BAB I
PENDAHULUAN
pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian
adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru
obstruktif kronis. Data Riskesdas 2007 menunjukkan di perkotaan, kematian
akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di
perdesaan sebesar 11,5%. Hal tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke)
menyerang usia produktif. Sementara itu prevalensi PTM lainnya cukup tinggi,
yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera
(7,5% ) (Depkes RI, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, stroke
merupakan gangguan suplai darah ke otak akibat aliran pembuluh darah ke otak
tersumbat dengan gejala adanya gangguan koordinasi, keseimbangan serta
kelemahan pada bagian tubuh.
Stroke meliputi tiga penyakit serebrovaskular utama, yaitu stroke iskemik,
perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan subaraknoid. Stroke iskemik atas
serebral infark, adalah yang paling sering, yaitu 70-80% dari semua kejadian
stroke (Frtzsimmons, 2007).
Penyebab stroke Iskemik disebabkan oleh fokal iskemik di cerebral yang
dikarenakan oleh penurunan aliran darah yang menyebabkan fungsi dan
metabolisme sel saraf terganggu (Frtzsimmons, 2007). Berdasarkan angka
morbiditas stroke, 66% infrak terjadi karena trombosis ( Setyopranoto, 2012).
Oleh karena itu, menurut guideline stroke salah satu tatalaksananya adalah dengan
pemberian terapi trombolisis pada pasien stroke. PERDOSSI menjelaskan,
rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara keuntungan dan
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Pemberian fibrinolitik merupakan
rekomendasi kuat yang diberikan sesegera mungkin setelah ditegakkan diagnosis
stroke iskemik (onset waktu 3 jam pada pemberian intravena dalam 6 jam
pemberian intraarterial). European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS 3)
menunjukkan bahwa tPA aman dan efektif untuk gejala awal 4,5 jam pada
beberapa pasien, tetapi perlu ditingkatkannya tindakan cepat antara dokter dan
pasien (AHA, 2009).
3
Pada tahun 2006 jumlah pasien stroke yang dirawat di instalasi Rawat Inap
Non Bedah bagian saraf Rumah Sakit Mohammad Hoesin palembang 488 orang,
tahun 2007 sebanyak 517 orang, dan tahun 2008 sebanyak 211 orang pasien yang
tercatat dari bulan januari sampai april 2008 (Wahyuni, Ikop 2009). Melihat
semakin tahun semakin meningkatnya kejadian stroke di Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang hal ini menunjukkan tatalaksana yang tepat, cepat,
dan akurat sangat diperlukan. Berdasarkan survey sebelumnya yang dilakukan di
IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang, sebagian besar pasien
membutuhkan waktu >25 menit untuk melakukan CT Scan kepala yang
merupakan golden standard pasien stroke iskemik sebelum di tatalaksana
trombolitik yaitu dengan rekomendasi waktu CT Scan <25 menit. Melihat
banyaknya keterlambatan dalam hal pelayanan CT Scan kepala pada pasien stroke
iskemik di IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang, maka pada penelitian
ini tertuju pada faktor yang dapat menghambat pelayanan CT Scan kepala pada
pasien stroke iskemik di IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penghambat pelayanan CT
Scan kepala pada pasien stroke iskemik di IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan CT Scan kepala pada
pasien stroke iskemik di IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2) Mengetahui faktor yang paling menghambat pelayanan CT Scan kepala
pada pasien stroke iskemik di IGD RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
5
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
1) Mengetahui pentingnya waktu yang diperlukan untuk pelayanan CT Scan
kepala pada pasien stroke iskemik.
2) Meningkatkan informasi dalam hal perencanaan, penatalaksanaan, dan
evaluasi khususnya dalam hal pelayanan CT Scan kepala pada pasien stroke
iskemik di IGD rumah sakit.
1.4.2 Bagi masyarakat umum
1) Memberikan informasi tentang risiko keterlambatan dalam pelayanan CT
Scan kepala pada pasien stroke iskemik di IGD.
2) Memberikan dasar untuk penelitian yang selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi
sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau
menit. Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam yang menyebabkan
kematian (Lionel, 2007). Stroke, juga disebut "serangan otak", terjadi ketika
sebagian dari otak rusak karena kurangnya suplai darah ke bagian otak. Karena
kurangnya oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, sel-sel otak (yang disebut
"neuron") mati dan koneksi antara neuron (disebut "sinapsis" atau persimpangan)
hilang. Akibatnya, bagian tubuh yang dikendalikan oleh sebagian dari otak tidak
berfungsi secara normal. Semakin besar daerah yang mengalami kerusakan
semakin besar defisit yang dimiliki pasien (Artemio et. al 2014).
2.1.2 Faktor Risiko Stroke
Faktor yang sama yang sudah dikenal sebagai risiko untuk penyakit jantung
arterosklerotik juga merupakan faktor risiko untuk stroke. Faktor risiko
demografik mencakup usia lanjut, ras, dan etnis (orang Amerika keturunan Afrika
memiliki angka yang lebih tinggi daripada orang kaukasia), dan riwayat stroke
dalam keluarga. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah fibrilasi atrium,
diabetes melitus, hipertensi, apneu tidur (Qureshi et al., 1997), kecanduan alkohol,
dan merokok. Dalam bidang kesehatan masyarakat, perlu dipahami bahwa faktor
risiko paling utama untuk stroke adalah hipertensi kronik (yang dikenal oleh
orang awam sebagai tekanan darah tinggi). Dengan demikian, karena sebagaian
besar kasus hipertensi dapat diobati, dan karena penurunan tekanan darah ke
tingkat normal akan menceegah stroke, diagnosis,dan terapi agresif hipertensi.
