Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN


(DUCTILITY OF BITUMINOUS MATERIALS)

4.1. Pendahuluan

Daktilitas atau kekenyalan aspal adalah kohesi dari partikel–partikel aspal yang
berusaha untuk terus bersatu agar tidak sampai terlepas satu sama lainnya, dimana
keadaan lepasnya antara partikel aspal tersebut disebut kondisi putus.
Daktilitas aspal sangat diperlukan dalam suatu campuran bahan perkerasan jalan
dengan aspal sebagai bahan perekat dari agregat yang ada. Gaya kohesi dari aspal
tersebut merupakan usaha untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya dan tidak
sampai terlepas, sehingga semakin tinggi nilai daktilitas aspal maka akan semakin baik
mutu aspal tersebut sebagai bahan perekat atau pengikat campuran bahan perkerasan
jalan.
Pengujian benda uji dilakukan di dalam bak perendam pada suhu 25±0.5°C ditarik
dengan menggunakan mesin uji dengan kecepatan 5 mm/menit (dengan toleransi ±
5%) sampai benda uji putus. Pada pengamatan ini, benda uji ditarik menggunakan alat
uji sampai melebihi dari batas ukur alat uji agar benda uji tersebut tidak putus.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui salah satu sifat mekanik bahan bitumen
yaitu kekenyalan yang diwujudkan dalam bentuk kemampuannya untuk ditarik yang
memenuhi syarat jarak tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm) tanpa putus.
Apabila bahan bitumen tidak putus setelah melewat jarak 100 cm, maka dianggap
bahan ini memiliki sifat daktilitas yang tinggi..

4.2. Tujuan

Percobaan pada praktikum daktilitas bahan-bahan bitumen ini bertujuan untuk:


1. Dapat memahami prosedur percobaan pengujian daktilitas bahan-bahan bitumen
dengan baik dan benar.
2. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekenyalan aspal yang dinyatakan
dengan panjang pemuluran aspal yang dapat tercapai hingga sebelum putus.
4.3. Alat dan Bahan Percobaan

Berikut alat dan bahan yang digunakan pada percobaan daktilitas bahan-bahan
bitumen ini adalah:

4.3.1. Alat–alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan daktilitas bahan–bahan bitumen ini


antara lain:
1. Cetakan kuningan

Gambar 4.1. Cetakan Kuningan


2. Mesin uji daktilitas

Gambar 4.2. Mesin Uji Daktilitas


3. Kompor pemanas

Gambar 4.3. Kompor Pemanas


4. Termometer

Gambar 4.4. Termometer


5. Larutan garam

Gambar 4.5. Larutan Garam


6. Gliserin

Gambar 4.6. Gliserin

4.3.2. Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan daktilitas bahan bitumen ini antara lain:
1. Sampel aspal

Gambar 4.7. Sampel Aspal


4.4. Landasan Teori

Pengujian daktilitas aspal yaitu untuk menentukan keplastisan suatu aspal, apabila
digunakan nantinya aspal tidak retak. Percobaan ini dilakukan dengan cara menarik
benda uji berupa aspal dengan kecepatan mm menit pada suhu ˚C dengan toleransi ±
5 %.
Sifat reologis daktilitas digunakan untuk mengetahui ketahanan aspal terhadap retak
dalam penggunaannya sebagai lapis perkerasan. Aspal dengan daktilitas yang rendah
akan mengalami keretakan dalam penggunaannya karena lapisan perkerasan
mengalami perubahan suhu yang agak tinggi. Oleh karena itu aspal perlu memiliki
daktilitas yang cukup tinggi.
Pada pengujian daktilitas disyaratkan jarak terpanjang yang dapat ditarik antara
cetakan yang berisi bitumen minimum 100 cm. Adapun tingkat kekenyalan dari aspal
adalah:
1. < 100 cm = getas
2. 100 cm – 200 cm = plastis
3. > 200 cm = sangat plastis
Sifat daklitas ini sangat dipengaruhi oleh kimia aspal yaitu akibat susunan senyawa
karbon yang dikandungnya. Bila aspal banyak mengandung senyawa prakin dengan
senyawa panjang, maka daktalitas rendah. Demikian aspal didapatkan dari blowing,
dimana gugusan aspal hidrokarbon tak jenuh yang mudah menyusut sedangkan yang
banyak mengandung parakin karena susunan rantai hidrokarbonya dan kekuatan
strukturnya kurang plastis.
4.5. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang dilakukan daktilitas bahan bitumen antara lain:


