KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya oleh Rahmat-
Nya yang dilimpahkan kepada penyusun, maka dengan demikian penyusun dapat
menyelesaikan tugas tentang
Maksud dan tujuan dari disusunnya Tugas ini adalah untuk menambah
pemahaman mengenai potensi panas bumi di derah Jawa Barat, khususnya daerah
Kamojang dan juga sebagai syarta mendapt nilai tugas, mahasiswa jurusan Teknik
Geologi yang mengambil mata kuliah geothermal. Tugas ini disusun berdasarkan data
data yang diperoleh dari sumber yang dibaca yang membahas tentang geothermal
Jawa Barat dan Kamojang dan serta referensi lain yang sangat menunjang dalam
penyusunan tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini jauh dari kesempurnaan, karena
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan dari penyusun. Oleh karena itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
tugas ini.
Dan pada kesempatan ini, penyusun juga ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Ibu Herning Dyah Kusuma Wijayanti, S.T., M.Eng Selaku dosen pengampu mata
kuliah Geothermal.
2. Serta semua pihak dan anggota kelompok yang membantu dalam penyusunan tugas
ini.
Saran-saran dari pembaca dibutuhkan dalam tujuan menemukan refleksi untuk
peningkatan mutu dari tugas serupa di masa mendatang
Akhir kata, selamat membaca dan terimakasih.
Yogyakarta, Mei 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.
KATA PENGANTAR..
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN..
1.1. Latar
Belakang
1.2. Maksud Dan
Tujuan..
1.3. Rumusan
Masalah.
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.
Potensi energi panas bumi di Indonesia yang mencapai 27 GWe sangat erat
kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia. Ditinjau dari
munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan
keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar.
Sebagian besar energi panas bumi yang telah dimanfaatkan di seluruh dunia
merupakan energi yang diekstrak dari sitem hidrotermal, karena pemanfaatan dari
hot-igneous system dan conduction-dominated system memerlukan teknologi
ekstraksi yang tinggi. Sistem hidrotermal erat kaitannya dengan sistem vulkanisme
dan pembentukan gunung api pada zona batas lempeng yang aktif di mana terdapat
aliran panas (heat flow) yang tinggi. Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng
aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan
melalui sistem rekahan. Posisi strategis ini menempatkankan Indonesia sebagai
Negara paling kaya dengan energi panas bumi system hidrotermal yang tersebar di
sepanjang busur vulkanik. Sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia
tergolong mempunyai entalpi tinggi.
Indonesia memiliki sumber daya panas bumi terbesar di dunia (+27.000 MWe);
dimana sekitar 21.7% berada di Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki
potensi panas bumi terbesar, tersebar pada 44 lokasi di 11 Kabupaten.Panas Bumi
merupakan energy andalan bagi Jawa Barat.Hal inilah yang melatar belakangi kami
untuk membahas tentang potensi geothermal di daerah Jawa Barat, khususnya
Kamojang.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Geologi Regional Jawa Barat
Jawa Barat yang dekat dengan ibukota Republik Indonesia mempunyai jumlah
penduduk yang besar dan terdapat kegiatan industri, perkantoran yangmembutuhkan
energi listrik paling besar.Di provinsi ini mempunyai sumber energi listrik yang
belum optimal dimanfaatkan yaitu berupa potensi sumber daya alarn panas bumi
yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia.
Potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi
yang dimiliki Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik seperti:
Pada tahun2004, kontribusi energy panas bumi Jawa Barat terhadap nasional
sebesar 749 MW dari total 807 MW (92,81%), berasal dari 4 PLTP yaitu Kamojang
(140 MW), Awibengkok G. Salak (terpasang 6 x 55, terbangkitkan 354MW), Darajat
(145MW) dan Wayang Windu (110MW). Di Jawa Barat terdapat7 (tujuh) eksisting
Secara fisiografi, bagian utara Lembar ini termasuk ke dalam zona Bandung
yang gunungapi Kuarter, dan bagian selatan termasuk ke dalam zona Pegunungan
Selatan Jawa Barat bagian tengah (Bemmelen, 1949).
Secara morfologi, daerah ini dapat dibagi menjadi 4 satuan, yakni Kerucut
Gunungapi, Perbukitan Bertimbulan Kasar, Pebukitan menggelombang dan
Pedataran.
Kerucut gunungapi menempati bagian utara dan tengah Lembar, yang tersusun oleh
batuan gunungapi Kuarter. Puncak-puncaknya antara lain G. Malabar (2321 m), G.
Papandayan (2622 m), G. Cikuray (2820 m) dan G.Kracak (1838 m). Pada tubuh
gunungapi tersebut, sungai-sungai umumnya menampakkan pola aliran memencar
yang sebagian mengalir kea rah utara sebagai hulu sungai S. Cisangkuy, S. Citarum,
dan S. Cimanuk; dan sebagian ke arah selatan sebagai hulu sungai S. Ciwulan, S.
Struktur geologi yang terdapat di daerah ini adalah lipatan, sesar dan kekar.
Lipatan yang terjadi mempunyai arah sumbu barat-barat laut-timur tenggara pada
Formasi Bentang dan utara barat lautselatan tenggara pada Formasi Jampang.
