko pada seorang pasien, maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok resiko penyakit arteri koroner yaitu resiko tinggi, resiko sedang dan resiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel berikut ini:

Tabel Tiga Kategori Risiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai berdasarkan NCEP Kategori Resiko Sasaran Kolesterol

LDL (mg/dl) 1. Resiko Tinggi <100

a. Mempunyai Riwayat PAK dan b. Mereka yang disamakan dengan PAK - Diabetes Melitus - Bentuk lain penyakit arterosklerotik yaitu strok, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis - Faktor resiko multipel (> resiko) yang diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun mempunyai resiko PAK > 20 % 2. Resiko Multipel (2 faktor resiko) 3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko) <130 <160

Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan kategori resiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan untuk masing-masing katagori resiko :

Gambar Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko tinggi

Gambar Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko sedang

Gambar Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko 0-1

Penatalaksanaan dislipidemia diabetik ditentukan atas dasar derajat risiko yang ditunjukkan oleh tingginya kadar masing-masing lipoprotein seperti diperlihatkan pada tabel 1. Sasaran kadar lipid bagi pasien DM dewasa adalah kadar lipid yang termasuk kategori risiko rendah. Bagi semua pasien yang termasuk kategori risiko tinggi dan sedang, direkomendasikan untuk mendapat terapi obat-obat penurun lipid disamping perubahan gaya hidup dan obat-obat penurun kadar glukosa darah. Tabel . Kategori risiko berdasarkan kadar lipoprotein pada pasien diabetes

Walaupun kelainan lipid pada dislipidemia diabetik ditandai oleh hipertrigliseridemi, dan kadar kolesterol-HDL rendah sedang kolesterol-LDL umumnya normal, sasaran yang harus dicapai pada dislipidemia diabetik adalah kolesterol-LDL. Dari berbagai penelitian seperti misalya UKPDS, didapatkan bahwa penentu utama keberhasilan pengelolaan lipid dalam mencegah kelainan kardiovaskular adalah kadar kolesterol-LDL karena mempunyai peran yang sangat nyata dan kuat dalam proses aterosklerosis, melebihi peran fraksi lipid yang lain ( Trigliserida dan HDL-kolesterol ). Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari: a) Penatalaksanaan Umum Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori. (Sudoyo, 2009) b) Penatalaksanaan non farmakologik Meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL kolesterol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolesterol. (Sudoyo, 2009) A. Terapi nutrisi medik

Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan dislipidemi, oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( mono unsaturated fatty acid = MUFA dan poly unsaturated fatty acid = PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alkohol dan lemak. (Sudoyo, 2009)

Tabel Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia

B. Aktivitas fisik Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang dll. Penting sekali diperhatikan agar jenis olahraga disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar dilakukan secara terus menerus. Pasien DM yang mempunyai BB berlebih sebaiknya mendapat Terapi Nutrisi Medik dan meningkatkan aktivitas fisik. The American Heart Association merekomendasikan untuk pasien DM dengan Penyakit Kardiovaskular bahwa Terapi Nutrisi Medik maksimal dapat

menurunkan kadar LDL kolesterol sebesar 15 sampai 25 mg/dl. Jadi,

bila kadar LDL kolesterol mengalami peningkatan lebih dari 25 mg/dl diatas kadar sasaran terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan terapi farmakologik terutama terhadap pasien2 dengan risiko tinggi (pasien DM dgn riwayat infark miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL kolesterol tinggi (diatas 130 mg/dl). (Sudoyo, 2009) c) Penatalaksanaan farmakologi Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa terapi farmakologik dengan obat-obat penurun lipid memberi manfaat perbaikan profil lipid dan menurunkan komplikasi Kardiovaskular pada pasien-pasien diabetes. Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki propil lipid serum yaitu: A. HMG-CoA reduktase inhibitor B. Derivat asam fibrat C. Sekuestran asam empedu D. Asam nikotinat E. Ezetimibe F. Asam lemak omega-3. A. HMG-CoA reduktase inhibitor Dalam 10 tahun terakhir ini di seluruh dunia, HMG-CoA reduktase inhibitor yang biasa disebut sebagai statin menjadi obat yang paling banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar lipid. Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim HMG-CoA reduktase yaitu suatu enzim di hati yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan menurunnya sintesis kolesterol maka hati akan mengkompensasi dengan meningkatkan reseptor LDL pada permukaan hati. Dengan demikian kadar kolesterol LDL di dalam darah akan ditarik ke hati, sehingga akan menurunkan kadar kolesterol LDL dan juga VLDL. (Sudoyo, 2009)

