Diagnosis Sosia1
Diagnosis Sosia1
Oleh :
Kasus DBD Kota Semarang pada Tahun 2013 sebanyak 1.364 kasus. Jumlah
tersebut naik 89,11% dari Tahun 2012. Dari grafik di atas terlihat bahwa hamper
seluruh kasus DBD bulanan di atas jumlah kasus DBD Tahun 2012, hanya bulan
Juni, September, Nopember dan Desember jumlah kasus DBD Tahun 2013 yang
dibawah jumlah Tahun 2012, selebihnya jauh lebih tinggi kasus DBD bulanan Tahun
2013. Kejadian kasus DBD tertinggi Tahun 2013 terjadi di Bulan Januari dengan 488
kasus dan kasus terendah terjadi Bulan September 2013. Jumlah kematian per bulan
tertinggi pada Tahun 2013 yaitu 4 orang terjadi di Bulan Februari, April, dan Juli.
Sementara Bulan September dan Oktober tidak terjadi kasus Kematian DBD.
Sedangkan berdasarkan tempat kejadian, Incidence Rate DBD Kecamatan Tembalang
dengan 218,20 per 100.000 penduduk kembali menduduki peringkat IR DBD
Kecamatan Tertinggi Kota Semarang setelah pada Tahun 2012 berada di peringkat
ketiga. Pada urutan kedua Kecamatan Ngaliyan dengan IR 217 dan Kecamatan
Genuk diurutan ketiga dengan IR DBD 195,52.
DBD Kelurahan DBD pada Tahun 2013, Sebanyak 153 kelurahan atau 76,3%
dari 177 kelurahan di Kota Semarang pernah mengalami KLB. Jumlah kejadian KLB
DBD Kelurahan 477 kejadian. Jumlah kejadian KLB terbanyak ada di Bulan Januari
dengan 124 Kejadian dan terendah ada di bulan Agustus dengan 13 Kejadian.
Pola penularan DBD dipengaruhi oleh pola perilaku masyarakat yang tidak
memperhatikan sanitasi lingkungan nya sehingga membuat nyamuk Aedes aegypti
mudah untuk berkembang biak.
DIAGNOSIS SOSIAL
A. Diagnosis sosial
Diagnosis social adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap
kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai infomasi
yang didesain sebelumnya. Untuk mengetahui masalah social digunakan indicator
social. Penilaiaan dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistik yang
ada, maupun dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat .
Bila data langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat
dilakukan dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, Focus Groups
Discussion (FGD), survey (Heri, 2007).
Diagnosa sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap
kebutuhannya atau kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meingkatkan
kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang
dirancang sebelumnya. Untuk mengetahui masalah social, digunakan indicator social
seperti kemakmuran estetika, prestasi, kejahatan, kepadatan penduduk, kebagiaan
diskriminasi, kegiatan ilegal, sestem pembuangan limbah, pengangguran dan lain-
lain.
Dalam fase ini,program menentukan bagaimana kualitas hidup dari masyarakat
tersebut secara spesifik.,Untuk mengetahui masalah itu maka sering digunakan
indicator sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik (contohnya derajat
kemiskinan, rata-rata kriminalitas, ketidakhadiran, atau tingkat pendidikan yang
rendah) yang berefek kepada kesehatan dan kualitas hidup.
Penilaian dapat dilakuakan atas dasar data sensus, vital sitematik yang ada, atau
pengumpulan data secara langsung dari masyarakat,cara mengumpulan data dengan
cara wawancara, forum yang ada di masyarakat, Focus Groups Discussion( FGD),
nominal group process, dan survei.
Menurut H.Ray Elling (1970) ada 2 faktor sosial yang berpengaruh pada
perilaku kesehatan :
1. Self concept
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang
kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan
diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positip dan menerima apa
yang kita lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita, begitu pula sebaliknya.
2. Image kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai
contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-
orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar
dengan lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk
menjadi dokter.
Luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2.
Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177
Kelurahan. Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai
wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan
Kecamatan Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km2. Kedua Kecamatan tersebut
terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar
wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan
yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas
wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas wilayah
6,14 Km2 .
C. Quality Of Life
1. Jenis-jenis Masalah Quality Of Life
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan fenomena global yang terjadi di Indonesia, demikian
halnya di Kota Semarang Jawa Tengah. Kemiskinan merupakan keadaan dimana
seseorang tidak mampu hidup layak.