Perbedaan arah sumbu tersebut disebabkan oleh perbedaan tahapan dan intensitas
tektonika pada kedua satuan batuan tersebut. Sesar yang dijumpai adalah sesar
normal dan sesar geser. Sesar normal yang utama merupakan bagian unsur
pembentukkan depresi (Zona Bandung) yang dicirikan sebagai sesar Pegunungan
Selatan, berarah barat-timur. Arah jurus sesar geser umumnya baratdaya-timurlaut,
beberapa ada yang hampir barat-timur dan baratlauttenggara. Sesar-sesar itu
melibatkan satuan batuan Tersier dan Kuarter, sehingga dapat ditafsirkan sebagai
sesar yang muda Melihat pola arahnya diperkirakan gaya tektonika berasal dari
selatan ke utara yang diduga telah berlangsung sejak Oligosen Akhir Miosen Awal.
Dengan demikian dapat diduga bahwa mungkin sebagian dari sesar tersebut
merupakan penggiatan sesar lama. Sesar yang berkembang dalam Kuarter umumnya
sebagai pengontrol tumbuhnya gunungapi muda, terutama sistem sesar berarah
baratdaya-timurlaut yang memotong bagian tengah daerah ini. Pada jajaran
gunungapi tersebut, dua gunungapi di antaranya masih giat yaitu G. Papandayan
(2622 m) dan G. Guntur (2249 m). Kekar terjadi terutama pada batuan yang berumur
tua, antara lain pada Formasi Jampang dan terobosan diorit kuarsa, pada batuan
gunungapi Neogen seperti Formasi Beser dan Batuan Gunungapi Plio-Plistosen.
Seperti halnya di daerah lain pada bagian selatan P. Jawa, tektonika daerah ini pada
Zaman Tersier sangat dipengaruhi oleh penunjaman Lempeng Samudra Hindia ke
bawah Lempeng Asia Tenggara.
Penunjaman yang terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal/Tengah
menghasilkan kegiatan gunungapi yang bersusun andesit yang diikuti dengan
sedimentasi karbonat pada laut dangkal. Di beberapa tempat, seperti di Lembar
Pangandaran, sedimentasi berlangsung pada lereng bawah laut (submarine slope).
Kegiatan magmatik waktu itu diakhiri dengan penerobosan diorit kuarsa pada
akhir Miosen Tengah yang mengakibatkan pempropilitan pada Formasi Jampang di
beberapa tempat dan menghasilkan pemineralan yang penting. Setelah terjadi
perlipatan, pengangkatan dan erosi, terjadi sedimentasi Formasi Bentang di bagian
selatan Lembar dan kegiatan gunungapi di utara pada Miosen Akhir-Pliosen Awal.
Setelah perlipatan, pengangkatan dan erosi, terjadi kegiatan magmatik yang
menghasilkan ke-gunungapian dan diakhiri oleh penerobosan retas-retas andesit pada
Pliosen. Pada Plio-Plistosen kegiatan gunungapi kembali terjadi disusul oleh
serangkaian kegiatan Kuarter Awal hingga sekarang di bagian tengah dan utara
Lembar yang tersebar pada lajur barat-timur.
Dari studi geologi dan geofisika lapangan panasbumi Kamojang (Sudarman, 1983)
menguraikan hidrogeologi lapangan panasbumi Kamojang seperti terlihat pada Gambar 2
di bawah ini. Pada lapangan panasbumi Kamojang terdapat komplek Guntur dan formasi
Gandapura Atas (Q1) yang dicirikan oleh batuan padat dengan porositas moderat,
permeabilitas relatif tinggi dan resistivitas menengah hingga tinggi. Terdapat airtanah
dengan permukaan yang dangkal pada kedalaman 5 hingga 60 m. Airtanah ini
diperkirakan merupakan percampuran antara airtanah yang dingin dan airtanah thermal
yang naik pada akuifer yang kedalamannya diperkirakan kurang dari 100 m di bawah
permukaan. Di bawah akuifer yang dangkal ini terdapat akuifer yang lebih dalam (lapisan
kondensat) yang diperkirakan berada pada kedalaman antara 100 hingga 200 meter. Hal
ini dapat diamati pada sumur KMJ-8, 9 dan 10. Temperatur puncak lapisan kondensat ini
antara 50 70 0C yang berada diantara formasi Q1 dan QGP. Formasi komplek Gandapura
(QGP) terdiri dari batuan andesit yang teralterasi moderat hingga tinggi. Ketebalan
lapisan kondensat ini antara 350-550 meter. Bagian bawah lapisan kondensat ini
diperkirakan memliliki temperatur antara 220 230 0C. Formasi komplek Gandapura ini
3. Kawah Hujan
Pengamatan di lokasi ini adalah uap panas yang muncul dari rongga antar batuan.
Namun di sebelah Timur dari lokasi ini, ditemukan adanya mata air yang dingin. Air
yang dingin ini berasal dari akuifer yang dangkal, dan tidak berhubungan dengan
4. Kolam Lumpur
Di sini ditemukan adanya bekas manifestasi air panas yang membentuk kolam lumpur
yang sesekali mengeluarkan gas. Kolam lumpur ini terletak antara kawah hujan
dengan kawah Cibuliran. Terdapat buih letupan air pada permukaan air, namun buih
mempunyai ketinggian yang rendah. Buih berasal dari akuifer dangkal, dan muncul
sebagai akibat dari tekanan yang tinggi dari gas dari dalam kerak bumi. Tidak jauh
dari lokasi manifestasi, ditemukan adanya kawah yang telah mati dan mulai
membeku. Ditemukan adanya alterasi argillik yang didominasi oleh mineral talk yang
berwarna putih keabuan. Lumpur yang mengering tampak pecah dan retak pada
beberapa sisi.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.geothermal-energy.org/pdf/IGAstandard/SGW/2013/Yanuar.pdf
http://www.starenergy.co.id/Assets-Overview/Geothermal/Wayang-Windu.aspx