Kegemukan (obesitas), yang cepat menjadi masalah kesehatan umum di
Amerika Serikat, baru- baru ini dibuktikan merupakan faktor risiko independen
untuk stroke. Dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) sebagai variabel,
7
para peneliti mendapatkan bahwa subjek yang ikut serta dalam The US Physcians
Health Study dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m2 memiliki risiko yang
lebih besar secara bermakna untuk stroke iskemik dan hemoragik (Kurth et al.,
2001). Dengan demikian kegemukan tampaknya merupakan faktor risiko penting
untuk stroke, tidak saja melalui penyakit- penyakit yang diperparah oleh
kegemukan seperti hipertensi, diabetes, dan peningkatan klestrol tetapi juga
melalui mekanisme lain yang belum teridentifikasi.
2.1.3 Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan dalam dua kategori. Sekitar 80 persen dari
stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah yaitu stroke iskemik. Hal ini
biasanya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah (arteri) di otak. Jika
terjadi penyumbatan arteri, sel-sel otak tidak bisa mendapatkan oksigen, nutrisi
dan akhirnya akan berhenti bekerja. Semakin lama terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah semakin besar kemungkinan kematian sel-sel otak (Artemio et. al
2014).Stroke iskemik dapat dibagi menjadi dua jenis utama: trombotik dan
embolik. Stroke trombotik terjadi ketika arteri tersumbat oleh pembentukan
bekuan yang terdapat didalam darah. Arteri dapat rusak oleh endapan kolesterol
(aterosklerosis). Penyumbatan selanjutnya terjadi karena penggumpalan
bersama-sama sel darah (trombosit) atau zat lain yang biasanya ditemukan dalam
darah. Stroke emboli juga disebabkan oleh gumpalan dalam arteri, tetapi dalam
kasus ini bekuan (atau embolus) terbentuk di tempat lain selain di otak itu sendiri.
Bahan-bahan ini bisa menjadi bekuan darah (misalnya dari jantung) atau bahan
lemak (misalnya dari arteri lain - penyakit arteri karotid). Bahan-bahan ini
kemudian pergi dari tempat terbentuknya kemudian memasuki sirkulasi darah dan
masuk ke otak. Stroke lakunar terjadi ketika arteri kecil tersumbat dan gejala yang
dialami lebih ringan serta pemulihan lebih baik daripada arteri besar yang
tersumbat (Artemio et. al 2014).
Dan jenis stroke yang lebih jarang terjadi dibandingkan stroke iskemik adalah
stroke hemoragik yang diakibatkan oleh rupturnya pembuluh darah di otak. Stroke
hemoragik dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu; perdarahan yang terjadi di
intraserebral (ICH) yang paling sering diakibatkan oleh peningkatan tekanan
8
darah yang mendadak dalam otak yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak
disekitarnya dan perdarahan yang terjadi di subarachnoid (SAH) yaitu darah yang
menempati ruang subarachnoid yang paling sering diakibtkan karena kelainan
yang terjadi dipembuluh darah yang sering di sebut aneurisma. Aneurisma adalah
daerah kecil dalam arteri yang mengalami pembengkakan dan rentan ruptur
(Artemio et. al 2014).
Transient Ischemic attacks (TIA) juga disebut "mini-stroke." Seperti
disebutkan sebelumnya, stroke disebabkan oleh gangguan fungsi otak yang
ireversibel karena gangguan aliran darah. Sebaliknya, TIA adalah gangguan
sementara fungsi dari bagian otak yang disebabkan oleh gangguan dari aliran
darah otak lokal yang berlangsung kurang dari 24 jam. Pencegahan stroke sangat
penting bagi mereka yang pernah mengalami TIA, karena TIA merupakan salah
satu penanda penting terjadinya stroke. Sejumlah penelitian telah menunjukkan
bahwa TIA membawa risiko jangka pendek yang signifikan terjadinya stroke,
terutama pada beberapa hari pertama setelah TIA tersebut (Artemio et. al 2014).
2.1.4 Patofisiologi Stroke
Penyakit serebrovaskuler disebabkan oleh satu dari beberapa proses patologik
yang mengenai pembuluh darah otak. Proses penyakit cerebrovaskular (1)
instrinsik terhadap pembuluh darah, seperti arterosklerosis, lipohialinosis,
inflamasi,deposisi amiloid, diskesi arterial, malformasi perkembangan, dilatasi
aneurisma, atau trombosis vena; (2) mula-mula sedikit, dan terjadi bila embolus
dari jantung atau sirkulasi ekstrakranial bersangkut dalam pembuluh darah
intrakranial; (3) diakibatkan oleh penurunan tekanan perfusi atau peningkatan
viskositas darah dengan aliran darah serebral tak kuat; atau (4)diakibatkan oleh
ruptur pembuluh darah pada ruang subarakhnoid atau jaringan intraserebral
(Martin et al,.2014).
Stroke merupakan trauma neurologik akut yang terjadi sebagai hasil dari
proses patologik ini dan bermanifestasi sebagai perdarahan atau infark otak.
Sekitar 80 persen stroke akibat infark serebral iskemik dan 20 persen akibat
perdarahan otak. Otak mengalami yang mengalami infark awalnya pucat. Dalam
beberapa jam sampai hari, substansia grisea mengalami terkongesti dengan
9
pembuluh darah berdilatasi, mengalami distensi dan perdarahan petekie kecil. Bila
embolus menghambat pembuluh darah utama bermigrasi, mengalami lisis atau
menyebar dalam beberapa jam, resirkulasi ke dalam area iskemik menyebabkan
infark perdarahan yang dapat menambah pembentukan edema dari pemusatan
barier otak-darah. Perdarahan intraserebral primer merusak otak secara langsung
pada daerah perdarahan dengan menekan jaringan sekitar (Martin et al,.2014).
Otak tidak dapat memperbaiki sendiri dan hanya membentuk jaringan parut
fibrogliotik pada daerah infark atau perdarahan; oleh karena itu, kebanyak terapi
efektif terhadap stroke merupakan pencegahan. Setelah stroke, terapi ditujukan
langsung untuk meminimalkan pemburukan infark atau perdarahan, mencegah
stroke kedua atau mengurangi edema. Terapi pada stroke iskemik dibantu oleh
diagnosis yang tepat yang menentukan patologi vakuler primer, luas, dan lokasi
stroke, dan sirkulasi kolalateral. Gambaran klinis dan profil temporal stroke sering
mendukung penyebab. Diagnosis termasuk uji pencitraan (CT dan MRI) dan uji
laboratorium noninvasif (Martin et al,.2014).