1. Memanaskan sampel aspal hingga cair.

Gambar 4.8. Memanaskan Sampel Aspal


2. Menyiapkan cetakan kuningan

Gambar 4.9. Menyiapkan Cetakan Kuningan


3. Mengoleskan gliserin ke seluruh bagian cetakan kuningan.

Gambar 4.10. Mengoleskan Gliserin


4. Memasang dan mengencangkan skrup cetakan kuningan.

Gambar 4.11. Memasang Skrup Cetakan Kuningan


5. Menuangkan aspal yang telah dipanaskan kedalam cetakan kuningan hingga
penuh, lalu diamkan di suhu ruangan sekitar 30-40 menit.

Gambar 4.12. Menuangkan Aspal


6. Mengatur waktu penetrasi selama jangka waktu 5 detik.

Gambar 4.13. Mengatur Waktu Penetrasi


7. Merendam sampel pada bak perendam selama 30 menit.

Gambar 4.14. Merendam Sampel


8. Melepaskan sampel dari cetakan kuningan.

Gambar 4.15. Melepaskan Sampel


9. Memasang cetakan yang telah terisi sampel pada mesin uji daktilitas.

Gambar 4.16. Memasang Cetakan


10. Menghidupkan mesin uji daktilitas.

Gambar 4.17. Menghidupkan Mesin Uji Daktilitas


11. Menjalankan mesin uji dengan kecepatan 5 cm/menit sampai sampel terputus.

Gambar 4.18. Menjalankan Mesin Uji Daktilitas


12. Mencatat jarak yang didapat ketika sampel terputus.

Gambar 4.19 Mencatat Jarak


4.6. Data Hasil Percobaan

Dari percobaan daktilitas bahan-bahan bitumen yang telah dilakukan, diperoleh


data hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Daktilitas Bahan-Bahan Bitumen


Pembacaan Pengukuran pada Alat
No Daktilitas pada 25'C, 5 cm/ menit
(mm)
1 Pengamatan I 1200
2 Pengamatan II 1100
3 Pengamatan III 800
4 Pengamatan IV 1600
5 Pengamtan V 600
Sumber: Data Hasil Percobaan

4.7. Perhitungan

Dari data yang telah didapatkan, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :
1. Pengamatan 1 = 1200 mm
2. Pengamatan 2 = 1100 mm
3. Pengamatan 3 = 800 mm
4. Pengamatan 4 = 1600 mm
5. Pengamatan 5 = 600 mm
1200+1100+800+1600+600
6. Rata - rata =
5
= 1060 mm
4.8. Analisis

Dari hasil perhitungan data sekunder yang telah dilakukan, didapatkan nilai rata-rata
pembacaan pengukuran sebesar 1060 mm dari 5 kali pengamatan, yang mana pada
pengamatan pertama sampai kelima berturut-turut sebesar 1200 mm, 1100 mm, 800
mm, 1600 mm, dan 600 mm dengan pengujian perendaman pada suhu 25C dan
pergerakan pergerakan mesin uji daktilitas sebesar 5 cm/menit. Dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa hasil pengamatan telah memenuhi persyaratan jarak tentu sebesar
lebih dari 1000 mm tanpa putus sesuai dengan standar SNI 2432:2011, dengan kata
lain bahan yang diamati pada percobaan kali ini memiliki daktilitas yang tinggi. Aspal
dengan daktilitas yang tinggi baik digunakan pada pelaksanaan perkerasan jalan
karena tidak cepat retak ketika menerima perubaan suhu yang agak tinggi.