Gambar Mekanisme kerja HMG-CoA reductase inhibitor

Mengenai dosis obat sangat individual sekali, tergantung pada karakteristik pasien seperti target terapi dan respon terhadap terapi yang diberikan. Dibawah ini dapat dilihat dosis beberapa obat golongan statin.

Tabel 5. Dosis-dosis obat golongan statin

Popularitas statin dipengaruhi oleh banyaknya data uji klinik yang mengkonfirmasi bahwa penurunan kadar lipid pada pasien yang diterapi akan berakibat juga pada turunnya risiko penyakit kardiovaskuler terutama pada penyakit jantung, infark miokard, prosedur revaskularisasi dan menurunnya angka kematian. Heart Protection Study melakukan penelitian yang berskala besar melibatkan 5963 pasien penderita diabetes berusia > 40 tahun dengan kadar total kolesterol > 135 mg/dl. Pada penelitian ini, pasien diabetes yang diberikan simvastatin mengalami

penurunan risiko hingga 22% terhadap terjadinya penyakit CVD (Cardio Vascular Disease). Penurunan resiko ini terjadi pada semua subkategori LDL yang diperiksa, termasuk pasien dengan kadar kolesterol LDL yang lebih rendah sebelum terapi (<116 mg/dl). (Sudoyo, 2009) Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS) meneliti sebanyak 2838 penderita diabetes melitus yang tidak menderita penyakit kardiovaskular atau revaskularisasi koroner sebelumnya. Secara acak

diberikan atorvastatin 10 mg/hari dan plasebo selama 4 tahun. Kadar kolesterol LDL pada awal penelitian adalah sekitar 116 mg/dl. Pada akhir penelitian, sebanyak 75 % dari penderita kadar kolesterol LDL menurun mencapai 96 mg/dl dan 25 % menurun sampai < 64 mg/dl. Seiring dengan penurunan kadar kolesterol LDL, terdapat penurunan risiko kejadian penyakit kardiovaskular sebesar 37 %. (Sudoyo, 2009) Sedangkan Anglo Scandinavian Cardiac Outcomes Trials-lipid lowering arm ( ASCOTT-LLA) melakukan penelitian dengan

mengikutsertakan 10.305 penderita hipertensi tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya tetapi sedikitnya mempunyai tiga faktor risiko kardiovaskular, yang secara acak diberikan atorvastatin 10 mg dan plasebo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2532 orang adalah penderita diabetes. Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat manfaat penurunan kolesterol pada penderita diabetes dimana tekanan darah terkendali baik sedang kadar kolesterol sedikit tinggi atau normal yaitu total kolesterol < 250 mg/dl. Setelah 3,3 tahun kadar kolesterol pada penderita diabetes mellitus yang mendapat atorvastain 38,6 mg/dl lebih rendah dibandingkan penderita yang mendapat plasebo. Jumlah penderita yang mengalami penyakit kardiovaskuler jauh lebih sedikit pada mereka yang mendapat atorvastain dibandingkan plasebo masing masing 9,2 % dan 11,9 %. (Sudoyo, 2009) Efek samping pemakaian statin biasanya terjadi peningkatan yang sifatnya minor pada kadar enzim hati sering dijumpai pada 5 bulan pertama terapi statin yang biasanya akan normal kembali dengan sendirinya. Peningkatan yang bermakna terjadi pada 2% pasien pada awal terapi tergantung pada dosis statin yang digunakan, dan akan normal kembali jika dosis statin diturunkan atau dihentikan. Pemantauan enzim hati secara teratur selama penggunaan statin, yaitu pada 1bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah terapi statin dimulai, dan kemudian sekali setiap tahun. Walaupun ada pembatasan penggunaan statin, hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa statin berbahaya untuk pasien dengan