Masalah kemiskinan bukan hanya masalah kesejahteraan kaum miskin namun
masalah latar belakang mengapa mereka miskin. Kemiskinan juga ditandai oleh
tingginya rasio ketergantungan, karena besarnya keluarga dan beberapa diantaranya
masih balita. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya konsumsi yang akan
mengganggu tingkat kecerdasan mereka, sehingga dalam kompetensi merebut
peluang dan kesempatan di masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada
pihak yang lemah. Parahnya kemiskinan terjadi akibat budaya yang diwariskan dari
satu generasi ke generasi yang lain. Budaya kemiskinan yang diwariskan antar
generasi ini cenderung menghambat motivasi untuk melakukan mobilitas ke atas,
yaitu menghambat kemajuan.
Berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase jumlah
penduduk miskin Kota Semarang, tahun 2009 adalah 4,84%, tahun 2010 sebanyak
5,12% dan tahun 2011 adalah 5,68%. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh
Kota Semarang tahun 2009, jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 26,41%,
sedangkan tahun 2011 menjadi 26,85% dengan jumlah penduduk 1.507.039 jiwa.
Sementara jika dilihat dari jumlah rumah tangga dan jiwa, tahun 2009 jumlah warga
miskin ada 111.558 rumah tangga dengan 398.009 jiwa (dengan jumlah penduduk
1.507.039 jiwa), sedangkan tahun 2011 naik menjadi 128.647 rumah tangga dengan
448.398 jiwa3.
Pengangguran
Indikator yang cukup penting dibidang ketenagakerjaan adalah tingkat
pengangguran, dimana menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada
terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah presetase
penduduk yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja.Pada tahun 2007 TPT kota
semarang sebesar 11,39%, kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi
11,48%, pada tahun 2009 dan 2010 kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar
11,49% dan 14,96%. Mengingat masih tingginya angka pengangguran, maka harus
terus diupayakn penyediaan lapangan pekerjaan. Upaya peningkatan kesempatan
kerja dan perbaikan kualitas tenaga kerja yang berdaya saing mutlak dilakukan, hal
tersebut sangat perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan
kalangan dunia usaha melalui pendidikan formal maupun informal.
Pendidikan
Kondisi kinerja pembangunan bidang pendidikan selama 5 (lima) tahun terakhir
mengalami perubahan fluktuatif, angka partisipasi sekolah pendidikan dasar
mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 86,64% menjadi 89,76% pada tahun
2009, pendidikan menengah meningkat dari tahun 2005 sebesar 66,99% menjadi
78,95 %, angka kelulusan SD/MI selama 5 tahun dapat mencapai sebesar 99,99%,
untuk SMP/MTs mencapai 94,76%, SMA/SMK/MA mencapai 96,47%. Angka
ketersediaan sekolah Pendidikan Dasar dari 4 % pada tahun 2005 menjadi 4,30 %
tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid dari 1:28 pada tahun 2005 turun
menjadi 1:19 pada tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid per kelas rata-rata
tahun 2005 sebesar 1:28:45 menjadi 1:16:32 pada tahun 2009.
Secara umum pembangunan pendidikan di Kota Semarang relatif terus
membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk
yang melek huruf. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun keatas) yang melek
huruf di Kota Semarang mencapai 95,9 persen pada tahun 2007, dan tahun 2008
mencapai 95,9 persen serta meningkat menjadi 96,4 persen pada tahun 2009.
A. Diagnosis Epidemiologi
Diagnosa epidemiologi adalah diagnosis yang menjelaskan tentang faktor
kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang ataupun masyarakat.
(Bhisma Murti ,2003).
Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan
(faktor penentu) masalah kesehatan untuk development (perencanaan) dari
penanggulangan masalah kesehatan (M.N. Bustan, 2006).
Terdapat 7 peran utama epidemiologi menurut Valanis, yaitu:
1. Investigasi etiologi penyakit
2. Identifikasi faktor penyakit
3. Identifikasi sindrom dan klasifikasi penyakit
4. Melakukan diagnosis banding dan perencaan pengobatan
5. Surveilan status kesehatan penduduk
6. Diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanaan kesehatan
7. Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan masyarakat
4. Gizi buruk
Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2013
yaitu sebanyak 288 bayi (1,1%) yang terdiri dari 127 bayi laki-laki dan 161 bayi
perempuan. Sedangkan jumlah Balita yang datang dan ditimbang (D) di posyandu
dari seluruh balita yang ada yaitu sejumlah 86.515 balita (79,7%) dengan rincian
jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 69.080 anak (79,8%) dan Bawah
Garis Merah (BGM) sebanyak 1.502 anak (1,7%). Permasalahan gizi yang masih
tetap ada dan jumlah cenderung bertambah adalah masalah gizi kurang dan gizi
buruk. Kurang gizi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat yang kurang,
keadaan sosial ekonomi dan kejadian penyakit.
