Anda di halaman 1dari 19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Flowchart Penelitian di Laboratorium

Flowchart penelitian yang dilaksanakan di laboratorium dapat dilihat pada

Gambar 3.1, Gambar 3.2, dan Gambar 3.3 berikut ini :

Start

Pengadaan material

Pemeriksaan karateristik material:


1. Agregat halus (pasir)
2. Agregat kasar (batu pecah)

Trial mix

Tidak Tidak

Slump flow SCC Slump flow SCC-


styrofoam memenuhi
memenuhi syarat
syarat

Ya

Pembuatan benda uji

Perawatan benda uji

Pengujian Pull Out

Specimen SCC Specimen NVC


1. Ukuran matriks 195 mm3 1. Ukuran matriks 195 mm3
2. Ukuran matriks 180 mm3 2. Ukuran matriks 180 mm3
3. Ukuran matriks 150 mm3 3. Ukuran matriks 150 mm3

Finish

Gambar 3.1. Flowchart proses penelitian di laboratorium


III - 1
Start

Pengadaan material

Pemeriksaan karateristik material:


1. Agregat halus (pasir)
2. Agregat kasar (batu pecah)

Trial mix

Tidak

Slump flow SCC


memenuhi syarat

Ya
Pembuatan benda uji

Perawatan benda uji

Pengujian Pull Out

Specimen NVC
1. Ukuran matriks 195 mm3
2. Ukuran matriks 180 mm3
3. Ukuran matriks 150 mm3

Finish

Gambar 3.2. Flowchart penelitian SCC di laboratorium


III - 2
Start

Pengadaan material

Pemeriksaan karateristik material:


1. Agregat halus (pasir)
2. Agregat kasar (batu pecah)

Trial mix

Tidak

Slump flow SCC-Styrofoam


memenuhi syarat.

Ya

Pembuatan benda uji

Perawatan benda uji

Pengujian Pull Out

Specimen SCC
1. Ukuran matriks 195 mm3
2. Ukuran matriks 180 mm3
3. Ukuran matriks 150 mm3

Finish

Gambar 3.3. Flowchart penelitian SCC-Styrofoam di laboratorium


III - 3
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Jurusan

Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dan di Laboratorium Mekanik

Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Lama Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan (Oktober 2011 – Februari

2012)

3.3. Alat dan Bahan yang digunakan

3.3.1. Alat untuk pengujian karateristik agregat

1. Oven

2. Timbangan

3. Gelas ukur 1000ml

4. Piknometer, tabel warna (organic plate) dan talam

5. Satu set saringan, Mesin Los Angeles dan bola-bola baja

6. Ember, timba dan selang air

3.3.2. Alat untuk pengujian benda uji

1. Universal Testing Machine kapasitas 100 kN

2. Bak perendam

3. Satu set alat uji Slump flow

4. Cetakan benda uji berbentuk kubus


III - 4
5. Meteran, timbangan dan kertas grafik

3.3.3. Bahan-Bahan yang digunakan

1. Semen yang digunakan adalah semen Tonasa jenis Portland Composit

Cement (PCC).

2. Pasir yang digunakan adalah pasir yang berasal dari lokasi di daerah Bili-

Bili.

3. Batu pecah yang digunakan adalah yang berasal dari lokasi di daerah Bili-

Bili.

4. Air yang digunakan adalah air PAM.

5. Superplasticizer (Sulfonate Naphthalene Formaldehyde) sebagai bahan

admixture adalah Sikament LN.

6. Styrofoam yang digunakan adalah adalah styrofoam berbentuk butiran

yang berasal dari hasil fabrikasi.

7. Baja ulir diameter 10mm, 12mm, dan 13mm masing-masing sebanyak 1

buah.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Pengujian Karakteristik Agregat

Pemeriksaan karakterisrik agregat yang dilakukan dalam penelitian ini

berdasarkan standar of the American Society for Testing Material (ASTM).

1. Agregat halus

 Pemeriksaan analisa saringan

III - 5
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C136-96a).

Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C127-88).

Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

 Pemeriksaan kadar organik

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C40-99).

Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

 Pemeriksaan kadar lumpur

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM 142-97).

Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

 Pemeriksaan kadar air

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C556-89).

Hasil pemeriksaaan dapat dilihat pada Lampiran 5.

2. Agregat Kasar

 Pemeriksaan analisa saringan

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C136-96a).

Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 6.

 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C127-88).

Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

 Pemeriksaan abrasi / keausan

III - 6
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C131-03).

Hasi pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 8.

 Pemeriksaan kadar lumpur

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C142-97).

Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 9.

 Pemeriksaan kadar air

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan (ASTM C556-89).

Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 10.

3.4.2. Penetapan Komposisi Mix Design

Penentuan komposisi mix design dengan cara trial mix yang mengacu pada

metode mix design DOE (Department Of Environment).

1. Penetapan komposisi agregat kasar dan agregat halus

Dalam beton SCC agregat kasar dibatasi jumlahnya agar dapat mengalir

dan memadat sendiri. Volume agregat kasar dibatasi jumlahnya sekitar 50%

dari volume total. Hal ini berdasarkan pertimbangan tingkat keakuratan pada

perbandingan agragat pasir dan halus.

2. Penetapan kadar air bebas

Penetapan kadar air bebas ini didasarkan pada hasil trial mix dan

pertimbangan dari ukuran maksimum agregat. Seperti pada Gambar 3.4

dibawah ini.

III - 7
Gambar 3.4. Kurva Air Bebas. (Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

3. Penetapan faktor air semen

Dalam penetapan faktor air semen akan dipengaruhi oleh kondisi agregat.

Untuk mendapatkan nilai kuat yang tinggi diusahakan nilai faktor air semen

sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan workability-nya. Semakin kecil

nilai factor air semen maka semakin susah pengerjaannya dan dapat

menyebabkan beton keropos namun dapat meningkatkan kekuatan beton.

Sehingga digunakan faktor air semen yaitu 0.4

4. Penetapan kadar semen

Penetapan kadar semen didasarkan pada pertimbangan dari kadar air bebas

dan faktor air semen.

Kadar air bebas


Kadar air semen =
Faktor air semen
(Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

5. Penetapan berat jenis spesifikasi gabungan agregat

Berat jenis spesifikasi gabungan dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

BJ spesifikasi gabungan = a% x BJ.SP.SSD pasir + b% x BJ.sp.SSD kerikil


III - 8
(Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

Dimana:

a = presentase penggabungan agregat halus terbaik

b = presentase penggabungan agregat kasar terbaik

6. Penentuan berat volume beton

Berat volume beton diperoleh berdasarkan pertimbangan dari kadar air

bebas dan berat jenis spesific gabungan, seperti yang tertera pada grafik dibawah

ini.

Gambar 3.5. Kurva Berat Volume Beton Segar. (Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan,
1996.)

7. Penetapan jumlah agregat kasar dan halus

Penetapan jumlah agregat yang digunakan diperoleh dengan menggunakan

rumus:

- Berat total agregat = Berat volume beton-berat semen-kadar air bebas

- Berat agregat pasir = Berat total agregat x % gab. Pasir

- Berat agregat kasar = berat total agergat-berat agregat halus


(Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

8. Penetapan dosis admixture.

III - 9
Admixture yang digunakan berupa superplasticizer (Sikament LN).

Penetapan komposisi diperoleh dengan cara trial mix. Dosis yang digunakan

berdasar dari petunjuk pembuat produk. Pada Sikament LN dosis yang

disarankan 0.6% –1.5% dari berat semen. Hasil perhitungan mix design dapat

di lihat pada Lampiran 13.

3.4.3. Pembuatan Cetakan Benda Uji

Dalam pembuatan cetakan benda uji terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Memotong material yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji seperti

plywood, tulangan ulir dan tulangan polos sebagai sengkang spiral, sesuai

bentuk dan ukuran yang ditentukan.

b. Menyusan atau membentuk potongan tersebut hingga terbentuk matrik sesuai

bentuk dan ukuran yang ditentukan.

c. Membuat sengkang spiral sesuai bentuk dan ukuran yang ditentukan.

Hasil pembuatan cetakan benda uji tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Cetakan Benda Uji. (Sumber: Foto-Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan Sipil FT-UH,
2011.)

III - 10
3.4.4. Pembuatan Benda Uji

Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan concrete

mixer (mesin pengaduk beton). Seperti terlihat pada Gambar 3.7. Proses kerja

pencampuran dan pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :

 Material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, air) ditimbang sesuai dengan

hasil perhitungan mix design.

 Masukkan kerikil, pasir, dan air 2/3 bagian ke dalam concrete mixer,

sebelumnya basahi terlebih dahulu concrete mixer dengan air agar pada proses

mixing komposisi air yang telah dihitung tidak berkurang akibat diserap oleh

dinding–dinding concrete mixer.