penyakit hati kronik seperti hepattis B dan C atau kholestasis. (Sudoyo, 2009) Efek samping lain yang dijumpai pada 5% pasien adalah miopati , muncul sebagai gejala nyeri pada otot dan persendian tanpa adanya perubahan kadar kreatin kinase (CK). Miopati yang parah (rhaddomiolisis fatal) dialami oleh 0,2% pasien, disertai dengan peningkatan CK (10 kali batas atas kadar normal, CK normal adalah 10150 IU/L), dan dalam hal ini penggunaan statin harus segera dihentikan. Jika CK berkisar antara 310 kali batas atas normal, statin tetap dilanjutkan tetapi CK harus terus dipantau sampai diketahui apakah keadaan membaik atau memburuk (sehingga memerlukan penghentian statin). Jika perlu dosis statin diturunkan untuk meredakan efek samping tersebut. Gejala efek samping pada otot ini bisanya lebih banyak terjadi pada pasien yang menggunakan kombinasi obat penurun kadar lipid, misalnya kombinasi statin dan fibrat atau asam nikotinat. (Sudoyo, 2009) A. Derivat asam fibrat Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan asam fibrat adalah: Gemfibrozil, Fenofibrate, Ciprofibrate dan Bezafibrate. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak bebas di hati ataupun otot dan mengurangi lipogenesis dihati sehingga sekresi dari VLDL dan trigliserid hati menjadi menurun. Fibrat juga mempunyai efek merubah struktur lipid melalui aktivasi dari Peroxisome Proliferator Activated receptor Type Alpha (PPAR). Aktivasi dari PPAR meningkatkan lipolisis dan eliminasi aterogenik yang banyak mengandung partikel trigliserida dari plasma dengan mengaktifkan Lipoprotein lipase dan mengurangi produksi apoprotein CIII (suatu inhibitor dari aktivitas lipoprotein lipase). Aktivasi PPAR juga memicu peningkatan sintesa apoprotein AI and AII, yang dapat menimbulkan berkurangnya kolesterol VLDL dan kolesterol LDL yang berisi apoprotein B dan peningkatan kolesterol HDL yang mengandung apoprotein AI dan AII. Mengenai

mekanisme kerja obat fibrat untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. (Sudoyo, 2009)

Gambar Mekanisme kerja fibrat

Fibrat di absorpsi dengan baik di saluran cerna, kadar puncaknya di plasma dapat ditemukan 6 sampai 8 jam setelah di konsumsi. Setelah diabsorpsi fibrat dieksresikan melalui urine dalam bentuk metabolitnya, asam fibrat terkonjugasi. Rata-rata 60% dosis di eksresikan melalui urine dan 25 % nya di eksresikan melalui feses. Asam fibrat di eliminasi dengan waktu paruh sekitar 20 jam, sehingga di berikan dengan dosis sekali sehari . Fibrat meningkatkan kadar statin. Karena itu dosis statin seharusnya lebih rendah jika di berikan bersamaan dengan fibrat. Dosis fibrat harusnya juga di kurangi pada pasien dengan gagal ginjal sedang dan berat. Para ahli merekomendasikan pemberian di pagi hari, sedangkan statin di malam hari. (Sudoyo, 2009) Efek samping yang paling sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna pada 5% pasien. Seperti juga pada statin, peningkatan enzim hati juga terjadi pada awal terapi tapi tidak berlanjut. Miopati jarang dilaporkan jika fibrat digunakan sebagai terapi tunggal. Harus dipertimbangkan risiko

dan manfaatnya sebelum memberikan fibrat sebagai terapi kombinasi. Fibrat di kontraindikaskan pada pasien pasien yang hipersensitif

terhadap fibrat, pasien dengan kerusakan ginjal yang berat, sirhosis bilier, dan pasien dengan kerusakan fungsi hepar yang persisten, serta penyakit kandung empedu. (Sudoyo, 2009) Fenofibrate Intervention and Event Lowering in Diabetes( FIELD study ) tahun 2009 dalam suatu penelitiannya mendapatkan bahwa fenofibrat 200 mg/hari secara signifikan mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien-pasien dengan kolesterol LDL yang rendah dan hipertensi. Efek terbesar dari fenofibrat adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular yang diobservasi pada pasien dengan dislipidemia ( trigliserida yang tinggi yaitu diatas 2,3 mmol/L dan kolesterol LDL yang rendah ) sebanyak 27 %. (Sudoyo, 2009) Veterans Affairs High-Density Lipoprotein Cholesterol