Dari tabel diatas tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun lalu yang
berjumlah gizi buruk tersebut juga telah dilakukan intervensi khususnya upaya
perbaikan gizi masyarakat dalam bentuk kegiatan pemberian PMT pemulihan selama
180 hari, perawatan serta pengobatan baik di puskesmas maupun di Rumah Sakit
dengan bantuan dana program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
(Askeskin)/JAMKESMAS dan APBD II
C. Prioritas Masalah
Variabel yang digunakan untuk memprioritaskan masalah diantaranya:
1. Bagaimana dampak baik terhadap kematian maupun terhadap angka
absentisme, biaya rehabilitasi dan lain-lain
2. Apakan kelompok ibu dan anak-anak mempunyai resiko
3. Apakah ada cara untuk mengatasi masalah tersebut (baik kuratif maupun
preventif)
4. Masalah yang belum pernah disentuh atau terlupakan untuk diintervensi
5. Masalah yang apabila diintervensi dengan tepat akan mempunyai daya ungkit
yang tinggi dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat dan juga untuk
economic saving
6. Adanya dukungan dana ( diprioritaskan oleh daerah setempat)
A. Diagnosis Perilaku
Pada fase ini selain diidentifikasikan masalah prilaku yang mempengaruhi
masalah kesehatan juga sekaligus diidentifikasikan masalah lingkungan (fisik dan
social) yang mempengaruhi prilaku dan status kegiatan ataupun kualitas hidup
seorang atau masyarakat. Di sini seorang perencana harus dapat membedakan antara
masalah prilaku yang dapat di control secara individual maupun yang harus di
control melalui institusi. Misalnya pada kasus malnutrisi yang di sebabkan karena
ketidakmampuan untuk membeli bahan makanan maka intervensi pendidikan tidah
akan bermanfaat,jadi health promoter perlu melakukan pendekatan perubahan social
(behavioral change)untuk mengatasi masalah lingkungan.
Untuk mengidentifikan masalah prilaku yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang ,digunakan indicator prilaku seperti : pemanfaatan pelayanan kesehatan
(utilization), upaya pencegahan (preventive action), pola konsumsi makanan
(consumption partern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan kesehatan
sendiri (self care). Dimensi prilaku yang di gunakan adalah : earliness, quality,
percistence,frequency dan range. Indicator lingkungan yang di gunakan meleputu :
keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, dengan dimensinya yang
terdiri dari : keterjangkauan, kemampuan dan pemerataan.
Langkah yang harus dilakukan dalam diagnosis prilaku dan lingkungan adalah:
a) Memisahkan factor prilaku dan non prilaku penyebab timbulnya masalah
kesehatan
b) Mengidentifikasi prilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah
kesehatan dan prilaku yang berhubungan dengan tindakan perawatan/pengobatan,
sedangkan untuk factor lingkungan yang harus di lakukan adalah mengeliminasi
factor non -prilaku yang tidak dapat di ubah, seperti : factor genetis dan demografis
c) Urutkan factor prilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh
terhadap masalah kesehatan
d) Urutkan factor prilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan untuk
diubah
e) Tetapkan prilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program. Setelah itu
tetapkan tujuan perubahan prilaku dan lingkungan yang ingin dicapai program
B. Penyebab DBD
1. Lingkungan kumuh
Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan
yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang
penyakit. Apabila pemukiman kumuh tidak dapat diatasi maka kualitas lingkungan
serta derajat kesehatan masyarakat juga akan terus menurun
Importance
+ -
C. Objective Goal
1. Who : Individu yang diharapkan berubah perilakunya. Adalah masyarakat di
Kota Semarang.
2. What : Perubahan perilaku yang diharapkan atau yang akan dicapai, yaitu dari
yang tidak melaksanakan 3M Plus menjadi melaksanakan 3M Plus.
3. When : Kapan perubahan perilaku itu dapat terjadi atau diharapkan tercapai
saat 6 bulan setelah penyuluhan.
4. Where : Kelompok individu yang diharapkan berubah perilakunya berada di
daerah Kota Semarang.
5. How Much : Berapa banyak kelompok individu dapat berubah yaitu 80% dari
seluruh masyarakat Kota Semarang.