4.9. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan dari percobaan kali ini adalah:


1. Didapatkan nilai rata-rata pembacaan pengukuran sebesar 1060 mm dari 5 kali
pengamatan, yang mana pada pengamatan pertama sampai kelima berturut-turut
sebesar 1200 mm, 1100 mm, 800 mm, 1600 mm, dan 600 mm.
2. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil pengamatan telah memenuhi
persyaratan jarak tentu sebesar lebih dari 1000 mm tanpa putus sesuai dengan
standar SNI 2432:2011.
3. Pada percobaan kali ini memiliki daktilitas yang tinggi, aspal dengan daktilitas
yang tinggi baik digunakan pada pelaksanaan perkerasan jalan karena tidak cepat
retak ketika menerima perubaan suhu yang agak tinggi.

4.10. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan percobaan kali ini adalah:


1. Sebaiknya praktikan mempelajari modul terlebih dahulu sebelum menonton video
praktikum agar mudah memahami.
2. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam mengerjakan laporan.
3. Memastikan ketentuan nilai tiap hasil pengamatan yang dilakukan sesuai dengan
yang didapatkan pada setiap percobaan.
BAB VI
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
(SPECIFIC GRAVITY AND WATER ABSORPTION OF FINE
AGGREGATE)

6.1. Pendahuluan

Karakteristik berat jenis secara umum digunakan dalam perhitungan volume agregat
dalam berbagai jenis campuran yang mengadung agregat termasuk beton semen
portland, aspal beton, dan campuran lain yang secara proporsional atau dianalisis
berdasarkan volume. Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume
dari bahan yang kita uji. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar
sehingga dengan berat yang sama akan membutuhkan aspal yang banyak. Pengukuran
hasil berat jenis agregat ini sering dipakai untuk mengekspresikan nilai
kerapatan/density agregat, di mana nilai kerapatan agregat diperoleh dengan
mengalikan nilai berat jenis agregat dengan kerapatan air pada suhu standar yang
dipakai untuk pengukuran. Nilai penyerapan digunakan dalam perhitungan perubahan
berat agregat karena penyerapan air oleh pori-pori, dibanding dengan kondisi kering.
Sedangkan penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu bahan untuk menyerap
air. Nilai penyerapan adalah perbandingan perubahan berat agregat karena penyerapan
air oleh pori - pori dengan berat agregat pada kondisi kering. Jumlah rongga atau pori
yang didapat pada agregat disebut porositas.
Macam - macam berat jenis agregat yaitu:
a. Berat jenis curah (Bulk Specific Gravity) Berat jenis yang diperhitungkan terhadap
seluruh volume yang ada (volume pori yang dapat diresapi aspal atau dapat
dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati air dan volume partikel).
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD Specific Gravity) Berat jenis yang
memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi aspal ditambah dengan
volume partikel.
c. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) berat jenis yang memperhitungkan
volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.
d. Berat jenis efektif merupakan nilai tengah dari berat jenis curah dan berat jenis
semu, terbentuk dari campuran partikel kecuali pori-pori atau rongga udara yang
dapat menyerap aspal, yang selanjutnya akan terus diperhitungkan dalam
perencanaan campuran agregat dengan aspal.

6.2. Tujuan

Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus ini bertujuan untuk menentukan
berat jenis lepas (bulk), menentukan berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated
surface dry), dan menentukan berat jenis semu (apparent) beserta penyerapannya.

6.3. Alat dan Bahan Percobaan

Berikut alat dan bahan yang digunakan pada percobaan penetrasi bahan-bahan bitumen
ini adalah:

6.3.1. Alat–alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan penetrasi bahan–bahan bitumen ini


antara lain:
1. Timbangan

Gambar 6.1. Timbangan


2. Kontainer

Gambar 6.2. Kontainer


3. Saringan

Gambar 6.3. Saringan

4. Piknometer

Gambar 6.4. Piknometer


5. Kerucut terpancung

Gambar 6.5. Kerucut Terpancung


6. Batang penumbuk

Gambar 6.6. Batang Penumbuk


7. Air suling

Gambar 6.7. Air Suling


8. Oven

6.8. Oven

6.3.2. Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan penetrasi bahan bitumen ini antara lain:
1. Agregat halus