InterventionTrial (VA-HIT) mendapatkan bahwa gemfibrozil 1200 mg/hari dihubungkan dengan penurunan cardiovascular events sebesar 24% pada penderita diabetes yang sebelumnya telah menderita penyakit

kardiovaskuler dengan HDL rendah (<40 mg/dl) dan peningkatan trigliserida. (Sudoyo, 2009) B. Sekuestran asam empedu (Penangkap asam empedu) Terdapat tiga jenis Sekuestran asam empedu yaitu cholestyramin, colestipol dan Colesevelam dengan dosis masing-masing adalah 8-16 g/hari, 10-20 g/hari dan 6,5 g/hari. Mekanisme kerjanya ada dua yaitu meningkatkan bersihan (klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam empedu. Mulamula obat ini mengikat asam empedu pada usus halus sehingga mencegah resirkulasinya ke dalam sistem entrohepatik. Dengan demikian ekskresi asam empedu meningkat hingga 10 kali lipat, dan karena asam empedu berkurang, hati berespon meningkatkan produksi asam empedu dengan cara memecah kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk mengikat kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam sirkulasi darah makin menurun. (Sudoyo, 2009)

Gambar Mekanisme kerja sekuestran asam empedu

Sekuestran asam empedu menurunkan kolesterol LDL 1530%, dan meningkatkan HDL sampai 5%. Pada beberapa pasien sekuestran asam empedu meningkatkan kadar trigliserida, sehingga penggunaannya dihindari untuk pasien hipertrigliseridemia atau hiperlipidemia campuran dengan peningkatan kadar trigliserida yang signifikan. Sekuestran asam empedu dapat menurunkan kejadian gangguan fungsi jantung dan progresi aterosklerosis. Obat ini terutama berguna untuk mengobati pasien yang mengalami peningkatan kolesterol LDL saja atau sebagai obat tambahan jika monoterapi gagal mencai target terapi. (Sudoyo, 2009) Masalah utama pada terapi sekuestran asam empedu ini adalah penerimaan pasien karena rasa obat yang tidak enak. Biasanya obat diminum 4 kali sehari, dalam bentuk serbuk yang dicampurkan ke dalam sejumlah besar air.Pada dosis maksimum, golongan obat ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada abdomen, refluks esofagus dan konstipasi. Obat ini juga dapat mengikat obat lain, misalnya digoksin, levotiroksin, atau warfarin, sehingga harus diperhatikan agar penggunaan antar obatobat tersebut dengan sekuestran asam empedu ini terpisah paling sedikit 46 jam. (Sudoyo, 2009)

C. Asam nikotinik Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama kali diperkenalkan. Oleh karena bentuk yang lama yaitu asam nikotinik serap cepat mempunyai efek samping cukup banyak, maka obat ini tidak banyak dipakai. Dengan diperkenalkannya asam nikotinik yang lepas lambat (niaspan) sehingga absorpsi di usus berjalan lambat, maka efek samping menjadi lebih kurang. Obat ini diduga menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangai asam lemak bebas. Diketahui bahwa asam lemak bebas yang ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan akan menjadi sumber pembentukan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL dihati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserida dan juga kolesterol LDL plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol HDL bahkan merupakan obat yang terbaik untuk meningkatkan kolesterol HDL. Oleh karena menurunkan trigliserida, menurunkan LDL dan meningkatkan kolesterol HDL maka disebut juga sebagai broad spectrum lipid lowering agent.