2.1.5 Gejala Stroke
Stroke adalah suatu kedaruratan medis, karena intervensi dini dapat
menghentikan dan memulihkan kerusakan neuron akibat gangguan perfusi. Gejala
stroke biasanya berkembang sangat pesat. Pada beberapa pasien, stroke terjadi
selama tidur, dan sebagiannya lagi terjadi pada saat bangun. Gejala tergantung
pada bagian otak yang rusak. Sebagai bagian yang berbeda dari kontrol otak
bagian yang berbeda dari tubuh, sifat dan keparahan gejala dapat bervariasi
(Wilson, 2013).Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau
lebih defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan
secara cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap. Aktivitas kejang
biasanya bukan gambaran stroke. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak
di wajah, lengan, atau tungkai terutama disalah satu sisi tubuh; gangguan
penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua
mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang,
hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa kausa
yang jelas (Wilson, 2013).
10
otak yang mengalami iskemik masih dapat disebuhkan. Pada fase rehabilitasi,
penggunaan obat dalam terapi umumnya life-time (konsumsi seumur hidup)
(Ikawati, 2011).
a.Terapi Farmakologik
Tujuan dari terapi stroke akut adalah mengurangi terjadinya luka neurologi,
mortalitas, dan kelumpuhan dalam jangka panjang, mencegah komplikasi
sekunderdan disfungsi neurologi serta mencegah terjadinya stroke kambuhan
(Dipiro dkk., 2005).
1) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut
Pendekatan terapi pada fase akut, difokuskan pada restortasi aliran darah
otakdan menghenntikan kerusakan selular yang berkaitan dengan iskemik.
Berdasarkan model stroke pada hewan percobaan, periode waktu ini (therapeutic
window) berkisar antara 12-24 jam, walaupun secara khusus ditekankan antara 3-6
jam (Wibowo dan Gofir, 2001).
2) Terapi Trombolitik
Fibrinolitik yang bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan
plasminogen untuk membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin
dan dengan demikian mencegah trombus. Termasuk dalam golongan ini
diantaranya streptokinase, urokinase, alteplase, anistreplase (Anonim, 1996).
Indikasi golongan obat ini adalah untuk infark miokard akut, trombosis vena,
emboli paru, trombus emboli arteri, melarutkan bekuan darah pada katup jantung
buatan dan sebagai kateter intravena (Ganiswara, 1995). Golongan obat ini
dikontraindikasikan pada kondisi pendarahan, trauma atau pembedahan (termasuk
cabut gigi), cacat koagulasi, diatesis pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat
penyakit serebrovaskuler, gejala-gejala tukak peptik, hipertensi berat, penyakit
paru dengan kavitasi, pankreatis akut, penyakit hati berat, varises esophagus,
dengan efek samping utamanya adalah mual, muntah dan pendarahan (Anonim,
1996).
Pada tahun 1995, National Institute Of Neurological Disorder And Stroke
(NIHSS) mengemukakan bahwa pasien dengn stroke iskemik akut diberikan
alteplase dengan dosis 0,9m/kg/BB 3 jam dari onset akan memberikan 30% luaran
15
stroke dengan minimal disabilitas sampai tidak adanya disabilitas. Hingga saat ini
pemberiaan antitrombolitik sangat efektif terhadap pengobatan reperfusi stroke
iskemik.
3) Terapi Antiplatelet
4) Terapi Antikoagulan
b.Terapi Nonfarmakologi
2.1.11 Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan
tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke
iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan
jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam
setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan
(Lionel, 2007).
2.2 Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Yang dimaksud dengan gawat darurat (emergency) adalah kejadian yang tidak
disangka-sangka dan memerlukan tindakan segera. Gawat (critical) adalah suatu
keadaan yang berbahaya, genting, penting, tingkat kritis suatu penyakit.
Gawat darurat medik adalah suatu kondisi yang dalam pandangan pasien,
keluarga, atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa pasien ke
rumah sakit, memerlukan pelayanan medik segera. Kondisi ini berlanjut hingga
petugas kesehatan yang profesional menetapkan bahwa keselamatan pasien atau
kesehatannya tidak terancam. Namun, keadaan gawat darurat yang sebenarnya
adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik segera. Kondisi
tersebut berkisar antara yang memerlukan pelayanan ekstensif segera dengan
rawat inap di rumah sakit dan yang memerlukan pemeriksaan diagnostik atau
pengamatan, yang setelahnya mungkin memerlkuakan atau mungkin juga tidak
memerlukan rawat inap (The American Hospital Association). Gawat darurat
medik dapat timbul pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Gawat darurat
dapat menimpa seseorang karena penyakit mendadak (akut) atau kecelakaan dan
dapat menimpa sekolompk orang seperti pada kecelakaan masal, bencana alam,
atau karena perperangan. Pasien gawat darurat memerlukan pelayanan medik
yang cepat, tepat, bermutu, dan terjangkau. Dalam pelayanan medik itulah para
petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik
18
cito
Formal
21
5 Administrasi DIII
akut).
c. Non Urgen (Hijau/ P3)
Label hijau diberikan pada pasien yang kondisinya tidak mengacam nyawa
(demam, luka memar, dan luka lecet) (Musliha, 2010).
2.3 Response Time
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit
memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009)
telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time).
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuan
meningkatkan nya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat
dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat
dicapai dengan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD
rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes RI , 2009).
Jakarta Medical Service 119 (2013) mengatakan dalam pelayanan di IGD
harus ada organisasi yang baik dan lengkap, baik pembiayaan, SDM yang terlatih,
sarana yang standar baik sarana medis maupun sarana non medis dan mengikuti
teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di IGD adalah
response time, baik standar nasional maupun standar internasional.
2.3.1 Definisi Response Time
Menurut Depkes RI (2006) salah satu indikator mutu pelayanan IGD adalah
waktu tanggap atau yang disebut Response Time. Menteri kesehatan pada tahun
2009 telah menetapkan salah satu prinsip umumnya tentang penanganan pasien
gawat darurat yang harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di
IGD (Kepmenkes, 2009). Depkes RI (2010) juga mengatakan salah satu prinsip
umum pelayanan IGD di RS adalah Response Time pasien gawat darurat harus
ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD.
Waktu tanggap gawat darurat merupakan gabungan dari waktu tanggap saat
pasien tiba di depan pintu runah sakit sampai mendapat respon dari petugas
Instalasi Gawat Darurat (response time) dengan waktu pelayanan yang diperlukan
sampai selesai proses penangan gawat darurat (Haryatun dan Sudaryanto, 2008).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel
mandiri, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel
yang lain, (Sugiono, 2006).
Definisi :Jumlah dokter umum, dokter PPDS, dokter spesialis, perawat, dan
radiografer yang dibutuhkan per hari sesuai dengan SOP di IGD Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang.
Unit analisis adalah unit yang akan diteliti atau dianalisis (Singarimbun dan
Effendi, 1995). Unit analisis dalam penelitian ini adalah IGD dan Instalasi
Radiologi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
perawat, petugas radiografi, dan porter di IGD umah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang. Jumlah informan dibagi berdasarkan shift kerja (pagi, sore, malam).
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang dikumpulkan melalui telaah
pustaka atau studi pustaka dengan melakukan kompilasi data yang bersumber dari
buku, dokumen, laporan tetulis, peraturan-peraturan, dan sumber informasi lainnya
yang memiliki relevansi dengan topik penelitian.
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
model interaktif (interaktive model of analisys) yang dikembangkan oleh (Miles
dan Huberman, 1992). Teknik analisis data model interaktif berlangsung dalam tiga
tahap berikut
1) Reduksi Data
2) Penyajian Data
Penyajian data (display data) dibuat guna memudahkan peneliti dalam melihat
keseluruhan data hasil wawancara atau melihat bagian khusus dari hasil wawancara.
Dalam penelitian ini, penyajian data disusun dalam bentuk teks naratif (kumpulan
kalimat) yang dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang mudah dibaca atau diinterprestasikan. Dengan cara ini peneliti
dapat melihat apa yang sedang terjadi dan dapat menarik kesimpulan secara tepat.
32
3. 11 KERANGKA OPERASIONAL
33
34
Bulan
Kegiatan
T Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
a
Penyusunan
b
Proposal
e
Ujian
l Proposal
Perbaikan
4
Proposal
.
Pengumpulan &
R
Analisis Data
e
Penyusunan
n
Laporan
c
Ujian Skripsi
Tab
el 4. Rencana Kegiatan
35
3.13 Anggaran
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4. 1 Hasil Penelitian
Menurut Behrouz, hal yang dibutuhkan untuk cepatnya waktu diagnosis dan
waktu dilaksanakan CT Scan pada pasien stroke saat response time adalah
koordinasi yang baik antara petugas, dokter spesialis saraf, dokter jaga, dan
perawat yang sedang bertugas di IGD (Behrouz et al., 2010). Selain itu, yang
paling yang dibutuhkan dalam mempercepat pelaksanaan CT Scan adalah
kecepatan identifikasi oleh triase, koordinasi petugas, dan ketepatan waktu
pemeriksaan awal di IGD (Middleton, Grimley, Alexandrov et al., 2015).
Temuan penelitian ini berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi secara mendalam di IGD dan data yang diperoleh kemudian diolah
36
Pada umumnya, waktu tunggu yang dibutuhkan pasien keseluruhan yang datang
ke IGD termasuk pasien stroke iskemik tidak memerlukan waktu untuk
melakukan administrasi terlebih dahulu. Lebih khusus, berdasarkan SOP di
Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang, pasien yang datang ke IGD
langsung dilakukan tatalaksana awal terlebih dahulu di triase tanpa harus
memikirkan adminstrasi termasuk pasien stroke iskemik. Seperti yang
dikemukakan oleh Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang,
dr. Ismail Bustomi, Sp.OT.
Seperti yang dikatakan juga oleh dokter jaga yang bertugas pada shift pagi di
instalasi gawat darurat RSUP M. Hoesin Palembang, dr. Kenny.
Sama halnya dengan penjelasan oleh dokter jaga yang bertugas pada shift sore di
instalasi gawat darurat RSUP M. Hoesin Palembang, dr. Melka.
Karena kondisi gawat darurat pasien tidak boleh menunggu, jadi untuk
waktu tunggu administrasi menurut saya di IGD RSMH sendiri pasien tidak
perlu menunggu administrasi dulu baru ditangani.
Dokter jaga yang bertugas pada shift malam di instalasi gawat darurat RSUP M.
Hoesin Palembang juga menjelaskan, dr.Ratri.
Penjelasan lain yang disampaikan oleh perawat jaga shift pagi di instalasi gawat
darurat RSUP M. Hoesin Palembang, Novi, S. Kep.
Selanjutnya menurut perawat jaga shift pagi diinstalasi gawat darurat RSUP M.
Hoesin Palembang, Feri, S.Kep.
Waktu jelas berapa menit saya kurang tahu, namun yang saya tahu
pasien tidak perlu menunggu administrasi dulu.
Waktu tanggap petugas triase merupakan salah satu faktor yang diperlukan
pasien stroke iskemik sebelum dilakukan CT Scan kepala di instalasi gawat
darurat RSUP M. Hoesin Palembang, pelayanan CT Scan kepala pada pasien
38
stroke iskemik akan memenuhi waktu standar yang diperlukan apabila waktu
tanggap petugas triase sesuai standar SOP di instalasi gawat darurat RSUP M.
Hoesin Palembang. Pada umumnya waktu tanggap petugas triase sudah mencapai
standar di IGD RSUP M.Hoesin yaitu kurang dari lima menit.
Petugas triase harus sudah menilai seluruh pasien yang datang ke IGD
dan juga pasien sroke iskemik kurang dari lima menit apabila sesuai standar
yang dibutuhkan, namun pada beberapa kondisi contoh pasien yang banyak
sehingga petugas triase terpaksa melewati waktu standar, biasanya hari-hari
yang pasien menumpuk seperti hari sabtu-minggu, dan untuk mengatasi hal
tersebut seharusnya yang diperlukan ruangan triase yang diperbesar, sehingga
saat pasien menumpuk di ruang triase, pada saat penilaian pasien tidak
terhambat.
Mengikuti waktu standar SOP nasional yaitu kurang dari lima menit,
petugas triase di IGD RSMH sejauh ini sudah sesuai dengan standar karena
sesuai standar terkadang ada hal-hal yang sering menghambat saat pasien
banyak diharapkan bisa diperbaiki dibagian ruangan yang kurang luas untuk
triase.
Dokter jaga shift pagi di instalasi gawat darurat RSUP M. Hoesin Palembang, juga
menjelaskan, dr Kenny.
Waktu standar triase yang saya tahu ada, pokoknya pasien harus
ditangani secepatnya kurang dari sepuluh menit, di IGD RSMH sendiri yang
saya tahu sudah cukup sesuai standar tapi terkadang terhambat dalam
penilaian pasien yaitu pasien bingung apakah dimasukkan ke bagian penyakit
dalam atau bagian saraf (pada kondisi pasien sebelum ditangani setelah di
triase), untuk saat ini tidak ada yang perlu diperbaiki saat ini.
39
dr. Melka dokter jaga shift sore di instalasi gawat darurat RSUP M. Hoesin
Palembang, juga mengatakan.
Perawat di instalasi gawat darurat RSUP M. Hoesin Palembang shift pagi, Novi,
S.Kep mengatakan.
Selain itu, penjelasan juga disampaikan perawat shift malam juga, Feri, S.Kep.
Jumlah dokter jaga berdasarkan shift pagi, siang, dan malam yang ada di
Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang per shift 3 orang,dan jumlah
perawat (medical 11 orang dengan jumlah 3 orang per shift untung perawat
medical), dan jumlah radiografer khusus CT Scan Kepala pada pasien stroke
iskemik yaitu 3 orang per shift). Dengan latar belakang pendidikan dokter umum,
sarjana keperawatan dan sarjana radiologi.
Dr. Melka selaku dokter jaga yang ada di IGD RSUP M. Hoesin pada shift sore
41
menjelaskan.
Standar SOP di IGD saya tidak mengetahui dalam hal jumlah petugas
kesehatannya, untuk jumlah dokter jaga sudah cukup, untuk jumlah perawat
saya kurang tahu jelas.
untuk jumlah dokter jaga dan perawat di IGD berdasarkan SOP saya
tidak tahu, namun untuk sistem shift sudah berjalan sangat baik, dan pada
beberapa kondisi pasien yang banyak seharusnya perlu dilakukan
penambahan jumlah petugas khususnya perawat , karena menurut saya
semakin banyak pasien jumlah perawat yang hanya 2-3 orang untuk
medicalnya sendiri saya rasa belum mencukupi kebutuhan.
Standar di IGD ada, tapi saya tidak tahu jumlahnya, sistem shift sudah
berjalan sangat baik, namun kalau IGD ramai, saya merasa personil kami
kurang.
10 menit. Pelaksanaan sistem shift sudah berjalan baik, dan menurut saya
jumlah radiografer yang saat ini ada saya rasa cukup.
Selanjutnya, Radiografer di bagian Radiologi RSUP M. Hoesin Hartati, S.ST
mengatakan bahwa.
Jumlah radiografer di RSMH sesuai standar atau tidak saya kurang jelas
tahu, tapi yang saya tahu per shift pagi-sore-malam sekitar 2 orang dan
kadang-kadang 3 orang, untuk setiap petugas dapat melakukan CT Scan
kepala pada pasien stroke lebih dari 5 orang per shift yang sebenarnya
tergantung jumlah pasien yang datang. Dalam hal pelaksanaan CT Scan kami
melakukan rata-rata kurang dari lebih menit, pelaksanaanya cepat. Jumlah
petugas saat ini cukup menurut saya dan juga untuk sistem shift sudah
berjalan baik.
4. Ketersediaan Porter
per shift menurut saya sangat kurang, walaupun sistem shift sudah berjalan
terkadang kinerja dari porter tidak sesuai mungkin karena jumlah pasien dan
banyak yang akan ditransfer terutama dari IGD, untuk penilaian kinerja selalu
dilakukan tiap bulan, solusi kedepannya sangat diharapkan untuk ditambah
namun tergantung sistem yang diberlakukan salah satu solusinya apabila
jumlah porter kurang maka yang perlu mentransfer pasien yaitu petugas
kesehatan seperti perawat atau dokter. Menurut penjelasan Kepala Instalasi
Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang, dr. Ismail Bustomi, Sp.OT.
Dr. Kenny menambahkan selaku dokter jaga shift pagi di Instalasi Gawat Darurat
RSUP M. Hoesin Palembang.
Saya tidak tahu jumlah porter yang ada di IGD RSMH, yang saya tahu
selama ini sangat sedikit, pasien paling sering lama menunggu untuk di
transfer ke ruang lain contoh pasien yang mau di CT Scan kepala pada pasien
stroke iskemik karena porter, dengan porter yang sedikit ditambah banyak
pasien yang akan di transfer dari IGD sangat-sangat diharapkan untuk
44
Penjelasan yang sama dijelaskan dr. Melka selaku dokter jaga shift sore di
Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang.