DIAGNOSIS PENDIDIKAN
A. Diagnosis Pendidikan
Determinan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan seseorang atau
masyarakat dapat dilihat dari factor :
a) faktor predisposisi (predisposing factor) seperti pengetahuan, sikap
persepsi, kepercayaan dan nilai atau norma yang diyakini seseorang
b) faktor pemungkin (enabling factor), yaitu factor lingkungan yang
memfasilitasi perilaku seseorang
c) faktor penguat (reinforcing facto), seperti prilaku orang lain yang
berpengaruh (tokoh masyarakat, guru, petugas kesehatan, orang tua, pemegang
keputusan) yang dapat mendorong untuk berprilaku.
Pada fase ini setelah didentifikasi factor pendidikan dan organisasional, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
berdasarkan factor predisposisi yang telah didentifikasi. Selain itu berdasarkan factor
pemungkin dan penguat yang telah didentifikasi ditetapkan tujuan organisasional
yang akan dicapai melalui upaya pengembangan organisasi dan sumber daya.
C. Penentuan Prioritas
1. Faktor Predisposing
Importance
+ -
Pelayan kesehatan -
3. Faktor Reinforcing
Importance
+ -
Tetangga -
-
4. Prioritas Keseluruhan
Importance
+ -
Kelebihan ceramah:
1. Pendidik/guru menguasai arah pembahasan / pembicaraan secara terfokus
dan terhindar dari penyimpangan.
2. Organisasi kelas sederhana
Kelemahan metode ceramah
1. Memungkinkan guru tidak mengatahui pemahaman peserta didik
2. Memungkinkan peserta didik mengalami salah faham/ salah pengertian/
salah tafsir terhadap isi pembicaraan
DIAGNOSIS ADMINISTRATIF
A. Diagnosa Administratif
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan sumber daya dan peraturan yang
berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi
kesehatan.
kebijakan adalah seperangkat pengaturan yang digunakan sebagai petunjuk
untuk melaksanakan suatu kegiatan.
peraturanadalah penerapan kebijakan dan penguatan hukum serta perundang-
undangan
organisasionaladalah kegiatan memimpin atau meng koordinasi sumber daya
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program
Pada dignoisis atministratif dilakukan tiga penelitian yaitu: sumberdaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program, sumber daya yang ada di organisasi dan
masyarakat , serta hambatan pelaksanaan program.sedangkan pada diagnosis
kebijakan dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan
organisasional yang memfasilitasi program dan pengembangan lingkungan yang
dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRE-CEDE ke
implementasi dan evaluasi dengan PROCEED. PRE-CEDE digunakan untuk
menyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu
atau masyarakat sasaran. PROCEED untuk menyakinkan bahwa program akan
tersedia dapat dijangkau, dapat di terima dan dapat di pertanggungjawabkan. Oleh
sebab itu, penilaian sumberdaya yang dibutuhkan dapat meyakinkan keberadaan
program, perubahan organisasional dibutuhkan untuk program dapat di jangkau,
perubahan olitis dan peraturan dibutuhkan untuk meyakinkan program dapat di terima
oleh masyarakat dan evaluasi dibutuhkan untuk meyakinkan proram dapat di
pertanggungjawabkan pada penentu kebijakan, administrator, konsumen/klien, dan
stake holder terkait,yaitu untuk menilai apakah program sesuai dengan standar yang
teelah di tetapkan.
B. Tahapan Diagnosis Administratif
Dalam diagnosa administratif ada 3 tahapan yang perlu dilakukan yaitu:
1. Within Progaram Analysis
Program yang akan dilaksanakan adalah program penyuluhan bagi Kader di
kelurahan yang ada di Kota Semarang. Program akan dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kota Semarang Bagian Promosi Kesehatan
2. Within Organizational Analysis
Dalam pelaksanaan program ini bagian promosi kesehatan Dinas Kesehatan
Kota Semarang akan bekerja sama dengan Bagian Pemberantasan Penyakit Menular
dan Non Menular
3. Inter Organizational Analysis
Unuk memperlancar berjalannya program maka Dinas Kesehatan Kota
Semarang akan bekerja sama dengan LSM yang peduli terhadap pemberantasan DBD
di Kota Semarang.
Fitri, Reni Mustika. 2013. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Rasio Gender Terhadap Tingkat kemiskinan di Provinsi
Sumatera Barat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1 No. 2
Junghans Sitorus. 2003. Hubungan Iklim dengan Kasus Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 1998 2002.Skripsi:
Universitas Indonesia.
Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: UGM
Press.