Gambar 6.9. Agregat Halus


6.4. Landasan Teori

Berat jenis suatu agregat merupakan perbandingan berat dari suatu satuan volume
bahan terhadap berat jenis air dengan volume yang sama pada suhu 20 C – 25 C.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis jenuh permukaan serta
penyerapan dari agregat itu sendiri. Berat jenis yang telah diketahui digunakan untuk
menentukan volume yang diisi oleh agregat, dimana dari berat jenis tersebut dapat
ditentukan berat jenis beton sehingga dapat pula ditentukan banyaknya campuran
agregat yang digunakan dalam campuran beton.
Untuk mendapatkan nilai berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat dinyatakan
dalam model matematik sebagai berikut:
A
Berat Jenis Curah Kering (Sd) =
(B+S-C)
S
Berat Jenis Curah Hujan Kering Permukaan (Ss) =
(B+S-C)
A
Berat Jenis Semua (Sa) =
(B+A-C)
(S-A)
Penyerapan Air (Sw) = × 100
A
Keterangan:
C = Berat piknometer dengan benda uji dan air sampai batas pembacaan
S = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram)
B = Berat piknometer berisi air (gram)
A = Berat benda uji kering oven (gram)
6.5. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang dilakukan penetrasi bahan bitumen antara lain:

1. Menyiapkan benda uji kemudian mengayaknya dengan saringan diameter 2,36


mm dan mengambil agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 500 gram.

Gambar 6.10. Menyiapkan Benda Uji


2. Mencuci benda uji untuk menghilangkan kotoran dan bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan, kemudian merendamnya dalam air selama 24 jam

Gambar 6.11. Mencuci Benda Uji


3. Setelah 24 jam, benda uji dihamparkan untuk mencapai kondisi SSD.

Gambar 6.12. Menghamparkan Benda Uji


4. Memasukkan sebagian benda uji kondisi SSD kedalam cetakan kerucut pasir.

Gambar 6.13. Memasukkan Benda Uji Kondisi SSD


5. Memadatkan benda uji dengan batang penumbuk, melakukan pemadatan pada 3
lapisan dan memadatkan dengan total 25 kali tumbukan dengan tingkat jatuh
batang penumbuk ± 1cm.

Gambar 6.14. Memadatkan Benda Uji


6. Kondisi SSD benda uji diperoleh jika cetakan diangkat, butiran-butiran benda uji
atau agregat halus longsor atau runtuh ± 1/3 dari tinggi kerucut

Gambar 6.15. Mengangkat Benda Uji


7. Menimbang berat piknometer.

Gambar 6.16. Menimbang Berat Piknometer


8. Menimbang berat piknometer + air.

Gambar 6.17. Menimbang Berat Piknometer + Air


9. Mengambil sampel kondisi SSD sebanyak 500 gram, lalu memasukkannya
kedalam piknometer.

Gambar 6.18. Mengambil Sampel Kondisi SSD


10. Menambahkan air sampai batas 500 Cc.

Gambar 6.19. Menambahkan Air


11. Mengeluarkan udara sedikit demi sedikit dengan cara memutar mutar piknometer
sampai tidak telihat gelembung udara didalamnya.

Gambar 6.20. Memutar-Mutarkan Piknometer


12. Menimbang piknometer + air + benda uji

Gambar 6.21. Menimbang Piknometer + Air + Benda Uji


13. Mengeluarkan benda uji dan air dari dalam piknometer.

Gambar 6.22. Mengeluarkan Benda Uji


14. Kemudian masukkan benda uji pada suhu 105°C sampai 110° C ke oven selama
24 jam .

Gambar 6.23. Memasukkan Benda Uji ke dalam Oven


15. Mencatat berat benda uji setelah di oven dalam keadaan kering dengan suhu
kamar 25°C.

Gambar 6.24. Mencatat Berat Benda Uji


6.6. Data Hasil Percobaan

Dari percobaan penetrasi bahan bitumen yang telah dilakukan, diperoleh data
hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 6.1. Data Hasil Percobaan Penetrasi Bitumen


SAMPEL SAMPEL
NO PENGUKURAN INDEKS
A B
1 Berat benda uji dalam kondisi SSD A/s 500 500
2 Berat benda uji dalam kering Bk/a 483 486
3 Berat piknometer + Air Ba/b 666 699
4 Berat benda uji + piknometer + air Bt/c 933 933
Sumber: Data Hasil Percobaan
6.7. Perhitungan

Dari data yang telah didapatkan, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