Berapa jumlah standar porter saya tidak tahu, tapi menurut saya sangat
kurang jumlah porternya, jumlah pasien selalu banyak dan selalu ada yang
segera harus di transfer seperti pasien stroke iskemik kalau dengan jumlah
porter yang sekarang pasien pasti akan sangat lama menunggu di IGD,
menurut saya sangat perlu ditambah.
Selanjutnya dr. Ratri dokter saja shift malam di Instalasi Gawat Darurat RSUP M.
Hoesin Palembang.
Penjelasan yang sama dijelaskan oleh perawat shift pagi Novi, S.Kep.
Saya tidak mengetahui jumlah standarnya, namun keseluruhan selama
ini sangat kurang, lebih sering co-ass atau perawat yang mengantar dan
melakukan transfer ke ruang lain. Hal ini seharusnya yang berperan utama
dalam transfer adalah porter. Porter yang sangat-sangat diperlukan harusnya
perlu ditambah, walaupun sistem shift sudah berjalan. Kalau jumlah porter
sedikit hal yang sangat berpengaruh ke pasiennya.
Sejalan dengan penejalasan perawat jaga shift malam juga menjelaskan, Feri.
S.Kep.
45
Untuk berapa banyak porter yang di IGD setahu saya per shift 3 orang,
namun kadang-kadang hanya 2 orang. Jumlah ini sangat tidak sejalan dengan
jumlah pasien yang selalu banyak dan mau ditransfer ke ruang-ruang lain.
Sehingga, co-ass, dokter jaga, dan perawat juga yang harus melakukan
transfer ke ruang lain. Solusi yang paling tepat menurut saya ditambahkan
jumlah porternya.
Jumlah semuanya yang saya tahu anggota kami sekitar 15 orang, untuk
setiap porter biasanya mengantarkan ke ruang radiologi sebanyak lebih dari
10 orang per shift tapi tergantung pasien yang datang, kalau pasien sedikit
datang biasanya sedikit juga, tapi kalau banyak, ya banyak juga yang perlu
diantar. Sistem shift di IGD RSMH untuk porter sudah berjalan tapi karena
jumlah kami sedikit per shift hanya 3 orang kadang-kadang tugas saya
melewati waktu shift yang sebenarnya. Jumlah porter di IGD RSMH ini
menurut saya sangat tidak cukup kalau sekarang harus ditambah. Ditambah
sekitar 5-6 orang per shift. Untuk pasien stroke saya sering mengatarkan
mereka ke ruang radiologi untuk CT Scan kepala, karena jumlah kami yang
sedikit maka biasanya pasien nunggu dulu di IGD beberapa jam baru bisa di
CT Scan kepala atau di antarkan ke ruang radiologi. Kendala yang paling
sering bukan karena alat untuk mendorong tidak ada, namun jumlah pasien
banyak tapi porter yang sedikit. Kami sudah pernah melaporkan kalau jumlah
porter sedikit dan kurang. Namun, masih belum dapat tanggapan, padahal
sudah sekitar satu tahun lalu dilaporkan.
Herman juga menjelaskan selaku porter shift malam Instalasi Gawat Darurat
RSUP M. Hoesin Palembang.
Kami porter kalau tidak salah jumlah keseluruhan 15-20 orang, sistem
shift sudah berjalan dengan jumlah 2 orang per shift. Menurut saya jumlah
porter sekarang sangat tidak sesuai dengan jumlah pasien yang banyak.
Dalam hal semangat kerja kami terutama saya sering sangat kelelahan karena
banyak pasien yang harus diantar ke ruang lain. Saya sendiri sering
mengantarkan pasien ke radiologi sehari pernah 10-15 orang. Untuk
hambatan atau kendala tidak ada, namun karena banyak yang perlu didorong
ke ruang lain, kadang- kadang pasien lama menunggu seperti juga pasien
stroke lama untuk dilakukan CT Scan karena jumlah yang mau didorong kan
banyak, ya jadi harus menunggu dulu. Harapannya ditambahkan jumlah
porter sehingga tugas kami sedikit dipermudah, ya sekitar 6 orang per shift.
46
Pengetahuan tentang therapeutic window salah satu faktor yang sangat karena
apabila mengetahui standar waktu therapeutic window maka diharapkan
tatalaksana yang cepat dan tepat waktu dapat terlaksana. Therapeutic window
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pemberian trombolitik pada pasien
stroke iskemik yang terdiri dari waktu pasien datang ke ruang emergensi sampai
diberikan tatalaksana yaitu 3 jam. Di RSUP M.Hoesin Palembang, pemberian
trombolitik belum dapat diberikan karena salah satunya adalah sebagian besar
petugas kesehatan (dokter jaga dan perawat) belum mengetahui tentang batas
waktu yang dibutuhkan dalam hal pemberian trombolitik. Untuk waktu yang
dibutuhkan pasien stroke iskemik saat dilakukan CT Scan kepala yaitu 14 menit
sampai 21 menit setelah sampai dari IGD ke ruang radiologi.
Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang, dr. Ismail Bustomi,
Sp.OT mengatakan.
Dr. Kenny, dokter jaga shift pagi di Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin
Palembang, mengatakan.
Dr. Melka, dokter jaga shift sore di Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin
Palembang, menjelaskan.
Dr. Ratri, dokter jaga shift malam di Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin
Palembang, mengatakan juga bahwa.
48
Saya tidak tahu tentang therapeutic window tapi saya pernah mendengar
ada waktu khusus untuk pasien stroke iskemik. Untuk CT Scan kepala
harusnya secepatnya, karena pasien stroke tidak bole lama-lama harus
menunggu. Kedepannya seharusnya kendala-kendala pasien untuk dilakukan
CT Scan kepala seperti porter harusnya ditambah.
Waktu standar untuk therapeutic window saya tidak tahu, yang kami
lakukan apabila pasien stroke iskemik ingin dilakukan CT Scan kepala
secepatnya kami lakukan tanpa harus pasien menunggu, ditambah lagi untuk
menunggu hasilnya cepat. Ya memang benar golden standarnya pasien stroke
harus dilakukan CT Scan untuk melihat apakah ada perdarahan atau tidak.