 Putar concrete mixer selama 1 menit agar material pasir, kerikil yang telah

dimasukkan ke dalam concrete mixer dapat tercampur merata, setelah itu

masukkan semen lalu putar mixer selama 1 menit kemudian masukan sisa air

yang telah tercampur dengan bahan admixture kedalam campuran tersebut

secara bertahap lalu tunggu beberapa menit hingga menghasilkan campuran

yang homogen.

Gambar 3.7. Pembuatan Benda Uji. (Sumber: Foto- Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan Sipil FT-
UH, 2011.)

III - 11
3.4.5. Pengujian Slump Flow SCC dan Slump Flow SCC-Styrofoam

Pengukuran nilai slump flow di dasarkan pada peraturan ASTM C143M -

03. Metode pelaksanaan slump flow adalah sebagai berikut :

 Set alat pengukuran slump flow dengan cara meletakkan kerucut terpancung

diatas flow table untuk mengukur slump flow, setelah itu isi kerucut terpancung

dengan beton segar hingga penuh (karena beton tersebut merupakan self-

compacting concrete maka tidak dilakukan proses pemadatan seperti yang

biasa dilakukan pada beton normal), kemudian angkat kerucut terpancung

secara perlahan – lahan dan tegak lurus.

 Pada pengukuran slump flow campuran beton, dengan mengukur diameter

beton segar dari dua arah (rata – ratakan)

Slump Cone

Flow Table

Gambar 3.8. Alat Slump Flow Test. (Sumber: Foto-Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan Sipil FT-
UH, 2011.)

Slump = 65 cm

(a)

III - 12
Slump = 67 cm

(b)
Gambar 3.9. Pengukuran nilai slump (a). Slump SCC (b). Slump SCC-
Styrofoam. (Sumber: Foto-Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan Sipil FT-UH, 2011.)

3.4.6. Pencetakan Benda Uji

Cetak hasil campuran beton SCC dan SCC- yang telah diukur slump flow

ke dalam cetakan berbentuk kubus berukuran 150  150 x150 mm³,

180 x180 x180 mm³, dan 195 x195 x195 mm³ tanpa dilakukan pemadatan. Ratakan

permukaan atas cetakan beton, kemudian diamkan selama  24 jam. Setelah

sampel didiamkan selama 24 jam, lepaskan sampel dari cetakannya kemudian

curing selama 28 hari.Untuk benda uji kuat tekan digunakan cetakan berbentuk

silinder dan dilakukan curing selama 3 hari, 7 hari, dan 28 hari.

3.4.7. Perawatan Benda Uji

Benda uji yang telah dilepas dari cetakannya dan diberikan tanda dirawat

dengan cara merendamnya di dalam bak air sampai batas waktu pengujian

kekuatan beton yang dapat di lihat pada Gambar 3.10. Perawatan benda uji ini

III - 13
dilakukan berdasarkan ASTM C171—03. Perawatan benda uji dilakukan dengan

tujuan untuk:

 Mencegah terjadinya penguapan air yang terlalu cepat pada beton yang masih

muda, sehingga dapat menyebabkan retaknya permukaan beton.

 Menstabilkan hidrasi semen sehingga memperbesar kemungkinan tercapainya

kekuatan beton yang diisyaratkan.

Gambar 3.10. Proses perawatan benda uji. (Sumber: Foto-Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan
Sipil FT-UH, 2011.)

3.4.8. Pengujian Spesimen

1. Pengujian kuat tekan beton dengan menggunakan alat Compression Test

Machine kapasitas 1500 KN dapat dilihat pada Gambar 3.11. Hasil pengujian

pada Lampiran 14.

Gambar 3.11. Compression Test Machine. (Sumber: Foto-Laboratorium Struktur & Bahan Jurusan
Sipil FT-UH, 2011.)

III - 14
2. Pull out test menggunakan alat Universal Testing Machine kapasitas 100 kN

dapat dilihat pada Gambar 3.12. Hasil pengujian dapat di lihat pada Lampiran

16.

Gambar 3.12. Alat Pull Out Test (Universal Testing Machine). (Sumber: Foto-
Laboratorium Mekanik Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, 2012.)

3. Pengujian tarik baja dengan menggunakan Universal Testing Machine

kapasitas 100 kN dapat dilihat pada Gambar 3.13. Hasil perhitungan dapat di

lihat pada lampiran 15.

Gambar 3.13. Alat Universal Testing Machine. (Sumber: Foto- Laboratorium Mekanik Teknik
Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, 2012.)