Gambar Mekanisme kerja asam nikotinik Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas pada muka bahkan di badan. Untuk mencegah hal tersebut, pada penggunaan asam nikotinik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah

kemudian ditingkatkan, misalnya selama satu minggu 375 mg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai dosis maksimal sekitar 1500- 2000 mg/hari. Dengan asam nikotinik yang baru yaitu lepas lambat, efek samping sangat berkurang. Hasil yang sangat baik didapatkan bila dikombinasikan dengan golongan HMG-CoA reductase inhibitor. (Sudoyo, 2009) D. Ezetimibe Ezetimibe tergolong obat penurun lipid yang baru, diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003. Obat ini bekerja sebagai Karena jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun, maka hati meningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga kadar kolesterol serum akan turun. Ezetimibe 10 mg/hari digunakan untuk hiperkolesterolemia primer. (Sudoyo, 2009) Sebagai terapi tunggal, efek utama ezetimibe adalah menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 18%,dengan sedikit efek pada trigliserida dan HDL.Jika dikombinasi dengan statin, bisa menghasilkan penurunan kadar LDL serum 20% lagi dibanding statin saja, penurunan kadar trigliserida 9%, dan peningkatan kolesterol HDL 3%.Saat ini ezetimibe digunakan jika terapi tunggal statin gagal mencapai target terapi,atau sebagai alternatif monoterapi jika pasien tidak tahan statin. Efek samping yang yang sering muncul pada pemakaian ezetimibe adalah gangguan intestinal,sakit kepala dan mialgia. (Sudoyo, 2009) E. Asam lemak omega-3. Bukti epidemiologi sejak lama menunjukkan bahwa diet kaya asam lemak omega3 yang diperoleh dari minyak ikan menurunkan resiko kardiovaskuler. Asam lemak omega3,terutama asam

eikosapentanoat(EPA) dan asam dokosaheksanoat(DHA) mempunyai beberapa efek pada lipid dan metabolism lipid. Asam lemak omega3 menurunkan kadar lipid dengan cara menekan produksi trigliserida dan VLDL di hati dan meningkatkan konversi VLDL menjadi LDL. Kadar trigliserida menurun hingga 30% disertai sedikit

peningkatan HDL.Suplemetasi asam lemak omega3 46g/hari digunakan untuk hiperkolestrolemia. Juga dapat ditambahkan pada terapi statin atau fibrat untuk meningkatkan efektivitas penurunan lipidnya. Dosis rendah 1g/hari digunakan untuk menurunkan risiko kardiovaskular dengan hasil penurunan mortalitas infark miokard dan stroke 10%, dan kematian jantung mendadak 44%. Efek samping utama adalah pada saluran cerna, berupa diare. (Sudoyo, 2009) Terapi kombinasi Pengobatan kombinasi untuk dislipidemia diabetik adalah satu cara penatalaksanaan lipid yang oftimal dengan menggunakan dua macam obat lipid yang mekanisme kerjanya berbeda, bersifat efektif dan ditoleransi baik dan aman terhadap pasien. Kombinasi yang digunakan sebaiknya

menggunakan kombinasi jalur endogen dengan eksogen sintesa kolesterol, kombinasi tersebut adalah statin-niacin, statin-fibrat, statin-bile acid

sequestrant, statin-ezetimibe, dan niacin-bile acid sequestrant. Penggunaan kombinasi dua obat juga terbukti efektif untuk yang gagal dengan monoterapi, karena kombinasi dengan dosis kecil mempunyai efek penurun lipid lebih besar dibandingkan terapi dosis yang ditingkatkan. Secara umum menurunkan dosis dari tiap obat yang digunakan akan memperkecil risiko efek samping. (Sudoyo, 2009) Studi-studi membuktikan bahwa terapi kombinasi antara statin dan berbagai obat lain seperti bile acid resin, fibrat dan niacin memberikan manfaat yang lebih baik dalam hal penurunan kadar LDL kolesterol. Kombinasi ezetimibe dengan statin merupakan strategi baru dalam memperbaiki profil lipid pada pasien DM tipe 2. Studi terbaru menunjukkan bahwa kombinasi ezetimibe dengan simvastatin pada dosis 10/10, 10/20, 10/40 dan 10/80 mg menghasilkan penurunan kadar LDL kolesterol, total kolesterol, trigliserida, non HDL cholesterol dan apolipoprotein (Apo) B yang lebih besar dibandingkan simvastatin monoterapi serta ditoleransi dengan baik. Berikut ini adalah daftar prioritas pilihan obat- obatan dalam

penatalaksanaan

dislipidemia

diabetik

menurut

American

Diabetes

Association. (Sudoyo, 2009)

Tabel 6. Prioritas pilihan penatalaksanaan dislipidemia diabetik.

Anda mungkin juga menyukai