Karena apabila perdarahan atau jenis yang bukan iskemik kondisi kedepannya
49
akan buruk. Sebenarnya kendalanya biasa saat mati lampu, tapi kalau dalam
hal komunikasi sebelum ditransfer via telepon ada dari pihak IGD. Harapan
mungkin dibagian radiologi menurut saya sudah baik, yang perlu diperbaiki
itu waktu sebelum ditransfer di IGD sendiri harus diperbaiki.
CT Scan kepala sebagai golden standard pasien stroke saya tahu, dan
saya pernah mendengar kalau pasien stroke harus segera dilakukan CT Scan
kepala karena akan memperburuk kondisi mereka. Untuk therapeutic window
saya tidak tahu dan belum mendengar. Kendala utama biasanya mati lampu
sehingga pasien harus menunggu dulu sebelum di CT Scan. Solusi kedepan
karena dibagian radiologi menurut saya pelaksanaan CT Scn kepala sudah
cepat dilaksanakan jadi untuk sekarang perbaikan di radiologi sendiri belum
ada.
Alat merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam pelayanan CT Scan
kepala untuk pasien stroke iskemik. Ketersediaan alat sangat penting sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologi khususnya CT Scan kepala. Di bagian Radiologi
jumlah alat CT Scan kepala untuk pasien stroke iskemik sebanyak 2 buah. Untuk
kapasitas jumlah pasien setiap alat tidak terdapat kapasitas maksimal per shift dan
per hari tergantung jumlah pasien yang datang.
50
Menurut kepala Instalasi Gawat Darurat RSUP M. Hoesin Palembang, dr. Ismail
Bustomi, Sp.OT mengatakan bahwa.
Standarnya ada untuk jumlah alat yang kami miliki sebanyak 2 alat CT
Scan khusus CT Scan kepala, setiap alat tidak memiliki kapasitas maksimal
per hari ataupun per shift, tergantung jumlah pasien yang datang. Untuk
RSMH sendiri tidak perlu dilakukan penambahan karena menurut saya alat
yang sekarang kami miliki sudah cukup. Karena kami mengalami kendala
bukan dibagian jumlah alat yang kurang tetapi kondisi-kondisi sepert mati
lampu.
Penjelasan yang sama dijelaskan oleh Hartati, S.ST selaku radiografer di bagian
radiologi RSUP M. Hoesin.
51
Standar khusus alat saya tidak tahu, selama ini kami melakukan
pelaksanaan CT Scan kepala tergantung jumlah pasien stroke yang datang.
Jumlah yang kami miliki sekarang 2 alat, dengan jumlah 2-3 orang
radiografer setiap radiografer dan alat CT Scan kepala untuk pasien stroke
iskemik tidak memiliki kapasitas kerja. Kendala yang paling sering kami
hadapi adalah kondisi pasien yang tidak kooperatif seperti cemas dan kondisi
teknis mati lampu. Untuk sekarang jumlah 2 sudah cukup untuk melakukan
CT Scan kepala.
Ya kami memiliki standar jumlah khusus, tapi jumlahnya saya tidak tahu.
Di RSMH untuk alat CT Scan kepala untuk pasien stroke iskemik kami sudah
ada 2 alat, dan tidak terdapat jumlah maksimal orang yang dilakukan CT Scan
per alat tergantung jumlah pasiennya. Selama ini kendala biasanya ringan
seperti mati lampu. Sekarang tidak perlu melakukan penambahan alat, saya
rasa sudah cukup.
BAB V
PEMBAHASAN
52
5.1 Pembahasan
Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien dapat tercapai bila
didukung dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu, perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah
kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh
ketenagaan yang efektif dan efisien, (Sukardi, 2005). Hal ini sesuai dengan
pendapat Behrouz (2010), yang mengatakan bahwa hal yang dibutuhkan untuk
cepatnya diagnosis dan pelaksanaan CT Scan kepala pada pasien stroke saat
response time adalah koordinasi yang baik antara dokter jaga, dokter spesialis, dan
perawat serta jumlah petugas kesehatan yang memadai.
53
2. Ketersediaan Porter
BAB VI
6.1 Simpulan
Jumlah porter yang terdapat di IGD RSUP M.Hoesin yaitu 20 orang dan
jumlah petugas per shift 2-3 orang. Namun, pada kenyataannya di IGD saat
pasien perlu ditransfer ke ruang lain dari IGD khususnya pasien stroke
iskemik yang akan dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala harus menunggu
terlebih dahulu porter yang masih mengantarkan pasien lain. Sehingga, hal ini
mengakibatkan waktu yang standar PERDOSSI untuk melakukan CT Scan
57
kepala pada pasien stroke iskemik yaitu kurang dari 25 menit melewati batas
standar dikarenakan pasien harus menunggu porter terlebih dahulu. Apabila
dilihat dari posisi ruang tempat dilakukannya CT Scan kepala di bagian
radiologi hanya membutuhkan waktu tempuh kurang dari 3 menit. Selain itu,
faktor penghambat pelayanan CT Scan kepala pada pasien stroke iskemik
adalah pengetahuan tentang theraupetic window.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada tiga saran yang diajukan peniliti
dalam pelayanan CT Scan kepala pada pasien stroke iskemik di IGD RSUP
M.Hoesin. Saran-saran tersebut sebagai berikut.
b. Dari segi jumlah porter yang kurang sebagai faktor utama penghambat pasien
terlambat dilakukan CT Scan kepala seharusnya untuk meringankan kondisi
58
ini diperlukan sarana CT Scan kepala khusus yang terdapat di IGD. Sehingga,
apabila pasien datang ke IGD didiagnosis mengalami stroke iskemik dapat
langsung dilakukaan CT Scan kepala tanpa harus menunggu porter selesai
mendorong pasien lain.