III - 15
3.4.9. Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan Compression Strong

Machine dengan kapasitas 1500 KN, pengujian ini dilakukan berdasarkan ASTM

C469 - 02. Prosedur pelaksanaan pengujian kuat tekan terdiri dari beberapa

tahapan yaitu :

 Sampel beton berbentuk kubus yang telah mencapai umur uji dikeluarkan dari

bak perendaman, lalu bersihkan permukaan atas beton dengan menggunakan

sikat baja, setelah itu diamkan beberapa saat hingga sampel beton mencapai

kondisi SSD.

 Setelah sampel beton mencapai kondisi SSD, timbang sampel beton tersebut,

letakkan benda uji pada Compression Strong Machine secara sentries.

 Jalankan mesin penekan dengan beban yang konstan yaitu  120 KN/menit.

Pembacaan dial vertical untuk mendapatkan deformasi beton dilakukan setiap

kenaikan  50 KN.

 Pembebanan dilakukan hingga benda uji hancur dan beban maksimum yang

terjadi dicatat untuk mendapatkan mutu beton dari benda uji.

Dalam pengujian ini dapat diperoleh kuat tekan beton dengan rumus sebagai

berikut :

P
f’c  (1)
A
(Sumber: Edward G. Nawy, Reinforced Concrete, 2009)

Dimana: f’c = kuat tekan beton (MPa)

P = beban maksimum (KN).

A = luas penampang benda uji (mm2)

III - 16
3.4.10. Prosedur Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Ulir.

Pengujian Kuat Tarik Besi dilakukan dengan menggunakan alat Universal

Testing Machine dengan kapasitas 100 kN. Adapun prosedur pelaksanaan

pengujian kuat tarik besi yaitu:

 Pasang besi yang akan di uji pada dudukan bawah dengan menggunakan

pengunci 3 biji sesuai dengan nomornya dan diameter besi yang tertera pada

pengunci. Usahakan besi yang dipasang benar-benar lurus.

 Sebelum memasang pengunci bagian atas perhatikan bahwa plat dudukan besi

berada pada posisi nol dari grafik bacaan. Pasang penutup bagain atas dengan

menggunakan pengunci yang sama jenisnya dengan pengunci bagian bawah.

 Setelah semua alat terpasang dengan benar dan kuat tekan tombol load release

untuk menyalakan mesin Universal Testing Machine.

Pada pengujian tarik besi diperoleh nilai tegangan leleh dari tulangan tersebut

dengan menggunakan rumus:

P
fy = (2)
A
(Sumber: Edward G. Nawy, Reinforced Concrete, 2009)

Dimana: fy = tegangan leleh (MPa)

P = beban leleh (KN)

A = luas penampang tulangan ulir (mm)

III - 17
3.4.11. Pengujian Pull-Out

Gambar 3.14. Kerangkeng yang telah dimodifikasi. (Sumber: Foto- Laboratorium Mekanik
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, 2012.)

Pengujian pull out dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing

Machine kapasitas 100 kN. Pada alat ini dibuatkan kerangkeng yang dimodifikasi

yang bisa menahan benda uji pada saat besi yang tertanam dalam beton di tarik.

Adapun contoh kerangkeng yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Prosedur pelaksanaan pengujian pull out test terdiri dari beberapa tahap yaitu :

 Siapkan benda uji dan kerangkeng yang telah dimodifikasi, pasang kerangkeng

tersebut hingga mencapai posisi yang benar-benar sejajar dan lurus.

 Pasang kertas grafik pada alat yang tersedia dan pasang pula polpen pada

pengait untuk menggambar grafik hubungan besar beban yang diberikan dan

besarnya perpindahan besi setelah ditarik.

III - 18
 Putar tombol on load value agar kerangkeng yang dipasang tidak terlepas dan

nyalakan mesin dengan menekan tombol pump on, perhatikan bahwa jarum

penunjuk beban berada pada posisi nol ketika mesin dinyalakan.

 Baca berapa beban tarik yang diperlukan melalui jarum penunjuk.

Adapun rumus yang digunakan pada pull-out test ini adalah perhitungan

tegangan lekat (rumus G. Nawy) yaitu

τ = P (3)
π .D. ld
(Sumber: Edward G.Nawy, Beton Bertulang, 1998.)

Dimana : P = gaya cabut maksimum tulangan (KN)

D = diameter tulangan (mm)

ld = panjang penyaluran (mm)

Dalam percobaan pull-out test ini tidak hanya besarnya Tegangan lekat

yang diperoleh tetapi dapat juga diperoleh grafik hubungan antara beban tarik (P)

dan displacement (Δ) melalui grafik yang tergambar dari alat Universal Testing

Machine.

III - 19

Anda mungkin juga menyukai