BAB 6
KELEKATAN BITUMEN PADA AGREGAT
6.2. Peralatan
Alat yang digunakan dalam percobaan kelekatan bitumen pada batuan dapat
ditunjukkan pada Gambar 6.1 di bawah :
Keterangan :
1. Wajan. 6. Mangkuk.
2. Pengaduk. 7. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram.
3. Kompor. 8. Saringan.
4. Toples berisi air suling. 9. Termometer.
5. Penahan angin.
1. Mencuci batu lolos saringan no.1 tertahan pada saringan 3/4 500 gram
dengan aquades.
2. Mengeringkannya pada suhu 125o C selama 5 jam dan mendiamkannya
selama 24 jam pada temperatur ruangan.
3. Agregat yang telah kering dan bitumen seberat 25 gram yang telah dipanaskan
hingga mencapai suhu 125o C, dicampur di dalam wajan selama 5 menit,
kemudian mendiamkan campuran tersebut sampai dingin.
Untuk memperjelas langkah kerja di atas maka dapat dibuat diagram alir seperti
pada Gambar 6.2 berikut :
MULAI
Mencampur bitumen cair 25 gram dengan agregat ukuran 3/4 pada suhu 125o
C sebanyak 500 gr di dalam wajan selama 5 menit
Memasukkan campuran batuan dan bitumen yang telah dingin ke dalam toples
dan mendiamkannya selama 30 menit.
SELESAI
Hasil percobaan ini dapat diperjelas dengan Tabel 6.1 di bawah ini:
Tabel 6.1. Kelekatan Bitumen pada Batuan
6.9. Pembahasan
6.10. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kelekatan Bitumen pada agregat
adalah 95 %. Menurut AASHTO-T-182 standar minimum kelekatan bitumen
adalah 95 %, sehingga berdasar hasil pengamatan bitumen tersebut dapat
digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya.
6.10. Saran
1. Agar diperoleh data yang cukup mewakili dipilih batuan yang seragam.
2. Agar didapatkan hasil pengamatan yang lebih akurat dapat dilakukan dengan
pengamatan visual setiap anggota kelompok. Pengamat pun bisa menggunakan
kaca pembesar untuk percobaan ini.
3. Pencampuran dilakukan dengan cara yang benar serta dengan alat yang
memadai agar pencampuran bitumen pada batuan dapat merata.
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya 2017 39
Bab 6 Kelekatan Bitumen
Kelompok II
Dari percobaan diperoleh penetrasi aspal untuk benda uji I = 68,8.10-1 mm dan
benda uji II = 66,6.10-1 mm. Berdasarkan Laston standar penetrasi yaitu antara 6
7,9 mm, sehingga dapat disimpulkan bahwa benda uji memenuhi syarat sebagai
aspal penetrasi C 60/70.
Dari hasil percobaan titik lembek bitumen diperoleh titik lembek aspal benda uji
sebesar 50,5oC. Menurut Tabel III petunjuk pelaksanaan LASTON 1987
disebutkan bahwa titik lembek bitumen berkisar antara 48oC sampai 58oC.Jadi
dapat disimpulkan bahwa benda uji tersebut memenuhi syarat dan dapat
digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya.
Dari hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa titik nyala bitumen tersebut adalah 324C, karena pada suhu
tersebut terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada suatu permukaan bitumen.
Kemudian pada suhu 338C terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas
permukaan bitumen. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-
kurangnya 5 detik pada suatu titik pada permukaan bitumen. Menurut petunjuk
pelaksaan LASTON 1987 minimal 200oC disebutkan bahwa suhu standar titik
nyala dan titik bakar bitumen berkisar antara 2700C - 3300C. Disimpulkan bahwa
bitumen tersebut memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk bahan konstruksi
perkerasan jalan raya.
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya 2017 40
Bab 6 Kelekatan Bitumen
Kelompok II
Setelah melakukan pengujian dan pembahasan dengan hasil benda uji I= 150 cm
dan benda uji II = 150 cm maka benda uji tesebut memenuhi syarat minimum
daktilitas menurut Petunjuk Pelaksanaan Lapis Bitumen Beton (LASTON) 1987.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh berat jenis benda uji 1,012 gr/cc maka
berat jenis dari benda uji tersebut memenuhi syarat.
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kelekatan Bitumen pada agregat
adalah 95 %. Menurut AASHTO-T-182 standar minimum kelekatan bitumen
adalah 95 %, sehingga berdasar hasil pengamatan bitumen tersebut dapat
digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya.
mm, Sedangkan pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa perbedaan antara hasil
penetrasi aspal maksimum dan minimum untuk benda uji I = 4.10-1 mm dan benda
uji II = 4.10-1 mm. Sehingga hasil penetrasi aspal pada kedua benda uji tersebut
tidak memenuhi syarat batas toleransinya. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan
adanya kesalahan saat melakukan percobaan, seperti saat melepaskan jarum tidak
selama 5 detik tetapi lebih atau kurang dari 5 detik sehingga saat membaca angka
pengatur penetrasi hasilnya berbeda-beda melebihi toleransi yang diperbolehkan.