DAFTAR PUSTAKA
Edward C. Jauch, MD, MS, FAHA, Chair, and Jeffrey L.Saver. 2013.
Guidline for Early Management of Patients with Acute Ischemic Stroke.
5(2),(Http://stroke.ahajournals.org, Diakses 14 Juni 2016).
Fredirk Odegaard, Li Chen, Ryan Quee and Martin L.Puterman. 2007. Improving
the Effeciency of Hospital Porter Services. 13(29), (Http://nahq.org/journal,
Diakses 29 Juni 2016).
Hanafiah, M. Yusuf dan Amri Amui. 2013. Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 11-20.
Hill MD, Demchuck AM, Goyal M, Jovin TG, Foster LD, Tomsick TA, et al.
Alberta Stroke Program Early Computed Tomography Score to Select
Patients for Endovascular Treatment: Interventional Management of Stroke
(IMS)-III Trial. 2014(45): 444-449.
Jeffrey Lsaver, Eric E. Smith, MD, MPH, and Mathew J. Reeves, PHD. 2010.
61
Ngoerah, I Gst Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga
University Press, Surabaya, Indonesia, hal. 121-125.
Kalafut MA, Schriger DL, Saver JL, Starkman S. Detection of Early CT Signs
of >1/3 Middle Cerebral Artery Infractions. 2000 (31): 1667-1671.
Tamm et al. Impact of Stroke Care Unit on Patients Outcomes ini a Community
Hospital. 2013(45): 260-264.
dan manfaat penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi
informan dalam penelitian ini. Demikian pernyataan saya buat dengan
sebenar-benarnya dan penuh kesadaran serta tanpa paksaan dari siapapun.
Palembang,
Yang Menyatakan
Informan
LAMPIRAN I
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. WAKTU TUNGGU PASIEN
- Apakah ada waktu standar pasien
untuk melakukan administrasi di
IGD berdasarkan SOP?
- Menurut saudara, apakah di IGD
RSMH sudah memenuhi standar
SOP?
- Pada beberapa kondisi pasien
mengalami keterlambatan di tangani,
menurut saudara apa penyebab?
3. KETERSEDIAAN PETUGAS
KESEHATAN
- Apakah ada standar jumlah petugas
kesehatan (dokter jaga, perawat, dan
dokter spesialis) berdasarkan SOP?
-Apakah saudara mengetahui jumlah
petugas kesehatan berdasarakan
SOP?
- Menurut saudara, apakah jumlah
petugas kesehatan di IGD RSMH
sudah memenuhi standar?
- Apakah sistem shift pada petugas
kesehatan di RSMH ini sudah
berjalan dengan baik?
- Apakah jumlah petugas kesehatan
di IGD setiap shift sudah sesuai
dengan jumlah pasien yang datang,
atau perlu ditambah?
4. KETERSEDIAAN PORTER
- Apakah ada standar jumlah porter
di IGD?
- Apakah saudara mengetahui jumlah
standar porter di IGD?
- Menurut saudara apakah jumlah
porter di IGD RSMH sudah
menenuhi standar?
- Apakah sistem shift sudah berjalan?
- Apakah jumlah petugas porter di
IGD mencukupi jumlah pasien yang
datang?
- Mengapa pasien banyak terlambat
diantarkan ke bagian radiografi
karena porter?
- Bagaimana kinerja porter di IGD
RSMH menurut saudara?
65
LAMPIRAN II
standar?
3. Berapakah jumlah radiografer per
hari?
4. Apakah jumlah radiografer yang
sekarang mencukupi jumlah pasien
yang datang?
5. Berapakah jumlah pasien yang
datang yang dapat ditangani oleh
setiap radiografer per hari?
6. Apakah perlu ditambah jumlah
radiografer?
7. Apakah saudara pernah melakukan
CT SCAN kepala pada pasien
stroke iskemik?
8. Apakah saudara mengetahui waktu
standar yang direkomendasikan
PERDOSSI untuk melakukan CT
SCAN kepala?
9. Berapa lama waktu yang saudara
butuhkan untuk melakukan CT
SCAN kepala pada pasien stroke
iskemik?
10. Berapa lama hasil CT SCAN
kepala sudah dapat dilihat?
11. Hambatan apa yang sering kali
saudara rasakan saat sebelum
melakukan CT SCAN kepala pada
pasien stroke iskemik?
12. Menurut saudara, mengapa pasien
stroke iskemik sering kali
terlambat untuk dilakukan CT
SCAN kepala?
13. Apakah saudara mengetahui CT
SCAN kepala merupakan golden
standar pada pasien stroke
iskemik?
14. Apakah saudara mengetahui
dampak apabila pasien stroke
iskemik terlambat dilakukan CT
SCAN kepala?
15. Harapan saudara kedepan?
68
LAMPIRAN III
69
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Apakah saudara mengetahui
jumlah standar porter yang ada di
SOP IGD RSMH?
2. Menurut saudara, apakah jumlah
yang sekarang sudah menenuhi
standar yang dibutuhkan?
3. Apakah porter yang ada di IGD
sudah mencukupi dengan jumlah
pasien yang datang?
4. Apakah sistem shift yang ada di
IGD RSMH sudah berjalan?
5. Berapakah standar jumlah pasien
yang dapat diantar/ didorong oleh
setiap porter per shift?
6. Hambatan apa saja yang paling
sering dialami saat mendorong
pasien ke unit lain?
7. Apakah jumlah alat untuk
mendorong memenuhi kebutuhan
per shift?
8. Apakah saudara pernah
mendorong pasien stroke ke ruang
radiologi untuk di CT SCAN
kepala?
9. Berapa banyak pasien yang
saudara antarkan ke IGD per shift?
10. Berapa lama waktu yang
dibutuhkan saudara butuhkan
untuk mendorong pasien ke ruang
radiologi?
11. Mengapa pasien stroke banyak
lama menunggu untuk diantarkan
ke ruang CT SCAN kepala?
70