1. Perhitungan Berat Jenis Curah Kering (Sd)


Bk
Sd (sampel A) =
A+Ba−Bt
483
=
500+666−933
= 2,073 gram
Bk
Sd (sampel B) =
A+B−Bt
486
=
500+699−933

= 2,16 gram
Sampel A + Sampel B
Sd rata-rata =
2

2,073 + 2,16
=
2
= 2,1165 gram
2. Perhitungan Berat Jenis Curah Jenuh Kering Permukaan (Ss)
A
Ss (sampel A) =
A+B−Bt
500
=
500+666−933
= 2,146 gram
A
Ss (sampel B) =
A+B−Bt

500
=
500+699−933

= 1,879 gram

Sampel A + Sampel B
Ss rata-rata =
2

2,146 + 1,879
=
2
= 2,0125 gram

3. Perhitungan Berat Jenis Semu (Sa)

Bk
Sa (sampel A) =
Bk+B−Bt
483
=
483+666-933
= 2,236 gram
Bk
Sa (sampel B) =
Bk+B−Bt

486
=
486+699-933

= 1,928 gram
Sampel A + Sampel B
Sa rata-rata =
2

2,236 + 1,928
=
2

= 2,082 gram

4. Penyerapan Air (Sw)


(A−Bk)
Sw (sampel A) = × 100 %
Bk
(500−483)
= × 100%
483
= 3,519 %
(A−Bk)
Sw (sampel B) = × 100%
Bk
(500−486)
= × 100%
486

= 2,881 %

Sampel A + Sampel B
Sw rata-rata =
2

3,519 + 2,881
=
2

= 3,2 %
Tabel 6.2. Data Hasil Perhitungan Penetrasi Bitumen
Sampel
No. Keterangan Rata – rata Satuan
A B
1. Berat Jenis Bulk/Curah 2,073 2,16 2,1165 gram

2. Berat Jenis Kering gram


Permukaan Jenuh 2,146 1,879 2,0125
3. Berat Jenis Semu 2,236 1,928 2,082 gram
4. Penyerapan 3,519 2,881 3,2 %
Sumber: Data Hasil Perhitungan

6.8. Analisis

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan nilai berat jenis kering rata-rata pada
sampel didapatkan sebesar 2,1165 gram. Sampel tersebut tidak sesuai dengan standar
SKBI-2.4.26.1987 (PB-0202-76 MPBJ) yaitu minimum 2,5. Berat jenis kondisi SSD
rata-rata pada sampel didapatkan sebesar 2,0125 gram. Sampel tersebut tidak
memenuhi standar SKBI-2.4.26.1987 (PB-0202-76 MPBJ) yaitu minimum 2,5. Berat
jenis semu rata-rata pada sampel didapatkan sebesar 2,082 Sampel tersebut tidak
memenuhi standar SKBI-2.4.26.1987 (PB-0202-76 MPBJ) yaitu minimum 2,5.
Persentase penyerapan rata-rata pada sampel didapatkan sebesar 3,2%. Sehingga Nilai
penyerapan yang didapatkan masuk dalam standar yang telah ditetapkan (AASHTO T
– 189) yaitu maksimum 5%. Dengan demikian agregat halus yang digunakan dalam
percobaan ini telah memenuhi standar yang telah ditetapkan karena persentase
penyerapan sampel kurang dari 5%.

6.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan berdasarkan dari percobaan kali ini adalah:
1. Nilai rata-rata berat jenis bulk/curah pada sampel sebesar 2,1165 gram dengan
nilai persyaratan berat jenils bulk/curah minimal 2,5 gram.
2. Penyerapan pada sampel agregat halus yang digunakan memenuhi standar
AASHTO T – 189 yaitu sebesar 3,2 %.
3. Nilai penyerapan sampel agregat halus pada percobaan ini memenuhi persyaratan
sehingga layak untuk digunakan sebagai bahan material pada konstruksi
perkerasan jalan.

6.10. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan percobaan kali ini adalah:


1. Sebaiknya praktikan menonton video pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat halus sebelum dan sesudah praktikum.
2. Praktikan diharapkan membaca diktat praktikum perancangan dan perkerasan
jalan sebelum praktikum dimulai.
3. Sebaiknya praktikan lebih aktif selama praktikum berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai